Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM

ALIRAN-ALIRAN DALAM SOSIOLOGI HUKUM

NAMA : ADNAN MAULANA AZIS

NIM : 21510061
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah


memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah
ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Aliran dalam sosiologi hukum tepat waktu.
Secara sederhana makalah ini di sususn guna memenuhi beberpa
masalah yang ada di mata kuliah sosiologi hukum terhadap penegak
hukum,penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat
menyempurnakan masalah yang ada di mata kuliah sosiologi hukum.
Sebagaimana sudah di jelaskan dari beberpa penulis
sebelumnya,penulis menyadari masih banyak kekurangan tulisan
ini,yang tentuya harus terus di sempurnakan agar lebih menjadi lebih
baik lagi.untuk itu penulis mohon kiranya kepada pembaca
memberikan saran baghi penyempurnaan tulisan
ini,terimakasih,wassalam

i
KATA PENGANTAR…………………………………..………………………………………………….i

DAFTAR ISI…………………………………..……………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………..……………………………………………..iii

A. LATAR BELAKANG…………………………………..…………………………………….1
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………..……………………………….1.1
BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………..……………………………………………….iv-
viii

A. PENGERTIAN SOSIOLOGI HUKUM…………………………………..……………..1.2


B. ALIRAN-ALIRAN SOSIOLOGI HUKUM…………………………………..…………1.3
BAB 3 PENUTUP…………………………………..………………………………………………..……..ix

A. KESIMPULAN…………………………………..……………………………………………..1
B. DAFTAR PUSTAKA…………………………………..………………………………………1.1

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Aliran-aliran filsafat hukum yang menjadi penyebab lahirnya


Sosiologi Hukum adalah aliran Positivisme, yang dikemukakan oleh
Hans Kelsen dengan Stufenbau des Recht-nya. Menurut Kelsen
”hukum itu bersifat hirarkis” artinya ”hukum itu tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi derajatnya”.
Dimana urutannya adalah sebagai berikut :

Grundnorm

Konstitusi

Undang-Undang

&

Kebiasaan

Putusan Badan Pengadilan

iii
BAB 2

PEMBAHASAN

PENGERTIAN SOSIOLOGI HUKUM


Anzilotti adalah orang pertama yang menggunakan istilah Sosiologi Hukum,
yaitu pada tahun 1882. Berikut adalah beberapa pendapat tentang Sosiologi
Hukum :

1. Soerjono Soekanto Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan


yang secara analitis dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan
timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.

2. Satjipto Rahardjo Sosiologi hukum (sociology of law) adalah pengerahuan


hukum terhadap pola perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.

3. R. Otje Salman Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan


timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris
analitis.

4. H.L.A. Hart Hart tidak mengemukakan defenisi dari sosiologi hukum, namun
mempunyai aspek sosiologi hukum. Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep
tentang hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusat pada
kewajiban tertentu di dalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan
bermasyarakat. Inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara
aturan utama (primary rules), yaitu 5 kewajiban-kewajiban dan aturan
tambahan (secondary rules) yang terdiri dari dari rules of recognition (aturan
yang menjelaskan aturan utama), rules of change (aturan yang men sah kan
adanya aturan utama yang baru) dan rules of adjudication (aturan yang
memberikan hak kepada perorangan untuk menentukan sanksi hukum dari
suatu peristiwa tertentu apabila aturan utama dilanggar oleh masyarakat)
Intinya menurut Hart adalah bahwa segala aktifitas sosial manusia yang dilihat
dari aspek hukumnya disebut sosiologi hukum.

iv
ALIRAN-ALIRAN SOSIOLOGI HUKUM

MAZHAB-MAZHAB HUKUM ALAM

1.ALIRAN HUKUM ALAM RASIONAL


Aliran ini mengatakan bahwa sumber dari hukum yang universal dan
abadi adalah rasio manusia. Pandangan ini muncul setelah zaman Renaissance
(pada saat rasio manusia dipandang terlepas dari tertib ketuhanan/lepas dari
rasio Tuhan) yang berpendapat bahwa hukum alam muncul dari pikiran (rasio)
manusia tentang apa yang baik dan buruk penilaiannya diserahkan kepada
kesusilaan (moral) alam. Tokoh-tokohnya, antara lain: Hugo de Groot (Grotius),
Christian Thomasius, Immanuel Kant, dan Samuel Pufendorf.

Pendasar hukum alam yang rasional adalah Hugo de Groot (Grotius), ia


menekankan adanya peranan rasio manusia dalam garis depan, sehingga rasio
manusia sama sekali terlepas dari Tuhan. Oleh karena itu rasio manusialah
sebagai satu-satunya sumber hukum.

Tokoh penting lainnya dalam aliran ini ialah Immanuel Kant. Filsafat dari
Kant dikenal sebagai filsafat kritis, lawan dari filsafat dogmatis. Ajaran Kant
dimuat dalam tiga buah karya besar, yaitu: Kritik Akal Budi Manusia (kritik der
reinen Vernunft yang terkait dengan persepsi), Kritik Akal Budi Praktis (kritik
der praktischen Vernunft yang terkait dengan moralitas), Kritik Daya Adirasa
(kritik der Urteilskraft yang terkait dengan estetika dan harmoni). Ajaran Kant
tersebut ada korelasinya dengan tiga macam aspek jiwa manusia, yaitu cipta,
rasa, dan karsa (thinking, volition, and feeling).

Metode kritis tidak skeptis, tidak dogmatis (trancendental). Hakekat


manusia (homo noumenon) tidak terletak pada akalnya, beserta corak berfikir
yang bersifat teoritis keilmuan alamiah (natuurweten schappelijke denkwijze),
tetapi pada kebebasan jiwa susila manusia yang mampu secara mandiri
menciptakan hukum kesusilaan bagi dirinya sendiri dan juga orang lain. Yang
penting bukan manusia ideal berilmu atau ilmuwan, tetapi justru pada manusia
ideal berkepribadian humanistis.
2. HUKUM ALAM RASIONAL

Setelah menyinggung sekilas beberapa pemikir aliran hukum alan irasional,


kiranya perlu diuraikan pula pendukung-pendukung aliran hukum alam
rasional. Tokoh-tokoh dari aliran ini antara lain:

-Samuel von Pufendorf (1632-1694) dan Christian Thomasius (1655-1728)

Pufendorf adalah penganj pertama hukum alam di Jerman. Peker jaannya


dilanjutkan oleh Christian Thomasius. Ia berpendapat bahwa hukum alam
adalah aturan yang berasal dari akal pikiran yang murni. Dalam hal ini unsur
naluriah manusia yang lebih berperan. Akibat nya, ketika manusia mulai hidup
bermasyarakat, timbul pertentangan kepentingan satu dengan lainnya. Agar
tidak terjadi pertentangan te rus-menerus, dibuatlah perjanjian secara sukarela
di antara rakyat. Baru setelah itu, diadakan perjanjian berikutnya, berupa
perjanjian penakluk an oleh raja. Dengan adanya perjanjian itu, berarti tidak
ada kekuasaan yang absolut. Semua kekuasaan itu dibatasi oleh Tuhan, hukum
alam kebiasaan, dan tujuan dari negara yang didirikan.

Karangan Pufendorf tentang dasar-dasar hukum alam dan hukum antar negara
memberikan pembedaan yang tegas antara hukum dan moral (pendapat ini
jelas lebih dekat ke aliran positivisme hukum dari pada hukum alam). Schumid
(1965: 188-189) menyatakan, karya Pufen dorf justru penting karena
pembedaan tersebut. Hukum alam lahir dari faktor-faktor yang bersifat takdir
dan berdasarkan sifat manusia yang fitri, seperti naluri, akan terdesak ke
belakang.

3. MAZHAB POSITIVISME HUKUM

Aliran Hukum Positif atau Positivisme Hukum merupakan salah satu


aliran dalam filsafat hukum. Aliran ini memandang perlu memisahkan secara
tegas antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan hukum yang
seharusnya, antara das sein dan das sollen). Positivisme Hukum sangat
mengagungkan hukum yang tertulis dan menganggap bahwa tidak ada norma
hukum di luar hukum positif. Bagi aliran ini, semua persoalan dalam
masyarakat harus diatur dalam hukum tertulis. Sikap penganut aliran ini
dilatarbelakangi oleh penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang
menciptakan hukum tertulis, mereka menganggap kekuasaan itu adalah
sumber hukum dan kekuasaan adalah hukum.

Ada dua corak dalam Positivisme Hukum, yaitu Aliran Hukum Positif
Analitis (Analytical Jurisprudence) yang dipelopori oleh John Austin dan Aliran
Hukum Murni (Reine Rechtslehre) yang dipelopori oleh Hans Kelsen.

A.Aliran Hukum Positif Analitis: John Austin

John Austin adalah pelopor dari Aliran Hukum Positif Analitis yang
menyatakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat
hukum terletak pada unsur perintah itu. Austin memandang hukum sebagai
suatu sistem yang tetap, logis dan tertutup. Hukum adalah perintah yang
mewajibkan seseorang atau beberapa orang. Ia menyatakan bahwa hukum
dan perintah lainnya berjalan dari atasan (superior) dan mengikat atau
mewajibkan bawahan (inferior). Pihak superior yang menentukan apa yang
diperbolehkan dan kekuasaan superior memaksa orang lain untuk
mentaatinya. Superior mampu memberlakukan hukum dengan cara menakut-
nakuti dan mengarahkan tingkah laku orang lain ke arah yang diiinginkannya.
Austin berpandangan bahwa hukum adalah perintah yang memaksa, yang
dapat saja bijaksana dan adil atau sebaliknya.
Austin membedakan hukum menjadi dua jenis, yaitu hukum dari Tuhan untuk
manusia dan hukum yang dibuat oleh manusia. Hukum yang dibuat oleh
manusia kemudian dibedakan lagi menjadi:

1. Hukum yang sebenarnya (hukum positif), yaitu hukum yang dibuat oleh
penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu untuk
melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang
sebenarnya memiliki empat unsur, yaitu perintah (command), sanksi
(sanction), kewajiban (duty) dan kedaulatan (sovereignty).
2. Hukum yang tidak sebenarnya, adalah hukum yang tidak dibuat oleh
penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum,
contohnya peraturan dari suatu organisasi olahraga.

B.Aliran Hukum Murni: Hans Kelsen

Penggagas Aliran Hukum Murni adalah Hans Kelsen yang berpendapat


bahwa hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis seperti
sosiologis, politis, historis dan etis. Hukum adalah suatu sollenkategorie atau
kategori keharusan/ideal, bukan seinskategorie atau kategori faktual. Lebih
lanjut Kelsen menguraikan bahwa hukum adalah suatu keharusan yang
mengatur tingkah laku manusia sebagai makhluk rasional, dalam hal ini yang
dipermasalahkan bukanlah bagaimana hukum itu seharusnya, melainkan apa
hukumnya. Meskipun hukum itu sollenkategori, namun yang digunakan adalah
hukum positif (ius constitutum), bukan hukum yang dicita-citakan (ius
constituentum).

Kelsen berpendapat bahwa hukum berurusan dengan bentuk (forma),


bukan isi (materia), sehingga keadilan sebagai isi hukum berada di luar hukum.
Hukum bisa saja tidak adil, namun hukum tetaplah hukum karena dikeluarkan
oleh penguasa. Ia juga berpendapat bahwa hukum positif pada kenyataannya
dapat saja menjadi tidak efektif lagi. Hal ini bisa disebabkan karena
kepentingan masyarakat yang diatur sudah tidak ada, sehingga penguasa tidak
akan memaksakan penerapannya.

4.MAZHAB HUKUM UTILITARIANISME

Teori utilitarianisme yang digagas oleh Jeremy Bentham (juga John Stuart
Mill dan Rudolf von Jhering) adalah bentuk reaksi terhadap konsepsi hukum
alam pada abad ke delapan belas dan sembilan belas. Bentham mengecam
konsepsi hukum alam, karena menganggap bahwa hukum alam tidak kabur
dan tidak tetap. Bentham mengetengahkan gerakan periodikal dari yang
abstrak, idealis, dan apriori sampai kepada yang konkret, materialis, dan
mendasar.

Menurut Bentham, tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan dan


kebahagiaan terbesar kepada sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Jadi,
konsepnya meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Ukurannya
adalah kebahagian yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya orang.
Penilaian baik-buruk, adil atau tidaknya hukum ini sangat tergantung apakah
hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak.
Kemanfaatan diartikan sama sebagai kebahagiaan (happiness)

Beberapa pemikiran penting Bentham juga dapat ditunjukkan, seperti:


1. Hedonisme kuantitatif yakni paham yang dianut orang-orang yang
mencari kesenangan semata-mata secara kuantitatif. Kesenangan
bersifat jasmaniah dan berdasarkan penginderaan.
2. Summun bonum yang bersifat materialistik berarti bahwa kesenangan-
kesenangan bersifat fisik dan tidak mengakui kesenangan spritual dan
menganggapnya sebagai kesenangan palsu.
3. Kalkulus hedonistik (hedonistik calculus) bahwa kesenangan dapat
diukur atau dinilai dengan tujuan untuk mempermudah pilihan yang
tepat antara kesenangan-kesenangan yang saling bersaing. Seseorang
dapat memilih kesenangan dengan jalan menggunakan kalkulus
hedonistik sebagai dasar keputusannya. Adapun kriteria kalkulus
yakni: intensitas dan tingkat kekuatan kesenangan, lamanya berjalan
kesenangan itu, kepastian dan ketidakpastian yang merupakan jaminan
kesenangan, keakraban dan jauh dekatnya kesenangan dengan
waktu,kemungkinan kesenangan akan mengakibatkan adanya
kesenangan tambahan berikutnya kemurnian tentang tidak adanya
unsur-unsur yang menyakitkan, dan kemungkinan berbagi kesenangan
dengan orang lain. Untuk itu ada sanksi yang harus dan akan diterapkan
untuk menjamin agar orang tidak melampaui batas dalam mencapai
kesenangan yaitu: sanksi fisik, sanksi politik, sanksi moral atau sanksi
umum, dan sanksi agama atau sanksi kerohanian.

5. MAZHAB SOSIOLOGICAL JURISPRUDENCE

Aliran Sociological jurisprudence adalah aliran Hukum yang menilai


bahwa hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang
hidup dimasyarakat. Aliran ini memisahkan secara tegas antara hukum positif
(the positive law) dan hukum yang hidup (the living law). Aliran ini timbul dari
proses dialektika antara (tesis) positivisme hukum dan (antitesis) madzhab
sejarah.[36]

Sebagaimana diketahui, positivisme dalam hukum memandang tiada


hukum kecuali perintah yang diberikan penguasa (law is a command of
lawgiver), sebaliknya madzhab sejarah menyatakan hukum timbul dan
berkembang bersama dengan masyarakat. Aliran pertama mementingkan akal,
sementara aliran yang kedua lebih mementingkan pengalaman, dan sociological
jurisprudence menganggap keduanya sama pentingnya.[37]
Aliran sociological jurisprudence muncul di Benua Eropa yang dipelopori
ahli Hukum asal Austria bernama Eugen Ehrlich (1826-1922), dan berkembang
di Amerika dengan pelopor Roscoe Pound.[38]

Istilah sociological dalam menamai aliran ini, menurut Paton kurang tepat
dan dapat menimbulkan kekacauan. Ia lebih senang menggunakan istilah
“metode fungsional”. Oleh karena itu, ada pula yang menyebut sociological
jurisprudence ini dengan Functional Anthropological. Dengan menggunakan
istilah “metode fungsional” seperti diungkapkan diatas, Paton ingin
menghindari kerancuan antara sociological jurisprudence dan sosiologi hukum
(the sociology of law)

Tokoh-tokoh aliran sociological jurisprudence antara lain adalah Eugen


Ehrlich dan Roscoe Pound.
1. Eugen Ehrlich (1862-1922)
Eugen Ehrlich dapat dianggap sebagai pelopor aliran sociological
jurisprudence, khususnya di Eropa. Ia adalah seorang ahli hukum dari Austria
yang meninjau hukum dari sudut sosiologi. Ehrlich melihat ada perbedaan
antara hukum positif di satu pihak dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat. Di sini jelas bahwa Ehrlich berbeda pendapat dengan penganut
positivism hukum.
Menurut Friedmann, Ehrlich ingin membuktikan kebenaran teorinya,
bahwa titik pusat perkembangan hukum tidak terletak pada undang-undang,
putusan hakim, atau ilmu hukum, tetapi pada masyarakat itu sendiri. Dengan
demikian sumber dan bentuk hukum yang utama adalah kebiasaan. Tetapi
sayangnya, pada akhirnya justru meragukan posisi kebiasaan ini sebagai sumber
dan bentuk hukum pada masyarakat modern. Ehrlich beranggapan bahwa
hukum tunduk pada kekuatan-kekuatan social tertentu. Hukum sendiri tidak
akan mungkin efektif, olehkarena keterlibatan dalam masyarakat didasarkan
pada pengakuan social terhadap hukum, dan bukan karena penerapannya secara
resmi oleh Negara. Sampai disini terlihat bahwa pendapat Ehrlich mirip dengan
Von Savigny. Hanya saja, Ehrlich lebih senang menggunakan istilah kenyataan
social dari pada istilah Volkgeist sebagaimana yang digunakan Savigny.
Friedmann membentangkan tiga kelemahan utama pemikiran Ehrlich
karena keinginannya meremehkan fungsi Negara dalam pembentukan undang-
undang:
1. Kurang jelas tentang criteria pembeda antara norma hukum dengan
norma social yang lain
2. Meragukan posisi kebiasaan, pada masyarakat modern sebagai
sumber hukum dan sebagai suatu bentuk Hukum yang tergantikan oleh undang-
undang.
3. Undang-undang yang dikeluarkan pemerintah mempengaruhi
kebiasaan masyarakat.
BAB 3
PENUTUP

A.KESIMPULAN

Adanya keterkaitan antara hukum dan masyarakat serta persoalan-


persoalan yang di hadapi telah di hadapi telah mengubah pradigma
para pemikir atau para ahli hukum bahwa hukum pada dasarnya
adalah melayani kepentingan masyarakat.Maka dari itu hukum
dituntut untuk dinamis sehingga dalam dunia hukum di kenal istilah
sosiologi.Munculnya gabungan antara ilmu sosial dan ilmu hukum
tidak lain adalah unutk dapat menjawab problematika kehidupan
masyarakat pada umumnya begitu juga dengan antropologi hukum
dan seterusnya

B.DAFTAR PUSTAKA

lestari33blogspot.co.id/2016,di unduh pada tanggal 27 desember


2017.

-http: //www.scribd.com./document/113731235samuel-von-
pufendrof-presentation, erniscahyaningtyas,teori politik
internasional,di akses pada tanggal 13 November 2021

-Antonius Cahyadi dan E.fernando M.Manulang pengantar ke filsafat


Hukum,prenada media,Jakarta,2007

-ibid,hlm.59-67

ix
ix

Anda mungkin juga menyukai