Anda di halaman 1dari 22

HUKUM DAN KEBUDAYAAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Ujian Tengah Semester


Mata Kuliah Antropologi Hukum

Dosen : Lalu Saipudin, SH., MH.

DISUSUN OLEH :

Nama : Farhan
NIM : D1A117082
Kelas : A2
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM

RINGKASAN

Secara sosiologis, hukum merupakan bagian dari kebudayaan. Tuhan Yang Maha Esa
menciptakan alam, dan didalam lingkungan alam itulah manusia menciptakan atau membentuk
kebudayaan. Kebudayaan tersebut merupakan hasil karya. rasa dan cipta manusia dalam
masyarakat yang kesemuanya disusun dan dimanfaatkan menurut karsa. Karena hukum selalu
berhubungan dengan masyarakat dan perilaku-perilakunya dalam konteks interaksi sosial, oleh
karena itu permasalahan hukum selalu menjadi wacana yang sangat menarik.

Mengapa hukum selalu menjadi perhatian yang sangat menarik pada saat ini, karena
perilaku-perilaku dari masyarakat dalam interaksi sosial sangat bertalian dengan masalah
keadilan. Kaitan yang erat antara hukum dan keadaan budaya masyarakat itu ternyata bahwa
hukum yang baik tak lain adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup
dimasyarakat. Nilai yang hidup di dalam masyarakat merupakan karya masyarakat yang
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah material culture
yang diperlukan oleh manusia untuk memanfaatkan alam sekitarnya untuk keperluan
masyarakat.

i
KATA PENGANTAR

Pertama-tama, penulis mengucapkan rasa Syukur atas kehadirat Allah Yang Maha Esa,
karena atas limpahan Rahmat serta Karunia-Nya, penulis masih diberikan nikmat sehat ditengah-
tengah penyebaran virus Corona, sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas makalah ini
dengan judul “Hukum dan Kebudayaan” dengan tujuan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Antropologi Hukum pengganti nilai Ujian Tengah Semester genap tahun ajaran 2020.

Penulis menyadari dalam bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan penulis masih dalam tahap belajar, oleh karena itu dengan penuh
kerendahan hati mengharapkan kritik, saran, dan masukan demi kesempurnaan tulisan yang akan
datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Sumbawa, April 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

RINGKASAN.............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................................................3
D. Manfaat Penelitian...........................................................................................................................3
E. Tinjauan Pustaka..............................................................................................................................4
F. Metode Penelitian............................................................................................................................6
BAB II........................................................................................................................................................7
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................7
PERMASALAHAN I................................................................................................................................7
1. Arti Hukum......................................................................................................................................7
2. Arti Kebudayaan..............................................................................................................................9
BAB II.......................................................................................................................................................11
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................11
PERMASALAHAN II.............................................................................................................................11
1. Hubungan antara Hukum dan Kebudayaan....................................................................................11
A. Mazhab Sejarah dan Kebudayaan..............................................................................................12
B. Aliran Sosiological Jurisprudence..............................................................................................13
C. Teori Hukum Pembangunan.......................................................................................................13
D. Teori Sistem Hukum..................................................................................................................14
BAB IV.....................................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................................16
A. Kesimpulan....................................................................................................................................16
B. Saran..............................................................................................................................................16

iii
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu kenyataan bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri. Manusia selalu hidup
berdampingan, berkelompok, dan sering mengadakan hubungan antar sesamanya. Itulah
sebabnya manusia disebut sebagai makhluk sosial. Hubungan itu selalu terjalin seiring
dengan adanya kebutuhan manusia yang tidak dapat dipenuhi sendiri. Setiap masyarakat
selalu mempunyai apa yang dinamakan kebutuhan. Kebutuhan hidup masing-masing
orang berbeda satu dengan lainnya. Setiap manusia yang hidup dalam masyarakat selalu
menghubungkan kepentingan satu dengan yang lainnya1. Oleh karena itu dalam
memenuhi kebutuhannya tidak jarang kita sering menemukan bentrok antar individu
maupun kelompok dalam masyrakat dikarenakan pada saat yang bersamaan ketika
memenuhi kebutuhannya dalam objek yang sama, keduanya tidak mau mengalah. Ketika
keadaan demikian, disitulah hukum hadir untuk mengatur kehidupan bermasyarakat.
Merupakan suatu kenyataan bahwa antara manusia, masyarakat dan hukum tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena dimana ada masyarakat pasti ada manusia,
dan dimana ada manusia pasti hidup dalam masyarakat2. Hukum merupakan suatu aturan
yang mengatur antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Hukum bisa ada dan
tercipta karena adanya masyarakat, bilamana tidak ada masyarakat/orang maka tentu
tidak akan ada hukum. Sehingga kita mengenal adanya adagium hukum “Ubi Societas Ibi
Ius” yang artinya dimana ada masyarakat, disitu ada hukum. Di indonesia sendiri dasar
pijakannya dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat sudah diatur di dalam
konstitusi. Hal ini tertuang di dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang
berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dengan adanya pengaturan tersebut
semakin memperkuat bahwa masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur
kehidupannya agar lebih tertib dan teratur.

1
Anak Agung Gede Oka Parwata dkk, Memahami Hukum dan Kebudyaan, (Bali: Pustaka Ekspresi, 2016) hlm 1
2
Ibid

1
Hukum sangat erat kaitannya dengan kebudyaan. Secara sosiologis, hukum
merupakan bagian dari kebudayaan. Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam, dan di
dalam lingkungan alam itulah manusia menciptakan atau membentuk kebudyaan.
Kebudayaan tersebut merupakan hasil karya, rasa dan cipta manusia dalam masyarakat.3

Tiap masyarakat memiliki kebudayaan, bagaimanapun sederhananya kebudayaan itu, dan


setiap manusia adalah makhluk berbudaya, dalam arti mengambil bagian dari suatu
kebudayaan. Merujuk pada pemahaman tersebut dapat diartikan bahwa seluruh aktivitas
manusia merupakan kebudayaan yang meliputi cara berlaku, bersikap, keseluruhan hasil
kegiatan manusia yang berkaitan dengan ritual keagamaan, bercocok tanam, perkawinan,
kelahiran, dll. Semua manusia dilahirkan dalam suatu kebudayaan yang mempengaruhi
cara hidup dan cara berlaku dalam hidup manusia.4 Hukum sendiri merupakan produk
kebudayaan. Karakter Hukum yang diciptakan oleh manusia antara daerah satu dengan
daerah lainnya berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan yang berlaku di daerah setempat.
Sesuai dengan teori Evolustik, hukum itu harus mengikuti perkembangan masyarakat.
Sehingga dapat diartikan kebudayaan membentuk suatu hukum. Untuk mengetahui lebih
dalam arti dari hukum dan kebudayaan, penulis ingin menulis sebuah tulisan yang
berjudul “Hukum dan Kebudayaan”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana arti hukum dan kebudayaan?
2. Bagaimana hubungan antara hukum dan kebudayaan?

3
Selo Soemardjan, Soerjono Soekanto, “Kebudayaan dan Hukum” FHUI: Majalah FHUI, hlm 267
4
Marhaeni Ria Siombo, J.M Henny Wiludjeng, Hukum Dalam Kajian Antropologi (Jakarta:Penerbit Universitas
Katolik Indonesia Atmajaya, 2019) hlm 1-2

2
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan-rumusan masalah yang sudah penulis sebutkan di atas,
disini penulis memiliki beberapa tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan apa arti dari hukum itu sendiri.


2. Untuk mendeskripsikan apa arti dari kebudayaan itu sendiri.
3. Untuk mengetahui hubungan antara hukum dengan kebudayaan.
4. Untuk menambah pengetahuan bagi penulis dengan harapan bermanfaat di kemudian
hari.

D. Manfaat Penelitian

1. Memberikan tambahan pengetahuan tentang arti dari Hukum dan Kebudayaan


2. Sebagai sarana bagi penulis untuk berbagi pengetahuan kepada masyarakat tentang
Hukum dan Kebudayaan serta hubungan keduanya.

3
E. Tinjauan Pustaka

Hukum pada dasarnya adalah peraturan tingkah laku manusia, yang diadakan
oleh badan-badan resmi yang berwajib, yang bersifat memaksa, harus dipatuhi, dan
memberikan sanksi tegas bagi pelanggar peraturan tersebut (sanksi itu pasti dan dapat
dirasakan nyata bagi yang bersangkutan). Hukum objektif adalah peraturan-peraturan
yang mengatur hubungan antara sesama anggota masyarakat. Dari sini berkembang
pengertian hubungan hukum, yaitu hubungan antar sesame anggota masyarakat yang
diatur oleh hukum, dan subyek hukum, yaitu masing-masing anggota masyarakat yang
saling mengadakan hubungan hukum, (Menurut Daliyo, dkk,).

Setiap ketentuan hukum berfungsi mencapai tata tertib antar hubungan manusia
dalam kehidupan sosial. hukum menjaga kebutuhan hidup agar terwujud suatu
keseimbangan psikis dan fisik dalam kehidupan, tertutama kehidupan kelompok sosial
yang merasakan tekanan atau ketidaktepatan ikatan sosial.berarti hukum juga menjaga
supaya selalu terwujud keadilan dalam kehidupan sosial (masyarakat). 5 Fungsi Hukum
untuk menjadi alat ketertiban dan keteraturan masyarakat, menjadi sarana untuk
mewujudkan keadilan sosial lahir batin, menjadi alat penggerak pembangunan karena
mempunyai daya mengikat dan memaksa. sehingga dapat dipakai sebagai alat otoritas
untuk mengarahkan masyarakat menjadi lebih baik, menjadi alat kritik, bukan hanya
untuk mengawasi masyarakat namun juga mengawasi pemerintah para penegak hukum,
dan aparatur pengawasan itu sendiri, (Menurut Daliyo, dkk,).
Jadi norma hukum merupakan sesuatu yang berkenaaan dengan kehidupan
manusia dalam kelompok sosial tertentu, baik dalam situasi bersamaan maupun situasi
sosial. hal itu untuk mencapai tata tertib demi keadilan. Hukum sebagai norma memiliki
ciri kekhususan, yaitu hendak melindungi, mengatur, dan memberikan keseimbangan
dalam menjaga kepentingan umum. Pelanggaran ketentuan hukum dalam arti merugikan,
melalaikan atau menggangu keseimbangan kepentingan umum dapat menimbulkan reaksi
dari masyarakat. Reaksi yang diberikan berupa pengembalian ketidakseimbangan yang
dilakukan dengan mengambil tindakan terhadap pelanggarannya.6
5
Muhamad Sadi Is, SH.I., MH., Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2015) hlm 3-4
6
Ibid

4
Kebudayaan dan Manusia tak terpisahkan, secara bersama-sama menyusun
kehidupan. Manusia menghimpun diri menjadi satuan sosial-budaya, menjadi
masyarakat. Masyarakat manusia melahirkan, menciptakan, menumbuhkan, dan
mengembangkan kebudayaan: tak ada manusia tanpa kebudayaan, dan sebaliknya tak ada
kebudayaan tanpa manusia; tak ada masyarakat tanpa kebudayaan, tak ada kebudayaan
tanpa masyarakat. Kesadaran manusia terhadap pengalamannya mendorongnya
menyusun rumusan, batasan, definisi, dan teori tentang kegiatan-kegiatan hidupnya yang
kemudian disebut kebudayaan, ke dalam konsepsi tentang kebudayaan. Kesadaran
demikian bermula dari karunia akal, perasaan dan naluri kemanusiaannya, yang tidak
dimiliki oleh mahluk lain, seperti hewan atau binatang.7
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,
perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang yang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-
perbedaanya, membuktikan budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup
menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut
menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosial budaya ini tersebar dan meliputi
banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan
ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya.8
Antara manusia, masyarakat, dan kebudayaan memperlihatkan suatu hubungan
koneksitas, dimana dari hubungan itu dapat disimpulkan masyarakat (manusia) yang
melahirkan kebudayaan dan di masyarakatlah kebudayaan itu hidup, tumbuh, dan
berkembang yang diperlukan oleh masyarakat (manusia) untuk meningkatkan mutu hidup
dan kehidupannya.9

7
Nurdien Harry Kistanto, Tentang Konsep Kebudayaan, Jurnal Kajian Kebudayaan, Vol 10 No 2, 2017, hlm 2
8
Sarinah, S.Ag., M.Pd.I. Ilmu Sosial Budaya Dasar (Yogyakarta: Deepublish Publisher, 2019) hlm 11
9
Anak Agung Gede Oka Parwata dkk, Memahami Hukum dan Kebudyaan, (Bali: Pustaka Ekspresi, 2016) hlm 6

5
F. Metode Penelitian

Sesuai dengan uraian di atas, jenis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif (yuridis normative). Sebab, penelitian ini dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Jenis Penelitian ini digunakan
untuk mengetahui apa yang sedang berlaku dengan melihat bekerjanya Hukum dan
Kebudayaan di Indonesia, dalam kerangka penyelesaian suatu masalah. Penulis
menggunakan metode yuridis-normatif karena dalam pembahasan penelitian ini penulis
menggunakan dasar-dasar teori yang penulis dapat dari berbagai literatur/kepustakaan
yang berhubungan dengan penelitian.

6
BAB II

PEMBAHASAN

PERMASALAHAN I

1. Arti Hukum

Merupakan suatu kenyataan bahwa antara manusia, masyarakat dan hukum


tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, karena dimana ada masyarakat pasti ada
manusia, dan dimana ada manusia pasti hidup dalam masyarakat. Dalam masyarakat
bagaimanapun keadaannya, baik dalam masyarakat modern maupun dalam
masyarakat sederhana (bersahaja), yang namanya keadilan dan kepastian hukum itu
tetap merupakan kebutuhan. Rujukan atau pedoman hidup ini berwujud sebagai suatu
kaedah atau norma yang dapat berupa norma agama, norma kesusilaan, norma
kesopanan, dan norma hukum. Di dalam suatu norma terkandung isi yang berwujud
perintah dan larangan. Perintah merupakan keharusan bagi individu (person) untuk
berbuat sesuatu yang akibat-akibatnya dipandang tidak baik. Norma yang berwujud
aturan itu mempunyai sanksi atau tidak diikuti dengan sanksi. Apabila norma yang
bersanksi itu dilanggar oleh seseorang, maka ia akan mendapat hukuman (Chairuddin,
1991: 92). Guna terciptanya kedamaian dan ketertiban dalam masyarakat maka
diperlukan adanya hukum.10
Hukum adalah peraturan hidup yang mengatur kehidupan manusia di dalam
masyarakat. Sebagai peraturan hidup maka hukum itu berfungsi membatasi
kepentingan dari setiap pendukung hukum (subyek hukum), menjamin kepentingan
dan hak-hak mereka masing-masing, dan menciptakan pertalian-pertalian guna
mempererat hubungan antar manusia dan menentukan arah bagi adanya kerjasama.
Tujuan yang hendak dicapai dari adanya hukum adalah suatu keadaan yang berisi di
dalamnya perdamaian, keadilan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bersama. Guna
tercapainya tujuan itu maka hukum dilengkapi dengan bentuk-bentuk sanksi yang
bersifat tegas dan nyata.11

10
Anak Agung Gede Oka Parwata dkk, Memahami Hukum dan Kebudyaan, (Bali: Pustaka Ekspresi, 2016) hlm 1-2
11
Ibid hlm 3

7
Sesuai dengan tujuannya untuk mencapai tata tertib demi keadilan, aturan-
aturan hukum akan berkembang sejalan dengan perkembangan pergaulan hidup
manusia. Perkembangan aturan-aturan hukum itu dalam pelaksanaannya
menunjukkan adanya penggantian aturan-aturan hukum yang sedang berlaku (hukum
positif). Hal itu karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat sehingga
diperlukan aturan-aturan hukum baru yang sejenis. Aturan-aturan hukum yang akan
menggantikan itu selama belum bisa menjadi hukum positif, karena masih
direncanakan berlakunya, dinamakan hukum yang direncanakan (ius constituendum).
Aturan hukum baru sebagai hukum positif dan aturan lama yang sudah tidak berlaku
lagi, kedua-keduanya dalam ilmu pengetahuan hukum dinamakan tata hukum. Tata
hukum ini sepanjang zaman akan selalu ada serta bertambah selama ada kehidupan
dan perkembangan hidup manusia. Peraturan hukum yang berlaku di dalam suatu
kelompok sosial, ketentuannya tidak terpisah-pisah dan tidak tersebar bebas,
melainkan ada dalam satu kesatuan/keseluruhan yang masing-masing berlaku
sendiri-sendiri. setiap satu kesatuan yang merupakan keseluruahan aturan, terdiri dari
bagian-bagian. Satu sama lain yang berkaitan dan tidak dapat dilepas-lepas, disusun
secara teratur dengan tatanan tertentu merupakan satu sistem yang dinamakan sistem
hukum. Huku sebagai suatu sistem hukum mempunyao bentuk-bentuk
sistematikanya sendiri. Sistematika didasarkan dari hasil pemikiran dalam
pembentukan sistem. 12
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa ilmu hukum adalah karya
manusia yang berusaha mencari kebenaran, tentang sesuatu yang memiliki ciri-ciri
sistematis, logis, empiris, metodis, umum, dan akumulatif. Sebagai ilmu pengetahuan
ilmu hukum dengan ciri-cirinya berusaha mempelajari sistematika hukum, dan
kaidah-kaidah seperti rumusan kaidah, sebab terbentuknya dsb. Semakin berkembang
suatu masyarakat akan semakin menuntut perkembangan ilmu hukum, sehingga
secara objectif mampu menjelaskan keadaan hukum pada setiap saat, demi dapat
berperannya hukum sebagai sarana untuk ketertiban, keadilan, dan pendorong
terciptanya kesejahteraan. 13

12
Muhamad Sadi Is, SH.I., MH., Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Kencana, 2015) hlm 4-5
13
Ibid hlm 8

8
2. Arti Kebudayaan

Pada pertengahan kedua abad ke-19 Sir Edward Burnett Tylor (London, 2
Oktober 1832 – Wellington, 2 Januari 1917), Bapak Antropologi Budaya, Profesor
Antropologi pada Universitas Oxford, Inggris, melakukan serangkaian studi tentang
masyarakat-masyarakat “primitif”, yang meliputi perkembangan kebudayaan
masyarakat manusia melampaui fase-fase transisi “from savage through barbaric to
civilized life,” dari masyarakat liar, melewati kehidupan barbarik sampai pada
kehidupan beradab. Tylor (1871: 1) memanfaatkan studi ini antara lain sebagai
landasan untuk menyusun konsep tentang kebudayaan, yang dirumuskannya secara
singkat sebagai berikut “Kebudayaan atau Peradaban adalah satuan kompleks yang
meliputi ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, akhlak, hukum, adat, dan banyak
kemampuan- kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia
sebagai anggota masyarakat”. Menyusun suatu hubungan antara apa yang manusia-
manusia purbakala tak-berbudaya pikirkan dan lakukan, dan apa yang manusia-
manusia moderen berbudaya pikirkan dan lakukan, bukanlah masalah ilmu
pengetahuan teoretik yang tak-dapat-diterapkan, karena persoalan ini mengangkat
masalah, seberapa jauh pandangan dan tingkah-laku moderen berdasarkan atas
landasan kuat ilmu pengetahuan moderen yang paling masuk akal (Tylor, 1871: 443-
44).14 Pemahaman terhadap kebudayaan meliputi pengertian “sempit” dan “luas.”
Dalam pengertian “sempit,” kebudayaan dipahami sebagai “kesenian,” sehingga
seniman dianggap sebagai budayawan, pementasan kesenian sering disebut sebagai
acara budaya, misi kesenian yang melawat ke luar negeri sering dikatakan sebagai
misi kebudayaan. Pandangan dan praktek demikian tentu mempersempit pengertian
kebudayaan, terutama ditinjau dari unsurunsur atau isi kebudayaan sebagai strategi
perluasan kebudayaan. Pengertian demikian tidak sepenuhnya keliru karena kesenian
15
pun merupakan unsur kebudayaan yang penting.

14
Nurdien Harry Kistanto, Tentang Konsep Kebudayaan, Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan, Vol 10 No 2, 2017, hlm 4-
5
15
Ibid hlm 5-6

9
Antara manusia, masyarakat, dan kebudayaan memperlihatkan suatu
hubungan koneksitas, dimana dari hubungan itu dapat disimpulkan masyarakat
(manusia) yang melahirkan kebudayaan dan di masyarakatlah kebudayaan itu hidup,
tumbuh, dan berkembang yang diperlukan oleh masyarakat (manusia) untuk
meningkatkan mutu hidup dan kehidupannya.16

Kebudayaan menurut Prof. Dr .Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar


AntropologiI (1996: 72) adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta
Karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan
miliknya dengan belajar. Dengan demikian hampir semua tindakan manusia adalah “
kebudayaan”,

Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak hanya
mengenai sebagian cara hidup itu, yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih
tinggi atau lebih diinginkan. Selo Sumardjan dan Soleman Soemardi merumuskan
kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah
(kebudayaan material) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam
sekitarnya, agar kekuatan serta hasilnya dapat diabadikan pada keperluan masyarakat.
Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan segala kaedah-kaedah dan nilai-nilai
kemasyarakatan yang perlu untuk mengatur masalah-masalah kemasyarakatan dalam
arti luas. Sedangkan Cipta merupakan kemampuan mental, kemampuan berpikir dari
orang-orang yang hidup bermasyarakat yang kemudian menghasilkan filsafat dan
ilmu pengetahuan. Rasa dan Cipta dapat juga disebut sebagai kebudayaan rohaniah
(spiritual atau immaterial culture).17 Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas
dapat diketahui beberapa kesamaannya, yakni: pertama kebudayaan hanya dimiliki
oleh masyarakat manusia; kedua kebudayaan yang dimiliki oleh manusia itu
diturunkan melalui proses mengajar dari setiap individu dalam kehidupan
masyarakat; ketiga kebudayaan merupakan pernyataan perasaan dan pikiran
manusia.18

16
Anak Agung Gede Oka Parwata dkk, Memahami Hukum dan Kebudyaan, (Bali: Pustaka Ekspresi, 2016) hlm 6
17
Ibid hlm 7-8
18
Ibid hlm 10

10
BAB II

PEMBAHASAN

PERMASALAHAN II

1. Hubungan antara Hukum dan Kebudayaan

Dalam Antropologi Hukum, hukum ditinjau sebagai aspek dari kebudayaan.


Manusia dalam hidup bermasyarakat telah dibekali untuk berlaku dengan menjunjung
tingi nilai-nilai budaya tertentu. Nilai-nilai budaya, yang oleh orang
dalam masyarakat tertentu harus dijunjung tinggi, belum tentu dianggap penting
oleh warga masyarakat lain. Untuk menjelaskan hubungan hukum dan kebudayaan
akan diberikan contoh mengenai hubungan kekerabatan dalam sistem kekerabatan di
Bali. Menurut kebudayaan Bali, perhitungan garis keturunan adalah suatu hal yang
sangat penting. Nilai utamanya adalah gagasan bahwa anak laki-laki diakui sebagai
pengubung dalam garis keturunan. Hal ini menghasilkan norma sosial, yaitu
seseorang mempertimbangkan garis keturunannya melalui ayah sehingga dapat
dikonstruksikan (secara konseptual) suatu garis keturunan yang berkesinambungan,
yang menghubungkan para laki-laki sebagai penghubung-penghubung garis
keturunan. Norma sosial mengenai garis keturunan itu berhubungan dengan norma
sosial lainnya dalam kaitan dengan pengaturan soal-soal yang berkenaan dengan
kekerabatan, seperti norma sosial bahwa seseorang istri harus mengikuti suami ke
tempat tinggal kerabat dari suaminya (patrilokal), norma sosial yang lain, harta dari
seorang ayah diwariskan pada anaknya yang laki-laki. Norma sosial ini semuanya
bergabung menjadi suau lembaga atau pranata sosial, yaitu pranata atau lembaga
keluarga. Pranata ini diikuti sebagai pedoman berlaku oleh semua
anggota masyarakat, bila ada anggota masyarakat tidak mengindahkan norma sosial
itu, maka ini berarti nilai budaya yang mendasarinya diingkari, dan jika pelanggaran
itu sering terjadi, maka nilai budaya yang mendasarinya, lama-lama akan memudar
dan terancam hilang. Sebagian dari norma sosial itu kalau dilanggar akan
memperoleh sanksi yang konkret yang dikenakan oleh petugas hukum atau wakil-
wakil rakyat yang diberi wewenang untuk itu. Sebagai contoh, ada seorang istri di

11
Bali tidak mau mengikuti suami ke tempat tinggal kerabatnya, maka ia akan
dikenakan sanksi yaitu diceraikan. Jadi sebagian dari nilai-nilai budaya yang
tercermin dalam norma sosial juga dimasukkan ke dalam peraturan hukum, dan
karena perlindungannya terjadi melalui proses hukum, maka usaha mencegah
pelanggarannya dengan sanksi hukum, dibandingkan dengan norma sosial yang
merupakan kebiasaan saja.19
Berikut ini beberapa teori yang menjelaskan bagaimana hubungan hukum
dengan kebudayaan itu sendiri :

A. Mazhab Sejarah dan Kebudayaan.

Mazhab sejarah dan kebudayaan, menekankan bahwa hukum hanya dapat


dimengerti dengan menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan di mana hukum
tersebut timbul. Tokoh yang terkemuka dari mazhab ini adalah Friederich Karl Von
Savigny (17791861) yang dianggap sebagai pencipta ilmu sejarah hukum. Von
Savigny berpendapat bahwa hukum merupakan perwujudan dari kesadaran hukum
masyarakat (Volkgeist). Dia berpendapat bahwa semua hukum berasal dari adat-
istiadat dan kepercayaan dan bahkan tidak berasal dari pembentuk undang-undang.
Keputusankeputusan badan legislatif dapat membahayakan masyarakat oleh karena
tidak selalu sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat (Rony Hanitijo Soemitro,
1984:17; Soerjono Soekanto, 1988:33, Dirdjosisworo, 1996:4). Von Savigny
selanjutnya mengemukakan betapa pentingnya untuk meneliti hubungan antara
hukum dengan struktur masyarakat beserta sistem nilai-nilainya. Savigny melihat
yang seyogyanya adalah hukum itu ditentukan dan bukan dibuat, ia ditentukan dalam
kehidupan sosial, ia lahir berkembang dalam masyarakat secara dinamis. Konsep
Savigny tentang hukum dalam kehidupan sosial, barangkali akan mendapat
pemahaman dalam mempelajari hukum adat di Indonesia (Dirdjosisworo, 1996:3).
Salah satu pokok ajaran Savigny adalah penekanannya pada aspek dinamis dari
hukum yang didasarkan pada sejarah hukum tersebut.20

19
Deswanti Dwi Natalianingrum, Bagaimana Hubungan Antara Hukum dan Kebudayaan
(https://www.dictio.id/t/bagaimana-hubungan-antara-hukum-dengan-kebudayaan/56749 , di akses pada 11 April
2018)
20
Anak Agung Gede Oka Parwata dkk, Memahami Hukum dan Kebudyaan, (Bali: Pustaka Ekspresi, 2016) hlm 22

12
B. Aliran Sosiological Jurisprudence.

Seorang ahli hukum dari Austria yaitu Eugen Ehrlich (1862-1922) dianggap
sebagai pelopor dari aliran ini. Ajaran Ehrlich berpokok pada pembedaan antara
hukum positif dengan hukum yang hidup (living law). Dikemukakan lebih lanjut
bahwa hukum positif hanya akan efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup
dalam masyarakat. Konsep tentang “the living law” untuk pertama kali dikemukakan
oleh Ehrlich pada Tahun 1913 sebagai reaksi atas pandangan dalam ilmu hukum yang
bersifat legalitas yang terlalu mengutamakan peraturan hukum yang termuat dalam
peraturan perundang-undangan tetapi terlalu mengabaikan gejala-gejala hukum yang
tumbuh dalam masyarakat. Penggunaan istilah the living law lazimnya dipergunakan
untuk menunjukkan berbagai macam hukum yang tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya dalam masyarakat (Abdurrahman, 1984:22). Kebaikan dari analisa Ehrlich
terletak pada usahanya untuk mengarahkan perhatian para ahli hukum pada ruang
lingkup sosial, akan dapat diketemukan kekuatan-kekuatan yang mengendalikan
hukum. Teori Ehrlich pada umumnya berguna sebagai bantuan untuk lebih
memahami hukum, akan tetapi sulitnya adalah untuk menentukan ukuran-ukuran
apakah yang dapat dipakai untuk menentukan bahwa suatu kaedah hukum benar-
benar merupakan hukum yang hidup (Rony Hanitijo Soemitro, 1984:20; Soerjono
Soekanto, 1988:36).21

C. Teori Hukum Pembangunan.

Teori hukum pembangunan ini dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja.


Mochtar Kusumaatmadja menyatakan bahwa hukum yang harus dibuat adalah hukum
yang sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat. Hukum tidak boleh menghambat
perkembangan. Lebih lanjut Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, bahwa: “Hukum
merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat
fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif, artinya hukum bersifat
memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan
dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena di

21
Ibid hlm 23

13
sini pun ada hasilhasil yang harus dipelihara, dilindungi, dan diamankan. Akan tetapi,
masyarakat yang sedang membangun, yang dalam difinisi kita berarti masyarakat
yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki fungsi demikian saja. Ia
juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot
tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis
dan menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat
memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan” (Mochtar
Kusumaatmadja, 2002:14). Mengatakan hukum merupakan “sarana pembaharuan
masyarakat” didasarkan kepada anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban
dalam usaha pembangunan dan pembaharuan itu merupakan suatu yang diinginkan
atau dipandang (mutlak) perlu. Anggapan lain yang terkandung dalam konsepsi
hukum sebagai sarana pembaharuan adalah bahwa hukum dalam arti kaidah atau
peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana
pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki
oleh pembangunan dan pembaharuan (Mochtar Kusumaatmadja, 1995:13).22

D. Teori Sistem Hukum.

Teori Sistem Hukum dari Lawrence M Friedman (Lawrence M Friedman, 1969 :


16) memandang bahwa sistem hukum terdiri dari 3 (tiga) komponen yaitu:
a. Struktur hukum (legal structure)
b. Substansi hukum (legal substance)
c. Budaya hukum (legal culture)
Struktur hukum adalah kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang
memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi-instansi
penegak hukum. Komponen struktur hukum dalam hal ini mencakup berbagai institusi
yang diciptakan oleh sistem hukum dengan berbagai macam fungsinya dalam rangka
mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Substansi hukum adalah aturan-aturan,
norma-norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk
produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam

22
Ibid hlm 25-26

14
sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang
mereka susun. Substansi hukum yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar hukum adat dan kedudukan majelis desa pakraman dalam peranannya
di bidang pembangunan hukum nasional. Selanjutnya budaya hukum (legal culture) oleh
Lawrence M. Friedman didifinisikan sebagai sikap-sikap dan nilai-nilai yang ada
hubungannya dengan hukum atau sistem hukum, berikut sikap-sikap dan nilai-nilai yang
memberikan pengaruh kepada tingkah laku yang berkaitan dengan hukum dan institusi
hukum, positif maupun negatif (Lawrence M Friedman, 1969:16).23

23
Ibid hlm 27-28

15
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa kebudayaan memiliki peran penting terhadap eksistensi hukum. Norma
hukum terbentuk melalui suatu proses budaya yang hidup di dalam masyarakat. Apabila
budaya yang hidup dalam masyarakat didasarkan atas dasar ketertiban dan ketentraman,
maka proses tersebut menuju pada pembentukan norma-norma hukum. Proses yang
dimaksudkan di sini adalah nilai-nilai dari budaya itu sendiri, yang diciptakan oleh
masyarkat atas karya, ide, gagasan yang berkembang dalam masyarakat itu sendiri.
Contohnya ketertiban merupakan suatu kebutuhan hidup yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Ketertiban menghasilkan asas pacta sunt servanda. Asas ini kemudian
mengalami penjabaran di dalam norma-norma hukum yang dewasa ini kita kenal dengan
pada hukum perikatan/perjanjian. Sehingga norma-norma itu menjadi patokan bagi
masyarakat ketika mengadakan suatu perjanjian. Dari sini dapat dikatakan bahwa hukum
itu lahir karena perilaku manusia, perilaku manusia itulah yang disebut dengan
kebudayaan.

B. Saran
Berdasarkan Uraian di atas, hal-hal yang perlu direkomendasikan oleh penulis adalah
sebagai berikut :
1. Perlu ada pembentukan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan nilai-nilai
yarg hidup dalam masyarakat dan diyakini kebenarannya, sehingga ketika diterapkan
tidak akan menimbulkan penolakan dari masyarakat.
2. Perlu adanya perbaikan pembangunan budaya hukum, yaitu dengan cara memulai
membangun budaya hukum melalui dari keluarga sebagai lingkup terkecil,
masyarakat, bangsa dan negara.
3. Peningkatan sosialisasi hukum baik substansi, struktur, dan budaya guna
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, sehingga antara kebudayaan dengan
hukum tidak saling tumpang tindih, bisa berjalan pada satu garis yang sama.
16
DAFTAR PUSTAKA

Is, Muhamad Sadi. 2015 Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana.

Sarinah. 2019 Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta: Deepublish Publisher.

Parwata, Anak Agung Gede Oka Dkk. 2016 Memahami Hukum dan Kebudayaan. Bali:
Pustaka Ekspresi

Siombo , Marhaeni Ria. J.M Henny Wiludjeng. 2019 Hukum Dalam Kajian Antropologi.
Jakarta: Universitas Katolik Indonesia Atmajaya

Nurdien Harry Kristanto. 2017. “Tentang Konsep Kebudayaan”. Jurnal Kajian


Kebudayaan 10 (2) : 4-5.

Natalianingrum, Deswanti Dwi. 2018. Bagaimana Hubungan Antara Hukum dan


Kebudayaan. (https://www.dictio.id/t/bagaimana-hubungan-antara-hukum-dengan-
kebudayaan/56749, di akses pada 11 April 2018)

Soemardjan, Selo. Soerjono Soekanto. 2014. Kebudayaan dan Hukum. Depok : Majalah
FHUI

17

Anda mungkin juga menyukai