Anda di halaman 1dari 3

Aliran Hukum Alam: Adit

Aliran ini berpendapat bahwa hukum berlaku universal (umum). Menurut Friedman, aliran ini timbul
karena kegagalan manusia dalam mencari keadilan yang absolut, sehingga hukum alam dipandang
sebagai hukum yang berlaku secara universal dan abadi.

Gagasan mengenai hukum alam didasarkan pada asumsi bahwa melalui penalaran, hakikat mahkluk
hidup akan dapat diketahui dan pengetahuan tersebut menjadi dasar bagi tertib sosial serta tertib
hukum eksistensi manusia. Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibentuk
oleh manusia.

Aliran positivisme : wiwin, mika, rio (karena memberikan cth kasus nyata di masyarakat)

Positivisme secara etimologi dapat berasal dari kata positive, yang memiliki makna dalam bahasa
filsafat sebagai sesuatu peristiwa yang benar-benar terjadi atau bisa disebut sebagai sesuatu yang
realita.

Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa, positivsm merupakan suatu paham yang dalam
pencapaian kebenarannya berasal dari hal-hal yang nyata atau terjadi di lingkungan sekitar kita. Jika
kejadian tersebut hanya berupa angan-angan atau hanya berupa perencanaan hal-hal tersebut tidak
termasuk dalam kajian positivism.

Pada abad ke 19 Aguste comte berpendapat bahwa positivisme adalah cara pandang dalam
memahami dunia dengan dasar sains. Beliau saja mengatakan sains mempunyai hubungan dengan
positivism apalagi dengn ilmu sosial yang objek kajiannya adalah sesuatu hal nyata seperti
masyarakat.

Aliran utilitarianisme : (ilham karena, dia menganggap hukum adil dan telah mencapai manfat
bagi org lain)

yang digagas oleh Jeremy Bentham (juga John Stuart Mill dan Rudolf von Jhering) adalah bentuk
reaksi terhadap konsepsi hukum alam pada abad ke delapan belas dan sembilan belas. Bentham
mengecam konsepsi hukum alam, karena menganggap bahwa hukum alam tidak kabur dan tidak
tetap. Bentham mengetengahkan gerakan periodikal dari yang abstrak, idealis, dan apriori sampai
kepada yang konkret, materialis, dan mendasar.

Menurut Bentham, tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan kebahagiaan terbesar
kepada sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Jadi, konsepnya meletakkan kemanfaatan sebagai
tujuan utama hukum. Ukurannya adalah kebahagian yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-
banyaknya orang. Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum ini sangat tergantung apakah
hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak. Kemanfaatan diartikan sama
sebagai kebahagiaan

Aliran Sociological Jurisprudence : (semua karena, beranggapan yang sama hukum yg adil adalah
hukum yang sesuai dengan kehidupan masyarakat)

merupakan salah satu aliran dalam filsafat hukum. Aliran ini memandang bahwa hukum yang baik
haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran Sociological
Jurisprudence dengan tegas memisahkan antara hukum positif (the positive law) dengan hukum
yang hidup (the living law).

Aliran Positivisme Hukum mengutamakan akal, sementara Mazhab Sejarah lebih mementingkan
pengalaman. Dalam hal ini Aliran Sociological Jurisprudence menganggap akal dan pengalaman
sama-sama penting.

Eugen Ehrlich adalah seorang ahli hukum Austria. Ia merupakan tokoh pertama yang meninjau
hukum dari sudut pandang sosiologi. Hal ini menjadikannya sebagai pelopor aliran Sociological
Jurisprudence. Menurut Ehrlich terlihat jelas adanya perbedaan antara hukum positif dengan hukum
yang hidup di dalam masyarakat, dimana hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif
apabila selaras dengan hukum yang hidup di masyarakat.

Pandangan Eugen Ehrlich bertolak belakang dengan pandangan para penganut Positivisme Hukum.
Ehrlich berusaha untuk membuktikan bahwa titik pusat perkembangan hukum tidak terletak pada
undang-undang, putusan hakim atau ilmu hukum, melainkan pada masyarakat itu sendiri.

Pandangan Pragmatic Legal Realism : (rio karena, beranggapan Gerakan realisme menekankan
pada perkemabangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan dengan seksama mengenai
akibat-akibatnya apay g dilakukan para pejabat pembuat uu pasti ada dampak bagi masyarakat
dan dampak yang timbul setelahnya)

oleh sebagian Mazhab tidak mau menyebutnya “Aliran Realism Hukum” tetapi lebih tepat untuk
mengatakan “Gerakan” realsme hukum (Legal Realism Movement). Nama yang pernah diajukan
untuk realisme hukum ini diantaranya; Functional Jurisprudence, Experimental Jurisprudence, Legal
Pragmatism, Legal Observationism, Legal Actualism, Legal Modesty, Legal Discriptionism, Scientific
Jurisprudence, Constructive Scepticism.

Pelopor pertama Realisme Hukum pertama kali berkembang di Amerika Serikat yang dipopulerkan
oleh Karl Llewellyn, Jerome Frank, Oliver Wendel Holmes, Bingham. Perkembangan selanjutnya juga
dianut antara lain oleh Underhiil Moore, Herman Oliphant, Charles E. Clark, Fellix Cohen, Thomas R.
Powell, Arthur R. Combin, Walter W. Cook, Max Radin, Hessel E. Yntema, Joseph Hutcheson, Samuel
Klaus.

Sebagaimana disinggung di atas bahwa Realisme Hukum bukanlah aliran melainkan gerakan dalam
cara berpikir tentang hukum sebagaimana yang ditegaskan oleh William James “Pragmatism is a new
name for some old ways of thinking. Its outlook is emphatically positivist”. Karl Llewellyn (Thomas
W. Bechtler: 1978) mempertegas bahwa realisme hukum merupakan “Gerakan” dengan
karakteristiknya antara lain:

Realisme hukum bukanlah suatu aliran/ mazhab. Realisme adalah suatu gerakan dalam cara berpikir
dan cara bekerja tentang hukum. Realisme adalah sautu konsepsi mengenai hukum yang berubah-
ubah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan sosial, maka tiap bagiannya harus diselidiki mengenai
tujuan maupun hasilnya.

Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara anatara sollen dan sein untuk
keperluan suatu penyelidikan. Agar antara penyelidikan itu mempunyai tujuan maka hendaknya
diperhatikan adanya nilai-nilai itu haruslah seumum mungkin dan tidak boleh dipengaruhi oleh
kehendak observer maupun tujuan-tujuan kesusilaan.
Realisme tidak mendasarkan pada konsep-konsep hukum tradisional oleh karena realisme
bermaksud melukiskan apa yang dilakukan sebenarnya oleh pengadilan dan orang-orangnya. Untuk
itu dirumuskan defenisi-defenisi dalam peraturan-peraturan yang merupakan ramalan umum
tentang apa yang dikerjakan oleh pengadilan-pengadilan. Sesuai dengan keyakinan ini, maka
realisme menciptakan penggolongan-penggolongan perkara dan keadaan-keadaan hukum yang lebih
kecil jumlahnya daripada jumlah penggolongan-penggolongan yang ada pada masa lampau.

Gerakan realisme menekankan pada perkemabangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan
dengan seksama mengenai akibat-akibatnya.

Ada banyak genus penamaan Pragmatic Legal Realism, oleh sebagian Mazhab tidak mau
menyebutnya “Aliran Realism Hukum” tetapi lebih tepat untuk mengatakan “Gerakan” realsme
hukum (Legal Realism Movement). Nama yang pernah diajukan untuk realisme hukum ini
diantaranya; Functional Jurisprudence, Experimental Jurisprudence, Legal Pragmatism, Legal
Observationism, Legal Actualism, Legal Modesty, Legal Discriptionism, Scientific Jurisprudence,
Constructive Scepticism. Pelopor pertama Realisme Hukum pertama kali berkembang di Amerika
Serikat yang dipopulerkan oleh Karl Llewellyn, Jerome Frank, Oliver Wendel Holmes, Bingham.
Perkembangan selanjutnya juga dianut antara lain oleh Underhiil Moore, Herman Oliphant, Charles
E. Clark, Fellix Cohen, Thomas R. Powell, Arthur R. Combin, Walter W. Cook, Max Radin, Hessel E.
Yntema, Joseph Hutcheson, Samuel Klaus.

Sebagaimana disinggung di atas bahwa Realisme Hukum bukanlah aliran melainkan gerakan dalam
cara berpikir tentang hukum sebagaimana yang ditegaskan oleh William James “Pragmatism is a new
name for some old ways of thinking. Its outlook is emphatically positivist”. Karl Llewellyn (Thomas
W. Bechtler: 1978) mempertegas bahwa realisme hukum merupakan “Gerakan” dengan
karakteristiknya antara lain:

Realisme hukum bukanlah suatu aliran/ mazhab. Realisme adalah suatu gerakan dalam cara berpikir
dan cara bekerja tentang hukum. Realisme adalah sautu konsepsi mengenai hukum yang berubah-
ubah dan sebagai alat untuk mencapai tujuan sosial, maka tiap bagiannya harus diselidiki mengenai
tujuan maupun hasilnya.

Realisme mendasarkan ajarannya atas pemisahan sementara anatara sollen dan sein untuk
keperluan suatu penyelidikan. Agar antara penyelidikan itu mempunyai tujuan maka hendaknya
diperhatikan adanya nilai-nilai itu haruslah seumum mungkin dan tidak boleh dipengaruhi oleh
kehendak observer maupun tujuan-tujuan kesusilaan.

Realisme tidak mendasarkan pada konsep-konsep hukum tradisional oleh karena realisme
bermaksud melukiskan apa yang dilakukan sebenarnya oleh pengadilan dan orang-orangnya. Untuk
itu dirumuskan defenisi-defenisi dalam peraturan-peraturan yang merupakan ramalan umum
tentang apa yang dikerjakan oleh pengadilan-pengadilan. Sesuai dengan keyakinan ini, maka
realisme menciptakan penggolongan-penggolongan perkara dan keadaan-keadaan hukum yang lebih
kecil jumlahnya daripada jumlah penggolongan-penggolongan yang ada pada masa lampau.

Gerakan realisme menekankan pada perkemabangan setiap bagian hukum haruslah diperhatikan
dengan seksama mengenai akibat-akibatnya.

Anda mungkin juga menyukai