Anda di halaman 1dari 6

TUGAS FILSAFAT HUKUM

Merangkum Mazhab Hukum Alam dan Realisme Hukum pada buku


“Mengenal Filsafat Hukum” karangan Prof. Dr. H. Zainal Asikin SH.,
SU

Oleh
FARHAN (D1A117082)
Kelas A1

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
RANGKUMAN MATERI FILSAFAT HUKUM

A. Mazhab Hukum Alam


Pengetian dan Sifat Mazhab Hukum Alam
Hukum alam pada hakikatnya “hukum yang normanya berasal dari Tuhan Yang
Maha Esa, dari ala semesta dan dari akal budi manusia, karenanya ia digambarkan
sebagai hukum yang berlaku abadi. Aristoteles membedakan antara hukum alam dan
hukum positif. Menurut aristoteles, hukum alam adalah suatu hukum yang berlaku selalu
dan dimana-mana karena hubungannya dengan aturan alam dan sang pencipta alam
(kehidupan). Oleh aristoteles, hukum alam tidak pernah berubah, tidak pernah lenyap dan
berlaku dengan sendirinya.
Thomas Aquinas membedakan antara hukum uang berasal dari wahyu (Tuhan)
dan hukum yang dijangkau akal budi manusia. Hukum yang didapat dari wahyu (Tuhan)
disebut hukum ilahi positif (ius devinum positivum). Hukum yang didapatkan
berdasarkan akal budi adalah ‘hukum alam’ (ius naturale), hukum bangsa-bangsa (ius
gentium), dan hukum positif manusiawi (ius positivum humanum). Secara epistimologi
terlalu sulit bagi manusia untuk memahami apa yang sesuai dengan hukum alamitu
(kemauan Tuhan). Oleh karenanya perlu disusun undang-undang negara yang lebih
konkret mengatur hidup bersama. Inilah hukum positif. Jika hukum positif bertentangan
dengan hukum alam maka hukum alam yang menang dan hukum positif kehilangan
kekuatannya. Hugo De Groot atau Grotius hukum alam dipandang sebagai hukum yang
berlaku secara real sama seperti hukum positif. Hukum alam tetap berlaku, juga
seandainya allah tidak ada. Grotius tetap mengaku, bahwa allah adalah pencipta alam
semesta. Secara tidak langsung allah tetap merupakan pundamen hukum alam. Grotius
juga memberikan prinsip yang menjadi tiang dari seluruh sistem hukum alam yaitu : (a)
prinsip hak milik pribadi dan orang lain, milik orang lain harus dijaga, (b) prinsip
kesetiaan pada janji, (c) prinsip ganti rugi, (d) prinsip perlunya hukuman karena
pelanggaran atas hukum alam.
Aristoteles membagi dua bagian hukum yaitu hukum yang dibuat oleh penguasa
Negara, dan hukum yang dianggap baik oleh manusia itu sendiri. Hukum alam memiliki
sifat-sifat diantaranya; tidak bergantung pada pandangan manusia, berlaku kapan saja,
berlaku bagi semua orang, berlaku disemua tempat, dan bersifat jelas bagi manusia.
Thomas van Aquino menyatakan bahwa segala kejadian di dunia ini diperintah
dan dikemudikan oleh suatu “undang-undang abadi” (Lex Eternal). Lex Eternal ini ialah
kehendak dan pikiran Tuhan yang menciptakan dunia ini. Manusia dikaruniai Tuhan
dengan kemampuan berfikir untuk membedakan mana yang baik dan buruk serta
mengenal berbagai peraturan perundang-undangan yang langsung berasal dari Lex
Eternal dan yang oleh Thomas van Aquino dinamakan hukum alam (Lex naturalis).
Hukum alam memang terletak pada pikiran manusia, namun Tuhan diperlukan
dalam hal ini dalam menciptakan rasio manusia untuk menjawab misteri alam. Menurut
Huge De Groot hukum alam adalah pertimbangan pikiran yang menunjukkan mana yang
benar dan mana yang tidak benar, apakah suatu perbuatan itu sesuai dengan kodrat
manusia, apakah perbuatan itu harus ditolak atau tidak. Aliran hukum alam menurut
Hugo De Groot bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan dan ada juga yang bersumber
dari manusia. Yang yang bersumber dari tuhan dipengaruhi jaran irrasional, sedangkan
hukum yang bersumber dari manusia dipemgaruhi ajaran rasional.

Ajaran Hukm Alam Irrasional dan Rasional

Beberapa pendukung aliran hukum Irrasional diantaranya pertama Thomas


Aquinas berpendapat ada empat hukum yang diberikan oleh aquinas yaitu (1) lex aeterna
(hukum rasio tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia), (2) lex divina
(hukum rasio yang dapat ditangkap oleh pancaindera manusia), (3) lex naturalis (hukum
alam, yaitu penjelmaan lex aeterna ke dalam rasio manusia), (4) lex positivis (penerapan
lex naturalis dalam kehidupan manusia di dunia).
Kedua Dante Alighieri berpendapat baginya keadilan baru dapat ditegakkan
apabila pelaksanaan hukum diserahkan kepada satu tanga saja berupa pemerintahan yang
absolut. Pendapat ketiga dari Jhon Salisbury yang mengatakan dalam menjalanka
pemerintahannya, penguasa wajib memperhatikan hukum tertulis dan tidak tertulis
(hukum alam), yang mencerminkan hukum-hukum allah. Keempat muncul dari Marsilius
Padua berpendapat bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Tujuan negara
adalah untuk memberikan kemakmuran dan memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada warga negara agar dapat mengembangkan dirinya secara bebas.
Beberapa pelopor mashab hukum alam rasional yang pertama Hugo De Groot
alias Grotius yang berpendapat sumber hukum alam adalah ratio manusia. Karena
karakteristik yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah kemampuan
akalnya/rasio itu. kedua dari Samuel von Pufendorf dan Christian Thomasius. Pufendorf
berpendapat bahwa hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran yang murni.
Sementara menurut Thomasius, manusia hidup dengan bermacam-macam naluri, yang
bertentangan satu dengan yang lain sehingga diperlukan baginya aturan-aturan yang
mengikat agar ia mendapat kepastian dalam tindakan-tindakannya.
Lebih jauh zaman Rasionalisme, menurut Grotius prinsip-prinsip hukum alam
berasal dari sifat intelek manusia yang menginginkan suatu masyarakat yang penuh
damai. Prinsip-prinsip itu terlepas dari perintah Tuhan. Dapatlah dikatakan bahwa
kebenaran hukum alam memang terletak pada pikiran manusia, namun Tuhan diperlukan
dalam hal ini dalam mencipatakan rasio manusia untuk menjawab misteri alam.

B. Realisme Hukum
Aliran realisme hukum lahir dilatarbelakangi oleh berbagai faktor hukum dan non
hukum, yaitu faktor-faktor perkembangan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan serta
perkembangan sosial dan politik. Realisme hukum adalah aliran yang tidak menyetujui
adanya preseden (adanya ikatan antara putusan hakimdengan putusan hakim sebelumnya
dalam menangangi sebuah masalah yang serupa). Tidak menggunakan sumber hukum
secara formil, melainkan menggunakan perilaku-perilaku sosial yang nyata terjadi untuk
menghakimi suatu kasus.

Konsep Pemikiran dari Realisme Hukum dan Hubungannya dengan Critical Legal
Studies
Paham realisme hukum memandanh hukum sebagaimana seorang advokat
memandang hukum yang memprediksikan hasil dari suatu proses hukum dan bagaimana
masa depan dari kaidah hukum tersebut. Agar dapat memprediksikan secara akurat,
seorang advokat haruslah juga mempertimbangkan putusan-putusan hukum pada masa
lalu unutk kemudian memprediksi putusan pada masa yang akan datang. Aliran realisme
hukum oleh para pelopornya sendiri lebih suka dianggap sebagai sebuah gerakan
sehingga menyebutnya sebagai gerakan realisme hukum.
Kaum realisme hukum tidak percaya terhadap pendekatan pada hukum yang
dilakukan oleh kaum positivis dan naturalist yang pada prinsipnya bahwa hakim hanya
menerapkan hukum yang dibuat oleh oembentuk undang-undang. Menurut ajaran
realisme hukum, aliran positivisme maupun aliran formalisme sama-sama meremehkan
penerapan hukum oleh hakim. Peranan hakim hanya sebatas menerapkan hukum atau
paling jauh hanya menafsirkan hukum seperti yang terdapat dalam aturan perundang-
undangan. Sebaliknya aliran realisme hukum, hakim tidak hanya menerapkan atau
menafsirkan hukum. Ketika hakim memutuskan perkara, hakim justru membuat hukum.

Kritik Terhadap Realisme Hukum

Mengenai logika hukum, kaum realisme hukum dikritik bahwa kaum realisme
gagal melihat bahwa logika bukan alat untuk menemukan sesuatu, melainkan lebih
merupakan suatu demonstrasi, dimana dari premise yang tetap dapat ditarik kesimpulan
tertentu dengan alasan yang logis. Kaum realisme hukum menentang penarikan
kesimpulan hukum dengan menggunakan logika melalui silogisme. Sebenarnya kaum
realisme hukum sudah membedakan antara alasan untuk suatau pendapat dan logika
unutk mengambil keputusan hukum.

American Realism dan Scandinavian Legal Realism

Realisme Amerika menekankan hukum sebagai law in action dan menganggap


hukum itu sebagai pengalaman, sumber hukum dalam aliran realism ini adalah putusan
hakim.
W. Holmes memberikan suatu gagasan tentang hukum yang didasarkan pada
pengalaman dan holmes meragukan peranan logika. Pendapat holmes inilah yang secara
tepat menggambarkan bahwa pemikiran aliran realisme di amerika pragmatis. Jelaslah
bahwa sumber hukum utama aliran ini adalah putusan hakim, semua yang dimaksud
dengan hukum adalah putusan hakim. Hakim lebih sebagai penemu hukum daripda
pembuat hukum yang mengandalkan peraturan perundang-undangan.
Aliran Scandinavian Legal Realism yang berkeyakinan bahwa hukum hanya bisa
dijelaskan melalui fakta-fakta yang bisa diobservasi. Keyakinan tentang kekuatan
mengikat, kebenaran hukum, eksistensi hak dan kewajiban, keyakinan tentang property
dipisahkan dari khayalan dan dunia metafisika. Dalam pemikiran aliran Scandinavia,
gagasan-gagasan moral sebenarnya dibentuk oleh hukum. Hukum menjadi faktor utama
yang mempengaruhi standard moral, terutama karena kemampuannya untuk
menggunakan kekuatan untuk menegakkannya. Kebanyakan kelompok realis mendukung
konsep legal ideology atau method of justice yang mengunakan sistem hukum yang
aktual, sehingga menolak aspek metafisika. Karena meurut aliran realis , sebuah
penelitian pastilah subjectif. Bagi Lundstedt, jurisprudence haruslah berdasarkan
observasi atas fakta, bukan hanya berdasarkan atas penilian individual atau metafisika.
Perbedaannya amerika lebih memfokuskan untuk mengkaji proses hukum,
realisme Scandinavian lebih berfokus kepada operasi teoritis atas sistem hukum secara
keseluruhan. Scandinavian merepresentasikan aliran empiris yang ekstrem, Amerika
justru menekankan pentingnya studi faktual dalam rangka mencari solusi atas problem
hukum.

Anda mungkin juga menyukai