Anda di halaman 1dari 11

Ringkasan Materi Perkuliahan Filsafat Hukum (Bagian III)

Muhamad Ilham Azizul Haq


Hukum, Universitas Andalas
E mail: muhamad.ah304@gmail.com

Aliran Dalam Filsafat Hukum Bagian Pertama (Hukum Alam dan Positivisme)

A. Aliran Hukum Alam

Hakikat dari ajaran aliran hukum alam/ hukum kodrat ini memandang bahwa

alam harus dipelihara oleh manusia untuk mencapai tujuan. Sehubungan dengan

perlunya kesadaran atas posisi manusia untuk menyesuaikan dengan kepentingan atau

tatanan normatif yang terdapat pada alam tersebut, maka tolak ukur aliran hukum alam

terhadap eksistensi hukum, terletak pada di mana apa yang dipandang sesuai dengan

kepentingan alam adalah kebaikan, maka lakukanlah kebaikan dan bertindak secara adil

dan apa yang jahat dan tidak adil harus dihindarkan. Hakikat ini merupakan aturan alam

semesta yang diciptakan oleh Tuhan, dalam hukum abadinya, sehingga norma-norma

dasar pada aliran hukum alam ini bersifat kekal, abadi, dan universal.

Menurut sumbernya, aliran hukum alam dapat dibagi dua macam yaitu: Irasional

dan Rasional. Aliran hukum yang irasional berpendapat bahwa hukum yang berlaku

universal dan abadi itu bersumber dari tuhan secara langsung. Sebaliknya, aliran hukum

alam yang rasional berpendapat bahwa sumber hukum yang universal dan abadi itu

adalah rasio manusia.

1. Pendukung aliran Hukum Alam Irasional antara lain:

Thomas Aquinas (1225-1274): yang mengatakan ada 4 macam hukum yaitu:


a. lex aeterna (hukum rasio tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh panca indera
manusia)
b. lex devina (hukum rasio tuhan yang dapat ditangkap oleh pancaindera manusia)
c. lex naturalis (hukum alam yaitu penjelmaan dari lex aeterna kedalam rasio
manusia)
d. lex positivis (penerapan lex naturalis dalam kehidupan manusia didunia)

John Salisbury (1115-1180): menurutnya jika kalau masing-masing penduduk

berkerja untuk kepentingan sendiri, kepentingan masyarakat akan terpenuhi dengan

sebaik-baiknya.

Dante Alighieri (1265-1321): menurutnya, badan tertinggi yang memperoleh

legitimasi dari tuhan sebagai monarki dunia ini adalah kekaisaran romawi.

Piere Dubois (lahir 1255): ia menyatakan bahwa penguasa dapat langsung

menerima kekuasaan dari tuhan tanpa perlu melewati pimpinan gereja.

Marsilius Padua (1270-1340) dan William Occam (1280-1317): padua

berpendapat bahwa Negara berada diatas kekuasaan paus. Kedaulatan tertinggi ada

ditangan rakyat. Dan occam berpendapat rasio manusia tidak dapat memastikan suatu

kebenaran.

John Wycliffe (1320-1384) dan Johnannea Huss (1369-1415): Wycliffe

berpendapat kekuasaan ketuhanan tidak perlu melalui perantara, sehingga baik para

rohaniawan maupun orang awam sama derajatnya dimata tuhan. Dan huss mengatakan

bahwa gereja tidak perlu memiliki hak milik.

2. Pendukung hukum alam rasional adalah:


Hugo de Groot (Grotius) (1583-1643): menurutnya sumber hukum adalah rasio

manusia.

Samuel von Pufendorf (1632-1694) dan Cristian Thomasius (1655-1728):

Pufendorf berpendapat bahwa hukum alam adalah aturan yang berasal dari akal pikiran

manusia. Dan Thomasius mengatakan manusia hidup dengan bermacam-macam naluri

yang bertentangan satu dengan lainnya.

Imanuel Kant (1724-1804): Melalakukan penyelidikan unsur-unsur mana dalam

pemikiran manusia yang berasal dari rasio (sudah ada terlebih dulu tanpa dibantu oleh

pengalaman) dan yang murni berasal dari empiris

Friedmann (1990:47): Menurut Friedmann, hukum alam ini memiliki fungsi

jamak, yakni :

a. sebagai instrument utama dalam transformasi dari hukum sipil kuno pada zaman
Romawi ke suatu system yang luas dan cosmopolitan;
b. digunakan sebagai senjata oleh kedua belah pihak dalam pertikaian sebagai
senjata oleh kedua belah pihak dalam pertikaian antara gereja pada abad
pertengahan dan para kaisar Jerman;
c. sebagai latar belakang pemikiran untuk mendukung berlakunya hukum
inernasional, dan menuntut kebebasan individu terhadap absolutism;
d. prinsip-prinsip hukum alam juga digunakan oleh para hakim amerika (yang
berhak untuk menafsirkan konstitusi) guna menentang usaha-usaha
perundangan-perundangan negara untuk memodifikasi dan mengurangi
kebebasan mutlak individu dalam bidang ekonomi.

Kalau mencermati secara seksama mengenai hukum alam yang dikemukan oleh

beberapa pakar diatas, maka pada prinsipnya hukum alam bukanlah suatu jenis hukum,

melainkan merupakan kumpulan ide atau gagasan yang keluar dari pendapat para ahli
hukum, kemudian diberikan sebuah label yang bernama hukum alam. Hal ini sejalan

dengan pandangan Satjipto Rahardjo yang mengatakan bahwa istilah hukum alam ini

didatangkan dalam berbagai artinya oleh berbagai kalangan dan pada masa yang berbeda-

beda pula. Dengan demikian, hakikat hukum alam merupakan hukum yang berlaku

universal dan abadi, sebab menurut Friedmann sejarah hukum alam adalah sejarah umat

manusia dalam usahanya untuk menemukan apa yang disebut absolute justice di samping

kegagalan manusia dalam mencari keadilan.

B. Aliran Hukum Positif

Aliran Positivisme ini sangat mengagungkan hukum tertulis, sehingga aliran ini

beranggapan bahwa tidak ada norma hukum di luar hukum positif, semua persoalan

dalam masyarakat diatur dalam hukum tertulis. Pandangan yang sangat mengagung-

agungkan hukum tertulis pada positifisme hukum ini, pada hakikatnya nya merupakan

penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis itu,

sehingga dianggap kekuasaan ini adalah sumber hukum dari kekuasaan adalah hukum.

Pada hakikatnya nya hukum positif dalam keberadaannya bagaimanapun tidak

dapat dipisahkan dengan aspek moral. karena hadirnya hukum positif tidak dapat semata-

mata timbul hanya karena pengakuan ataupun persoalan legitimasi.

Positivisme hukum dapat dibedakan dalam dua corak yaitu:

1. Aliran Hukum Positif Analistis:

Aliran ini diperkenalkan oleh John Austin pada tahun 1790 sampai dengan tahun

1859. Menurut Austin, hukum adalah perintah dari penguasa Negara, dimana ‘penguasa’

ini merupakan hakekat dari hukum itu sendiri dan hukum adalah perintah pihak yang
berdaulat. Bagi Austin, “No law no sovereign, and no sovereign, no law”. Selain itu,

menurut Austin, hukum dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis, dan tertutup.

Austin membedakan hukum dalam dua jenis, yaitu:

a. Hukum dari Tuhan untuk manusia (the divine laws);

b. Hukum yang dibuat oleh manusia, yang dibedakan lagi menjadi 2 bagian, yaitu:

a) Hukum yang sebenarnya atau yang dikenal dengan hukum positif, meliputi

hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia

secara individu untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya.

Hukum ini memiliki empat unsur yaitu perintah (command), sanksi

(sanction), kewajiban (duty), dan kedaulatan (sovereignity).

b) Hukum yang tidak sebenarnya yaitu hukum yang tidak dibuat oleh penguasa,

sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum.

Konsep kedaulatan yang digunakan dalam ilmu hukum menurut ajaran Austin

ini menunjuk pada suatu atribut negara yang bersifat internal maupun eksternal. Sifat

Eksternal dari kedaulatan negara tercermin pada hukum internasional, sedangkan sifat

internal tercermin pada hukum positif.

2. Aliran Hukum Murni:

Aliran ini diperkenalkan oleh Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen, hukum harus

dibersihkan dari analisis-analisis non yuridis, seperti unsur sosiologis, politis, historis,

dan etis. Hukum adalah suatu keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sebagai

makhluk rasional. Dengan demikian, hukum yang dipakai itu adalah hukum positif (ius

constitutum), bukan hukum yang dicita-citakan (ius constituendum).


Pemikiran Hans Kelsen sangat dekat dengan pemikiran John Austin. Yang

membedakan adalah Hans Kelsen mendasarkan pemikirannya pada Neokantianisme,

sedangkan John Austin pada Utilitiarisme. Bagi Kelsen, hukum berurusan dengan bentuk

bukan berurusan dengan isinya atau materi, yang mana bentuknya ditentukan oleh

penguasa sebagai pembuat hukum tersebut. Selain itu, menurut Hans Kelsen hukum

positif dapat menjadi tidak efektif lagi di dalam masyarakat apabila kepentingan

masyarakat yang diatur dengan hukum positif tersebut sudah tidak ada lagi.

Terdapat suatu dualisme antara doktrin hukum positif dengan hukum alam.

Diatas hukum positif yang tidak sempurna, terdapat hukum alam yang sempurna, yang

mana hukum positif hanya teruji kebenarannya hanya sepanjang bersesuaian dengan

hukum alam. Peraturan hukum sebagai wujud dari hukum positif merupakan bentuk logis

dari hukum alam.

Peraturan hukum dalam pengertian deksriptif adalah suatu pertimbangan

hipotetik yang melakatkan konsekuensi-konsekuensi tertentu pada kondisi tertentu.

Perbedaan antara peraturan hukum dengan hukum alam yaitu peraturan hukum menunjuk

kepada manusia dan perbuatannya sedangkan hukum alam menunjuk kepada kebendaan

dan reaksinya.

Selain dikenal sebagai pencetus teori hukum murni, Hans Kelsen juga

mengajarkan suatu teori yang dinamakan Teori Jenjang (Stufentheorie). Teori ini melihat

hukum sebagai suatu sistem yang terdiri dari susunan norma berbentuk piramida, dimana

norma yang paling tinggi yaitu norma yang ada di puncak piramida yang dikenal dengan

norma dasar (Grundnorm).


Teori jenjang ini kemudian dikembangkan oleh murid Hans Kelsen yang

bernama H. Nawiasky yang hanya mengkhususkan pembahasannya sebagai norma

hukum. Dimana sebagai penganut aliran hukum positif, hukum indentik dengan suatu

peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh penguasa. Ajaran dari Hans Kelsen

dan Nawiasky inilah yang saat ini dianut oleh sistem hukum yang ada di Indonesia,

dimana Undang-Undang Dasar 1945 sebagai norma dasar sistem hukum Indonesia.

3. Positivisme Sosiologis

Ajaran ini diinspirasi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte

sebagai bapak sosologi moderen mengajarkan bahwa hukum mutlak yang harus hidup

bersama dengan manusia dan gejala sosialnya. Menurut Comte, hukum tampak dalam

tiga perkembangan yang dilalui oleh masyarakat, yaitu:

a) Tahap Teologis, dimana manusia percaya pada kekuatan Tuhan dibelakang

gejala alam;

b) Tahap Metafisis, dimana terdapat kritik terhadap segala pikiran, termasuk

pikiran teologis yang kemudian diganti dengan ide abstrak dari metafisika; dan

c) Tahap Positif, dimana satu gejala diterangkan dengan gejala lain dengan

mendapatkan hukum-hukum antar mereka, yang mana hukum disini saling

berhubungan antara gejala yang satu dengan gejala yang lain.

Selain dari Comte, aliran ini juga diikuti oleh Herbert Spencer. Menurut

Spencer, prinsip-prinsip evolusi yang berlaku bagi perkembangan biologis, juga berlaku

bagi perkembangan hidup manusia didalam masyarakat. Baik Comte maupun Spencer

tidak mengakui adanya hukum selain hukum positif yang dibuat oleh manusia.
4. Esensi Positivistis Yuridis

Esensi dari ajaran yang diperkenalkan oleh L.A Hart ini, yaitu: [49]

a. Hukum adalah perintah.


b. Hukum positif sebagaimana hukum yang diundangkan untuk masyarakat harus
dibedakan dengan hukum yang diinginkan atau dicita-citakan.
c. Sistem hukum adalah sistem tertutup yang logis, yang menerapkan putusan yang
tepat yang dapat dideduksikan secara logis dari aturan yang telah ada
sebelumnya.
d. Penghukuman secara moral tidak lagi dapat ditegakkan, melainkan harus dengan
jalan argument yang rasional ataupun pembuktian dengan alat bukti.

Pandangan positivism Hart tergambar dengan bagaimana Hart melakukan

pembedaan pembedaan peraturan menjadi dua macam, yaitu:

a. Peraturan Primer

Secara umum, masyarakat prahukum hidup berdasarkan kebiasaan yang lazim

ditemukan dalam masing-masing komunitas masyarakat. Karena itu kontrol sosial juga

ditentukan oleh kebiasaan yang biasa berlaku dalam masing-masing komunitas. Struktur

sosial yang mengatur perilaku masyarakat prahukum inilah yang oleh Hart disebut

sebagai peraturan kewajiban primer.

b. Peraturan Sekunder

Peraturan sekunder menjelaskan bagaimana peraturan primer itu sendiri.

Peraturan ini menjelaskan cara dimana peraturan primer secara pasti ditegaskan,

diperkenalkan, dibuang, dan fakta pelanggarannya juga ditentukan secara pasti.

Menurut Hart, moral menjadi syarat minimum dalam hukum. Hart juga

menyadari bahwa positivisme hukum mengalami ketertinggalan dari realitas sosial.


Terhadap berbagai keterbatasan manusia tersebut, hukum memiliki tanggung jawab yang

berfungsi sebagai sistem aturan yang melindungi, mengontrol, mencegah, memfasilitasi,

dan memandu kehidupan manusia agar terciptanya kehidupan tertib di tengah-tengah

keterbatasan natural. Selain itu hukum juga memiliki kewajiban moral untuk mengambil

tindakan-tindakan diskresional sebagai jalan keluar dari keterbatasan hukum yang ada.

Dari beberapa ajaran aliran positivism dapat disimpulkan bahwasanya aliran

positivism hukum ini hadir untuk memberikan jawaban atas aspek kepastian hukum.

Hans Kelsen dalam padangan hukumnya berhasil mematematiskan rumusan sebuah

aturan hukum dalam bentuk, subjek hukum ditambah bentuk kesalahan yang

menghasilkan adanya hukuman. Walaupun sampai saat ini, ini merupakan sebuah cara

yang jelas sangat berguna yang dapat digunakan oleh para praktisi untuk

mengidentifikasi pokok persoalan dari penyelidikannya tetapi Kelsen mengarahkan

untutuk menjauh dari gagasan bahwa hukum itu terdiri dari proses-proses yang terkait

dengan manusia.

Meskipun ajaran positivisme hukum menguasai praktek hukum saat ini, tetapi

ajaran ini tidak lepas dari kritik atas sifatnya yang kaku dan formalistik. Namun

kenyataannya pada saat ini, hukum tidak hanya menyangkut manusia saja, tetapi semua

hal yang berhubungan dengan kehidupan di jagad raya. Pemisahan tegas antara hukum

dan moral oleh positivism hukum secara keseluruhan memiliki sisi positif dan negative.

Hukum adalah produk rasional dan modal meskiupun masuk kedalam, hukum harusnya

dibangun dengan argumentasi yang rasional dan verifikatif. Hukum harus berkompeten

dan juga adil serta mampu mengenali keinginan masyarakat dan mempunya komitmen

terhadap tercapainya keadilan yang substantif. Tanpa mengenyampingkan pluralism


hukum, kondisi negara moderen memang keberadaan positivisme hukum adalah sebuah

keniscayaan.

C. Hubungan Antara Aliran Hukum Alam Dengan Positivisme Hukum.

Aliran hukum positif lahir sebagai sebuah antitesa dari teori hukum alam. Aliran

hukum positif memandang perlu memisahkan secara tegas antara hukum dan moral

(antara hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya, das Sein dan das Sollen).

Dalam kacamata positivis, tiada hukum lain kecuali perintah penguasa (law is a

command of the lawgivers). Bahkan bagian dari Aliran Hukum Positif yang dikenal

dengan nama Legisme, berpendapat lebih tegas bahwa hukum itu identik dengan undang-

undang.

Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-

satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan

metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris.

Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk

memperoleh pengetahuan (seperti yang diusung oleh kaum idealisme khususnya

idealisme Jerman Klasik).

Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada

kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris

dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Referensi

Gunarto. 2012. Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum. Semarang: Universitas Islam Sultan
Agung
Erwin, Muhammad. 2013. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum. Jakarta:
Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai