Anda di halaman 1dari 4

Nama: Ilman Nurfathan

Kelas: B
Semester: 1
NIM:11000123140533
Dosen : prof.Dr.Suteki
TEORI HUKUM (bagian 1)

A.Teori Hukum

Pada dunia ilmu, teori merupakan suatu hal yang penting dimana memberikan sebuah sarana
untuk kita agar dapat merangkum dan memahami suatu permasalahan yang ada dan dibicarakan
dengan lebih baik.

Teori juga memberikan penjelasan dalam berbagai cara, biak dengan mengorganisasi maupun
mensistemasi permasalahan yang ada dan dibicarakan tersebut. Menurut Imre Lakatos yang
mengemukakan pengertian dari teori yang merupakan hasil dari pemikiran yang tidak akan
musnah maupun hilang begitu saja walaupun ada teori lainnya yang pada dasarnya merupakan
keanekaragaman dalam sebuah penelitian.

Namun, apa pengertian dari teori hukum sendiri, dan apa hubungan dari teori yang ada tersebut
dengan hukum? Simak informasi dibawah ini untuk lebih memahami mengenai teori hukum.

Secara spesifik, teori hukum sendiri belum memiliki definisi yang baku. Namun beberapa ahli
mengemukakan pendapat mereka mengenai disiplin dari teori hukum, sebagai berikut.

B.Ragam Teori Hukum

1.Hukum Alam

Hukum alam (Natural Law atau Law of Nature) adalah sistem hukum yang konon ditentukan
oleh alam, dan oleh karenanya bersifal universal.

Teori-teori Hukum Alam dapat dibagi atas beberapa macam yaitu:


1. Hukum Alam yang bersifat otoriter dan yang bersifat fakultatif. Hukum Alam sebagai hukum
yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada hukum positif (ius constitutum), di lain
sisi Hukum Alam sebagai cita-cita (ius constituendum) dengan mana hukum positif harus
disesuaikan;
2. Hukum Alam yang progresif (maju/ dinamis) dan yang konservatif (kaku/ statis). Teori ini
diilhami oleh dua macam cita-cita, pertama, adanya ketertiban/ keteraturan (order) yang
menguasai umat manusia yang nantinya melahirkan hukum positif, kedua, hak-hak azazi yang
tidak dapat dipisahkan dari orang perorang yang nantinya melahirkan hukum-hukum yang
sosiologis.
3. Hukum Alam yang relijius/ agamis dan yang profane/ rasionalis. Hukum Alam memberi ilham
kepada kaum relijius/ agamis, dilain sisi ia juga mengilhami teori-teori kaum Individualistis.
4. Hukum Alam yang bersifat mutlak/ absolut dan yang bersifat relative/ nisbi. Feodalisme yang
mencerminkan hukum absolute atau hukum Jawa Kuno dengan ungkapan “sabda pandhito ratu”.

Para Pemikir Teori Hukum Alam


Cukup banyak filsuf yang menjadi pemikir atau penggagas teori hukum alam. Pemikiran
masing-masing tokoh hukum alam tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Plato (472-347 SM), meskipun Plato tidak memiliki teori secara eksplisit mengenai hukum
alam, namun pemikirannya tentang alam, menurut John Wild, mengandung beberapa elemen
yang ditemukan dalam teori hukum alam. Menurut Plato, kita semua hidup dalam dunia yang
tertata.[4] Inti dari dunia yang tertata ini, atau alam, adalah bentuk-bentuk, yang paling
fundamental adalah Bentuk Kebaikan, yang Plato menguraikannya sebagai “wilayah yang paling
cemerlang dari suatu makhluk”. Bentuk Kebaikan adalah asal mula segala hal dan jika itu terlihat
maka akan menuntun seseorang untuk berbuat secara bijak.
2. Menurut Aristoteles (384-322 SM), Hukum Alam ialah “Hukum yang oleh orang-orang
berpikiran sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat alam.” Segala yang diperintahkan oleh
hukum dapat berbeda antara tempat yang satu dengan tempat yang lain, tetapi segala yang
diperintahkan “oleh alam” akan selalu sama dimanapun. Oleh karenanya, hukum alam lebih
merupakan sebuah paradoks daripada sesuatu yang secara nyata eksis/ ada.
3. Menurut Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), dengan aliran stoic-nya, konsep Hukum Alam
diartikan sebagai prinsip yang meresapi alam semesta, yaitu akal yang menjadi dasar bagi hukum
dan keadilan. Tujuan dari hukum positif adalah untuk menciptakan ‘keamanan penduduk,
pelestarian negara, dan kedamaian dan kebahagiaan umat manusia’. Menurut pandangan ini,
‘undang-undang yang kejam dan tidak adil’ adalah ‘bukan hukum’, karena di dalam definisi
hukum yang sebenarnya terkandung ide dan prinsip untuk memilih yang adil dan benar.
4. Menurut Thomas van Aquino (1225-1274), penganut hukum alam dari aliran scholastik, bahwa
segala kejadian di alam dunia ini diperintah dan dikemudikan oleh akal ketuhanan, hukum
ketuhanan adalah yang tertinggi. Hukum dibagi ke dalam empat golongan:
 Lex Aeterna, rasio Tuhan sendiri yang mengatur segala sesuatu dan merupakan sumber
dari segala hukum. Rasio ini tidak dapat ditangkap oleh panca indera manusai;
 Lex Divina, bagian dari rasio Tuhan yang dapat ditangkap panca indera manusia
berdasarkan waktu yang diterimanya;
 Lex Naturalis, hukum alam, yaitu penjelmaan dari lex aeterna di dalam rasio manusia;
 Lex Positivis, hukum yang berlaku merupakan pelaksanaan dari hukum alam oleh
manusia berkaitan dengan syarat khusus yang diperlukan oleh keadaan dunia. Hukum positif
dibagi menjadi dua, yaitu hukum positif yang dibuat oleh Tuhan (kitab-kitab suci) dan hukum
positif yang dibuat oleh manusia.
5. Hugo de Groot (1583-1645), dalam bukunya “De jure belli ac pacis” (tentang hukum perang dan
damai), mengatakan bahwa sumber Hukum Alam adalah pikiran atau akal manusia. Hukum alam
ialah pertimbangan yang menunjukkan mana yang benar dan mana yang tidak benar.

Fungsi Hukum Alam


Menurut Soedjono Dirdjosisworo dalam Ishaq, fungsi hukum alam terhadap hukum positif
adalah sebagai berikut:
1. Hukum alam sebagai sarana koreksi bagi hukum positif.
2. Hukum alam menjadi inti hukum positif seperti hukum internasional.
3. Hukum alam sebagai pembenaran hak asasi manusia.
Menurut Friedman dalam Satjipto Rahardjo, fungsi hukum alam adalah sebagai berikut:
1. Instrumen utama pada saat hukum perdata Romawi kuno ditransformasikan menjadi
suatu sistem internasional yang luas.
2. Menjadi senjata yang dipakai oleh kedua pihak (pihak gereja dan pihak kerajaan) dalam
pergaulan mereka.
3. Keabsahan hukum internasional ditegakkan atas nama hukum alam.
4. Menjadi tumpuan pada saat orang melancarkan perjuangan bagi kebebasan individu
berhadapan dengan absolutisme.
5. Dijadikan senjata para hakim di Amerika, pada saat memberikan tafsiran terhadap
konstitusi mereka, dengan menolak campur tangan negara melalui perundang-undangan yang
ditujukan untuk melakukan pembatasan ekonomi.

Kekuatan dan Kelemahan Hukum Alam


Prinsip utama hukum alam adalah hukum tersebut bersifat universal. Nilai-nilai yang
diajarkan dalam hukum alam berlaku bagi semua pihak, tidak berubah karena kaitannya dengan
alam. Unversalitas tersebut menjadi kekuatan hukum alam, karena ia menjadi ukuran validitas
hukum positif. Hukum alam dapat digunakan sebagai landasan dalam melakukan kritik terhadap
keputusan-keputusan dan peraturan-peraturan, dan bahkan mengkritik hukum. Universalitas ini
terlihat pada pemberlakuan nilai-nilai (values) dan moral, yakni dengan nilai-nilai yang
diturunkan dari Tuhan, yang secara filosofis menjadi acuan bagi pembentukan hukum positif.
Dengan kekuatan tersebut, hukum alam dapat memberikan jawaban atas persoalan-persoalan
moral yang tidak dapat diselesaikan oleh hukum masa kini.
Namun demikian, universalitas tersebut juga menjadi kelemahan dari hukum alam sendiri.
Karena sifatnya yang universal, maka perlu untuk dilakukan ‘positivisasi’ nilai-nilai dalam
hukum alam tersebut, agar secara konkrit dapat diketahui bentuk hukumnya untuk dapat
diterapkan dalam kehidupan sosial. Prinsip-prinsip dalam hukum alam bersifat abstrak, sehingga
perlu di-‘breakdown’ atau diterjemahkan ke dalam peraturan yang lebih konkrit.
Mengacu pada Struktural-Fungsional (Talcott Parson), secara singkat dapat dikatakan bahwa
kekuatan hukum alam adalah pada nilai-nilainya (the values) dan kelemahannya adalah pada
kekuatan berlakunya (the energy).

Anda mungkin juga menyukai