Anda di halaman 1dari 15

SUMBER-SUMBER HUKUM MENURUT COMMON LAW

OLEH :

NAMA NIM
NIRWANA NAINGGOLAN ( 2110300016 )
CHINTYA APRILIA AZHARI ( 2110300020 )

DOSEN PENGAMPU : PUJI


KURNIAWAN, S.H.I.,M.A.HK.

PRODI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU
HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullohi wabarokatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang atas rahmatnya
dan karunia kepada kami dapat menyelesaikan makalah kami tepat waktu.
Adapun judul makalah kami ini adalah “ PENGANTAR ILMU HUKUM ”.

Pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terimakasih kepada


bapak pengampu mata kuliah “ Pengantar Tata Hukum Indonesia “ yaitu bapak
Puji Kurniawan, S.H.I.,M.A.HK. yang sudah memberikan kami tanggungjawab
untuk menyelesaikan makalah pada materi ini.

Kami adalah makhluk biasa yang tidak luput dari kesalah dan kekhilafan.
Apabila terdapat kesalah dalam penulisan dan penampaian, kami terlebih dahulu
minta maaf kepada bapak dan pihak yang lain. Kritik dan saran saran kami terima
dengan rendah hati. Dan kami berharap nantinya makalah ini dapat berguna bagi
kami khususnya dan pihak lain umumnya.

Padangsidimpuan, Desember 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 2
A. Hukum Adat ...................................................................................... 2
1. Istilah dan Pengertian Hukum Adat .............................................. 2
2. Ciri – Ciri Hukum Adat................................................................. 2
3. Unsur-Unsur Hukum Adat ............................................................ 4
4. Hukum Adat Sebagai Aspek Kebudayaan ..................................... 4
B. Hukum Islam..................................................................................... 5
1. Pengertian Hukum Islam ............................................................... 5
2. Ruang Lingkup Hukum Islam ....................................................... 8
3. Tujuan Hukum Islam .................................................................... 10
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 11
A. Kesimpulan ....................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam proses perkembangan peradaban, suatu bangsa memiliki adat
kebiasaan yang masing-masing memiliki ciri khas antara yang satu dengan
yang lainnya. Perbedaan adat tersebut merupakan nilai yang penting dan
dapat memberikan ciri serta identitas diri bangsa yang
bersangkutan.Perkembangan peradaban, kemajuan ilmu pengetahuan, dan
teknologi serta kehidupan modern ternyata tidak bisa begitu saja
menghapuskan adat kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Di sisi lain
proses kemajuan zaman mempengaruhi adat kebiasaan sehingga harus bisa
sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman agar adat kebiasaan itu
tetap eksis di tengah kemajuan zaman.
Dalam hukum di Indonesia selain hukum tertulis yang merupakan
produk hukum penguasa yaitu berupa norma perundang-undangan, banyak
pula hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang tumbuh, berkembang, dan
terpelihara dalam masyarakat yang lebih dikenal dengan hukum adat.
Sebagaimana kita ketahui bahwa lembaga tertinggi negara kita yakni MPR
telah menentukan bahwa hukum nasional yang akan terbentuk hendaknya
berintikan hukum adat. Yang dimaksud tentunya hukum adat sebagaimana
yang menjadi objek dari cabang ilmu hukum yang dikenal sebagai ilmu
hukum adat.1

1
Sri Warjiyati, Ilmu Hukum Adat , hlm 1

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Adat

1. Istilah dan Pengertian Hukum Adat


Istilah hukum adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh
Snouck Hurgronje, dalam bukunya yang berjudul “ De Atjehers
menyebutkan istilah hukum adat sebagai “ adat recht “ ( Bahasa Belanda )
yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial ( social
control )yang hidup dalam Masyarakat Indonesia. Istilah ini kemudian
dikembangkan secara ilmiah oleh Van Vollenhoven yang dikenal sebagai
pakar Hukum Adat di Hindia Belanda ( sebelum menjadi Indonesia ) .
hukum Adat adalah aturan yang tidak tertulis dan merupakan pedoman
untuk sebagian besar orang-orang Indonesia dan dipertahankan dalam
pegaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa.
Hukum adat menurut para pendapat sarjana hukum :
a. Soekanto mengatakan bahwa hukum adat itu merupakan kompleks
adat-adat yang kebanyakan tidak dibukukan /tidak dikodifikasikan dan
bersifat paksaan mempunyai sanksi atau akibat hukum.
b. Van Vollenhoven, menyatakan bahwa hukum adat ialah semua hukum
asli, yaitu hukum yang tidak bersumber pada peraturan perundangan
yang dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda dahulu atau alat
kekuasaan lainya yang menjadi sendinya dan yang diadakan sendiri
oleh kekuasaan Pemerintah Hindia.2
2. Ciri – Ciri Hukum Adat
Adapun ciri-ciri hukum adat sebagai berikut :
a. hukum adat umumnya hukum yang tidak tertulis. umumnya
mengandung pengertian tersebut adalah bahwa hukum adat itu sebagai
hukum secara langsung merupakan pernyataan rasa keadilan dan
kepatutan yang hidup di sanubari rakyat sendiri, oleh sebab itu hukum
adat tidak pernah tertulis seperti undang-undang. Hal ini akan

2
Yulia , Hukum Adat ,hlm 1

2
berdampak pada pusat perkembangan hukum adat terletak pada
masyarakat sendiri dan tidak pada teknik perundang-undangan.
b. terdapat pengertian bahwa hukum adat sebagai hukum yang memberi
pedoman tentang perbuatan manusia dalam pergaulan masyarakat.
Pedoman mana adalah bersifat garis besarnya saja yang disebut dengan
asas-asas. Hal ini disebabkan karena para pelaksana hukumlah yang
memberikan, melaksanakan perinciannya dalam kenyataan hidup
sehari-hari.
c. mengandung pengertian bahwa hukum adat itu sebagai hukum yang
bersumber dari kehidupan masyarakat itu sendiri maka perumusan asas-
asas (hukum adat). Hal itu dirumuskan dalam bentuk yang mudah
diketahui, diingat, dan dipahami oleh masyarakat dengan tujuan agar
dalam mengimplementasikan asas-asas itu mudah diresapi dan
diamalkan dalam tingkah laku kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu,
asas-asas hukum adat itu dirumuskan dalam bentuk seperti cerita-cerita,
perumpamaan-perumpamaan, pepatah-pepatah, seloka-seloka, dan
sebagainya.
d. terdapat pengertian bahwa hukum adat itu sebagai hukum yang hanya
memuat asas-asasnya saja, diperlukan adanya seorang ahli yang bisa
memberikan penjelasan dari isi yang terkandung dalam asas-asas
hukum tersebut. Jika setiap orang memberikan penafsiran sendiri-
sendiri dapat menimbulkan suatu penafsiran atau perincian yang tidak
sesuai. Olah karena itu, peranan dan ikut campurnya kepala adat selalu
dimungkinkan untuk memberikan penafsiran yang benar manakala isi
dari asas-asas hukum adat itu kurang dipahami.
e. terdapat pengertian bahwa di dalam lembaga-lembaga hukum adat
seperti dalam pelaksanaan perkawinan terdapat unsur-unsur yang
berasal dari alam kepercayaan dan demikian pula dalam hal
pemindahan barang karena jual beli terdapat hal-hal yang mengandung
unsur kepercayaan. Unsur-unsur seperti tersebut di atas sering kali
diidentitaskan dengan hukum adat.

3
f. terdapat penafsiran bahwa hukum adat itu sebagai hukum yang
bersumber dan berakar dalam kehidupan rakyat di dalam
pelaksanaannya sering kali dipengaruhi oleh faktor pamrih dan tidak
pamrih. Hal ini disebabkan karena kehidupan masyarakat pada
umumnya tidak mengenal perbedaan secara tegas antara hubungan
pamrih dan hubungan tidak pamrih tersebut.
g. terdapat penafsiran bahwa hukum adat sebagai hukum di dalam
pelaksanaan pada umumnya ditaati oleh masyarakat tanpa adanya
paksaan. Hal itu disebabkan karena di dalam masyarakat adat yang
tradisional adanya keharusan untuk mengindahkan dan menaati hukum
adat itu sudah dimulai sejak kecil sebagai bagian dalam pendidikan bagi
setiap warga masyarakat menuju cita-cita hukum masyarakat itu sendiri.
Pada umumnya paksaan dari masyarakat baru timbul jika terjadi hal-hal
atau kejadian-kejadian yang mengancam seluruh kelembagaan adat,
tatanan kemasyarakatan dan kelangsungan kehidupan masyarakat.3
3. Unsur-Unsur Hukum Adat
Dalam proses pembentukan hukum adat ada dua unsur, yaitu unsur
kenyataan yang mempunyai makna adat itu dalam keadaan yang sama
selalu diindahkan oleh rakyat dan secara terus-menerus serta berkelanjutan
rakyat menaati dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, unsur
psikologis, setelah adat itu secara ajeng dan terus-menerus dijalankan
selanjutnya terdapat keyakinan pada rakyat bahwa adat dimaknai memiliki
kekuatan hukum. Unsur ilmiah yang mengakibatkan adanya kewajiban
hukum (oponio yuris necessitatis).4
4. Hukum Adat Sebagai Aspek Kebudayaan
Hukum adat sebagai aspek kebudayaan berbicara tentang hukum
adat sebagai aspek kebudayaan maka terlebih dahulu kita harus memahami
di mana letak hukum adat di dalam suatu kerangka kebudayaan. Untuk itu

3
Sri Warjiyati, ilmu hukum , hlm 13
4
Sri Warjiyati, ilmu hukum , hlm 25

4
pengkajian terhadap hukum adat sebagai aspek kebudayaan beranjak dari
pemahaman terhadap kebudayaan itu sendiri.
Kebudayaan pada hakikatnya mengandung pengertian yang sangat
luas. Bisa ditinjau dari sudut etimologi, definisi-definisi yang pernah
diberikan. Dari segi definisi saja menurut A. L. Kroeber dan C. Kluckhon
ada kurang lebih 160 macam definisi tentang kebudayaan."5
B. Hukum Islam
1. Pengertian Hukum Islam
Al-Quran dan literatur hukum Islam sama sekali tidak
menyebutkan kata hukum Islam sebagai salah satu istilah. Yang ada di
dalam al-Quran adalah kata syari'ah, fiqh, hukum Allah, dan yang seakar
dengannya. Istilah hukum Islam merupakan terjemahan dari islamic law
dalam literatur Barat.' Istilah ini kemudian menjadi populer. Untuk lebih
memberikan kejelasan tentang makna hukum Islam maka perlu diketahui
lebih dulu arti masing-masing kata. Kata hukum secara etimologi berasal
dari akar kata bahasa Arab, yaitu hakama-yahkumu yang kemudian
bentuk mashdar-nya menjadi hukman. Lafadzial-hukmu adalah bentuk
tunggal dari bentuk jamak i al-ahkâm.6
Berdasarkan akar kata hakama tersebut kemudian muncul kata al-
hikmah yang memiliki arti kebijaksanaan. Hal ini dimaksudkan bahwa
orang yang memahami hukum kemudian mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari maka dianggap sebagai orang yang bijaksana. Arti
lain yang muncul dari akar kata tersebut adalah "kendali atau kekangan
kuda", yakni bahwa keberadaan hukum pada hakikatnya adalah untuk
mengendalikan atau mengekang seseorang dari hal-hal yang dilarang
oleh agama. Makna "mencegah atau menolak" juga menjadi salah satu
arti dari lafadz hukmu yang memiliki akar kata hakama tersebut.
Mencegah ketidakadilan, mencegah kedzaliman, mencegah
penganiayaan, dan menolak mafsadat lainnya.

5
Sri Warjiyati, ilmu hukum, hlm 17
6
Rohidin,SH,M.Ag , hlm 1

5
Al-Fayumi dalam buku Zainudin Ali, Hukum Islam, Pengantar
Hukum Islam di Indonesia ia menyebutkan bahwa " Hukum bermakna
memutuskan, menetapkan, dan menyelesaikan setiap permasalahan.
7
Muhammad Daud Ali menyebutkan bahwa kata hukum yang berasal
dari lafadz Arab tersebut bermakna norma, kaidah, ukuran, tolok ukur,
pedoman, yang digunakan untuk menilai dan melihat tingkah laku
manusia dengan lingkungan sekitarnya.
Dalam kamus Oxford sebagaimana dikutip oleh Muhammad
Muslehuddin, hukum diartikan sebagai "Sekumpulan aturan, baik yang
berasal dari aturan formal maupun adat, yang diakui oleh masyarakat dan
bangsa tertentu dan mengikat bagi anggotanya".8
Selanjutnya islam adalah bentuk mashdar dari akar kata - /aslama-
yuslimu-islâman dengan mengikuti wazn - Q‫ والطاعة‬Q‫ االنقياد‬af'ala-yufilu-if
alan yang mengandung arti / ‫افعاال‬-‫ يفعل‬ketundukan dan kepatuhan
serta bisa juga bermakna Islam, damai, dan selamat. Namun kalimat asal
dari lafadz islâm adalah berasal dari kata salima-yaslamu-salâman-wa
salâmatan yang memiliki arti selamat (dari bahaya), dan bebas (dari
cacat).
Sebagaimana terdapat dalam Al-Quran surah Ali Imran 20 yang
berbunyi sebagai berikut:
‫هّٰلِل‬
َ ‫وا ْالك ِٰت‬$$‫مْت َوجْ ِه َي ِ َو َم ِن ا َّت َب َع ِن َۗوقُ ْل لِّلَّ ِذي َْن ا ُ ْو ُت‬
‫ب َوااْل ُ ِّم ٖ ّي َن‬ ُ ‫ك َفقُ ْل اَسْ َل‬ َ ‫َف ِانْ َح ۤاجُّ ْو‬
‫ ْي ۢ ٌر‬$ ‫ص‬ ِ ‫ك ْال َبلٰ ُغ ۗ َوهّٰللا ُ َب‬
َ $‫دَوا ۚ َو ِانْ َت َولَّ ْوا َف ِا َّن َما َع َل ْي‬$
ْ $‫ ِد اهْ َت‬$‫ َلم ُْوا َف َق‬$ ‫ ِانْ اَ ْس‬$‫ َل ْم ُت ْم ۗ َف‬$ ‫َءاَ ْس‬
‫ِب ْال ِع َبا ِد‬ ࣖArtinya: "Kemudian jika mereka mendebat kamu (tentang kebenaran Islam),
maka katakanlah: "Aku menyerahkan diriku kepada Allah dan demikian pula orang-
orang yang mengikutiku". Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi al-
Kitab dan orang-orang yang ummi: "Apakah kamu mau masuk Islam". Jika mereka
masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka
berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan ayat-ayat Allah. Dan Allah
Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.

7
Zainudin Ali, hukum islam, pengantar ilmu hukum Indonesia, hlm 1
8
Muhammad Muslehuddin , filsafat hukum islam dan pemikiran orientasi

6
Islam bermakna sebagai sebuah ketundukan dan penyerahan diri
seorang hamba saat berhadapan dengan Tuhannya. Hal ini berarti bahwa
manusia dalam berhadapan dengan Tuhannya (Allah) haruslah merasa
kerdil, bersikap mengakui kelemahan dan membenarkan kekuasaan Allah
swt. Kemampuan akal dan budi manusia yang berwujud dalam ilmu
pengetahuan tidaklah sebanding dengan ilmu dan kemampuan Allah swt.
Kemampuan manusia bersifat kerdil dan sangat terbatas, semisal hanya
terbatas pada kemampuan menganalisis, menyusun kembali bahan-bahan
alamiah yang telah ada untuk diolah menjadi bahan yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, tetapi tidak mampu menciptakan dalam arti
mengadakan dari vang tidak ada meniadi ada (invention).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas mengenai Islam, maka
Islam sebagai agama keselamatan lahir-batin hendaklah dapat memenuhi
tiga aspek sebagai berikut:
a. Dalam hubungan vertikal dengan Tuhan (Allah), manusia harus
berserah diri kepada Allah Rabb al-'Alamîn, Tuhan semesta alam.
b. Hubungan sesama makhluk sebagai wujud hubungan horizontal, Islam
menghendaki adanya hubungan saling menyelamatkan antara yang
satu dengan yang lain (pergaulan sesama yang aman, damai, tenteram,
kerta raharja, dan gemah ripah loh jinawi).
c. Bagi diri pribadi seorang Muslim, Islam dapat menimbulkan
kedamaian, ketenangan jiwa (nafs muthmainnah), sakinah, dan
kemantapan jasmani rohani (mental)."9

Jika kata hukum disandingkan dengan Islam, maka muncul


pengertian bahwa hukum Islam adalah seperangkat peraturan
berdasarkan wahyu Allah dan sunah Rasul tentang tingkah laku manusia
mukalaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat untuk semua umat

9
Moh. Idris Ramulyo , Asas-Asas Hukum Islam, sejarah timbul dan berkembangnya
kedudukan hukum islam dan sistem hukum di Indonesia, hlm 8-10

7
yang beragama Islam, untuk mewujudkan sebuah kedamaian dan
kepatuhan baik secara vertikal maupun horizontal.
Hukum Islam adalah sekumpulan aturan keagamaan, perintah
perintah Allah yang mengatur perilaku kehidupan orang Islam dalam
seluruh aspeknya. Hukum Islam adalah representasi pemikiran Islam,
manifestasi pandangan hidup Islam, dan intisari dari Islam itu sendiri."
2. Ruang Lingkup Hukum Islam
Membicarakan syariat dalam arti hukum Islam, maka terjadi
pemisahan-pemisahan bidang hukum sebagai disiplin ilmu hukum.
Sesungguhnya hukum Islam tidak membedakan secara tegas antara
wilayah hukum privat dan hukum publik, seperti yang dipahami dalam
ilmu hukum Barat. Hal ini karena dalam hukum privat Islam terdapat
segi-segi hukum publik; demikian juga sebaliknya. Ruang lingkup
hukum Islam dalam arti fiqih Islam meliputi: ibadah dan muamalah.
Ibadah mencakup hubungan antara manusia dengan Tuhannya.
Sedangkan muamalat dalam pengertian yang sangat luas terkait dengan
hubungan antara manusia dengan sesamanya. Dalam konteks ini,
muamalah mencakup beberapa bidang, di antaranya: (a) munakahat, (b)
wirâtsah, (c) mu'âmalat dalam arti khusus, (d) jinayat atau uqûbat, (e) al-
ahkam as-shulthaniyyah (khilafah), (f) siyâr, dan (g) mukhâsamat.10
Apabila Hukum Islam disistematisasikan seperti dalam tata
hukum Indonesia, maka akan tergambarkan bidang ruang lingkup
muamalat dalam arti luas sebagai berikut:11
a. Hukum Perdata
Hukum perdata Islam meliputi:
1) Munakahat, mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan
perkawinan dan perceraian serta segala akibat hukumnya;

10
M Rasyidi, Keutamaan Hukum lslam hlm 25
11
A.Rahmat Rosyadi , formalisasi syariat islam dalam perspektif tata hukum
Indonesia ,hlm 52

8
2) Wirâtsat, mengatur segala masalah dengan pewaris, ahli waris,
harta peninggalan, serta pembagian warisan. Hukum warisan Islam
ini disebut juga hukum faraidh
3) Mu'amalah dalam arti yang khusus, mengatur masalah kebendaan
dan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam masalah jual
beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, perserikatan, kontrak, dan
sebagainya.
b. Hukum Publik
Hukum publik Islam meliputi:
1) Jinayah, yang memuat aturan-aturan mengenai perbuatan-perbuatan
yang diancam dengan hukuman, baik dalam jarimah hudûd (pidana
berat) maupun dalam jarimah ta'zir (pidana ringan). Yang
dimaksud dengan jarimah adalah tindak pidana. Jarimah hudud
adalah perbuatan pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas
hukumnya dalam al-Quran dan as Sunnah (hudud jamaknya hadd,
artinya batas). Jarimah ta'zir adalah perbuatan tindak pidana yang
bentuk dan ancaman hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai
pelajaran bagi pelakunya (taʼzîr artinya ajaran atau pelajaran);
2) Al-Ahkâm as-Shulthaniyyah, membicarakan permasa lahan yang
berhubungan dengan kepala negara/ pemerintahan, hak pemerintah
pusat dan daerah, tentang pajak, dan sebagainya;
3) Siyar, mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan
pemeluk agama lain dan negara lain;
4) Mukhâsamat, mengatur soal peradilan, kehakiman, dan hukum
acara.
Apabila bagian-bagian hukum Islam bidang muamalat dalam
arti luas tersebut dibandingkan dengan susunan hukum barat, seperti
dalam Pengantar Ilmu Hukum, maka munakahat dapat disamakan
dengan hukum perkawinan; wiratsah/faraidh sama dengan hukum
kewarisan; mu'âmalat dalam arti khusus sama dengan hukum benda
dan hukum perjanjian. Jinayah/uqûbat sama dengan hukum pidana; al-

9
Ahkâm As-Shuthâniyyah sama dengan hukum ketatanegaraan, yaitu
tata negara dan administrasi negara; siyâr sama dengan hukum
internasional; dan mukhasamat sama dengan hukum acara.
3. Tujuan Hukum Islam
Pembentukan hukum islam memiliki tujuan untuk merealisasikan
kemaslahatan manusia dengan menjamin kebutuhan pokoknya
(dharuriyyah), kebutuhan sekunder (hajiyyah) serta kebutuhan pelengkap
( tahsiniyyat ) . Dalam wacana umum , kebutuhan dharuriyyah di sebut
primer , kebutuhan hajiyyah disebut skunder , dan kebutuhan tahsiniyyah
disebut tersier .

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Bahwa hukum adat ialah semua hukum asli, yaitu hukum yang tidak
bersumber pada peraturan perundangan yang dibuat oleh pemerintahan
Hindia Belanda dahulu atau alat kekuasaan lainya yang menjadi sendinya dan
yangdiadakan sendiri oleh kekuasaan Pemerintah Hindia. Sedangkan hukum
islam Al-Quran dan literatur hukum Islam sama sekali tidak menyebutkan
kata hukum Islam sebagai salah satu istilah. Yang ada di dalam al-Quran
adalah kata syari'ah, fiqh, hukum Allah, dan yang seakar dengannya.
Kalau ditinjau dari tujuan hukum adat memiliki misi untuk
menyelenggarakan kehidupan masyarakat yang aman dan tenteram dan
sejahtera. Sedangkan hukum Islam memiliki tujuan untuk melaksanakan
perintah dan kehendak Allah serta menjauhi segala larangan-Nya.

11
DAFTAR PUSTAKA
Zainudin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia

Muhammad Muslehuddin , Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientasi

Moh. Idris Ramulyo , Asas - Asas Hukum Islam, sejarah timbul dan
berkembangnya kedudukan hukum islam dan sistem hukum di Indonesia

M. Rasyidi, Keutamaan Hukum lslam

Dr. Sri Warjiyati, Ilmu Hukum Adat

Dr. Yulia , Hukum Adat

Dr. Rohidin, SH,M.Ag pengantar ilmu hukum

12

Anda mungkin juga menyukai