NIM : 12020723166
KELAS : IH-F/SEMESTER 6
MATKUL : FILSAFAT HUKUM
TUGAS RESUME II
Positivisme sebagai sistem ilsafat muncul pada kisaran abad ke-19. Sistem ini didasarkan
pada beberapa prinsip bahwa sesuatu dipandang benar apabila ia tampil dalam bentuk
pengalaman, atau apabila ia sungguh-sungguh dapat di pasti kan sebagai kenyataan, atau
apabila ia ditentukan melalui ilmuilmu pengetahuan apakah sesuatu yang dialami merupakan
sungguhsungguh suatu kenyataan.
Dalam kaitannya dengan positivisme hukum (aliran hukum positif), maka dipandang perlu
memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berla ku dan hukum,
yang seterusnya, antara das Sein dan das Sollen). Dalam kacamata positivis, tiada hukum lain
kecuali perintah penguasa (law is a command of the lewgivers). Bahkan, bagian aliran hukum
positif yang dikenal dengan nama Legisme, berpendapat lebih tegas, bahwa hukum itu identik
dengan un dangundang lebih tegas, bahwa hukum itu identik dengan undang-undang.1
Utilitarianisme atau utilism lahir sebagai reaksi terhadap ciriciri metaisis dan abstrak dari
ilsafat hukum dan politik pada abad ke-18. Aliran ini adalah aliran yang meletakkan
kemanfaatan di sini sebagai tujuan hukum. Kemanfaatan di sini diartikan sebagai kebahagiaan
(happinnes). Jadi, baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum, bergantung kepada apakah
hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.
Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukkan ke dalam Positivisme Hukum, mengingat
paham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan
ketertiban masyarakat, di samping untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada
jumlah orang yang terbanyak. Ini berarti hukum merupakan pencerminan pemerintah perintah
penguasa juga, bukan pencerminan dari rasio saja.2
2
Ibid,hlm109-116
Jhering memang timbul setelah dia melakukan studi yang mendalam tentang hukum
Romawi. Huijbers memasukkan Jhering sebagai salah satu tokoh penting Positivisme
Hukum.
C. Aliran Sejarah
Mazhab Hukum Historis lahir pada awal abad ke-19, yakni pada tahun 1814, dengan
diterbitkannya suatu keterangan dari Friedrich Carl von Savigny, yang berjudul Vom Beruf
unserer Zeit fur Gezetgebung und Rechtwissenchaft (Tentang Seruan Zaman Kini akan
Undang-Undang dan Ilmu Hukum). Tokoh mazhab ini ialan von Savigny dan Sir Henry
Maine.Aliran sejarah telah membuka jalan bagi perhatian yang lebih besar terhadap sejarah
dari suatu tata hukum dan dengan demikian mengembangkan pengertian, bahwa hukum itu
merupakan suatu unikum. Keadaan yang demikian ini menyuburkan dilakukannya penelitian-
penelitian serta karyakarya yang bersofat antopologis. Maine dianggap sebagai yang pertama-
tama melahirkan karya yang demikian.3
Pokok-pokok ajaran Mazhab Historis yang diuraikan Savigny dan beberapa pengikutnya
dapat disimpulkan sebagai berikut (W. Friedman, 1994: 61, 62).
1. Hukum ditemukan, tidak dibuat. Pertumbuhan hukum pada dasarnya adalah proses
yang tidak disadari dan organis.
2. Oleh karena itu perundang-undangan adalah kurang penting dibandingkan dengan
adat kebiasaan.
3. Karena hukum berkembang dari hubungan-hubungan hukum yang mudah.
4. Dipahami dalam masyarakat primitif ke hukum yang lebih kompleks dalam peradaban
modern, kesadaran umum tidak dapat lebih lama lagi menonjolkan dirinya secara
langsung, tetapi disajikan oleh para ahli hukum yang merumuskan.
5. Prinsip-prinsip hukum secara teknis.
6. Undang-undang tidak dapat berlaku atau diterapkan secara universal.
7. Volkgeist dapat dilihat dalam hukumnya, oleh karena itu sangat penting untuk
mengikuti evolusi volkgeist melalui penelitan hukum sepanjang sejarah.
D. Aliran Sociological Jurisprudence
Istilah sociological dalam menamai aliran ini, menurut Paton, kurang tepat dan dapat
menimbulkan kekacauan. Ia lebih senang menggunakan istilah “metode fungsional” oleh
karena itu, ada pula yang menyebut sociological jurisprudence ini dengan Functional
Anthropo logical. Menurut Lily Rasjidi,perbedaan antara sosciological Jurisprudence dan
sosiologi hukum adalah nama aliran dalam ilsafat hukum, sedangkan sosiologi hukum adalah
sebagai berikut. Pertama, sociological Jurisprudence adalah nama aliran dalam filsafat hukum,
sedangkan sosiologi hukum ada lah cabang dari sosiologi. Kedua, walaupun objek yang di
pelajari oleh keduanya adalah tentang pengaruh timbal balik antara hukum dan masyarakat,
namun pendekatannya berbeda. 4
3
Ramlani Lina Sinaulan, Buku Ajar Filsafat Hukum, (Zahir Publishing, Yogyakarta, Bab 4, 2021), hlm.146-150
4
Sukarno Aburaera dkk, Op.Cit, hlm.123-126
Menurut aliran sociological jurisprudence ini, hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai
dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran ini memisahkan secara tegas antara hukum
positif (the living law). Aliran ini timbul dari proses dialektika antar (tesis) Positivisme
hukum dan (antitesis) mazhab sejarah. Sebagaimana diketahui, positivisme hukum
memandang tida hukum kecuali perintah yang diberikan penguasa (law is command of
lawgivers), sebaliknya mazhab sejarah menyatakan hukum timbul dan berkembang bersama
dengan masyarakat. Aliran pertama mementingkan akal, sementara aliran yang kedua lebih
mementingkan peng alaman, dan sociological Jurisprudence menganggap kedua nya sama
pentingnya.5
Tokoh yang terkenal dalam aliran ini adalah hakim agung Oliver Wendell Holmes, Jerome
Frank, dan Karl Llewellyn. Kaum realis tersebut mendasarkan pemikirannya pada suatu
konsepsi radikal mengenai proses peradilan. Menurut mereka,hakim itu lebih layak disebut
sebagai pembuat hukum daripada menemukannya.Holmes mengatakan bahwa kewajiban
hukum hanyalah merupakan suatu dugaan bahwa apabila seseorang berbuat atau tidak
berbuat, maka dia akan menderita sesuai dengan keputusan suatu pengadilan. Lebih jauh Karl
Llewellyn menekankan pada fungsi lembaga-lembaga hukum. Pokok-pokok pendekatan kaum
realis antara lain: hukum adalah alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan hendaknya
konsepsi hukum itu menyinggung hukum yang berubah-ubah dan hukum yang diciptakan
oleh pengadilan.
Sebenarnya realisme sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu
realisme Amerika, realis me Skandinavia. Skala gerakan realisme Skandinavia lebih luas
daripada realisme Amerika karena pusat perhatiannya bukanlah para fungsionaris hukum
(khususnya hakim), tetapi justru orangorang yang berada di bawah hukum. Realisme
Skandinavia ini banyak menggunakan dalil-dalil psikologi dalam menjelaskan
pandangannya.6
Menurut Kelsen, hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis, seperti unsur
sosiologis, politis, historis, bahkan etis. Pemikiran inilah yang dikenal dengan Teori Hukum
5
Ramlani Lina Sinaulan,Op.cit,hlm.155
6
Sukarno Aburaera dkk, Op.Cit, hlm. 128-132
Murni dan Kelsen. Jadi, hukum adalah suatu Sollenskategorie, bukan Seinskategorie.
Baginya, hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai
makhluk rasional. Dalam hal ini yang diper soalkan oleh hukum bukanlah "bagaimana hukum
itu seharusnya" (what the law ought to be), tetapi "apa hukumnya" (what the law is). Dengan
demikian, walaupun hukum itu Sollenkategorie, yang dipakai adalah hukum positif (ius
constitutum), bukan yang dicita-citakan (ius constituendum).
Perkembangan aliran hukum alam telah dimulai sejak 2.500 tahun yang lalu, yang berangkat
pada pencarian citacita pada tingkatan yang lebih tinggi. Disadari bahwa aliran hukum alam
merupakan media untuk mentransformasikan hukum sipil kuno pada zaman Romawi menuju
pada zaman yang dianggap sebagai perkembang an dari zaman kuno tersebut. Aliran hukum
alam pada dasarnya dibedakan menjadi dua macam:
Aliran hukum alam yang irasional berpandangan bahwa segala bentuk hukum yang bersifat
universal dan abadi bersumber dari Tuhan secara langsung. Sebaliknya, aliran hukum alam
yang rasional berpendapat sumber dari hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio
manusia.8
7
Muhammad Rakhmat, Pengantar Filsafat Hukum, (STTIE Pasundan Press, Bandung, Bab 3, 2015), hlm.85
8
Sukarno,dkk, Op.Cit, hlm 93-95