Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia sosilogi hukum, kita mengenal berbagai hal yang berkaitan
dengan masyarakat itu sendiri. sosiologi hukum berfokus utama pada
hubungan antara manusia dan hukum juga dengan gejala-gejala sosial lainya.
Disini kami sebagai penulis akan mencoba untuk membahasnya dalam mata
kuliah sosiologi hukum, adapun dalam makalah ini kami akan membahas
tentang pradigma sosial dalam hukum, lalu pemikiran para aahli filsafat hukum
juga disertai pemikiran para ahli sosiologi hukum, lalu bagaimana hubungan
hukum adat yang ada di masyarakat indonesia dengan sosiologi hukum.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan tema yang telah saya terima sebagai materi makalah
yaitu Paradigma Sosiologi Hukum, yang meliputi:
1. apa yang dimaksud pradigma sosiologi hukum itu ?
2. bagaimana pemikiran menurut para ahli filsafat hukum ?
3. bagaimana pemikiran para ahli sosiologi tentang sosiologi hukum ?
4. apakah ada hubungan antara hukum adat dan sosiologi hukum di
masyarakat kita ?

C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dalam arti bukan hanya
sekedar tau melainkan juga faham dan mampu menjelaskan ketika dosen
bertanya kepada kita sekalian.

BAB II

1|sosiologi Hukum
PEMBAHASAN

A. Paradigma sosiologi hukum .

Paradigma (model ) sosisologi hukum adalah pengaruh timbal balik anatara


hukum dengan gejala – gejala sosial lainya. Berikut akan dikemukakan pengaruh
timbal balik tersebut sebagai berikut .1

1. Kelompok – kelompok sosial hukum .

Kelompok kelompok sosial yang dimaksud adalah suatu aktifitas


yangdilaksanakan oleh 2 orang atau lebih yang diatur oleh suatau hukum . sebagai
contoh yaitu Yayasan Masyarakat Indonesia Baru ( YAMIBA) . hukumnya adalah
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga .

2. Lembaga – lembaga sosial hukum .

Lembaga sosial yang dimaksud adalah suatu lembaga yang diakui


keberadaanya di dalam masyarakat . sebagai contoh :

- Desa : hukumnya adalah undang – undang tentang


pemerintahan daerah
- Perkawinan : hukunya adalah undang undang nomer 1 tahun
1974 tentang perkawinan
- Waris : hukum adat dan hukum islam
- Wakaf : hukum adat , hukum islam dan undang undang
nomer 41 tahun 2004 tentang wakaf
3. Stratikasi hukum .

Stratifikasi yang dimaksud adalah pelapisan sosial yang ada dalam masyrakat.
Namun , stratifikasi yang dimaksud tetap memperhatikan pasal pasal didalam
perarturan perundang – undangan mengenai persamaan dihadapan hukum seperti

1
Raden otje salman,sosiologi hukum : suatu pengantar , (bandung : armico,1992),hlm.15.

2|sosiologi Hukum
pasal 27 UUD 1945 , ya itu hukum tak membeda dedakan meskipun ada lapisan
dalam masyarakat .

4. Kekuasaan dan kewenangan hukum .

Kekuasaan dan kewenangan yang di maksud diatur oleh hukum . sebagai contoh
dapat diungkapkan bahwa presiden , kekuasaan dan kewenangan yang di atur oleh
uud 1945 .

5. Interaksi sosial Hukum .

Interaksi sosial yang di maksud ,hukum berfungsi untuk memperlancar interaksi


sosial.

6. Perubahan – perubahan sosial Hukum .

Perubahan sosial yang dimaksud adalah (1) perubahan sosial yang berpengaruh
terhadap perubahan hukum seperti undang – undang no 1 tahun 1974 (2) perubahan
hukum menyebabkan perubahan sosial seperti undang undang narkotika tahun 1976
sebagai peruvbahan ketentuan dari belanda , dimana bukan hanya pemadat , tetapi
juga penanam dan mengedarjuga mendapat hukuman yang berat . juga khusus
menyangkut masyarakat petani , yang tadinya tidak mengetahui bahwa tanaman
ganja dilarang ( petani jadi tau apa itu narkotika ) .

7. Masalah sosial hukum .


Masalah sosial yang dimaksud adalah hal – hal yang berkaitan dengan
kejahatan, hukumnya : KUHP dan Acara Pidana . 2

B. Hasil Pemikiran Para Ahli Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum

Ada berbagai factor yang menyebabkan para ahli hokum kemudian


menerjunkan diri kedalam bidang filsafat hokum. pertama tama dapat dikemukakan
sebagai sebab, yaitu timbulnya kebimbangan akan kebenaran dan keadilan dari
hokum yang berlaku. lagi pula timbul pendapat pendapat yang berisikan ketidak

2
Zainudin ali ,sosiologi hukum , jakarta , sinar grafika ,2006 ,hlm 29 .

3|sosiologi Hukum
puasan terhadap hokum yang berlaku. oleh karenahukum tersebut tidak sesuai lagi
dengan keadaan masyarakat yang diaturnya. ketidak puasan tersebut dapat
dikembalikan pada bebrapa factor, antara lain ketegangan – ketegangan yang timbul
antara kepercayaan ( khususnya agama ) dan hokum yang sedang berlaku. hal ini
disebabkan karena tidak jarang peraturan peraturan kepercayaan atau agama yang
dianut. tidak sesuai dengan hokum yang berlaku atau sebaliknya. dengan demikian
maka timbul usaha usaha untuk mengatasi perpincangan yang ada dengan jalan
mencari pengertian – pengertian tentang dasar hokum yang berlaku untuk
isesuaikan dengan agama.3

dengan demikian, maka filsafat hokum terutama bertujuan untuk


menjelaskan nilai nilai dan dasar dasar hokum sampai pada dasar – dasar
filsafatnya. hasil pemikiran para ahli filsafat hokum terhimpun dalam bebrbagai
madzhab atau aliran, antara lain sebagai berikut :

1. Madzhab Formalistis

beberapa ahli filsafat hokum menekankan, betapa


pentingnya hubungan antara hokum dengan prinsip-prinsip
moral yang berlaku umum. ahli filsafat hokum yang
biasanya disebut kaum positivis, sebaliknya berpendapat
bahwa hokum dan moral merupakan dua bidang yang
terpisah serta harus dipisahkan. salah satu cabang dan aliran
tersebut adalah madzhab formalistis yang teorinya lebih
dikenal dengan nama analytical jurisprudence.
jadi, hokum secara tegas dipisahkan dari keadilan ( dalam
arti keseandingan ) dan hokum tidak didasarkan pada nilai-
nilai yang baik atau buruk, melainkan didasarkan pada
kekuasaan dari penguasa. menurut Austin, hokum dibagi
menjadi dua bagian, yaitu hokum yang dibuat oleh Tuhan
dan hokum yang disusun oleh umat manusia.

2. Madzhab Sejarah dan Kebudayaan

Madzhab sejarah dan kebudayaan memiliki pendirianyang


sangat berlawanan dengan madzhab formalistis. madzhab ini
menekankan bahwwa hokum dapat dimengerti dengan
menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan dimana hokum

3
Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2007,
hlm. 33

4|sosiologi Hukum
tersebut timbul. seorang tokoh terkemuka dari madzhab ini
adalah Frendrich Karl Von Savigny yang dianggap sebagai
pemuka ilmu sejarah hokum. Von Savigny berpendapt,
bahwa hokum merupakan perwujudan dari kesadaran hokum
masyarakat ( Volgeist ). dia berpendapat bahwa semua
hokum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan, bukan
berasal dari pembentuk undang-undang.

3. Aliran Utulitarianism

Jeremy Bentham dapat dianggap sebagai salah satu seorang


tokoh yang terkemuka dari aliran ini. Bentham adalah
seorang ahli filsafat hokum yang sangat menekankan pada
apa yang harus dilakukan oleh suatu system hokum. dalam
teorinya tentang hokum, Bentham mempergunakan salah
satu prinsip dari aliran Utulitarianism, bahwa manusia
bertindak untuk memperbanyak kebahagiaan dan
mengurangi penderitaan. ukuran baik buruknya suatu
perbuatan manusia tergantung dari perbuatan tersebut,
apakah dapat mendatangkan kebahagiaan atau tidak.
Bentham banyak mengembangkan pikirannya untuk bidang
pidana dan hokuman terhadap tindak pidana. menurutnya,
setiap kejahatan harus disertai dengan hukuman – hukuman
yang seuai dengan kejahatan tersebut. dan hendaknya
penderitaan yang dijatuhkan tidak lebih dari yang diperlukan
untuk mencegah terjadinya kejahatan. ajaran ini didasarkan
pada hedonistic utilitarism ( Martin. P. Golding 1978:75 )

4. Aliran Sociological Jurisprudence

seorang ahli hokum dari Austria yaitu Eugen Ehrlich


dianggap sebagai pelopor dari aliran sociological
jurisprudence, berdasarkan hasil karyanya yang berjudul
Fundamental Principeles of The Sociology of Law. Ajaran
Ehrlich berpokok pada perbedaan antara hokum positive
dengan hokum hidup. atau dengan kata lain suatu perbedaan
antara kaidah kaidah hokum dengan kaidah-kaidah sosial
lainnya. dia menyatakan bahwa hanya akan efektif apabila
selaras dengan hokum yang hidup didalam masyarakat atau
dengan apa yang disebut oleh para antropolog sebagai pola
pola kebudayaan. Ehlirch mengatakan, bahwa pusat
perkembangan dari hokum bukanlah terletak pada badan –

5|sosiologi Hukum
badan legilatif, keputusan keputusan badan judikatif maupun
ilmu hokum, akan tetapi justru terletak didalam masyarakat
itu sendiri. tata tertib dalam masyarakat didasarkan pada
peraturan peratiran yang di paksakan oleh Negara.

5. Aliran Realisme Hukum

Aliran ini diprakarsai oleh Karl Llewellyn, Jerome Frank dan


Justice Oliver Wendell Holmes ketiga tiganya adalah orang
Amerika. mereka terkenal dengan konsep yang radikal
tentang proses peradilan dengan menyatakan bahwa hakim
hakim tidak hanya menemukan hokum, akan tetapi juga
membentuk hokum. seorang hakim harus selalu memilih, dia
yang menentukan prinsip-prinsip mana yang dipakai dan
pihak pihak mana yang akan menang. keputusan hakim
sringkali mendahului penggunaan prinsip – prinsip hokum
yang formal. keputusan pengadilan dan doktrin hokum selalu
dapat dikembangkan untuk menunjang pengadilan biasanya
dibuat atas dasar konsepsi-konsepsi hakim yang
bersangkutan tentang keadilan dan dirasionalisasikan
didalam suatu pendapat tertulis.

C. Hasil-Hasil Pemikiran Para Sosiologi

1. Emile Durkheim (1858-1917)

Emile Durkheim dari Perancis adalah salah seorang tokoh penting yang
mengembangkan sosiologi dengan ajaran-ajaran yang klasik. Di dalam teorinya
tentang masyarakat, Durkheim menaruh perhatian terhadap kaidah-kaidah hukum
yang dihubungkan dengan jenis-jenis solidaritas yang dijumpai dalam masyarakat.
Hukum dirumuskannya sebagai suatu kaidah yang bersanksi. Maka, kaidah-kaidah
hukum dapat diklasifikasikan menurut jenis-jenis sanksi yang menjadi bagian
utama dari kaidah hukum tersebut. Di dalam masyrakat dapat ditemukan 2 macam
kaidah hukum, yaitu represif dan restitutif. Di dalam masyarakat dapat kita jumpai
kaidah-kaidah hukum yang sanksi-sanksinya mendatangkan penderitaan bagi
masyarakat yang melanggar, kaidah hukum tersebut dinamakan kaidah hukum yang
represif yang merupakan hukum pidana. Sedangkan, kaidah-kaidah yang restitutif
sebaliknya yang meliputi hukum perdata, hukum dagang, hukum acara, hukum

6|sosiologi Hukum
administrasi, dan hukum tata negara setelah dikurangi dengan unsur-unsur
pidananya.4

Menurut Durkheim dapat dibedakan dua macam solidaritas positif yang


dapat ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut :

a) Pertama, warga masyarakat secara langsung terikat


kepada masyarakat. Di dalam hal solidaritas yang
kedua, seorang warga masyarakat tergantung
b) kepada masyarakat, karena dia tergantung pada
bagian-bagian masyarakat yang bersangkutan.
c) Kedua, masyarakat tidak dilihat dari aspek yang
sama. Dalam hal pertama, masyarakat merupakan
kesatuan kolektif di mana terdapat kepercayaan dan
perasaan yang sama. Sebaliknya, pada hal kedua
masyarakat merupakan suatu sitem yang terdiri dari
bermacam-macam fungsi yang merupakan
hubungan-hubungan yang tetap, sebetulnya
keduanya merupakan suatu gabungan, akan tetapi
dilihat dari sudut-sudut yang berbeda.

2. Max Weber (1864-1920)

Ajaran-ajaran Max Weber (seorang Jerman yang mempunyai latar belakang


pendidikan di bidang hukum) tentang Sosiologi Hukum yang sangat luas,
diantaranya hukum-hukum Romawi, Jerman, Perancis, Anglo Saxon, Yahudi,
Islam, Hindu, dan Hukum adat Polensia. Dengan tujuan mengemukakan tahap-
tahap rasionalisasi peradaban Barat beserta factor-faktor yang mempengaruhinya.

Di dalam menelaah objeknya, Max Weber menggunakan metode logical


formalism (formalism logis) yang katanya, metode yang dikembangkan oleh
peradaban Barat dan tak dapat ditemukan dalam peradaban-peradaban lain (M.
Rheinstein 1967: XI).

Suatu alat pemaksa menentukan bagi adanya hukum. Alat pemaksa tersebut
tidak perlu berbentuk badan peradilan sebagaimana yang dikenal di dalam
masyarakat yang modern dan kompleks. Alat tersebut dapat berwujud suatu
keluarga atau mungkin suatu clan. Konvensi, sebagaimana dijelaskan juga meliputi
kewajiban-kewajiban tanpa suatu alat pemaksa. Konvensi-konvensi tersebut harus
dibedakan dari kebiasaan (usage) dan adat istiadat (custom).

4
Ibid, hlm. 49

7|sosiologi Hukum
Selanjutnya, Max Weber berusaha mengemukakan beberapa perbedaan
dalam hukum yang masing-masing punya kelemahan. Perbedaan pertama antara
hukum public dengan hukum perdata kurang bermanfaat karena dapat mencakup
beberapa kemungkinan. Misalnya dapat dikatakan bahwa hukum public adalah
kaidah-kaidah yang mengatur aktifitas-aktifitas negara, sedangkan hukum perdata
mengatur kegiatan lain yang bukan merupakan aktifitas negara. Dua pembedaan
lain lebih menarik karena berhubungan erat dengan dasar structural sosiologi
hukum Max Weber. Pertama-tama adalah perbedaan antara hukum objektif dengan
hukum subjektif. Dengan hukum objektif sebagai keseluruhan kaidah-kaidah yang
dapat diterapkan secara umum terhadap semua warga masyarakat, sepanjang
mereka tunduk pada suatu system hukum umum. Hukum subjektif mencakup
kemungkinan-kemungkinan bagi seorang warga masyarakat untuk meminta
bantuan kepada alat-alat pemaksa agar kepentingan-kepentingan material dan
spiritualnya dapat dilindungi. Kemungkinan-kemungkinan tersebut berwujud hak-
hak dan Max Weber sangat tertarik oleh hak-hak perseorangan tersebut.

Perbedaan antara hukum formal dengan hukum material kelihatanya lebih


penting, karena secara langsung merupakan syarat-syarat bagi proses rasionalisasi
hukum. Hukum formal sebagai keseluruhan system teori hukum yang aturan-
aturannya didasarkan hanya pada logika hukum, tanpa mempertimbangkan lain-
lain unsur di luar hukum. Sebaliknya, hukum material memperhatikan unsur-unsur
non yuridis seperti nilai-nilai politis, etis, ekonomis atau agama.

Selanjutnya, di dalam teori Mas Weber tentang hukum dikemukakan empat


tipe ideal dari hukum, yaitu masing-masing sebagai berikut :

a) Hukum irasional dan material, yaitu di mana


pembentuk undang-undang dan hakim mendasarkan
keputusannya semata-mata pada nilai-nilai
emosional tanpa menunjuk pada suatu kaidah.
b) Hukum irasional dan formal, yaitu di mana
pembentuk undang-undang dan hukim berpedoman
pada kaidah-kaidah di luar akal, oleh karena
didasarkan pada wahyu atau ramalan.
c) Hukum rasional dan material, di mana keputusan-
keputusan para pembentuk undang-undang dan
hakim menunjuk pada suatu kitab suci,
kebijaksanaan-kebijaksanaan penguasa atau
ideology.
d) Hukum irasional dan formal, yaitu dimana hukum
dibentuk semata-mata atas dasar konsep-konsep
abstrak dari ilmu hukum.

8|sosiologi Hukum
D. Hukum Adat di Indonesia dan Sosiologi Hukum

Tentang Sistem Hukum Adat, Soepomo menyatakan bahwa system tersebut


didasarkan pada suatu kebutuhan yang berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.
Berlakunya suatu peraturan hukum adat adalah tampak dalam putusan (penetapan)
petugas hukum, misalnya putusan kumpulan desa, putusan kepala desa, putusan
hakim perdamaian desa, putusan pegawai agama, dll. Yang dimaksut dengan
putusan penetapan itu adalah perbuatan atau penolakan perbuatan dari pihak
petugas hukum dengan tujuan untuk memelihara atau untuk menegakan hukum.
Berhubung dengan itu, penyelidikan setempat hukum adat harus terutama ditujukan
kepada research tentang putusan-putusan petugas hukum. Yang lebih penting lagi
adalah cara (metode) penyelidikan setempat, ialah mendekati para pejabat desa,
orang-orang tua, para cerdik pandai, orang-orang terkemuka di daerah yang
bersangkutan, dll. Kepada orang-orang yang didengar itu jangan ditanyakan
pendapat mereka tentang bunyi peraturan adat mengenai ini atau itu, melainkan
yang ditanyakan hanya fakta-fakta, hanya kejadian-kejadian yang telah dialami atau
diketahui sendiri oleh mereka. Dalam pada itu kita dapat mencatat bahwa dalam
penyelidikan hukum adat yang menentukan bukan banyaknya jumlah perbuatan-
perbuatan yang terjadi.5

Tentang tata susunan rakyat, Soepomo mengutip pendapat C van


Vollenhoven (yang tercantum dalam Adatrecht III, halaman 3) sebagai berikut :

"…..bahwa untuk mengetahui hukum, yang terutama perlu diselidiki waktu


apabila dan di daerah mana pun juga, sifat dan susunan badan-badan persekutuan
hukum, di mana orang-orang yang dikuasai oleh hukum itu, hidup sehari-hari.
Penguraian tentang badan-badan persekutuan itu harus tidak didasarkan atas
kehidupan yang nyata dari masyarakat yang bersangkutan." (Soepomo 1966:43).

Ajaran-ajaran Soepomo tersebut banyak sekali mengandung pendekatan-


pendekatan sosiologi dan antropologis, walaupun mungkin hanya merupakan alat
bantu saja bagi analisis hukum adat. Untuk dapat mengerti benar-benar hukum adat
tersebut sebagai penjelmaan jiwa masyarakat Indonesia, perlu ditelaah terlebih
dahulu striktur berpikir, corak, dan sifat masyarakat Indonesia yang secara
keseluruhan merupakan mentalitas yang mendasari hukum adat.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan.

5
Ibid, hlm. 61

9|sosiologi Hukum
1. Paradigma (model ) sosisologi hukum adalah pengaruh timbal balik
anatara hukum dengan gejala – gejala sosial lainya.
2. Hasil pemikiran para ahli filsafat hukum
a) Madzhab Formalistis
beberapa ahli filsafat hokum menekankan, betapa pentingnya
hubungan antara hokum dengan prinsip-prinsip moral yang berlaku
umum
b) Madzhab Sejarah dan Kebudayaan
madzhab ini menekankan bahwwa hokum dapat dimengerti dengan
menelaah kerangka sejarah dan kebudayaan dimana hokum tersebut
timbul.
3. Hasil- hasil pemikiran para sosiolog
a) Emile Durkheim
Durkheim menaruh perhatian terhadap kaidah-kaidah hukum yang
dengan jenis-jenis solidaritas yang dijumpai dalam masyarakat.
b) Max Weber
Hukum yang rasional dan formal merupakan dasar bagi suatu negara
modern.
4. Tentang Sistem Hukum Adat, Soepomo menyatakan bahwa system tersebut
didasarkan pada suatu kebutuhan yang berdasarkan atas kesatuan alam
pikiran.

B. Saran.
Demikian lah yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih ada kekurangan dan
kelemahan, karena terbatas pengetahuan . Kami selaku penulis makalah ini
banyak berharap para pembaca yang budiman sekiranya memberikan saran dan
keritik yang membangun kepada kami selaku penulis makalah ini demi
kesempurnaannya makalah ini . Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada
khususnya juga para pembacayang budiman pada umumnya

DAFTAR PUSTAKA

Raden Otje Salman. 1992. Sosiologi Hukum. Bandung: Armico.

10 | s o s i o l o g i H u k u m
Soerjono Soekanto. 2007. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.

Zainudin Ali. 2006. Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

11 | s o s i o l o g i H u k u m

Anda mungkin juga menyukai