Anda di halaman 1dari 19

Aliran Aliran Pemikiran

Ilmu Hukum
Kelompok 10

Anggota Kelompok :
1.) Marta Giana Kusni (22107710066)
2.) Firdaus Aulia Putri (22107710090)
3. ) Ahmad Samudra Abimanyu (22107710092)
Aliran Hukum Alam
Aliran ini berpendapat bahwa hukum berlaku universal (umum). Menurut Friedman,
aliran ini timbul karena kegagalan manusia dalam mencari keadilan yang absolut,
sehingga hukum alam dipandang sebagai hukum yang berlaku secara universal dan
abadi.
Hukum alam dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibentuk oleh manusia.
Aliran hukum alam ini dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
• Irrasional :
Aliran ini berpendapat bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi bersumber
dari Tuhan secara langsung.
2. Rasional :
Sebaliknya, aliran ini mengatakan bahwa sumber dari hukum yang universal dan
abadi adalah rasio manusia. Pandangan ini muncul setelah zaman Renaissance (pada
saat rasio manusia dipandang terlepas dari tertib ketuhanan/lepas dari rasio Tuhan)
yang berpendapat bahwa hukum alam muncul dari pikiran (rasio) manusia tentang
apa yang baik dan buruk penilaiannya diserahkan kepada kesusilaan (moral) alam.
Aliran Positivisme Hukum
Aliran Hukum Positif atau Positivisme Hukum merupakan salah satu
aliran dalam filsafat hukum. Aliran ini memandang perlu memisahkan secara tegas
antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya,
antara das sein dan das sollen). Positivisme Hukum sangat mengagungkan hukum
yang tertulis dan menganggap bahwa tidak ada norma hukum di luar hukum positif.
Bagi aliran ini, semua persoalan dalam masyarakat harus diatur dalam hukum
tertulis.
Ada dua corak dalam Positivisme Hukum, yaitu Aliran Hukum Positif Analitis
(Analytical Jurisprudence) yang dipelopori oleh John Austin dan Aliran Hukum
Murni (Reine Rechtslehre) yang dipelopori oleh Hans Kelsen.
• John Austin adalah pelopor dari Aliran Hukum Positif Analitis yang
menyatakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat
hukum terletak pada unsur perintah itu. Austin memandang hukum sebagai
suatu sistem yang tetap, logis dan tertutup. Hukum adalah perintah yang
mewajibkan seseorang atau beberapa orang. Ia menyatakan bahwa hukum
dan perintah lainnya berjalan dari atasan (superior) dan mengikat atau
mewajibkan bawahan (inferior). Austin membedakan hukum menjadi dua
jenis, yaitu hukum dari Tuhan untuk manusia dan hukum yang dibuat oleh
manusia. Hukum yang dibuat oleh manusia kemudian dibedakan lagi
menjadi: 1.) Hukum yang sebenarnya (hukum positif), yaitu hukum yang
dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu
untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang
sebenarnya memiliki empat unsur, yaitu perintah (command), sanksi
(sanction), kewajiban (duty) dan kedaulatan (sovereignty). 2.) Hukum yang
tidak sebenarnya, adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga
tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum, contohnya peraturan dari suatu
organisasi olahraga.
2. Penggagas Aliran Hukum Murni adalah Hans Kelsen yang berpendapat bahwa
hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis seperti sosiologis,
politis, historis dan etis. Hukum adalah suatu sollenkategorie atau kategori
keharusan/ideal, bukan seinskategorie atau kategori faktual. Lebih lanjut Kelsen
menguraikan bahwa hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku
manusia sebagai makhluk rasional, dalam hal ini yang dipermasalahkan bukanlah
bagaimana hukum itu seharusnya, melainkan apa hukumnya. Meskipun hukum
itu sollenkategori, namun yang digunakan adalah hukum positif (ius
constitutum), bukan hukum yang dicita-citakan (ius constituentum). Kelsen
berpendapat bahwa hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan isi (materia),
sehingga keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum. Hukum bisa saja
tidak adil, namun hukum tetaplah hukum karena dikeluarkan oleh penguasa.
Aliran Utilitarianisme
Utilitarianisme adalah aliran hukum yang menempatkan kemanfaatan sebagai tujuan utama
hukum. Kemanfaatan yang dimaksud dalam aliran ini adalah kebahagiaan (happiness).
Utilitarianisme memandang baik buruk atau adil tidaknya suatu hukum bergantung pada
apakah hukum itu memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak. Kebahagiaan
tersebut diupayakan agar dapat dinikmati oleh sebanyak mungkin individu dalam
masyarakat (the greatest happiness for the greatest number of people).
Aliran Utilitarianisme sebenarnya dapat dikategorikan sebagai Positivisme Hukum karena
paham ini akan berujung pada kesimpulan bahwa tujuan hukum adalah untuk menciptakan
ketertiban di dalam masyarakat. Hukum adalah cerminan dari perintah penguasa, bukan
dari rasio semata. Beberapa tokoh pendukung aliran ini adalah Jeremy Bentham, John
Stuart Mill dan Rudolf von Jhering.
• Jeremy Bentham
Ajaran Jeremy Bentham didasarkan pada aliran hedonistic utilitarianism. Bentham
berpendapat bahwa hukum bertugas untuk memelihara kebaikan dan mencegah kejahatan.
Pemidanaan harus bersifat spesifik untuk setiap kejahatan. Seberapa kerasnya suatu pidana
tidak boleh melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mencegah dilakukannya penyerangan-
penyerangan tertentu. Pemidanaan menurut Bentham hanya bisa diterima apabila pemidanaan
tersebut mampu mencegah terjadinya kejahatan yang lebih besar.
2. John Stuart Mill
Pemikiran John Stuart Mill sangat dipengaruhi oleh pemikiran Positivisme dari Auguste
Comte, namun Mill tidak setuju dengan Comte yang berpendapat bahwa psikologi bukanlah
ilmu. Pemikiran Mill banyak dipengaruhi oleh pertimbangan psikologis. Ia menyatakan
bahwa tujuan manusia adalah kebahagiaan, dimana kebahagiaan tersebut diperoleh melalui
hal-hal yang membangkitkan nafsu manusia. Sehingga apa yang ingin dicapai oleh manusia
bukanlah benda atau sesuatu hal tertentu, tetapi kebahagiaan yang dapat ditimbulkannya.
3. Rudolf von Jhering
Ajaran Rudolf von Jhering merupakan gabungan antara teori yang dikemukakan Jeremy
Bentham, John Stuart Mill dan Positivisme Hukum yang diajarkan oleh John Austin. Teori
yang diajarkan oleh Jhering ini merupakan ajaran yang bersifat sosial. Pada awalnya
Jhering menganut Mazhab Sejarah yang dikembangkan oleh Friedrich Karl von Savigny
dan Puchta, namun lama kelamaan ia memiliki pandangan yang berlawanan dengan
Savigny. Seluruh hukum Romawi menurut Savigny merupakan pernyataan jiwa bangsa
Romawi, sehingga merupakan hukum nasional. Pendapat tersebut kemudian dibantah oleh
Jhering dengan mengemukakan bahwa seperti dalam hidup sebagai perkembangan
biologis yang senantiasa terdapat asimilasi dari unsur-unsur yang mempengaruhinya,
demikian pula dalam bidang kebudayaan dimana melalui pergaulan antar bangsa terdapat
asimilasi pandangan-pandangan dan kebiasaan-kebiasaan.
Aliran Sejarah
Mazhab Sejarah lahir pada awal abad ke-19, yaitu pada tahun 1814. Lahirnya mazhab ini
ditandai dengan diterbitkannya manuskrip yang ditulis oleh Friedrich Karl von Savigny yang
berjudul “Vom Beruf unserer Zeit fur Gezetgebung und Rechtwissenschaft” (tentang seruan
masa kini akan undang-undang dan ilmu hukum) . Friedrich Karl von Savigny dipandang
sebagai perintis lahirnya mazhab Sejarah .
Mazhab sejarah ini muncul akibat reaksi terhadap para pemuja hukum alam atau hukum kodrat
yang berpendapat bahwa hukum alam itu bersifat rasionalistis dan berlaku bagi segala bangsa
serta untuk semua tempat dan waktu. Mazhab sejarah ini berpendapat bahwa tiap-tiap hukum itu
ditentukan secara historis, selalu berubah menurut waktu dan tempatnya.
Alasan-alasan kritik terhadap rekonstruksi paradigma hukum, menggugat kembali gagasan-
gagasan peristiwa teori-teori mazhab sejarah hukum masa lampau tentunya dianggap penting
dan bermakna dalam teori hukum kekinian. Hal ini, sebagaimana L.J Van Apeldoorn
menyebutkan sejarah adalah:
“Sesuatu proses, jadi bukan sesuatu yang berhenti, melainkan sesuatu yang bergerak, bukan mati
melainkan hidup. Segala yang hidup selalu berubah. Demikian masyarakat manusia, dan demikian
juga bagian dari masyarakat yang kita sebut hukum. Di tinjau dari sudut ilmu pengetahuan,
hukum adalah gejala sejarah: Ia mempunyai sejarah, hukum sebagai sejarah berarti tunduk pada
pertumbuhan yang terus-menerus.”
alasan lahirnya mazhab sejarah ini yaitu:
• Adanya rasionalisme abad 18, yang didasarkan atas hukum alam, kekuatan akal, dan prinsip-
prinsip yang semuanya berperan pd filsafat hukum, karena mengandalkan jalan pikiran
deduktif tanpa memperhatikan fakta sejarah, kekhususan dan kondisi nasional
• Semangat Revolusi Perancis yang menentang wewenang tradisi dengan misi cosmopolitan
(kepercayaan kepada rasio dan kekuatan tekad manusia untuk mengatasi lingkungannya).
• Adanya pendapat yang melarang hakim menafsirkan hukum karena UU dianggap dapat
memecahkan semua masalah hukum.
• Kodifikasi hukum di Jerman yang diusulkan Thibaut (guru besar Heidelberg): hukum tidak
tumbuh dari sejarah.
Aliran Sosiological Jurisprudence
Aliran ini memandang bahwa hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan
hukum yang hidup di masyarakat. Aliran Sociological Jurisprudence dengan tegas
memisahkan antara hukum positif (the positive law) dengan hukum yang hidup (the
living law).
Sociological Jurisprudence timbul sebagai proses dialektika antara aliran
Positivisme Hukum (sebagai tesis) dengan Mazhab Sejarah (sebagai antitesis),
dimana Positivisme Hukum memandang tidak ada hukum selain perintah penguasa
(law is a command of lawgivers), sedangkan Mazhab Sejarah memandang bahwa
hukum timbul dan berkembang bersama dengan masyarakat. Aliran Positivisme
Hukum mengutamakan akal, sementara Mazhab Sejarah lebih mementingkan
pengalaman. Dalam hal ini Aliran Sociological Jurisprudence menganggap akal dan
pengalaman sama-sama penting.
Ada dua tokoh yang berperan penting dalam aliran Sociological Jurisprudence, yaitu
Eugen Ehrlich dan Roscoe Pound.
Aliran Realisme Hukum
Realisme hukum adalah suatu aliran pemikiran yang dimulai di Amerika Serikat.
Teori ini dipelopori oleh tokoh-tokoh terkenal dan terbaik dari kalangan realism
seperti : John Chipman Gray, Oliver Wendel Holmes, Jerome Frank, Dan Karl
Llewellyn. Realisme berarti berhubungan dengan dunia nyata, dunia
sebagaimana ia nyatakan berlangsung. Realism hukum berarti suatu studi tentang
hukum sebagai sesuatu yang benar-benar nyata dilaksanakan, ketimbang sekedar
hukum sebagai sederetan aturan yang hanya termuat dalam perundang-undangan,
tetapi tidak pernah dilaksanakan. Oleh karena itu, sebagian pakar memandang
bahwa pendekatan realis merupakan bagian penting dari pendekatan sosiologi
terhadap hukum.
realism hukum itu dibagi menjadi dua kelompok, yakni Realisme hukum
Amerika yang menitikberatkan pada pengalaman-pengalaman praktis hakim
dalam mengadili perkara, dan Realisme hukum Skandinavia yang lebih
menekankan pada prilaku manusia sebagai suatu kenyataan empiris.
• Realisme hukum Amerika
Aliran realisme hukum yang berkembang di Amerika memilki teman sehaluan
yang sama-sama menggunakan gerakan “realisme” adalah Realisme di
Skandinavia. Jika diamati beberapa ciri khas dari aliran realis Skandinavia,
aliran realisme tersebut mempunyai pandangan yang lebih empirikal dari
realisme hukum di bandingkan realism di amerika serikat.
Realisme hukum Amerika menempatkan empirisme dalam sentuhan
pragmatisme atau sikap hidup yang menekankan aspek manfaat dan kegunaan
berdasarkan pengalaman. Kehidupan sehari-hari adalah dunia pengalaman.
Sumber hukum utama aliran ini adalah putusan hakim. Seperti yang
diungkapkan oleh Chipman Gray “all the law is judge made law”, semua yang
dimaksudkan dengan hukum adalah putusan hakim. Hakim lebih sebagai
penemu hukum daripada pembuat hukum yang mengandalkan peraturan
perundang-undangan.
2. Realisme Hukum Skandinavia
Aliran ini menempatkan empirisme dalam sentuhan psikologi. Aliran
ini berkembang di Uppsala, Swedia pada awal abad 20. Konsep
penting dari realism hukum Skandinavia adalah mencari kebenaran
suatu pengertian dalam situasi tertentu dengan menggunakan
psikologi. Tidak seperti realisme hukum Amerika (yang memberi
perhatian pada praktek hukum dari para pelaksana hukum), realisme
hukum Skandinavia justrru menaruh perhatian pada prilaku manusia
ketika berada dalam “control” hukum. Dengan memanfaatkan
psikologi, para eksponen aliran ini mengkaji prilaku manusia
(terhadap hukum) untuk menemukan arti hukum yang sebenarnya.
Ekponen penganut realism hukum realism hukum Skandinavia di
antaranya, Axel Hegerstrom, Olivecrona, Lundstet, dan Ross. Para
penganut ini secara tegas menolak metafisika hukum, dengan
membela nilai-nilai yang dapat diverifikasi secara ilmiah atas gejala
hukum yang faktual.
Aliran Hukum Bebas
Aliran Freire Rechtslehre merupakan kebalikan atau bertolak belakang dengan legisme.
Lahirnya Freire Rechtslehre karena melihat kekurangan-kekurangan dalam aliran
legisme yang dirasa tidak dapat memenuhi kebutuhan dan tidak dapat mengatasi
persoalan-persoalan baru.
Aliran ini merupakan aliran bebas yang hukumnya tidak dibuat oleh badan legislatif, dan
menyatakan bahwa hukum terdapat di luar Undang-undang.
Berdeda dengan aliran legisme dimana hukum terikat sekali pada undang-undang, maka
hakim yang menganut aliran Freire Rechtslehre bebas menentukan/menciptakan hukum,
dengan melaksanakan undang-undang atau tidak.
Hukum bebas ini timbul di dalam masyarakat dan diciptakan oleh masyarakat sendiri,
berupa kebiasaan dalam kehidupan masyarakat dalam hukum konkret (hukum alam)
yang sudah menjadi tradisi baik yang diajarkan oleh agama maupun adat istiadat.
Freire Rechtslehre diperkenalkan pertama kalinya pada pertengahan abad ke-19 (sekitar
tahun 1840) oleh Herman Kantorowicz, Eugen Ehrlich dan Oscar Bulow.
Aliran Hukum Feminis
Feminism dianggap sebagai pandangan yang berfokus pada ketidakadilan yang dialami
perempuan karena jenis kelaimnnya. Janet Radcliffe Richard mendefinisikan feminism
sebagai keyakinan bahwa “perempuan mengalami ketidakadilan sosial yang sistematis
karena jenis kelamin mereka”.
Pengertian serupa disampailan oleh Alison Jaggar yang mendefiniskan feminis sebagai
“mereka semua yang mengupayakan, tidak peduli karena atas dasar apa, untuk
mengakhiri subordinasi perempuan.”
Pada kesempatan lain feminism juga diartikan sebagai paham atau teori yang menganut
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Ailen Kraditor dalam hal ini
mendefinisikan feminism sebagai “the theory that women should have political,
economic, and social right equal to those of men”.
Feminism kemudian juga dipandang sebagai suatu keyakinan yang beroperasi dalam
suatu group, yang berarti keinginan untuk meningkatkan otonomi perempuan. Sehingga
feminism berarti pula gerakan atau upaya sekumpulan orang yang dilakukan atau yang
berorientasi pada perubahan posisi perempuan.
Pemikiran ini lahir karena adanya kesadaran mengenai ketidakadilan
dan ketimpangan hak antara laki-laki dan perempuan. Karenanya
Kraditor berpandangan bahwa inti feminism adalah menyarankan
“otonomi perempuan” sebagai sesuatu yang diingkan perempuan,
sebagaimana yang tersirat dalam gerakan mereka.
Dengan demikian feminist legal theory atau teori hukum feminist
adalah teori hukum yang lahir dari pemikiran kaum feminis, yaitu
suatu gerakan atau orang-orang, utamanya perempuan, yang memiliki
keyakinan dan/atau pandangan bahwa perempuan mengalami
ketidakadilan karena jenis kelaminnya dan karenanya berupaya untuk
menghapuskannya dengan meningkatkan otonomi perempuan dan
advokasi hak-hak perempuan.
Sekian dan Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai