Anda di halaman 1dari 8

MATERI PELENGKAP MATA KULIAH SOSIOLOGI HUKUM

Legal Positivisme mengajarkan bahwa hukum positiflah yang merupakan hukum yang berlaku;
dan hukum positif di sini adalah norma-norma yudisial yang telah dibangun oleh otoritas
negara. Hukum negara ditaati secara absolut yang disimpulkan ke dalam suatu statement gezetz
ist gezetz atau the law is the law.

Sosiologi hukum sering digambarkan sebagai sub-disiplin sosiologi atau pendekatan


interdisipliner dalam studi hukum. Beberapa ahli melihat sosiologi hukum sebagai turunan
bidang sosiologi, namun ada juga yang menganggap ilmu ini sebagai bidang penelitian yang
terperangkap di antara disiplin hukum dan sosiologi. (Wikipedia)

Sosiologi Hukum (sosiologi of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku
masyarakat dalam konteks sosial. Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara hukum dan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.

Secara historis, sosiologi hukum atau sociology of law pertama kali diperkenalkan pada 1882
oleh Anzilotti seorang ahli hukum asal Italia. Ilmu pengetahuan ini pada dasarnya lahir dari
gabungan buah pikir para ahli diberbagai bidang seperti, sosiologi, hukum, serta filsafat
hukum.

Sosiologi hukum adalah ilmu baru yang mempelajari perilaku manusia dalam masyarakat
sejauh ditentukan oleh norma-norma etika hukum yang diakui secara umum, dan sejauh itu
mempengaruhi mereka. Secara teoritis dua ilmu besar tersebut tampak saling berjarak. Hukum
dengan sifatnya yang statis, tertulis, juga jelas sangat berlainan dengan sosiologi dengan
masyarakat sebagai fokus studinya yang dinamis, kontekstual dan cenderung abstrak.

Maka dari itu, gabungan dari kedua ilmu tersebut tergolong dalam sub-disiplin sosiologi
dengan objek kajiannya yang meliputi:

1) Hukum dalam sistem sosial


2) Hukum sebagai instrument perubahan sosial
3) Hukum sebagai alat kekuasaan
4) Sifat hukum
5) Perbandingan hukum dalam masyarakat
6) Kaitan hukum dengan nilai budaya

1
Secara garis besar, sosiologi hukum mengkaji pola perilaku masyarakat terhadap hukum. Apa
alasan individu patuh atau melanggar hukum berlaku, dan bagaimana proses pembuatan
hukum? Dari fakta-fakta yang diperoleh kemudian dapat dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan dalam proses hukum.

Untuk ruang lingkup masalah dari sosiologi hukum,

Gurvitch membedakannya dalam 3 bentuk, yakni:

1. Masalah sistematik, menelusuri hubungan antara bentuk kemasyarakatan dengan jenis


hukum.
2. Masalah diferensial, mendalami manifestasi hukum sebagai suatu fungsi kolektif yang
nyata.
3. Masalah genetik, menelaah keteraturan sebagai tendensi dari perubahan, perkembangan,
dan keutuhan hukum dalam masyarakat tertentu.

Mazhab dalam Sosiologi Hukum

a) Aliran Positif
Dalam mazhab ini sosiologi hukum hanya membahas fakta kasat mata tanpa
mengaitkannya dengan penilaian terhadap kebijaksanaan hukum, nilai maupun tujuan yang
terkandung. Melainkan hanya hukum sebagai apa yang kita lihat dan terjadi dalam
masyarakat.
b) Aliran Normatif
Berbanding terbalik dengan aliran positif, aliran normatif memandang hukum sebagai fakta
teramati sekaligus institusi nilai dalam suatu masyarakat.

Hukum berfungsi untuk mengekspresikan nilai-nilai tersebut dalam masyarakat. Sehingga


menurut perspektif normatif, sosiologi hukum tidak dapat dipisahkan dari institusi primer
seperti politik dan ekonomi.

Tokoh-tokoh Sosiologi Hukum :

1. Emile Durkheim

Sebagai salah satu sosiolog yang sejak awal telah berfokus pada hukum, Durkheim mengkaji
jenis-jenis hukum berdasarkan tipe solidaritas dalam masyarakat. Ia mengkategorikan hukum
dalam dua jenis, yakni hukum yang menindak (repressive) dan hukum yang mengganti
(restitutive).

2
2. Max Weber

Dalam kacamata Weber, hukum merupakan kumpulan norma atau atuaran yang
dikelompokkan serta digabungkan dengan konsensus, dan menggunakan alat kekerasan
sebagai daya paksa. Hal tersebut dikarenakan hukum berlaku sebagai kesepakatan yang valid
dalam kelompok tertentu. Berkat sumbangsihnya dalam cabang ilmu ini, Weber pun
dinobatkan sebagai bapak sosiologi hukum modern.

3. Oliver Wendell Holmes

Gagasan Holmes pada sosiologi hukum lebih berkutat pada proses hukum, baginya setiap
hakim bertanggungjawab memformulasi hukum melalui segala keputusan yang mereka buat.
Dirinyalah sosok yang mencetuskan The life of law is not logic: it has been experience. Dengan
menggunakan pendekatan pragmatis, Holmes menilai hukum dari definisi yurisprudensi dan
ramalan keputusan pengadilan sekaligus.

4. Benjamin Nathan Cardozo

Berprofesi sebagai hakim, Cardozo meyakini bahwa dalam setiap praktik peradilan memiliki
ketidakpastian yang semakin besar akibat dari keputusan pengadilan. Baginya proses peradilan
merupakan penciptaan hukum, bukan penemuan hukum.

5. Roscoe Pound

Hukum dalam pandangan Pound diperlakukan atas dasar adanya sejumlah kepentingan dalam
setiap aspek kehidupan. Dibandingkan etika dan moral, indikator kepentingan justru lebih
menojol dalam kehidupan hukum. Pada intinya Pound lebih melihat hukum sebagai proses
rekayasa sosial.

Kajian Sosiologi hukum

Sosiologi hukum adalah suatu kajian yang objeknya fenomena hukum, tetapi menggunakan
optik ilmu sosial dan teori-teori sosiologis, sehingga sering disalah-tafsirkan bukan hanya oleh
kalangan non-hukum, tetapi juga dari kalangan hukum sendiri. menjelaskan karakteristik
kajian sosiologi hukum ini sebelum berangkat lebih lanjut yang pasti pendekatan yang
digunakan dalam kajian sosiologi hukum berbeda dengan pendekatan yang digunakan oleh
ilmu hukum seperti Ilmu Hukum Pidana, Ilmu Hukum Perdata, Ilmu Hukum Acara dan
seterusnya.

3
Persamaannya hanyalah bahwa baik ilmu hukum maupun sosiologi hukum, objeknya adalah
hukum. Jadi meskipun objeknya sama yaitu hukum, namun karena kacamata yang digunakan
dalam memandang objeknya itu berbeda, maka berbeda pulalah penglihatan terhadap objek
tadi. Yang mengenakan kacamata hitam akan melihat objeknya sebagai sesuatu yang hitam,
sebaliknya yang memakai kacamata abu-abu akan melihat objeknya abu-abu.

Rescou Pound dalam bukunya Ahmad Ali (1998) menunjukkan studi ini sebagai studi sosiologi
yang sebenarnya, yang didasarkan pada konsep yang mendatang hukum sebagai suatu alat
pengendalian sosial.

Sementara Lloyd menuliskan sebagai suatu alat yang pada pokoknya merupakan ilmu
deskriptif yang memanfaatkan teknik-teknik empiris. Hal itu berkaiatan dengan pertanyaan
mengapa perangkat hukum dan tugas-tugasnya dibuat. Ia memandang hukum sebagai produk
suatu sistem sosial dan sebagai alat untuk mengendalikan dan mengubah sistem itu.

Di dalam buku Curzon edisi terbaru, penggunaan ilmu sosial lain untuk ilmu hukum secara
tegas dikemukakan oleh Eugen Ehrlich (calam Curzon, 1994:167) sebagai berikut :

“Links between jurisprudence and the social sciences were valued by Ehrlich. The jurist can
and must learn from the economist and the social scientist. All knowledge must be taken as the
province of jurisprudence because the vitas facts of the living law are the facts social life in its
entirety. There ought, therefore, to be no bounds to jurisprudence”.

Jadi, Eugen Ehrlich telah memberi perhatian terhadap adanya hubungan alias mata rantai antara
ilmu hukum dan ilmu sosial. Ehrlich menyakini bahwa para juris dapat dan harus belajar dari
para ekonom dan para pakar ilmu sosial.

Menurut Ehrlich semua pengetahuan harus diterima sebagai bidang ilmu hukum sebab fakta
yang vitas dari hukum yang hidup adalah fakta-fakta kehidupan sosial secara keseluruhan. Jadi
tidak ada batasan antara ilmu hukum dengan pengetahuan lain.

Curzon (1979:138) sendiri menjelaskan sebagai berikut :

“The term legal sociology has been used in some texts to refer to a specific study of situations
in which: the rules of law operate, and of behaviour resulting from the operation of those rules”.

Jadi, Curzon ternyata melihat penggunaan istilah legal sociology juga untuk menunjukkan studi
spesifik tentang situasi-situasi di mana aturan-aturan hukum beroperasi dan tingkah laku yang
dihasilkan dari beroperasinya aturan-aturan hukum itu. Jelasnya bahwa yang membedakan

4
Ilmu Hukum (normatif) seperti Ilmu Hukum Pidana, Ilmu Hukum Tata Negara, dan Ilmu
Hukum Acara dengan Sosiologi Hukum Pidana, Sosiologi Hukum Tata Negara, dan Sosiologi
Hukum Acara adalah bahwa Ilmu Hukum normatif menekanakan kajian pada law in books,
hukum sebagaimana seharusnya dan karena itu berada dalam dunia sollen. Sebaliknya,
sosiologi hukum menekankan kajian pada law in actions, hukumm dalam kenyataannya,
hukum sebagai tingkah laku manusia, yang berarti berada di dunia sein. Sosiologi hukum
menggunakan pendekatan empiris yang bersifat deskriptif, sebaliknya ilmu hukum
menggunakan pendekatan normatif yang bersifat preskriptif.

Di dalam ilmu hukum, hukum sebagai objeknya dilihat dari dalam hukum itu sendiri.
Sebaliknya, sosiologi hukum menempatkan juga hukum sebagai objeknya, t etapi dengan
meneropong dari luar hukum dengan mengunakan konsep-konsep berbagai ilmu sosial.

Hal ini selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Samuel Mermin (1982:3) bahwa :

“The life of the law has not been logic; it has been experience”.

Jadi, hukum bagi penganut empiris, dipandang bukan sekedar sebagai sesuatu yang logis saja,
melainkan yang lebih sekedar sebagai sesuatu yang lebih penting lagi hukum merupakan
sesuatu yang dialami secara nyata dalam kehidupan.

Sesuatu yang dipandang demikian secara logika, sering tidak demikian di dalam kenyataannya.

Contoh menarik tentang hal itu dapat diketahui dari apa yang dikemukakan oleh Jaya Suprana
(1997:13) berikut ini.

“Keliru anggapan bahwa masyarakat Eksimo sama sekali tidak menggunakan lemari es.
Lemari es cukup bermanfaat bagi masyarakat Eksimo di kawasan supra dingin itu.

Namun di sana, lemari es difungsikan bukan untuk mendinginkan, justru untuk mencegah
makanan dan minuman menjadi beku akibat lingkungan udara alam luar maupun di dalam
rumah yang bisa jauh lebih dingin ketimbang di dalam lemari es. Karena lemari es mampu
menjaga temperatur di dalam dirinya tetap dingin agar makanan dan minuman tidak cepat
membusuk, sekaligus mampu kecuali di bagian kotak beku menjaga suhu internal tetap di atas
titik beku”.

Contoh di atas menunjukkan bahwa sepintas secara logis tidak mungkin orang Eksimo
membutuhkan lemari es, tetapi dalam kenyataannya justru membutuhkan. Olehnya itu, Bapak
Sosiologi Hukum Modern, Roscoe Pound pernah menuliskan “syair hukum” sebagai berikut :

5
“Let us look the facts of human conduct in the face let us look to economic and sociology and
philosophy and cease to assume that jurisprudence is self-sufficient, let us not become legal
monks”.

(Marilah kita mempelajari fakta-fakta tingkah laku manusia. Marilah kita mempelajari
ekonomi dan sosiologi dan filosofi dan berhenti untuk aerasumsi bahwa ilmu hukum adalah
sesuatu yang otonom, marilah kita tidak menjadi pendeta hukum”).

Vilhelm Aubert (1996:10) menjelaskan karakteristik dan kegunaan Sosiologi Hukum :

“Sociology of law is here viewed as a branch of general sociology, just like family sociology,
industrial or medical sociology. It should not be overlooked, however, that sociology
legytimately may also be viewed as an auxiliary of legal studies, an aid in executing the task
of the legal profession. Sociological analyses of phenomena which are regulated by law, may
aid legislators or even the courts in making decisions. Quite important is the critical function
of sociology of law, as an aid in enhancing the legal profession’s awareness of its own fungtion
in society”.

Jadi, Vilhelm Aubert memandang sosiologi hukum merupakan cabang dari sosiologi keluarga,
sosiologi industri atau sosiologi medis. Ia seharusnya tidak mengabaikan bahwa
bagaimanapun, secara logis sosiologi dapat juga dipandang sebagai suatu alat pembantu dari
studi hukum, suatu penolong dalam pelaksanaan tugas-tugas profesi hukum. Analisis
sosiologis tentang fenomena-fenomena yang diatur oleh hukum dapat membantu para pembuat
undang-undang atau pengadilan dalam membuat putusannya. Dan yang benar-benar penting
adalah fungsi kritis dari sosiologi hukum, sebagai suatu penolong dalam meningkatkan
kesadaran kaum profesional hukum dalam menjalankan fungsi-fungsi kemasyarakatan.

Untuk memahami karakteristik kajian sosiologi hukum ini, harus dikemukakan enam butir
karekateristik yang dicetuskan oleh Bapak Ilmu Hukum Sosiologi Hukum Amerika Serikat,
Roscoe Pound (dikutip dari Harvard Law Review, Vol. 25 Desember 1912) yang kemudian
menjadi konsep yang sangat terkenal, bahwa :

“The main problem to which sociological jurists are addressing themselves today is to enable
and to compel law making, an also interpretation and application of legal rules, to make more
account, and more intelligent account, of the social facts upon which law must proceed and to
which it is to be applied……….”

6
Prof. Roscoe Pound memandang bahwa problem utama yang dewasa ini menjadi perjhatian
utama dari para yuridis sosiologis adalah untuk memungkinkan dan untuk mendorong
perbuatan hukum, dan juga untuk menafsirkan dan menerapkan aturan-aturan hukum, serta
untukmembuat lebih berharganya fakta-fakta sosial di atas mana hukum terus berjalan dan
untuk mana hukum itu diterapkan.

Roscoe Pound memperhatikan pertama-tama terhadap studi tentang efek-efek sosial yang
aktual dari pranata-pranata hukum maupun doktrin-doktrin hukum. Kemudian bahwa studi
sosiologis berhubungan dengan studi hukum dalam mempersiapkan perundang-undangan.
Penerimaan metode sains untuk studi analisis lain terhadap perundang-undangan.
Perbandingan perundang-undangan telah diterima sebagai dasar terbaik bagi cara pembuatan
hukum. Tetapi tidak cukup hanya membandingkan undang-undang itu satu sama lain. Hal yang
lebih penting adalah studi tentang pengoperasian kemasyarakatan perundang-undangan itu.

Titik berat berikutnya perhatian Pond adalah bahwa studi para sosiolog hukum itu ditujukan
bagaimana membuat aturan hukum menjadi efektif. Hal ini telah diabaikan hampir secara
keseluruhannya di masa silam.

Menurut Pound, kita telah mempelajari pembuatan hukum dengan sangat rajin. Hampir seluruh
energi dari sistem peradilan kita digunakan di dalam mencoba suatu konsistensi, logika dengan
sangat saksama body of preceent… tetapi kehidupan hukum ada di dalam pelaksanaannya.
Studi sains yang serius tentang bagaimana membuat agar sebanyak-banyaknya dari buku
tahunan kita yang merupakan hasil perundang-undangan dan interprestasi pengadilan itu
efektif.

Menurut Roscoe Pound yang juga penting adalah bukan semata-mata studi tentang doktrin-
doktrin yang telah dibuat dan dikembangkan, akan tetapi apa efek sosial dari doktrin-doktrin
yang telah dihasilkan dari masa silam dasn bagaimana memproduksikan mereka. Malahan hal
itu menunjukkan kepada kita bagaimana hukum di masa lalu tumbuh di luar dai kondisi-kondisi
sosial, ekonomi dan psikologis.

Selanjutnya yang perlu diketahui adalah bahwa para sosiolog hukum menekankan pada
penerapan hukum acara wajar atau patut (wquitable application of law), yaitu memahami
aturan hukum sebagai penuntun umum bagi hakim, yang menuntun hakim menghasilkan
putusan yang adil, di mana hakim diberi kebebasan dalammemutuskan setiap kasus yang
dihadapkan kepadanya sehingga hakim dapat mempertemukan antara kebutuhan keadilan di
antara para pihak dengan alasan umum dari orang pada umumnya.

7
Akhirnya, Roscoe Pound menitikberatkan pada usaha untuk lebih mengefektifkan tercapainya
tujuan-tujuan hukum.

Karakteristik sosiologi hukum semakin jelas jika memperhatikan apa yang dikemukakan oleh
Satjipto Raharjo (1979:19) bahwa :

Untuk dapat memahami permasalahan yang dikemukakan dalam kitab ujian ini dengan
seksama, orang hanya dapat melakukan melalui pemanfaatan teori sosial mengenai hukum.

Teori ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai hukum dengan mengarahkan
pengkajiannya ke luar dari sistem hukum. Kehadiran hukum di tengah-tengah masyarakat baik
itu menyangkut soal penyusunan sistemnya, memilih konsep-konsep serta pengertian-
pengertian, menentukan subjek-subjek yang diaturnya, maupun soal bekerjanya dengan tertib
sosial yang lebih luas.

Apabila di sini boleh dipakai istilah sebab-sebab sosial, maka sebab-sebab yang demikian itu
hendaknya ditemukan baik dalam kekuatan-kekuatan budaya, politik, ekonomi atau sebab-
sebab sosial yang lain.

Penting pula diketahui apa yang dikemukakan oleh Suetandyo Wingjosoebroto (1974:96)
bahwa :

“…….ilmu hukum pun dapat dibedakan ke dalam dua bidang spesialisasi ini. Di satu pihak
hukum dapat dipelajari dan diteliti sebagai suatu skin in sistem (studi mengenai law in books)
sedang di pihak lain hukumpun dapat dipelajari dan diteliti sebagai skin out sistem (studi
mengenai law in action). Di dalam studi ini hukum tidak dikonsepsikan sebagai suatu gejala
normatif yang otonom akan tetapi sebagai suatu institusi sosial yang secara riil berkaitan
dengan variabel sosial yang lain”.

Jadi sosiologi hukum bukanlah sosiologi ditambah hukum. Itulah sebabnya sehingga pakar
sosiologi hukum adalah seorang yuris dan bukan seorang sosiolog.

Tidak lain karena seorang sosiolog hukum pertama-tama harus mampu membaca, mengenal
dan memahami berbagai fenomena hukum sebagai objek kajiannya. Namun setelah itu ia tidak
lagi menggunakan pendekatan ilmu hukum tadi, melainkan ia melepaskan diri ke luar dan
menggunakan pendekatan ilmu sosial dari luar.

Anda mungkin juga menyukai