Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sosiologi hukum merupakan disiplin ilmu yang sudah sangat berkembang dewasa ini. Bahkan
kebanyakan penelitian hukum saat ini di Indonesia dilakukan dengan menggunakan metode yang
berkaitan dengan sosiologi hukum. Pada prinsipnya, sosiologi hukum (Sosiology of Law) merupakan
derivatif atau cabang dari ilmu sosiologi, bukan cabang dari ilmu hukum. Memang, ada studi tentang
hukum yang berkenaan dengan masyarakat yang merupakan cabang dari ilmu hukum, tetapi tidak
disebut sebagai sosiologi hukum, melainkan disebut sebagai sociological jurispudence.
Disamping itu, ada kekhawatiran dari ahli sosiologi terhadap perkembangan sosiologi hukum
mengingat sosiologi bertugas hanya untuk mendeskrisipkan fakta-fakta. Sedangkan ilmu hukum
berbicara tentang nilai-nilai dimana nilai-nilai ini memang ingin dihindari oleh ilmu sosiologi sejak
semula. Kekhawatiran tersebut adalah berkenaan dengan kemungkinan dijerumuskannya ilmu
sosiologi oleh sosiologi hukum untuk membahas nilai-nilai.
Sebagaimana diketahui, bahwa pembahasan tentang nilai-nilai sama sekali bukan urusan ilmu
sosiologi. Meskipun begitu, terdapat juga aliran dalam sosiologi hukum, seperti
aliran Berkeley, yang menyatakan bahwa mau tiak mau, suka tidak suka, sosiologi
hukum meruapakan juga derifatif dari ilmu hukum sehingga harus juga menelaah masalah-masalah
normatif yang sarat dengan nilai-nilai.
Fungsi hukum dalam masyarakat sangat beraneka ragam, bergantung dari berbagai faktor dan
keadaan masyarakat.Disamping itu.fungsi hukum dalam masyarakat yang belum maju juga akan
berbeda dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam setiap masyarakat, hukum lebih
berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan jaminan pencapaian struktur sosial
yang diharapkan oleh masyarakat. Namun dalam masyarakat yang sudah maju, hukum menjadi lebih
umum, abstrak dan lebih berjarak dengan konteksnya.
2. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi Sosiologi Hukum secara umum dan menurut para ahli?
Mengetahui Sosiologi Hukum secara umum dalam masyarakat mulai pada awal perkembangannya
hingga saat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
a. Soerjono Soekanto
Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis dan empiris
menganalisa atau mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala lainnya.
b. Satjipto Raharjo
Sosiologi Hukum (sosiologi of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat
dalam konteks sosial.
c. R. Otje Salman
Sosiologi Hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dan gejala-
gejala sosial lainnya secara empiris analitis.
d. H.L.A. Hart
H.L.A. Hart tidak mengemukakan definisi tentang sosiologi hukum. Namun, definisi yang
dikemukakannya mempunyai aspek sosiologi hukum. Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep
tentang hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusatkan kepada kewajiban tertentu di
dalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat. Menurut Hart, inti dari suatu
sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama (primary rules) dan aturan tambahan
(secondary rules).[2] Aturan utama merupakan ketentuan informal tentang kewajiban-kewajiban
warga masyarakat yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pergaulan hidup sedangkan aturan
tambahan terdiri atas :
i. Rules of recognition, yaitu aturan yang menjelaskan aturan utama yang diperlukan
berdasarkan hierarki urutannya;
ii. Rules of change, yaitu aturan yang men-sahkan adanya aturan utama yang baru;
iii. Rules of adjudication, yaitu aturan yang memberikan hak-hak kepada orang perorangan
untuk menentukan sanksi hukum dari suatu peristiwa tertentu apabila suatu aturan utama dilanggar
oleh warga masyarakat.
e. Piritim Sorokin[3]
i. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya
antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi, gerak
masyarakat dengan politik, dsb)
ii. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non-sosial
(misalnya gejala geografis, biologis, dsb)
iii. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.
Dalam beberapa literatur hukum dan sosiologi sebagai sebuah disiplin intelektual dan bentuk praktik
professional memiliki kesamaan ruang lingkup. Namun, sama sekali berbeda dalam tujuan dan
metodenya. Hukum sebagai sebuah disiplin ilmu memfokuskan pada studi ilmiah terhadap
fenomena sosial. Perhatian utamanya adalah masalah preskiptif dan teknis. Sedangkan sosiologi
memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial.[4] Meskipun demikian, kedua disiplin ini
memfokuskan pada seluruh cakupan bentuk-bentuk signifikan dari hubungan-hubungan sosial. Dan
dalam praktiknya kriteria yang menentukan hubungan mana yang signifikan seringkali sama, yang
berasal dari asumsi-asumsi budaya atau konsepsi-konsepsi relevansi kebijakan yang sama.
Sosiologi hukum, mempunyai objek kajian fenomena hukum, bahwa Roscue Pound menunjukan
studi sosiologi hukum sebagai studi yang didasarkan pada konsep hukum sebagai alat pengendalian
sosial. Sementara Llyod, memandang sosiologi hukum sebagai suatu ilmu deskriptif, yang
memanfaatkan teknis-teknis empiris. Hal ini berkaitan dengan perangkat hukum dengan tugas-
tugasnya. Ia memandang hukum sebagai suatu produk sistem sosial dan alat untuk mengendalikan
serat mengubah sistem itu.
Kita dapat membedakan sosiologi hukum dengan ilmu normatif, yaitu terletak pada kegiatannya.
Ilmu hukum normatif lebih mengarahkan kepada kajian law in books, sementara sosiologi hukum
lebih mengkaji kepada law in action[5]. Sosiologi hukum lebih menggunakan pendekatan empiris
yang bersifat deskriptif, sementara ilmu hukum normatif lebih bersifat preskriptif. Dalam
jurisprudentie model, kajian hukum lebih memfokuskan kepada produk kebijakan atau produk
aturan, sedangkan dalam sociological model lebih mengarah kepada struktur sosial. Sosiologi hukum
merupakan cabang khusus sosiologi, yang menggunakan metode kajian yang lazim dikembangkan
dalam ilmu-ilmu sosiologi. Sementara yang menjadi objek sosiologi hukum adalah :
a. Sosiologi hukum mengkaji hukum dalam wujudnya atau Government Social Control. Dalam
hal ini, sosiologi mengkaji seperangkat kaidah khusus yang berlaku serta dibutuhkan, guna
menegakkan ketertiban dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang berusaha membentuk warga masyarakat
sebagai mahluk sosial. Sosiologi hukum menyadari eksistensinya sebagai kaidah sosial yang ada
dalam masyarakat.
Pada lahirnya sosiologi hukum dipengaruhi oleh 3 (tiga) disiplin ilmu, yaitu filsafat hukum, ilmu
hukum dan sosiologi yang berorientasi dibidang hukum.
a. Filsafat hukum
Konsep yang dilahirkan oleh aliran positivisme (Hans Kelsen) yaitu “stufenbau des recht” atau hukum
bersifat hirarkis artinya hukum itu tidak boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas
derajatnya. Dimana urutannya yaitu :
Dalam filsafat hukum terdapat beberapa aliran yang mendorong tumbuh dan berkembangnya
sosilogi hukum, diantaranya:
1. Mazhab sejarah
Tokohnya Carl Von Savigny, menurut beliau hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan
berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Hal tersebut merupakan perwujudan dari
kesadaran hukum masyarakat, perkembangan hukum sejalan dengan perkembangan masyarakat
sederhana ke masyarakat modern.\
2. Mazhab utility
Tokohnya Jeremy Bentham (hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat guna mencapai hidup
bahagia). Dimana manusia bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan mengurangi
penderitaan dan pembentuk hukum harus membentuk hukum yang adil bagi segenap warga-warga
masyarakat secara individual). Rudolph von Ihering (social utilitarianism yaitu hukum merupakan
suatu alat bagi masyarakat untuk mencapai tujuan)
Tokohnya Eugen Ehrlich (hukum yang dibuat harus sesuai dengan hukum yang hidup di dalam
masyarakat atau living law).
Tokohnya Roscoe Pound (law as a tool of social engineering), Karl Llewellyn, Jerome Frank, Justice
Oliver (hakim-hakim tidak hanya menemukan huhum akan tetapi bahkan membentuk hukum)
B. Ilmu hukum
Yang mendukung ilmu soiologi hukum adalah ilmu hukum yang menganggap bahwa hukum itu
adalah gejala sosial.
Menurut Emile Durkhain mengungkapkan bahwa dalam masyarakat selalu ada solideritas social yang
meliputi :
a. Solideritas social mekanis yaitu terdapat dalam masyarakat sederhana dimana kaidah
hukumnya bersifat represif (yang diasosiasikan dalam hukum pidana);
b. Solideritas social organis yaitu terdapat dalam masyarakat modern dimana kaidah hukumnya
bersifat restitutif (yang diasosiasikan dalam hukum perdata).
Max Weber dengan teori ideal type, mengungkapkan bahwa hukum meliputi :
a. Irasionil materil (pembentuk undang-undang mendasarkan keputusan-keputusannya semata-
mata pada nilai-nilai emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidahpun)
b. Irasionil formal (pembentuk undang-undang dan hakim berpedoman pada kaidah-kaidah diluar
akan, oleh karena didasarkan pada wahyu atau ramalan)
d. Rasional formal (hukum dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep abstrak dari ilmu
hukum)
Filsafat hukum dan ilmu hukum adalah dua hal besar yang mempengaruhi sosiologi hukum. Akan
tetapi, hukum alamlah yang merupakan basis intelektual dari sosiologi hukum. Seorang tokoh yang
terkemuka dari mazhab sejarah yaitu Carl Von Savigny (1779-1861) berpendapat bahwa hukum
merupakan perwujudan dari kesadaran hukum masyarakat (Volgeist). Ia berpendapat bahwa semua
hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan, bukan dari pembentuk undang-undang[6]. Ia
menantang kodifikasi hukum Jerman. Keputusan-keputusan badan legislatif, menurutnya
membahayakan masyarakat karena tidak sesuai dengan dengan kesadaran hukum masyarakat.
Di abad ke-18 analisis rasional terhadap hukum tampil dengan sangat kuat, demikian pula dengan
pengikatan kepada asas-asas dalam hukum. gabungan antara keduanya melahirkan cara berfikir
dedukatif yang mengabaikan kenyataan sejarah dengan kekhususan yang ada pada bangsa-bangsa.
Analisis hukum yang sedemikian itu mengabaikan lingkungan sosial hukum.[7] Beberapa prinsip
yang mencerminkan keterkaitan antara hukum dan basis sosialnya adalah sebagai berikut :
a. Hukum itu tidak dibuat, melainkan ditemukan. Pertumbuhan hukum itu pada hakikatnya
merupakan proses yang tidak disadari dan organik. Hukum tidak dapat dilihat sebagai suatu institusi
yang berdiri sendiri, melainkan semata-mata suatu proses dan perilaku masyarakat sendiri. Hanya
kitalah yang melihat hukum itu sebagai suatu institusi yang terpisah dengan semua atribut dan
konsep otonominya. Apa yang sekarang disebut sebagai hukum adalah putusan arbiter yang dibuat
oleh badan legislatif.
b. Hukum itu tumbuh dari hubungan-hubungan hukum yang sederhana pada masyarakat primitif
sampai menjadi hukum yang besar dan kompleks dalam peradaban modern. Kendati demikian,
perundang-undangan dan para ahli hukum hanya merumuskan hukum secara tekhnis dan tetap
merupakan alat dari kesadaran masyarakat (poular consciousness).
c. Hukum tidak mempunyai keberlakuan dan penerapan yang universal. Setiap bangsa memiliki
habitat hukumnya, seperti mereka memiliki bahasa adatnya. Volksgeist (jiwa dari rakyat) itu akan
tampil sendiri dalam hukum suatu bangsa.
Aliran sejarah memiliki kelemahan yang terletak pada konsepnya mengenai kesadaran hukum yang
sangat abstrak. Pengkajian yang menolak untuk melihat hukum berdasarkan peraturan, tetapi lebih
melihatnya berdasarkan masyarakat sebagaimana dianut oleh aliran sajarah, tetap tenggelam
dibawah arus normatif-positivistis yang kuat diabad ke-19. Lain halnya dengan fisafat hukum yang
memiliki fahamnya sendiri bagi kelahiran sosiologi hukum. Pemikiran filsafat selalu berusaha untuk
menembus hal-hal yang dekat dan secara terus-menerus mencari jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan yang tuntas (ultimate). Oleh karena itu, filsafat hukum jauh mendahului sosiologi hukum
apabila ia mempertanyakan keabsahan dari hukum positif. Pikiran-pikiran filsafat menjadi pembuka
jalan bagi kelahiran sosiologi hukum, oleh karena scara tuntas dan kritis, seperti lazimnya watak
filsafat, menggugat sistem hukum perundang-undangan. Pikiran filsafat tersebut juga dapat dimulai
dari titik yang jauh yang tidak secara langsung menggugat hukum positif.[8] Seperti yang dilakukan
oleh Gutav Radbruch dengan tesis “tiga nilai dasar hukum” yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian
hukum.
Pengaruh yang khas dari filsafat hukum terlihat jelas pada kegiatan untuk menetralkan atau
merelatifkan dogmatika hukum, tekanannya lebih diletakan bereaksinya atau berprosesnya hukum
(law in action).[9] Roscou Pound berpendapat bahwa hukum merupakan suatu proses yang
mendapatkan bentuknya dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan
hakim atau pengadilan. Ia mengedepankan idenya tentang hukum sebagai sarana untuk
mengarahkan dan membina masyarakat. Untuk memenuhi fungsinya tersebut, sorotan yang terlalu
besar pada aspek statis dari hukum yang harus ditinggalkan. selain Pound, Cardozo berpendapat,
bahwa hukum bukanlah penerapan murni dari peraturan perundang-undangan. Pad hukum
berpengaruh pula kepentingan-kepentingan sosial yang hidup dalam masyarakat. Secara filosofis,
fungsi dari sosiologi hukum adalah menguji apakah benar peraturan perundang-undangan yang
dibuat dan berfungsi dalam masyarakat.
Seperti yang dikatakan oleh Soerjono Soekanto, untuk mengetahui hukum yang berlaku, sebaiknya
seseorang menganalisis gejala-gejala hukum dalam masyarakat secara langsung. Meneliti proses-
proses peradilan, konsepsi-konsepsi hukum yang berlaku dalam masyarakat (semisal tentang
keadilan), efektivitas hukum sebagai sarana pengendalian sosial, serta hubungan antara hukum dan
perubahan-perubahan sosial. Perkembangan masyarakat yang susunannya sudah semakin kompleks
serta pembidangan kehidupan yang semakin maju dan berkembang menghendaki pengaturan
hukum juga harus mengikuti perkembangan yang demikian itu.[10]
Sosiologi hukum berkembang atas suatu anggapan dasar bahwa proses hukum berlangsung di dalam
suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat. O.W. Holmes, seorang hakim di
Amerika Serikat, mengatakan bahwa kehidupan hukum tidak berdasarkan logika, melainkan
pengalaman.[11]
a. Dasar-dasar sosial dari hukum atau basis sosial dari hukum. Sebagai contoh dapat disebut
misalnya: Hukum nasional di Indonesia dasar sosialnya adalah pancasila dengan ciri-ciri: gotong
royong, musyawarah, dan kekeluargaan.
b. Efek-efek hukum terhadap gejala-gejala sosial lainnya. Sebagai contoh dapat disebut misalnya:
iii. Undang-Undang No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta terhadap gejala budaya.
iv. Undang-undang mengenai pemilihan presiden secara langsung mempengaruhi
gejala politik.
v. Dan sebagainya.
Adapun ruang lingkup sosiologi hukum secara umum, yaitu hubungan antara hukum dengan gejala-
gejala sosial sehingga membentuk kedalam suatu lembaga sosial ( social institution) yang merupakan
himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-
kebutuhan pokok manusia yang hidup dimasyarakat dan atau dalam lingkup proses hukumnya ( law
in action) bukanlah terletak pada peristiwa hukumnya ( law in the books).
Sedangkan menurut Purbacaraka dalam bukunya Sosiologi Hukum Negara, bahwa ruang lingkup
sosiologi hukum adalah “Hubungan timbal balik atau pengaruh timbal balik antara hukum dengan
gejala-gejala sosial lainnya (yang dilakukan secara analitis dan empiris)”. Yang diartikan sebagai
hukum dalam ruang lingkup tersebut adalah suatu kompkles daripada sikap tindak manusia yang
mana bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam pergaulan hidup. Namun Menurut Soerjono
Soekanto, ruang lingkup sosiologi hukum meliputi:
a. Sampai sejauh manakah hukum yang terbentuk dari pola-pola perikelakuan atau apakah
hokum yang terbentuk dari pola-pola perikelakuan tersebut.
b. Hukum dan pola-pola perilaku sebagai ciptaan dan wujud dari kelompok-kelompok sosial.
Dengan berpedoman pada persoalan-persoalan yang disoroti sosiologi hukum, maka dapat
dikatakan bahwa sosiologi hukum merupakan suatu ilmu pengetahuan yang secara teoritis analitis
dan empiris menyoroti pengaruh gejala sosial lain terhadap hukum, dan sebaliknya.[13] Perihal
perspektif daripada sosiologi hukum, maka secara umum ada dua pendapat utama sebagai berikut (J
van Houtte 1970:57).
a. Pendapat-pendapat yang menyatakan, bahwa kepada sosiologi hukum harus diberikan suatu
fungsi yang global. Artinya, sosiologi hokum harus menghasilkan suatu suntesa antara hukum
sebagai sarana organisasi sosial dan sebagai sarana dari keadilan. Didalam fungsinya itu, maka
hukum dapat memperoleh bantuan yang tidak kecil dari sosiologi hukum, di dalam
mengidentifikasikan konteks sosial dimana hukum tadi diharapkan berfungsi.
b. Pendapat-pendapat lain menyatakan, bahwa kegunaan sosiologi hukum adalah justru dalam
bidang pengkaedahan ( J van Houtte 1970:59)[14]
Perihal proses pengkaedahan, maka sosiologi hukum dapat mengungkapkan data tentang keajegan-
keajegan mana didalam masyarakat yang menuju pada pembentukan hukum (baik melalui
keputusan penguasa maupun melalui ketetapan bersama dari para warga masyarakat).
Dari batasan ruang lingkup maupun perspektif sosiologi hukum sebagaimana dijelaskan diatas, maka
dapatlah dikatakan bahwa kegunaan sosiologi hukum didalam kenyataannya adalah sebagai
berikut:[15]
Sosiologi Hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis
mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala gejala sosial
lain. Studi yang demikian memiliki beberapa karakteristik, yaitu:[16]
b. Sosiologi hukum senantiasa menguji kesahihan empiris dari suatu peraturan atau pernyataan
hukum. Pertanyaan yang bersifat khas disini adalah “Bagaimanakah dalam kenyataannya peraturan
itu?”, “Apakah kenyataan sesuai dengan dengan yang tertera dalam peraturan?”. Perbedaaan yang
besar antara pendekatan tradisional yang normative dan pendekatan sosiologis adalah bahwa yang
pertama menerima saja apa yang tertera pada peratuan hokum. Seang yang kedua senantiasa
mengujinya dengan data (empiris).
c. Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum. Tingkah laku yang menaati
hukum dan yang menyimpang dari hukum sama-sama merupakan objek pengamatan yang setaraf.
Ia tidak menilai yang satu lebih dari yang lain. Perhatiannya yang utama hanyalah pada memberikan
penjelasan terhadap objek yang dipelajarinya. Pendekatan yang demikian itu sering menimbulkan
salah paham, seolah-olah sosiologi ingin membenarkan praktek-praktek yang menyimpang atu
melanggar hokum. Sekali lagi bahwa sosiologi hokum tidak memberikan penilaian tapi mendekati
hokum dari segi objektivitas semata dan bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap
fenomena hukum yang nyata.
Ketiga karakteristik studi hukum secara sosiologis tersebut diatas sekaligus juga merupakan kunci
bagi orang yang berminat untuk melakukan penyelidikan dalam bidang sosiologi hukum. Dengan
cara-cara menyelidiki hukum yang demikian itu orang langsung berada di tengah-tengah studi
sosiologi hukum. Apapun juga objek yang dipelajarinya, apabila ia menggunakan pendekatan seperti
disebutkan pada butir-butir di muka, maka ia sedang melakukan kegiatan dibidang sosiologi hukum.
Berikut ini dikemukakan berbagai objek yang menjadi sasaran studi sosiologi hokum.
Sosiologi hokum juga mempelajari “pengorganisasian sosial hukum”. Objek yang menjadi sasaran
disini adalah badan-badan yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan penyelenggaran hokum. Sebagai
contoh dapat disebut misalnya: “Pembuatan undang-undang pengadilan, polisi, advokat, dan
sebagainya. Pada waktu mengkaji pembuatan undang-undang, seperti usia para anggotanya,
pendidikannya, latar belakang sosialnya, dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut memperoleh
perhatian, oleh karena pembuat undang-undang itu dilihat sebagai manifestasi dari kelakuan
manusia. Oleh karena itu, factor-faktor diatas dianggap penting untuk dapat menjelaskan mengapa
hasil kerja pembuat undang-undang itu adalah seperti adanya sekarang. Dalam kajian Sosiologi
hokum ada anggapan bahwa undang-undang itu tidak dapat sepenuhnya netral, apalagi yang dibuat
dalam masyarakat modern yang kompleks, dan menjadi tugas sosiologi hokum untuk menelusuri
dan menjelaskan duduk pesoalannya serta factor-faktor apa yang menyebabkan keadaannya
menjadi demikian itu.[17]
Bila sosiologi hokum perundang-undangan atau pengkajian yuridis empiris akan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berbeda dengan pegkajian yuridis normative. Karakteristik pertanyaan
sosiologi hokum seperti: “Apakah sebabnya orang taat keapda hukum? Seberapa besarkah
efektivitas dari peraturan-peraturan hukum tertentu? Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi
efektivitas peraturan-peraturan hukum tertentu dipengadilan?” Sosiologi hukum, misalnya tidak
menerima begitu saja, bahwa hukum itu bertujuan untuk menyelesaikan konflik. Pertanyaan kritis
darinya adalah, ‘Apakah hukum itu sendiri tidak mungkin menyimpan dan menimbulkan konflik?”
Studi-studi sosiologi hukum pada suatu ketika dapat menyikapi bahwa suatu peraturan yang bersifat
semu, dibelakang hari malah dapat meledakan suatu konflik baru.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kemasyarakatan, baik itu proses sosial, interaksi
sosial masyarakat, lembaga sosial masyarakat, perubahan gaya hidup, struktur sosial masyarakat,
mobilitas sosial, gender, perubahan sosial, perlawanan sosial, konflik, integrasi sosial, keluarga dan
sebagainya.
Hukum adalah keseluruhan norma yang oleh penguasa masyarakat yang berwenang menetapkan
hukum, dinyatakan atau dianggap sebagai peraturan yang mengikat bagi sebagian atau seluruh
anggota masyarakat tertentu, dengan tujuan untuk mengadakan suatu tata yang dikehendaki oleh
penguasa tersebut.
Sosiologi hukum merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memahami, mempelajari, menjelaskan
secara analiti sempiris tentang persoalan hukum dihadapkan dengan fenomena-fenomena lain
dimasyarakat. Hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dalam mempelajari sosiologi hukum. Jadi, titik tekan Sosiologi hukum
ini lebih mengarah kepada pola perilaku masyarakat dalam memandang hukum yang terjadi
disekitar mereka. Bagaimana suatu masyarakat mentaati hukum, dan melanggar hukum, dan
menjalani hukum tersebut. Sosiologi hukumpun sangat dibutuhkan oleh masyarakat karena sosiologi
hukum ini akan memberi penjelasan dari setiap objek yang dipelajarinya,
2. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, sehingga
mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang membangun agar
penulis mendapatkan membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi tempat
mendapatkan ilmu pengetahuan baru.
Daftar Pustaka
Anwar, yesmil dan Adang, 2008. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Gransindo.
Cotterrel, Roger, 2012. Sosiologi Hukum (The Sosiologi Of Law), Bandung: Nusa Media.
Warassih, Esmi, 2005. Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: Suryandaru Utama.
[1] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, PT. Grasindo, Jakarta, 2008, hlm, 109.
[2] Zainudin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2006, hlm, 1-2
[3] Soerjono Soekanto, “Sosiologi Suatu Pengantar”, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1982), Hlm
310.
[4] Roger Cotterrel, Sosiologi Hukum (The Sosiologi Of Law), Nusa Media, Bandung, 2012, hlm. 6
[5] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, hlm 128.
[6] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, hlm. 122
[9] Yesmil Anwar dan Adang, Pengantar Sosilogi Hukum, hlm. 126
[10] Esmi Warassih, Pranata Hukum: Sebuah Telaah Sosiologis, (Semarang: Suryandaru Utama,
2005), hal. 3
[11] Alvin S. Johnson, Sosiologi Hukum, diterjemahkan oleh Rinaldi Simamora, (Jakarta: Rineka Cipta,
2004), hal.11
[12] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009), hal 4
[13] Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi hokum, (Jakarta: Rajawali Pers,1980), hal 19
[14] Sabian Utsman, Dasar-Dasar Sosiologi Hukum, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009) hlm 133
[15] Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi hukum, (Jakarta: Rajawali Pers,1980), hlm 30
[16] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Semarang: Citra Aditya Bakti, 2006) hlm 332
[17] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, ( Jakarta, Sinar Grafika, 2009) hlm 10
Berbagi
Posting Komentar
Beranda
Mengenai Saya
Foto saya