NIM : 21510061
KATA PENGANTAR
i
KATA PENGANTAR…………………………………..………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………..……………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………..……………………………………………..iii
A. LATAR BELAKANG…………………………………..…………………………………….1
B. RUMUSAN MASALAH…………………………………..……………………………….1.1
BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………..……………………………………………….iv-
viii
A. KESIMPULAN…………………………………..……………………………………………..1
B. DAFTAR PUSTAKA…………………………………..………………………………………1.1
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Grundnorm
Konstitusi
Undang-Undang
&
Kebiasaan
iii
BAB 2
PEMBAHASAN
4. H.L.A. Hart Hart tidak mengemukakan defenisi dari sosiologi hukum, namun
mempunyai aspek sosiologi hukum. Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep
tentang hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusat pada
kewajiban tertentu di dalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan
bermasyarakat. Inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara
aturan utama (primary rules), yaitu 5 kewajiban-kewajiban dan aturan
tambahan (secondary rules) yang terdiri dari dari rules of recognition (aturan
yang menjelaskan aturan utama), rules of change (aturan yang men sah kan
adanya aturan utama yang baru) dan rules of adjudication (aturan yang
memberikan hak kepada perorangan untuk menentukan sanksi hukum dari
suatu peristiwa tertentu apabila aturan utama dilanggar oleh masyarakat)
Intinya menurut Hart adalah bahwa segala aktifitas sosial manusia yang dilihat
dari aspek hukumnya disebut sosiologi hukum.
iv
ALIRAN-ALIRAN SOSIOLOGI HUKUM
Tokoh penting lainnya dalam aliran ini ialah Immanuel Kant. Filsafat dari
Kant dikenal sebagai filsafat kritis, lawan dari filsafat dogmatis. Ajaran Kant
dimuat dalam tiga buah karya besar, yaitu: Kritik Akal Budi Manusia (kritik der
reinen Vernunft yang terkait dengan persepsi), Kritik Akal Budi Praktis (kritik
der praktischen Vernunft yang terkait dengan moralitas), Kritik Daya Adirasa
(kritik der Urteilskraft yang terkait dengan estetika dan harmoni). Ajaran Kant
tersebut ada korelasinya dengan tiga macam aspek jiwa manusia, yaitu cipta,
rasa, dan karsa (thinking, volition, and feeling).
Karangan Pufendorf tentang dasar-dasar hukum alam dan hukum antar negara
memberikan pembedaan yang tegas antara hukum dan moral (pendapat ini
jelas lebih dekat ke aliran positivisme hukum dari pada hukum alam). Schumid
(1965: 188-189) menyatakan, karya Pufen dorf justru penting karena
pembedaan tersebut. Hukum alam lahir dari faktor-faktor yang bersifat takdir
dan berdasarkan sifat manusia yang fitri, seperti naluri, akan terdesak ke
belakang.
Ada dua corak dalam Positivisme Hukum, yaitu Aliran Hukum Positif
Analitis (Analytical Jurisprudence) yang dipelopori oleh John Austin dan Aliran
Hukum Murni (Reine Rechtslehre) yang dipelopori oleh Hans Kelsen.
John Austin adalah pelopor dari Aliran Hukum Positif Analitis yang
menyatakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat
hukum terletak pada unsur perintah itu. Austin memandang hukum sebagai
suatu sistem yang tetap, logis dan tertutup. Hukum adalah perintah yang
mewajibkan seseorang atau beberapa orang. Ia menyatakan bahwa hukum
dan perintah lainnya berjalan dari atasan (superior) dan mengikat atau
mewajibkan bawahan (inferior). Pihak superior yang menentukan apa yang
diperbolehkan dan kekuasaan superior memaksa orang lain untuk
mentaatinya. Superior mampu memberlakukan hukum dengan cara menakut-
nakuti dan mengarahkan tingkah laku orang lain ke arah yang diiinginkannya.
Austin berpandangan bahwa hukum adalah perintah yang memaksa, yang
dapat saja bijaksana dan adil atau sebaliknya.
Austin membedakan hukum menjadi dua jenis, yaitu hukum dari Tuhan untuk
manusia dan hukum yang dibuat oleh manusia. Hukum yang dibuat oleh
manusia kemudian dibedakan lagi menjadi:
1. Hukum yang sebenarnya (hukum positif), yaitu hukum yang dibuat oleh
penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu untuk
melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang
sebenarnya memiliki empat unsur, yaitu perintah (command), sanksi
(sanction), kewajiban (duty) dan kedaulatan (sovereignty).
2. Hukum yang tidak sebenarnya, adalah hukum yang tidak dibuat oleh
penguasa, sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum,
contohnya peraturan dari suatu organisasi olahraga.
Teori utilitarianisme yang digagas oleh Jeremy Bentham (juga John Stuart
Mill dan Rudolf von Jhering) adalah bentuk reaksi terhadap konsepsi hukum
alam pada abad ke delapan belas dan sembilan belas. Bentham mengecam
konsepsi hukum alam, karena menganggap bahwa hukum alam tidak kabur
dan tidak tetap. Bentham mengetengahkan gerakan periodikal dari yang
abstrak, idealis, dan apriori sampai kepada yang konkret, materialis, dan
mendasar.
Istilah sociological dalam menamai aliran ini, menurut Paton kurang tepat
dan dapat menimbulkan kekacauan. Ia lebih senang menggunakan istilah
“metode fungsional”. Oleh karena itu, ada pula yang menyebut sociological
jurisprudence ini dengan Functional Anthropological. Dengan menggunakan
istilah “metode fungsional” seperti diungkapkan diatas, Paton ingin
menghindari kerancuan antara sociological jurisprudence dan sosiologi hukum
(the sociology of law)
A.KESIMPULAN
B.DAFTAR PUSTAKA
-http: //www.scribd.com./document/113731235samuel-von-
pufendrof-presentation, erniscahyaningtyas,teori politik
internasional,di akses pada tanggal 13 November 2021
-ibid,hlm.59-67
ix
ix