Dosen Pengampu:
DR. Ummi Kalsum, S.H., M.H.
oleh
Aina Nurnabila (220510039)
Sari Ramadhana (220510083)
DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Kesimpulan.................................................................................................10
B. Saran...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan,maka dapat
ditentukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi budaya hukum?
2. Apa definisi hukum adat di indonesia?
3. Bagaimana hukum adat dalam kalangan masyarakat aceh?
4. Bagaimana hukum adat gayo,batak,dan jawa?
C. Tujuan
Pada makalah ini,penulis menentukan tujuan penulisan berdasarkan
rumusan masalah yang telah diuraikan.Berikut merupakan tujuan penulisan pada
makalah ini yaitu:
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau
nonmaterial. Sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan),
maka hukum mencakup struktur, substansi, dan kebudayaan (Lawrence M.
Friedman, 1977). Struktur mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut
yang umpamanya mencakup tatanan lembaga-lembaga tersebut, hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya, dan seterusnya. Substansi mencakup isi norma-norma
hukum beserta perumusannya maupun acara untuk menegakkannya yang berlaku
bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan. Kebudayaan (sistem) hukum
pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasarihukum yang berlaku, nilai-
nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap
baik (sehingga dianuti) dan apa yanng dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-
nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan dua
keadaan ekstrim yanng harus diserasikan.
4
pelaksanaannya berlaku secara spontan dan dipatuhi dengan sepenuh
hati.
2. Prof. Dr. Mr. Sukanto menyatakan bahwa hukum adat adalah komplek
adat-istiadat yang kebanyakan tidak dikodifikasikan dan bersifat
memaksa, mempunyai sanksi atau akibat hukum.
3. Prof. Dr. Mr. R. Supomo, Hukum adat adalah hukum yang non
statuter, yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian
kecil adalah hukum islam.
4. Prof. Mr. Kusumadi Pujosewoyo, hukum adat adalah keseluruhan
aturan tingkah laku yang “adat” dan sekaligus “hukum” pula.
5. Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven, hukum adat adalah keseluruhan
aturan tingkah laku positip yang disatu pihak mempunyai sanksi
(hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasi (adat).
Dari beberapa pendapat para ahli hukum mengenai pengertian hukum adat,
dapat disimpulkan bahwa Hukum Adat ialah Norma-norma yang bersumber pada
perasaan peradilan rakyat yang meliputi aturan tingkah laku dan perbuatan
manusia dalam kehidupan sehari-hari, yang sebagian besar tidak tertulis, tetapi
senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai sanksi atau akibat
tertentu.
5
Ketentuan-ketentuan Perda ini tentang kewenangan sejumlah lembaga adat
untuk menyelesaikan sengketa dalam masyarakat. Perda menetapkan bahwa
putusan adat bisa menjadi pertimbangan penegak hukum dalam menyelesaikan
perkara, yang memungkinkan orang yang terlibat perkara adat itu mengajukan
kasusnya kepengadilan, jika dia tidak dapat menerima keputusan adat.
Hukum adat Gayo yang berlaku di tengah masyarakat menurut para petue
atau tokoh adat di Gayo tidak bertentangan dengan hukum agama Islam.
Sebagaimana halnya diatur dalam hukum Islam yaitu tidak membenarkan
malakukan pernikahan dalam satu susuan (satu ibu) namun tidak dilarang
menikah dalam satu suku, begitu juga dalam hukum adat pada masyarakat Gayo
6
yang melarang keras melakukan perkawinan dalam satu susuan, dan untuk
mencengah terjadinya hal tersebut, masyarakat Gayo atau Sarak Opat membuat
satu hukum yang disebut dengan Hukum Parak, mereka berpendapat bahwa
hukum adat itu merupakan sebagai pagarnya agama.
7
marah. Selain marsumbang, na tarboan-boan rohana, dan marpadanpadan juga
merupakan sebuah pelanggaran terhadap hukum adat dan dipercaya akan
membuat roh-roh leluhur marah. Para pelaku akan mendapat sanksi berupa
manjuhuti mangindahani yakni mempersembahkan jamuan nasi dan daging (babi,
sapi atau kerbau) guna memperbaiki nama kepala atau raja yang tercemar karena
kejadian itu, sekaligus mentahirkan tanah dan penghuninya. Masyarakat Batak
Toba menganut sistem kekerabatan yang bersifat patrilineal.
Dalam hal pembagian harta waris pihak perempuan tidak mendapat harta
warisan apaapa dari orang tuanya, harta warisan akan jatuh pada anak laki-laki
baik anak kandung maupun anak tiri namun ada beberapa warisan yang tidak bisa
diserahkan kepada anak tiri misalnya pusaka turun-temurun. Dan anak laki-laki
bungsu (siapudan) memiliki hak-hak khusus dalam pembagian harta waris.
Sedangkan pihak perempuan yang tidak mendapat harta warisan apa-apa dari
orang tuanya akan mendapat harta warisan dari mertuanya atau orang tua
suaminya. Jika tidak terdapat anak laki-laki sebagai pewaris maka harta warisan
akan jatuh di tangan saudara ayahnya. Saudara ayahnya yang menerima harta
warisan tersebut berkewajiban menafkahi anak perempuan pewaris sampai dia
berkeluarga.
8
Peribahasa Jawa mengatakan bahwa, dudu sanak dudu kadang ning yen
mati melu kelangan. Maksud peribahasa tersebut, sanak bukan saudara bukan,jika
ada yang mati merasa ikut kehilangan. Peribahasa ini menunjukkan kepribadian
bangsa indonesia asli yang tradisional di pedesaan namun pengaruhnya terbawa
pula oleh masyarakat di kota-kota yang rasa kekeluargaannya masih kuat dalam
kehidupan bertetangga. Hukum Adat Jawa terdapat ‘urf yang dilihat dari segi
keabsahannya yaitu mengenai adat perkawinan, kedewasaan, kematian dan
kelahiran. Adat atau kebiasaan tersebit mempunyai makna tertntu yang tetap
berlandaskan agama Islam, kesemuanya memiliki makna tertentu yang tidak
bertentangan dnegan agama Islam dan termasuk kedalam ‘urf shahih yaitu
kebiasaan yang berlaku ditengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash
(ayat atau hadis), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka, dan tidak pula
membawa kemudharatan kepada mereka.
Adat Jawa dilihat dari hukum Islam, ada yang bertentangan dan ada yang
tidak. Yang tidak bertentangan seperti perkawinan adat Jawa ada proses
meminang, adanya pemberitahuan oaring yang meninggal dan mendoakannya,
penabalan nama dan syukuran atas laihrnya seorang anak. Sedangkan yang
bertentangan seperti penggunaan beberapa benda saat perkawinan yang
mengharapkan adanya kebaikan dari benda tersebut, dan konsep baligh.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya hukum merupakan penerimaan atau penolakan terhadap suatu
peristiwa hukum yang menunjukan setiap perilaku manusia terhadap masalah
hukum dan peristiwa hukum yang terbawa ke dalam masyarakat. Budaya hukum
adalah keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum
memperoleh tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat
umum.Budaya hukum berperan untuk mendukung tegaknya hukum. Karena
budaya hukum ini berupa ide, sikap, harapan, dan pendapat seseorang atau
masyarakat tentang hukum yang secara keseluruhan memengaruhi seseorang
untuk patuh atau tidak patuh terhadap hukum.
B. Saran
Hukum yang berlaku harus sesuai dengan kultur yang ada supaya ketika
melakukan implementasi tidak menimbulkan masalah di masyarakat.Hukum yang
berlaku harus menghormati hukum agama dan hukum adat..
10
DAFTAR PUSTAKA
Syahrizal Abbas, “Revitalisasi Nilai Adat dan Hukum di Wilayah Syari’at” dalam,
Dimensi Pemikiran Hukum dalam Implementasi Syari’at Islam di Aceh,
Banda Aceh: Dinas Syari’at Islam Provinsi Nangroe Aceh Darussalam,
2007
John, R. Bowen, Muslim Trough Discourse, Religion And Ritual in Gayo Society.
Princeton, New Jersey, Princeton University Press, 1991.
Syahrizal, (ukum Adat dan (ukum )slam di )ndonesia, Banda Aceh, Nadiya
Foundation Nanggroe Aceh,2004.