Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rahmad Datul Illahi

Nim : 1930202047

Lokal : Hes-4B

Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah

Mata kuliah : Sosiologi Hukum

Dosen : DRS.Afwadi dan Siska Elasta

Resume :

A. Mazhab Formalistis

Tokoh terpenting dalam mazhab ini adalahJhon Austin (1790-1859), ia mengatakan


bahwa: hukum merupakan perintah dari mereka yang memegang kekuasan tertinggi (law is
command of the lawgivers), atau dari yang memegang kedaulatan. Menurut Austin, hukum
adalah perintah yang dibebankan untuk mengatur mahluk berfikir, perintah mana yang
dilakukan oleh mahluk berfikir yang memegang dan mempunyai kekuasaan. Austin
menganggap hukum sebagai suatu sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup dan karena
ajarannya dinamakanAnalitical Jurisprudence. Ajaran Austin kurang/tidak memberi tempat
bagi hukum yang hidup dalam masyarakat. Austin membagi hukum dalam 2 (dua) bagian
yaitu Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia, dan Hukum yang dibuat dan
disusun oleh manusia, hukum ini terbagi lagi menjadi dua yaitu:
1. Hukum yang sebenarnya; hukum yang tepat disebut sebagai hukum, jenis hukum ini
disebut juga sebagai hukum positif. Hukum yang sebenarnya mengandung: perintah,
sanksi, kewajiban dan kedaulatan. Hukum yang sebenarnya terbagi 2 (dua):
a. Hukum yang dibuat oleh penguasa seperti undang-undanf, peraturan pemerintah
dan lain-lain.

b. Hukum yang dibuat atau disusun oleh rakyat secara individual yang dipergunakan
untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya, misalnya: hak kurator
terhadap badan/orang dalam kuratele atau hak wali terhadap orang yang berada
dibawah perwalian.
2. Hukum yang tidak sebenarnya; adalah bukan hukum yang merupakan hukum yang
secara langsung berasal dari penguasa, tetapi peraturan-peraturan yang berasal dari
perkumpulan-perkumpulan atau badan-badan tertentu.
Tokoh yang kedua adalah Hans Kelsen (1881), dari unsur sosiologis berarti bahwa ajaran
Hans Kelsen tidak memberi tempat bagi hukum kebiasaan yang hidup dan berkembang
didalam masyarakat. ajaran Kelsen memandang hukum sebagai sollen yuridissemata-
mata yang sama sekali terlepas dari das sein/kenyataan sosial. Hukum
merupakan sollens kategori (seharusnya) dan bukan seins kategori(adanya): orang
menaati hukum karena ia merasa wajib untuk mentaatinya sebagai suatu kehendak
negara. hukum itu tidak lain merupakan suatu kaidah ketertiban yang menghendaki
orang menaatinya sebagaimana seharusnya.
Ajaran stufen theory berpendapat bahwa suatu sistem hukum adalah suatu hierarkhis
dari hukum dimana suatu ketentuan hukum tertentu bersumber pada ketentuan hukum
lainnya yang lebih tinggi adalahgrundnorm atau norma dasar.

B. Mazhab Sejarah dan Kebudayaan

Mazhab sejarah dan kebudayaan ini adalah senyatanya mempunyai pemikiran yang
bertentangan dengan mazhab formalisme. Dalam hal ini mazhab sejarah dan kebudayaan
menekankan bahwasanya hukum hanya dapat dimengerti dengan menelaah kerangka
sejarah dan kebudayaan dimana hukum tersebut timbul. Beberapa pemikir mazhab ini,
antara lainFriedrich Karl von Savigny(1779-1861) berasala dari jerman, tokoh ini juga ini
dianggap sebagai pemuka sejarah hukum (bahkan Georges Gurvitch menyatakan Savigny
dan Puhcha adalah peletak dasar mazhab sejarah ini). Ia berpendapat bahwa hukum
merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (valksgeist). Yang mana semua
hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan serta bukan berasal dari pembentukan
undang-undang. Tokoh lain dalam mazhab ini adalah Sir Henry Maine (1822-1888), ia
mengatakan bahwa perkembangan hukum dari status kontrak yang sejalan dengan
perkembangan masyarakat yang mana masih sederhana kepada masyarakat yang
senyatanya sudah modern dan kompleks serta kaidah-kaidah hukum yang ada pada
masyarakat sederhana secara berangsur-angsur akan hilang dan berkembang kepada
kaidah-kaidah hukum sudah modern dan kompleks. Mazhab ini membangun kajian-kajian
adaptif atas masyarakat yang relatif bersifat statis homogen, dengan masyarakat yang
komplek (modern), dinamis dan relatif heterogen. Sehingga sangat membantu dalam
perkembangan bahkan memprediksi bangunan sosiologi hukum baik secara teoritis maupun
secara aplikatif. Sehingga apa yang dikatakan Satjipto Rahardjo bahwa benturan-benturan
antara hukum dan negara dengan masyarakat dengan segala budayanya yang lebih alami
memang tidaklah dapat dihindari, apalgi suatu negara dan bangsa yang sangat majemuk
(seperti Indonesia), makanya agar proses hukum itu tidak dibatasi sebagai proses hukum,
melainkan sebagaimana ditegaskan Satjipto Rahardjo adalah juga proses sosial.

C. Aliran Utilitarianisme

Prinsip aliran ini adalah bahwa masyarakat bertindak untuk memperbanyak


kebahagiaan dan mengurangi penderitaan. Sebagaimana yang diungkapkan olehJeremy
Bentham (1748-1832) yaitu: “Dalam teorinya tentang hukum, Bentham menggunakan salah
satu prinsip dari aliran utilitarianisme yakni bahwa manusia bertindak untul memperbanyak
kebahagiaan dan mengurangi penderitaan… setiap kejahatan harus disertai dengan
hukuman-hukuman yang sesuai dengan kejahatan tersebut. Dan hendaknya penderitaan
yang dijatuhkan tidak lebih dari apa yang diperlakukan untuk mencegah terjadinya
kejahatan”. Yang menjadi kelemahan teori Bentham ini adalah bahwa ukuran keadilan,
kebahagiaan dan penderitaan itu sendiri diinterpretasikan relatif berbeda antara manusia
yang satu dengan yang lainnya. Sehingga keadilan dan penderitaan tersebut tidaklah
menjadi wujud yang pasti sama bagi setiap manusia.Tokoh lain dalam aliran ini
adalah Rudolph Von Ihering (1818-1892) yang ajarannya disebut sosial utilitarianisme.
Ihering berpendapat: “… hukum sebagai sarana untuk mengendalikan individu-individu agar
tujuannya sesuai dengan tujuan masyarakat dimana merela menjadi warganya… hukum
juga merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk melakukan perubahan-
perubahan sosial”.

D. Aliran Realisme Hukum

Aliran ini diprakarsai oleh Karl Liewellyn (1893-1962), Jereme Frank(1889-1957)


dan Justice Oliver Wendell Halmes (1841-1935) ketiga orang tersebut berasal dari Amerika.
Konsep mereka sangat radikal tentang proses peradilan, dikatakannya bahwa hakim-hakim
tidaklah hanya menentukan hukuman, tetapi bahkan membentuk hukum. Seorang hakim
selalu harus memilih, dia yang menentukan prinsip-prinsip mana yang dipakai dalam
menentukan pemeriksaan di pengadilan dan pihak-pihak mana yang akan menang dalam
suatu perkara. Sering kali suatu keputusan hakim telah mendahului penggunaan prinsip-
prinsip hukum yang formal. Kemudian konsep keadilan dirasinalisasikan di dalam suatu
pendapat tertulis. Aliran realisme hukum sangat memperhatikan tentang konsep keadilan,
namun secara ilmiah mereka menyadari bahwa keadilan, atau hukum yang adil itu sendiri
paling tidak sangat sulit ditentukan kalau tidak dikatakan tak bisa ditetapkan. Sementara itu
tugas hukum tidak lebih hanyalah proses dugaan bahwa apabila seseorang berbuat dan
atau tidak berbuat sesuatu, maka dia akan menerima derita sebagai sanksi dan atau
sebaliknya sesuai dengan proses keputusan yang ditetapkan.

SUMBER :

candhika divayana, Aliran-aliran terbentuknya sosiologi hukum,2014. Hal; 1-6

Anda mungkin juga menyukai