Lahirnya sosiologi hukum dipengaruhi oleh 3 (tiga) disiplin ilmu, yaitu filsafat hukum, ilmu
hukum dan sosiologi yang berorientasi dibidang hukum.
A. Filsafat hukum
Timbulnya kebimbangan akan kebenaran dan keadilan dari hukum yang berlaku menjadikan
para ahli hukum kemudian terjun ke dalam bidang filsafat hukum, juga ketidakpuasan mereka
terhadap hukum yang tidak berlaku adil terhadap peraturan-peraturan berlaku di dalam
masyarakat. Tujuan utama mereka adalah untuk menjelaskan nilai-nilai dan dasar-dasar
hokum sampai pada dasar-dasar filsafatnya.
Dalam filsafat hukum terdapat beberapa aliran yang mendorong tumbuh dan berkembangnya
sosilogi hukum, diantaranya yaitu:
1. Aliran hukum alam (Aristoteles, Aquinas, Grotius), Kepastian hukum dan keadilan
sebagai tujuan dari sistem hukum, hukum dan moral.
2. Madzhab Formalitas, tokohnya seorang ahli filsafat filsafat hokum dari Inggris John
Austin (hokum sebagai suatu yang logis, tetap, dan bersifat tertutup) yang kemudian
dikenal dengan teori anilitical jurisprudence. Austin juga menyatakan bahwasanya
hokum merupakan perintah dari para pemegang kekuasaan tertinggi. Menurutnya
hokum harus dipisahkan dari nilai keadilan, karena yang menentukan apakah itu adil,
baik maupun buruk adalah penguasa.
3. Mazhab sejarah dan kebudayaan, tokohnya Carl Von Savigny (hukum itu tidak
dibuat, akan tetapi tumbuh dan berkembang bersama-sama masyarakat). Hal tersebut
merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat, perkembangan hukum dari
status ke kontrol sejalan dengan perkembangan masyarakat sederhana ke masyarakat
modern yang lebih kompleks.
4. Mazhab Utilitarianissm, tokohnya Jeremy Bentham (hukum itu harus bermanfaat bagi
masyarakat guna mencapai hidup bahagia). Dimana manusia bertindak untuk
memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi penderitaan dan pembentuk hukum
harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga-warga masyarakat secara
individual. Tokoh lain Rudolph von Ihering, menyebutkan bahwa hukum merupakan
suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuan.
5. Aliran sociological jurisprudence, tokohnya Eugen Ehrlich (hukum yang dibuat harus
sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat atau living law). Tokoh
lainnya adalah Roscoe Pound yang mengakui bahwa hokum adalah salah satu alat
pengendali social (social control).
6. Aliran pragmatical legal realism, tokohnya adalah Karl Llewellyn, Jerome Frank,
Justice Oliver (hakim-hakim tidak hanya menemukan huhum akan tetapi bahkan
membentuk hukum). Dalam pandangan mereka, keputusan hakim di dalam
pengadilan di buat atasa dasar konsepsi-konsepsi hakim yang bersangkutan tentang
keadilan dan di rasionalkan di dalam suatu pendapat tertulis.
Aliran hokum alam, formalisme, hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap
perkembangan ilmu sosiologi hokum. Sedangkan Madzhab sejarah dan kebudayaa,
Utilitarisme, dan Sociological jurisprudce, serta Legal Realisme memiliki pengaruh yang
besar. Keempat aliran tersebut saling melengkapi teori-teori yang memiliki kelemahan dalam
merumuskan filsafat ilmu hokum.
B. Ilmu hukum
Yang mendukung ilmu soiologi hukum adalah ilmu hukum yang menganggap bahwa hukum
itu adalah gejala social. Hukum adalah ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis
memberi hubungan timbal balik antara hukum sebagai gejala Sosial3.
Dalam tinjaun sosiologi, Hukum merupakan suatu lembaga kemasyarakatan fungsional yang
berhubungan dan saling pengaruh mempengaruhi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan
lainnya.
Hukum dalam keadaan tertentu menyesuaikan dengan keadaan sosial, sehingga sosial dan
hukum adalah sesuatu yang tak dapat terpisahkan, karena hukum berkembang seiring
berkembangya pergaulan atau gejala sosial.
2. Solideritas social organis yaitu terdapat dalam masyarakat modern dimana kaidah
hukumnya bersifat restitutif (yang diasosiasikan dalam hukum perdata).Tujuan
dari
hukum yang bersifat restitutif adalah pemulihan keadaan seperti sebelum
terjadinya
pelanggaran hukum.
2. Max Weber (1864-1920) dengan teori ideal type, mengungkapkan bahwa hukum
meliputi :
1. Irasionil materil (pembentuk undang-undang mendasarkan keputusan-
keputusannya semata-mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada
suatu kaidah pun)
2. Irasionil formal (pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada
kaidah-kaidah diluar akan, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan)
3. Rasional materil (keputusan-keputusan para pembentuk undang-undnag dan
hakim menunjuk pada suatu kitab suci, kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa
atau ideologi)
4. Rasional formal (hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep
abstrak dari ilmu hukum)
Bagi Max Weber, hukum yang rasional dan formal merupakan dasar bagi negara modern.
Kondisi-kondisi sosial yang memungkinkan tercapainya taraf tersebut adalah sistem
kapitalisme dan profesi hukum (hal 58). Prof. Dr. Soerjono mengutip ajaran-ajaran Dr.
Soepomo (1903-1958) yang merupakan ahli hukum adat di Indonesia pada masanya dalam
proses penelusuran proses pembentukan sosiologi hukum di indonesia. Seperti yang
dinyatakan oleh Soepomo, sistem hukum adat di Indonesia banyak mengandung aspek-aspek
sosiologi hukum. Dalam hukum adat, para petugas hukum harus meninjau serta menyelidiki
realita sosial yang melatar belakangi terjadinya pelanggaran yang terjadi untuk mementukan
putusan-putusannya.
Hukum secara sosiologis adalah penting dan merupakan suatu lembaga kemasyarakatan
(social institution) yang merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola-pola
perilakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia. Hukum sebagai suatu
lembaga kemasyarakatan, hidup berdampingan dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan
lainnya dan saling pengaruh mempengaruhi dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan tadi.
Jadi, sosiologi hukuim berkembang atas dasar suatu anggapan dasar bahwa proses
hukum berlangsung di dalam suatu jaringan atau system sosial yang dinamakan masyarakat.
Artinya adalah, hukum hanya dapat dimengerti dengan jalan memahami sistem sosial terlebih
dahulu dan bahwa hukum merupakan suatu proses.
Memang harus diakui, bahwa pelaksanaan hukum yang efektif memerlukan dukungan
sosial yang luas. Hukum yang berlawanan dengan adat istiadat yang berlaku di dalam suatu
masyarakat, di satu pihak tidak mempunyai dukungan yang diperlukan agar penerapannya
berjalan dengan efektif dan di lain pihak keadaan tadi akan menimbulkan reaksi negative dari
masyarakat yang membahayakan kewibawaan hukum itu sendiri.
Beberapa persoalan yang pada umumnya selalu mendapat sorotan dari para ahli
sosiologi hukum adalah:
1. Hukum Sistem Sosial Masyarakat
2. Persamaan- persamaan dan perbedaan-perbedaan sistem hukum
3. Sifat sistem hukum yang dualistis
4. Hukum dan kekuasaan
5. Hukum dan nilai-nilai sosial-budaya
6. Kepastian hukum dan kesebandingan
7. Peranan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat
Sosiologi hukum sebagai cabang ilmu yang berdiri sendiri, merupakan ilmu sosial,
yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari kehidupan bersama manusia dengan
sesamanya, yakni kehidupan sosial atau pergaulan hidup, singkatnya sosiologi hukum
mempelajari masyarakat, khususnya gejala hukum dari masyarakat tersebut. Pada
hakikat masyarakat dapat ditelaah dari dua sudut, yakni sudut structural dan sudut
dinamikanya.
Suatu sistem hukum pada hakikatnya merupakan kesatuan atau himpunan dari
berbagai cita-cita dan cara-cara manusia berusaha untuk mengatasi masalah yang nyata
maupun potensial yang timbul dari pergaulan hidup sehari-hari yang menyangkut kedamaian.
Semakin kompleks susunan masyarakat, semakin luas dan mendalam pengaruh hukum dalam
mengatur kehidupan manusia.
Agar hal ini tidak terjadi, ilmu sosial umumnya dan sosiologi pada khususnya dapat
memberikan petunjuk dan manfaat yang banyak demi terciptanya iklim sosial yang
menguntungkan pelaksanaan hukum secara efektif.