Anda di halaman 1dari 13

RELASI KEBUDAYAAN DAN HUKUM SERTA HUKUM ADAT DI

INDONESIA

DISUSUN OLEH

NAMA: MARISSA ANGGITA


MATA KULIAH: PENGETAHUAN HUKUM ADAT
KELOPOK: 4
KELAS: 2A - ANTROPOLOGI

ANTROPOLOGI BUDAYA
INSTITUT SENI BUDAYA INDONESIA
2022/2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................. i
BAB 1 ........................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................................... 1
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................................................ 1
BAB 2 ........................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 2
A. Relasi Kebudayaan dan Hukum .................................................................................................... 2
B. Hukum Adat di Indonesia .............................................................................................................. 4
BAB 3 ......................................................................................................................................................... 10
PENUTUP.................................................................................................................................................. 10
A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 11

i
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum sangat berkaitan erat dengan kebudayaan. Hukum sendiri merupakan
bagian atau produk kebudayaan, karena sejatinya produk hukum adalah ciptaan manusia.
Kebudayaan adalah suatu komponen penting dalam kehidupan masyarakat, khususnya
struktur sosial. Keduanya menuntun hidup bermasyarakat dalam menciptakan ketertiban
menuju kedamaian hidup yang dicita-citakan. Tanpa hukum yang dibudayakan sangat sulit
mewujudkan kehidupan bersama yang bermanfaat karena dapat saja terjadi
ketidakteraturan.

Namun yang menjadi permasalahan adalah adanya budaya yang berkembang dalam
masyarakat yang sekiranya bertentangan dengan norma kesopanan dan asusila misalnya,
dengan demikian bila tadi kita berbicara bahwa budaya atau hukum adat adalah salah satu
cikal bakal hukum positif di Indonesia maka dalam hal ini hukum tersebut ada kalanya
melihat atau dalam arti memilah milah, mana yang sesuai dengan norma yang berlaku
mana yang berseberangan. Dalam hal ini kedudukan hukum adat di Indonesia secara resmi
diakui keberadaannya namun dibatasi dalam peranannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Relasi Kebudayaan dan Hukum
2. Bagaimana Hukum Adat di Indonesia

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Relasi Kebudayaan dan Hukum
2. Mengetahui Hukum Adat di Indonesia

1
BAB 2

PEMBAHASAN
A. Relasi Kebudayaan dan Hukum

Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari (bahasa Sanskerta) yaitu "buddayah" yang merupakan bentuk
jamak dari kata "budhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai "hal-hal
yang bersangkutan dengan budi atau akal. Pengertian Kebudayaan secara umum adalah
hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kompleks
yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, susila, hukum adat dan setiap kecakapan,
dan kebiasaan. Sedangkan menurut definisi Koentjaraningrat yang mengatakan bahwa
pengertian kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil yang harus
didapatkannya dengan belajar dan semua itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Senada dengan Koentjaraningrat, didefinisikan oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soenardi, pada bukunya Setangkai Bunga Sosiologi, merumuskan kebudayaan sebagai
semua hasil karya, cipta, dan rasa masyarakat. Karya masyarakat menghasilkan teknologi
dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah (material culture) yang diperlukan
oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya agar kekuatan serta hasilnya dapat
diabdikan untuk keperluan masyarakat.

Unsur-unsur kebudayaan digolongkan kepada unsur besar dan unsur kecil yang
lazimnya disebut dengan istilah culture universal karena di setiap penjuru dunia manapun
kebudayaan tersebut dapat ditemukan, seperti pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya.
Beberapa dari orang yang sarjana telah mencoba merumuskan unsur-unsur pokok
kebudayaan, seperti Bronislaw Malinowski dan C. Kluckhoh.

a. Bronislaw Malinowski
Bronislaw Malinowski menyatakan bahwa ada empat unsur pokok kebudayaan
yang meliputi sebagai berikut
1. Sistem norma-norma yang memungkinkan kerja sama antaranggota masyarakat
agar menyesuaikan dengan alam sekelilingnya.

2
2. Organisasi ekonomi
3. Alat dan lembaga atau petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga
pendidikan utama).
4. Organisasi kekuatan (politik)

b. Kliucckhohn
Kliucckhohn menyebutkan ada tujuh unsur kebudayaan, yaitu sistem mata
pencaharian hidup; sistem peralatan dan teknologi; sistem organisasi
kemasyarakatan; sistem pengetahuan; bahasa; kesenian; sistem religi dan upacara
keagamaan

Hukum

Bila kita berbicara tentang hukum tentu semuanya sudah mengetahui bahwa hukum
tersebut dibuat untuk keperluan mengatur tingkah laku manusia, karena memang pada
dasarnya perilaku ataupun tingkah laku manusia memiliki sifat yang beragam, untuk
sekedar mengikat tingkah laku manusia dibentuklah apa yang dinamakan hukum, dengan
adanya hukum tersebut maka pada konsepnya tingkah laku manusia dapat dikontrol dan
dapat dikendalikan, perilaku manusia ini pada dasarnya memang tidak terlepas dari pola
pikir dan wujud budaya manusia itu sendiri, dalam arti bahwa segala yang dilakukannya
adalah berdasarkan budaya yang ada dalam masyarakat itu sendiri. Hukum positif yang ada
di Indonesia saat ini memang mengakui adanya hukum adat, dimana hukum adat tersebut
merupakan kelanjutan atau dapat diartikan muncul karena suatu kebudayaan, misalnya
dalam buku yang ditulis oleh Prof. Dr. Soerjono soekanto, S.H, M.A yang berjudul pokok-
pokok sosiologi hukum, ada suatu kebudayaan yang berkaitan dengan perkawinan bahwa
seorang laki-laki yang telah beristri tidak boleh memiliki istri lagi, misalnya seperti itu,
kemudian misalnya lagi tentang pembagian warisan didaerah Tapanuli mengatakan bahwa
seorang janda bukanlah merupakan ahli waris bagi suaminya, karena janda dianggap orang
luar (keluarga suaminya), garis yang semacam ini merupakan pencerminan dari nilai-nilai
budaya masyarakat setempat, ada lagi yang juga tentang perkawinan, bahwa disebutkan di
kalangan orang-orang Kapauku Irian Barat, melarang seorang laki-laki untuk mengawini
seorang wanita dari klan yang sama, dan statusnya termasuk satu generasi dengan laki-laki

3
yang bersangkutan, peraturan semacam ini juga merupakan pencerminan dari nilai-nilai
sosial-budaya suatu masyarakat. Nah lama kelamaan kebudayaan tersebut dalam
perkembangannya dapat berubah menjadi suatu kepatuhan yang melekat pada setiap
masyarakat tersebut, dan bisa berkembang lagi menjadi suatu aturan dan dinamakan hukum
adat.

Hubungan Kebudayaan dan Hukum

Hubungan yang terjadi antara hukum dengan budaya atau kebudayaan adalah bahwa
budaya lahir dari kebiasaan masyarakat yang memiliki interaksi antara masyarakat yang
satu dengan masyarakat yang lainnya, dan menimbulkan adanya kepatuhan dan menjadi
aturan (hukum adat) dan pada perkembangannya hukum adat tersebut menjadi salah satu
referensi bagi hukum positif Indonesia. Sir Henry maine seorang tokoh hukum terkemuka
mengatakan bahwa hubungan-hubungan hukum yang didasarkan pada status warga
masyarakat yang masih sederhana, berangsur-angsur akan hilang apabila masyarakat tadi
berkembang menjadi masyarakat modern dan kompleks. Sehingga dari pemikiran Maine
tersebut dapat dikatakan dengan semakin berkembangnya zaman, pola pikir masyarakat,
maka hukum yang mengendalikannya pun pada konsepnya memang harus menyesuaikan,
masyarakat sudah mulai berubah dari masyarakat sederhana menjadi masyarakat yang
modern dan kompleks, sehingga tidak mungkin hukum yang sederhana atau dapat
dikatakan untuk masyarakat sederhana diberlakukan terhadap masyarakat yang lebih
modern dan kompleks, malah bisa-bisa hukum yang dikendalikan oleh individu bukan
individu yang dikendalikan oleh hukum.

B. Hukum Adat di Indonesia

Pengertian Hukum Adat

Istilah hukum adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Snouck
Hurgronje, dalam bukunya yang berjudul “De Atjehers” menyebutkan istilah hukum adat
sebagai “adat recht” yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial
(social control) yang hidup dalam Masyarakat Indonesia. Istilah ini kemudian

4
dikembangkan secara ilmiah oleh Van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum
Adat di Hindia Belanda (sebelum menjadi Indonesia). Hukum Adat adalah aturan yang
tidak tertulis dan merupakan pedoman untuk sebagian besar orang-orang Indonesia dan
dipertahankan dalam pegaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa.

Pembinaan Hukum Adat di Indonesia

Terdapat berbagai variasi, yang berusaha untuk mengidentifikasikan kekhususan


hukum adat di Indonesia, apabila dibandingkan dengan Hukum Barat. Pembidangan
tersebut biasanya dapat diketemukan pada buku-buku standar, di mana sistematika buku-
buku tersebut merupakan suatu petunjuk untuk mengetahui pembidangan mana yang
dianut oleh penulisnya. Misalnya Soepomo berpendapat, bahwa pembinaan hukum adat
adalah:

1. Hukum keluarga
2. Hukum perkawinan
3. Hukum waris
4. Hukum tanah
5. Hukum piutang
6. Hukum pelanggaran

Imam Sudiyat juga menyatakan tentang pembidangan hukum adat, yaitu:

1. Hukum Tanah
2. Transaksi tanah
3. Transaksi yang bersangkutan dengan tanah
4. Hukum perutangan
5. Status badan pribadi
6. Hukum kekerabatan
7. Hukum perkawinan
8. Hukum waris
9. Hukum delik adat

5
Corak-corak Hukum Adat Indonesia

1. Tradisional

Hukum adat itu pada umumnya bercorak tradisional, artinya bersifat turun temurun,
darizaman nenek moyang sampai ke anak cucu sekarang keadaannya masih tetap
berlaku dandipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan. Misalnya dalam hukum
kekerabatan adat orang batak yang menarik garis keturunan lelaki, sejak dulu sampai
sekarang tetap saja mempertahankan hubungan kekerabatan yang disebut “dalihan na
tolu” (bertungku tiga) yaitu hubungan antara marga hula-hula, dengan tubu (dongan
sebutuha) dan bolu. Sehingga dengan adanya hubungan kekerabatantersebut tidak
terjadi perkawinan antara pria dan wanita yang satu keturunan (satu marga) Contoh
corak tradisional di lampung bahwa dalam hukum kewarisan berlaku sistem mayorat
lelaki,artinya anak tertua lelaki menguasai seluruh harta peninggalan dengan kewajiban
mengurus adik-adiknya sampai dewasa dan dapat berdiri sendiri. Harta peninggalan itu
tetap tidak terbagi-bagi,merupakan milik keluarga bersama, yang kegunaannya untuk
kepentingan anggota keluarga.

2. Keagamaan

Hukum adat itu pada umumnya bersifat keagamaan (magis religius) artinya
perilaku hukumatau kaidah-kaidah hukumnya berkaitan dengan kepercayaan terhadap
yang gaib dan atau berdasarkan pada ajaran ketuhanan yang maha esa. Oleh karena
apabila manusia akan memutuskan sesuatu atau mau melakukan sesuatu biasanya
berdoa memohon keridhaan tuhan yang ghaib, dengan harapan karya itu akan berjalan
sesuai dengan yang dikehendaki, dan tidak melanggar pantangan (pamali) yang dapat
berakibat timbulnya kutukan dariyang maha kuasa.Corak keagamaan dalam hukum
adat ini terangkat pula dalam pembukaan UUD 1945 alenia yang ketiga yang berbunyi
”atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur,

6
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaan nya”.

3. Kebersamaan

Hukum adat mempunyai corak yang bersifat kebersamaan (komunal), artinya ia


lebih mengutamakan kepentingan bersama. ”satu untuk semua dan semua untuk satu”
hubungan hukum antara anggotamasyarakat yang satu dan yang lain didasarkan oleh
rasa kebersamaan, tolong menolong, dan gotong-royong. Oleh karenanya hingga
sekarang kita masih melihat rumah gadang di tanah Minangkabau,”tanah pusaka” yang
tidak terbagi secara individual melainkan menjadi milk bersama dan untuk kepentingan
bersama .bahkan corak dan sifat kebersamaan ini terangkat pula dalam pasal 33 ayat 1
UUD 1945 yang mengatakan ”perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas kekeluargaan”. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun atas sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

4. Konkrit dan visual

Corak hukum adat adalah konkrit artinya jelas, nyata, berwujud dan visual artinya
dapat terlihat,tampak, terbuka, tidak tersembunyi. Jadi sifat hubungan hukum yang
berlaku dalam hukum adat itu “terang dan tunai”, tidak samar -samar, terang
disaksikan, diketahui, dilihat dan di dengar orang lain, dan nampak terjadi “ijab Qobul”
(serat terima)nya. Misalnya dalam jual beli jatuh bersamaan waktunya antara
pembayaran harga dan penyerahan barangnya. Jika barang diterima pembeli, tetapi
harga belum dibayar maka itu bukan jual beli melainkan hutang piutang.

5. Terbuka dan sederhana

Corak hukum adat itu “terbuka” artinya dapat menerima masuknya unsur -unsur
yang datang dari luar asal saja tidak bertentangan dengan jiwa hukum adat itu sendiri.

7
Corak dan sifatnya yang sederhana artinya bersahaja, tidak rumit, tidak banyak
administrasi nya bahkan kebanyakan tidak tertulis, mudah dimengerti dan dilaksanakan
berdasar saling percaya mempercayai. Keterbukaan nya misal dapat dilihat dari
masuknya pengaruh hukum hindu, dalam hukum perkawinan adat yang disebut “kawin
anggau”. Jika suami mati maka istri kawin lagi dengan saudara suami. Atau masuknya
pengaruh hukum islam dalam hukum waris adat yang disebut bagian “sepikul
segendong”, bagian warisan bagi ahli waris pria dan wanita sebanyak 2:1
Kesederhanaan misalnya dapat dilihat dari terjadinya transaksi-transaksi yang berlaku
tanpa surat-menyurat misalnya dalam perjanjian bagi hasil antara pemilik tanah dan
penggarap, cukup adanya kesepakatan dua belah pihak tanpa adanya suatu surat
menyurat dan kesaksian kepada kepala desa. Begitu pula dalam transaksi yang lain
seperti gadai, sewa-menyewa, hutang piutang, sangat sederhana karena tidak dengan
bukti tertulis.

6. Dapat berubah dan menyesuaikan

Hukum adat itu dapat berubah, menurut keadaan, waktu dan tempat. Orang
Minangkabau berkata “sekali aik gadang sakali tapian beranja, sakali raja baganti,
sakali ada berubah” (begitu air besar, begitu pula tempat pemandian bergeser, begitu
pemerintah berganti, begitu pula adat lalu berubah). Adat yang nampak pada kita
sekarang sudah jauh berbeda dari adat dimasa Hindia Belanda. Begitu pula apa yang
dikatakan di atas kebanyakan transaksi tidak dibuat dengan bukti tertulis, namun
sekarang dikarenakan kemajuan pendidikan dan banyaknya penipuan yang terjadi
dalam masyarakat, maka sudah banyak pula setiap transaksi itu dibuat dengan surat
menyurat walaupun di bawah tangantidak atau belum dimuka notaris

7. Tidak di kodifikasi

Hukum adat kebanyakan tidak ditulis, walaupun ada juga yang dicatat dalam
aksara daerah, bahkanada yang dibukukan dengan cara yang tidak sistematis, namun
hanya sekedar sebagai pedoman bukan mutlak yang harus dilaksanakan, kecuali yang

8
bersifat perintah tuhan. Jadi hukum adat pada umumnya tidak di kodifikasi seperti
hukum adat (Eropa), yang disusun secara teratur dalam kitab yang disebut
kitab perundangan. Oleh karenanya maka hukum adat itu mudah berubah, dan dapat
disesuaikan dengan perkembangan masyarakat.

8. Musywarah dan mufakat

Hukum adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat, di dalam keluarga,


di dalam hubungan kekerabatan, dan ketetanggaan, baik untuk memulai suatu
pekerjaan maupun dalam mengakhiri pekerjaan, apalagi yang bersifat “peradilan”.
Dalam menyelesaikan perselisihan antara yang satu dengan yang lain. Di dalam
penyelesaian perselisihan selalu diutamakan jalan penyelesaian secara rukun dan damai
dengan musyawarah dan mufakat, dengan saling memaafkan, tidaklah tergopoh-gopoh
begitu saja langsung menyampaikan ke pengadilan negara. Jalan penyelesaian damai
itu membutuhkan adanya I’tikad baik dari para pihak dan adanya semangat yang adil
dan bijaksana dari orang yang dipercayakan sebagai penengah atau semangat dari
Majelis Permusyawaratan Adat.

9
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejak awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan prilaku yang ketiga
hal ini mendorong timbulnya “kebiasaan pribadi “, dan apabila kebiasaan ini ditiru oleh
orang lain, maka ia akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai kebiaasaan
itu menjadi adat, jadi adat adalah kebiasaan masyarakat yang harus dilaksanakan oleh
masyarakat yang bersangkutan. Masyarakat Indonesia memiliki kedinamikaan suku adat,
yang pada prinsipnya hanya ada satu tujuan yakni membangun dan mempertahankan
negara Republik Indonesia. Kedinamikaan suku merupakan kepribadian bangsa Indonesia,
kepribadian ini adalah hukum adat yang ditransformkan menjadi hukum nasioanal dan
dicantumkan dalam UUD 1945.

10
DAFTAR PUSTAKA

AHMAD, D. R. (2021). HUBUNGAN BUDAYA DENGAN KEBUDAYAAN HUKUM. Padang: Center of


Open Sience.
Dr. Yulia, S. M. (2006). Buku Ajar HUKUM ADAT. Unimal Press.
Sari, C. N. (2022). DINAMIKA ATAS HUBUNGAN BUDAYA DAN KEBUDAYAAN HUKUM. Padang:
Center for Open Sience.
Tahali, A. (2018). HUKUM ADAT DI NUSANTARA. Jurisprudentie : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas
Syariah dan Hukum 5(1), 31-36.

11

Anda mungkin juga menyukai