Dosen Pengampu:
Pof. Dr. Sri Endah Wahyuningsih,SH.,MH
Disusun oleh:
Anisa Resty Wulan
NIM 30302200055
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi tentang
hukum. Sampai saat ini menurut Apeldoom, sebagaimana dikutip dari Immanuel kant, para
ahli hukum masih mencari tentang apa definisi hukum. Definisi (batasan) tentang hukum
yang dikemukakan para ahli hukum sangat beragam, tergantung dari sudut mana mereka
melihatnya. Dalam pemikiran filsafat hukum yang terus berkembang sepanjang zaman,
menyebabkan keragaman pola dan ukuran nilai dan idealitas dalam hubungannya dengan
normativitas dan faktisitas dari dalam dunia hukum, dan terutama apabila dihubungkan
dengan naluri manusia untuk mencari jalan keluar dari kesulitan dan permasalahan dalam
b. Hukum sebagai norma kaidah, peraturan, undang-undang yang berlaku pada suatu
waktu dan tempat tertentu sebagai produk dari suatu kekuasaan Negara tertentu
c. Hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam sistem kehidupan
Apabila kita cermati hasil dari paradigma filsafat hukum berkaitan pada tiga nilai
dasar hukum yang diuraikan oleh Gustav Radbruch yaitu keadilan, kegunaan, dan
kepastian hukum dalam hubungan mereka satu sama lain, tetapi butuh juga keadilan di
kemanfaatan).
BAB II
PEMBAHASAN
2
Pemikiran hukum ini berkembang dalam bentuk berbagai mazhab yang mempunyai
ciri dan saling berdialektika dalam memecahkan problem hukum yang dihadapi pada waktu
dan tempat yang berbeda, dalam uraian selanjutnya akan diuraikan berbagai mazhab atau
aliran yang berkembang dalam filsafat hukum. Para pakar hukum memiliki pandangan yang
hampir sama tentang konsep aliran dalam filsafat hukum. Lili Rasdji mengemukakan aliran-
aliran yang paling berpengaruh dalam hukum menurutnya yaitu aliran hukum alam, aliran
hukum positif, mazhab sejarah, sociological jurisprudence, dan pragmatic legal realism.
Adapun teori tentang hukum alam telah ada sejak zaman dahulu yang antara lain
diajarkan oleh Aristoteles, yang mengajarkan bahwa ada dua macam hukum yaitu hukum
yang berlaku karena penetapan penguasa negara dan hukum yang tidak tergantung dari
pandangan manusia tentang baik buruknya hukum yang “asli”. Menurut Aristoteles, pendapat
orang tentang “keaslian” adalah tidak sama sehingga seakan-akan tak ada hukum alam yang
“asli”.
Namun haruslah diakui bahwa keaslian sesuatu benda atau hal tidaklah tergantung
pada waktu dan tempat. Bukanlah syarat mutlak bahwa hukum alam berlaku di zaman apa
saja dan dimana saja, tetapi lazimnya yaitu dalam keadaan biasa, hukum alam itu memang
didapati dimana saja dan dizaman apa saja berhubungan dengan sifat keasliannya yang
Prof. Subekti, S.H. mengatakan bahwa menurut kodrat alam misalnya tangan kanan
adalah lebih kuat dari tangan kiri tetapi ada juga orang yang tangan kirinya lebih kuat dari
tangan kanannya. Berhubungan dengan itu menurut Aristoteles, hukum alam adalah hukum
yang oleh orang-orang berpikiran sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat alam.
Thomas van Aquino (1225-1274) berpendapat bahwa segala kejadian di alam dunia ini
3
diperintahkan dan dikemudikan oleh suatu undang-undang yang menjadi dasar kekuasaan
Lex Aeterna adalah kehendak dan pikiran Tuhan yang menciptakan dunia ini.
Manusia dikaruniai Tuhan dengan kemampuan berpikir dan kecakapan untuk dapat
membedakan baik dan buruk serta mengenal berbagai peraturan perundangan yang langsung
berasal dari undang-undang abadi yang dinamakan oleh Thomas van Aquino adalah “Hukum
Hugo de Groot (abad ke-17) seorang penganjur hukum alam dalam bukunya “De jure
belli ac pacis” (Tentang hukum perang dan damai) berpendapat bahwa sumber hukum alam
adalah pikiran atau akal manusia. Menurutnya hukum alam adalah pertimbangan pikiran yang
menunjukan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Hukum alam itu merupakan suatu
pernyataan pikiran (akal) manusia yang sehat mengenal persoalan apakah suatu perbuatan
sesuai dengan kodrat manusia dan karena itu apakah perbuatan tersebut diperlukan atau harus
ditolak.
Aliran Hukum ini (Positivisme hukum) memisahkan antara hukum dengan moral,
memisahkan antara hukum yang berlaku (das sein) dengan hukum yang seharusnya (das
sollen). Menurut aliran positif, tidak ada hukum lain kecuali perintah penguasa (law is
command of the sovereign). Bahkan bagian dari aliran hukum positif (yaitu legisme)
berpendapat lebih tegas bahwa hukum adalah undang-undang. Aliran hukum positif dapat
dibedakan yaitu: 1). Aliran hukum positif Analitis (Analytical jurisprudence) yang dipelopori
oleh John Austin (1790): dan 2). Aliran hukum Murni (Reine Rechtslehre-The Pure of Law)
a. Aliran hukum positif Analitis (Analytical jurisprudence) yang dipelopori oleh John
Austin (1730-1859). Menurut aliran ini hukum adalah perintah dari penguasa negara
4
yang harus memiliki 4 unsur yaitu perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan.
Hakekat hukum terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum dipandang sebagai suatu
sistem yang tetap, Logis, dan tertutup. Austin membedakan hukum dalam dua jenis
yaitu hukum dari Tuhan untuk manusia dan hukum yang dibuat oleh manusia untuk
manusia. Austin membedakan lagi antara Hukum yang sebenarnya adalah hukum
yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang dibuat oleh manusia individu untuk
melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya (hukum positif), dan Hukum yang
tidak tidak sebenarnya adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak
b. Aliran hukum Murni (Reine Rechtslehre-The Pure of Law) yang dipelopori oleh Hans
Kelsen (1881-1973). Menurut aliran ini, hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir
non hukum, seperti sosiologis, politis, historis bahkan etis. Itulah sebabnya aliran ini
keharusan yang mengatur tingkah laku manusia. Dalam hal ini yang dipersoalkan oleh
hukum bukanlah “bagaimana hukum itu seharusnya” tetapi ”apa hukumnya “. Bagi
Kelsen, hukum hanya berkaitan dengan bentuk, tidak dengan isi. Jadi keadilan sebagai
isi dari hukum berada di luar hukum. Dengan demikian bisa saja hukum bersifat tidak
3. Aliran Sejarah
Sebagai reaksi terhadap aliran hukum alam, di Eropa muncullah suatu aliran baru
yang dipelopori oleh Friedrich Carl Von Savigny (1779-1861) yang terkenal dengan bukunya
“Vom Beruf Unserer Zeit Für Gesetzgebung und Rechtswissenschaft (1841). Ia berpendapat
bahwa hukum harus dipandang sebagai suatu penjelmaan dari jiwa atau rohani suatu bangsa,
ada hubungan yang erat antara hukum dengan kepribadian suatu bangsa. Menurutnya hukum
5
bukanlah disusun atau diciptakan oleh seseorang tetapi hukum itu tumbuh kembang dengan
rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan dari sejarah suatu bangsa dan karena itu hukum
Pokok pikiran aliran atau mazhab sejarah adalah manusia di dunia ini terbagi atas
beberapa bangsa dan setiap bangsa mempunyai sifat dan semangat yang berbeda-beda.
Hukum berlainan dan berubah sesuai dengan tempat dan zaman karena hukum ditentukan
oleh sejarah. Hukum yang dibuat manusia masih memiliki kebaikan yang lebih tinggi, yaitu
keadilan yang menjadi dasar setiap hukum yang diperbuat oleh manusia. Golongan atau
aliran yang bertentangan dengan aliran tersebut berpendapat bahwa hukum tertulis buatan
manusia itulah yang tertinggi dan tidak dapat dibatasi oleh apapun. Aliran demikian disebut
aliran positivisme atau legisme, yang sangat menghargai secara berlebih-lebihan terhadap
hukum tertulis.
Functional Anthropological atau metode fungsional. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kerancuan antara Sociological Jurisprudence dengan sosiologi hukum (the sociology of law).
dengan hukum yang hidup di masyarakat. Aliran ini menyatakan bahwa hukum yang baik
haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di masyarakat. Sociological
1 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan 8, (Jakarta: Balai Pustaka,
1989), hlm. 61.
6
Jurisprudence timbul sebagai proses dialektika antara Positivisme Hukum yang memandang
hukum sebagai perintah penguasa dan Mazhab Sejarah yang menyatakan bahwa hukum
Aliran realisme hukum sering diidentikkan dengan Pragmatic Legal Realism yang
berkembang di Amerika Serikat. Realisme Hukum memandang bahwa hukum adalah hasil
dari kekuatan-kekuatan sosial dan alat kontrol sosial. Hukum dibentuk dari kepribadian
manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang sedang
berlaku dan emosi-emosi yang umum. Ada beberapa ciri dari Aliran Realisme Hukum, antara
lain:
a. Tidak ada mazhab realis. Realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja tentang
hukum.
daripada hukum.
c. Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang ada dan yang
seharusnya ada.
akibatnya.
Nathan Roscoe Pound memaknai hukum dari dua sudut pandang, yakni hukum dalam
arti sebagai tata hukum dan hukum dalam arti selaku kumpulan dasar-dasar kewenangan dari
7
putusan putusan pengadilan dan tindakan administratif. Baginya hukum sebagai realitas
sosial dan negara didirikan demi kepentingan umum dan hukum adalah sarana utamanya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat penulis berikan dalam aliran pemikiran hukum menurut
a. Menurut aliran hukum alam bahwa bukanlah syarat mutlak bahwa hukum alam
berlaku di zaman apa saja dan dimana saja, tetapi lazimnya yaitu dalam keadaan
biasa, hukum alam itu memang didapat dimana saja dan dizaman apa saja
berhubungan dengan sifat keasliannya yang memang selaras dengan kodrat alam.
b. Menurut aliran positif, tidak ada hukum lain kecuali perintah penguasa (law is
command of the sovereign). Bahkan bagian dari aliran hukum positif (yaitu legisme)
c. Dalam aliran sejarah lebih memfokuskan pada keberadaan suatu bangsa tepatnya
sarana untuk mengendalikan ketertiban dalam masyarakat, tetapi hukum juga dapat
berfungsi sebagai sarana untuk merekayasa sosial untuk mencapai tujuan tertentu.
e. Dalam aliran realisme hukum lebih menitikberatkan pada kajian terhadap pekerjaan-
masyarakat.