Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH HUBUNGAN HUKUM DAN KEKUASAAN

Dosen Pengampu : RINDA PHILONA, S.H.,M.H.

Semester I

Kelompok 6

1. Juarno Ardiansyah (2022174201006)


2. Roby Haryanto Gunawan (2022174201053)
3. Nurjayadi (2022174201049)
4. M. Algi Fari (2022174201039)
5. Sovia Dengi Walu (2022174201057

Kelas B

Fakultas Hukum

Universitas 45 Mataram

2022/2023
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dahulu hukum menjadi pokok pemikiran bagi ahli-ahli dalam bidang filsafat

serta merupakan pokok refleksi bagi para ahli dalam bidang Negara dan hukum.

Sekitar abad 19 dan 20 hal ini berubah. Meningkatnya ilmu-ilmu pengetahuan

menyebabkan hukum juga menjadi pokok penyelidikan ilmu pengetahuan.

Pertama-tama, hukum menjadi obyek penyelidikan ilmu psikologi (seperti

halnya dalam Mazhab Realisme Skandinavia). Kemudian hukum juga dipelajari

maknanya dalam ilmu sosiologi, sosiologi diminta sumbangsihnya untuk untuk

memecahkan problem masyarakat dan untuk ilmu hukum. Tanpa pengetahuan

yang mendalam tentang masalah-masalah kehidupan masyarakat, ahli hukum

tidak dapat membuat perundang-undangan yang memenuhi kebutuhan warga

masyarakat.

Sosiologi Hukum adalah satu cabang dari Sosiologi yang merupakan

penerapan pendekatan Sosiologis terhadap realitas maupun masalah-masalah

hukum. Harus dipahami bahwa Sosiologi Hukum bukanlah suatu cabang dari

studi ilmu hukum, melainkan cabang dari studi Sosiologi. Sosiologi Hukum

berkembang atas dasar suatu anggapan bahwa proses hukum berlangsungnya di

dalam suatu jaringan atau sistem sosial yang dinamakan masyarakat

(Chairuddin, 1991:30). Tujuan dari sosiologi hukum adalah untuk memberikan

keluasan pandangan (memperluas wawasan) tentang kehidupan hukum. Dalam

ilmu hukum, sosiologi merupakan bagian dari ilmu tentang kenyataan hukum.

Terdapat dua cara untuk mempelajari hukum, yaitu, pertama, hukum dipelajari
3

dari sisi intern atau sisi dalam hukum itu sendiri, antara lain mencakup nilai

yang dianut hukum, asas, dan norma hukum, atau disebut juga sebagai

penelitian hukum normatif. Kedua, hukum dipelajari dari sisi ekstern atau sudut

luar, yaitu mempelajari hukum dalam hubungannya dengan hal-hal di luar

hukum. Misalnya ekonomi, politik, masyarakat, kebudayaan, pelapisan

masyarakat, dan kekuasaan, atau disebut juga penelitian hukum sosiologis atau

empiris. Hal-hal di luar hukum sering juga disebut gejala sosial. Sosiologi

hukum termasuk kajian yang kedua, yaitu mempelajari hukum dalam

hubungannya dengan hal-hal di luar hukum.

Sehubungan dengan uraian yang telah disampaikan sebelumnya

mengundang rasa keingintahuan penulis mengenai, bagaimana hubungan antara

hukum dengan kekuasaan ditinjau dari perspektif sosiologi hukum. Oleh karena

hal tersebut di atas, maka penulis mengangkat judul makalah yang berjudul

Hubungan Antara Hukum dengan Kekuasaan ditinjau dari Perspektif

Sosiologi Hukum.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dibahas pada latar belakang, maka

penulis mengambil permasalahan utama yang akan dibahas yaitu bagaimanakah

hubungan antara hukum dengan kekuasaan ditinjau dari perspektif sosiologi

hukum.
4

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tulisan ini bertujuan untuk

mengetahui bagaimanakah hubungan antara hukum dengan kekuasaan ditinjau

dari perspektif sosiologi hukum.


5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sosiologi Hukum

Pada tahun 1882, seorang ahli hukum dari itali yang bernama Anziloti yang

pertama kali memperkenalkan isitilah dari sosiologi hukum, yang lahir dari

bidang pemikiran filsafat hukum, illmu hukum maupun sosiologi, sehingga

sosiologi hukum merupakan refleksi inti dari pemikiran disiplin-disiplin

tersebut. Melihat dari sudut perkembangannya, sosiologi hukum pada

hakekatnya lahir dari hasil –hasil pemikiran-pemikiran para ahli pemikir, baik

dibidang filsafat hukum, ilmu hukum maupun sosiologi. Hasil-hasil pemikiran

tersebut tidak saja berasal dari individu-individu, akan tetapi berasal Dari

madzhab-madzhab atau aliran-aliran yang mewakili sekelompok ahli pemikir

yang pada garis besarnya mempunyai pendapat yang tidak banyak berbeda.

Betapa besarnya pengaruh filsafat hukum dan ilmu hukum terhadap

pembentukan sosiologi hukum, nyata sekali dari ajaran-ajaran beberapa

madzhab dan aliran yang memberikan masukan-masukan pada sosiologi hukum.

Masukan yang diberikan dari aliran dan madzhab sangat berpengaruh baik

secara langsung maupun tidak langsung bagi sosiologi hukum.

B. Gejala Sosial

Ilmu hukum dalam kajian sosiologi merupakan bagian dari ilmu tentang

kenyataan hukum. Sosiologi hukum bertujuan untuk memberikan keluasan

pandangan (memperluas wawasan) tentang kehidupan hukum. Terdapat dua

cara untuk mempelajari hukum, yaitu, pertama, hukum dipelajari dari sisi intern

atau sisi dalam hukum itu sendiri, antara lain mencakup nilai yang dianut
6

hukum, asas, dan norma hukum, atau disebut juga sebagai penelitian hukum

normatif. Kedua, hukum dipelajari dari sisi ekstern atau sudut luar, yaitu

mempelajari hukum dalam hubungannya dengan hal-hal di luar hukum.

Misalnya ekonomi, politik, masyarakat, kebudayaan, pelapisan masyarakat, dan

kekuasaan, atau disebut juga penelitian hukum sosiologis atau empiris. Hal-hal

di luar hukum sering juga disebut gejala sosial. Sosiologi hukum termasuk

kajian yang kedua, yaitu mempelajari hukum dalam hubungannya dengan hal-

hal di luar hukum.

Immanuel Kant memaparkan bahwa gejala sosial (phenomenon) adalah

segala sesuatu yang muncul dikehidupan masyarakat yang dapat dialami atau

empiri, artinya gejala tersebut dapat dilihat, didengar, diraba, dirasa, dibaui.

Phenomenon ini menjadi cabang filsafat yaitu phenomenology. Menurut Kant,

ada pula yang disebut Noumenon, ia tidak terasa dengan panca indera tetapi ia

ada, yaitu Tuhan. Maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup sosiologi

hukum adalah mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala

sosial. Hukum dipengaruhi oleh gejala sosial, gejala sosial juga dipengaruhi

oleh hukum.

Gejala sosial dapat dilihat dari dua aspek. Pertama, dilihat dari aspek

struktural atau struktur sosial, terdiri dari lembaga-lembaga sosial, kelompok-

kelompok sosial, pelapisan (stratifikasi) sosial, kekuasaan, dan kebudayaan.

Kedua, dilihat dari aspek proses sosial atau aspek prosesual, yaitu melalui

interaksi sosial, perubahan sosial, dan masalah-masalah sosial.


7

C. Kekuasaan

Kekuasaan merupakan konsep hubungan sosial yang terdapat dalam

kehidupan masyarakat, negara, dan umat manusia. Konsep hubungan sosial itu

meliputi hubungan personal di antara dua insan yang berinteraksi, hubungan

institusional yang bersifat hierarkis, dan hubungan subjek dengan objek yang

dikuasainya.

Max Weber dalam bukunya berjudul Wirtschaft und Gesellschaft (1992)

mengemukakan bahwa “kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu

hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami

perlawanan, dan apa pun dasar kemampuan ini”. Strausz-Hupe mendefinisikan

kekuasaan sebagai “kemampuan untuk memaksakan kemauan pada orang lain”.

Demikian pula pengertian yang dikemukakan oleh C. Wright Mills, “kekuasaan

itu adalah dominasi, yaitu kemampuan untuk melaksanakan kemauan

kendatipun orang lain menentang, artinya kekuasaan mempunyai sifat

memaksa”. Menurut Talcot Parsons, kekuasaan adalah kemampuan umum untuk

menjamin pelaksanaan dari kewajiban-kewajiban yang mengikat oleh unit-unit

organisasi kolektif dalam suatu sistem yang merupakan kewajiban-kewajiban

yang diakui dengan acuan kepada pencapaian tujuan-tujuan kolektif mereka dan

bila ada pengingkaran terhadap kewajiban-kewajiban dapat dikenai oleh sanksi

negatif tertentu, siapapun yang menegakkannya.

Salah satu faktor yang mempengaruhi tegaknya hukum di tengah masyarakat

adalah kekuasaan. Kekuasaan untuk menetapkan batasan alternatif–alternatif

bertindak bagi seorang atau sekelompok orang dalam kehidupan masyarakat

pada dasarnya adalah pembuatan aturan–aturan hukum sebagai aturan dalam


8

kehidupan masyarakat yang disertai dengan sanksi hukum tertentu untuk

menjamin terselenggaranya ketertiban dan ketentraman dalam hubungan-

hubungan sosial. Aturan hukum tersebut merupakan kewajiban setiap anggota

masyarakat guna menjamin terselenggaranya ketertiban dan ketentraman

masyarakat. Kekuasaan dalam lingkup kebijakan publik khususnya kebijakan

hukum (legal policy).


9

BAB III

PEMBAHASAN

A. Hubungan Hukum dan Kekuasaan

Mengenai esensi hukum dapat dikemukakan bahwa ada perbedaan

pandangan di antara para ahli hukum tentang hukum. Perbedaan pandangan itu

dapat dilihat dari pengertian hukum yang mereka kemukakan yang berbeda

antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan pandangan di antara ahli

hukum bukan hanya mengenai pengertian hukum, tapi juga mengenai hakekat

hukum. Perbedaan pandangan mengenai hakekat hukum ini tergambar dari

munculnya berbagai mazhab dalam pemikiran hukum.

Kekuasaan adalah sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia

karena dengan kekuasaan seorang yang berkuasa mampu menentukan nasib

masyarakat yang dikuasainya. Secara sosiologis, kekuasaan haruslah dipandang

netral, tidak dinilai baik atau buruk, melainkan dilihat dari kegunaannya untuk

mencapai tujuan masyarakat. Kekuasaan diartikan sebagai kemampuan untuk

mempengaruhi pihak lain agar pihak lain tersebut menuruti kehendak yang ada

pada pemegang kekuasaan.

Hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang berbeda namun saling

mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan suatu sistem peraturan yang

mengatur kehidupan manusia dan apabila dilanggar, maka akan diberikan sanksi

bagi yang melanggarnya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang

atau suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok

lain, agar pihak tersebut bertindak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.
10

Masyarakat menciptakan kaidah hukum yang kepatuhannya pada tingkat

terakhir tidak sepenuhnya diserahkan pada kemauan bebas warga masyarakat

perorangan, melainkan diterapkan dan ditegakkan oleh otoritas publik yang

kewenangan, dan kehadirannya diterima oleh masyarakat.

B. Unsur dan Saluran Kekuasaan

Suatu kekuasaan dimasyarakat biasanya akan efektif bila di dalam

masyarakat tersebut terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Ada perasaan takut. Perasaan takut terhadap penguasa dapat mendorong

anggota masyarakat untuk mematuhi kehendak dari penguasa. Biasanya ada

alat utuk membuat mereka (masyarakat) takut yaitu kekuatan fisik, kekuatan

mental, dan sebagainya;

b. Ada rasa cinta, yang dimiliki anggota masyarakat terhadap penguasa

sehingga dapat mendorong masyarakat untuk patuh sekaligus dapat

meminimalisir reaks menentang dari masyarakat, dan biasanya pelaksanaan

kekuasaan yang didasarkan pada rasa cinta digunakan untuk menyenangkan

semua pihak;

c. Ada kepercayaan, yaitu suatu perasaan yang timbul akibat interaksi antara

dua orang atau lebih. Kepercayaan merupakan salah satu yang

melanggengkan kekuasaan;

d. Ada pemujaan, Biasanya para penguasa merupakan kelompok yang dipuja

karena didasarkan pada sistem kepercayaan. Para penguasa dianggap

memperoleh kekuasaannya langsung dari sang pencipta (adiduniawi).

Sedangkan saluran-saluran kekuasaan dalam masyarakat yaitu melalui

militer, ekonomi, politik, ideologi, dan tradisional. Melalui saluran militer,


11

biasanya kekuasaan dengan saluran ini banyak menggunakan paksaan dan

kekuasaannya mengutamakan ketertiban. Melalui saluran ekonomi, penguasa

menguasai kehidupan ekonomi masyarakat agar dapat berkuasa dan

kekuasaannya dapat berjalan. Melalui saluran politik, biasaya dilakukan melalui

upaya meyakinkan atau bahkan memaksa anggota masyarakat aagar patuh pada

peraturan yang dibuat oleh Badan yang berwenang dan sah. Melalui saluran

ideologi, penguasa menanamkan ajaran-ajaran atau doktrin-dotrin yang

bertujuan utnuk menerangkan sekaligus membenarkan kekuasannya. Sedangkan

melalui saluran tradisional, penguasa menyesuaikan diri dengan tradisi-tradisi

yang dikenal di dalam masyarakat dan biasanya saluran ini akan efektif untuk

menentang reaksi negatif dari masyarakat. Semakin banyak saluran yang

dikuasai, maka kekuasaan kan semakin langgeng. Untuk mengatahui apakah

hukum itu berfungsi didalam masyarakat maka yang harus diketahui adalah

apakah hukum itu benar-benar berlaku dalam masyarakat. Pelaksanaan hukum

dalam masyarakat memerlukan kekuasaan, sebab tanpa kekuasaan hukum hanya

bersifat anjuran. Sebaliknya kekuasaan pun memerlukan hukum untuk

menentukan batas-batasnya.
12

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang berbeda namun saling

mempengaruhi satu sama lain. Hukum merupakan suatu sistem peraturan yang

mengatur kehidupan manusia dan apabila dilanggar, maka akan diberikan sanksi

bagi yang melanggarnya. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang

atau suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok

lain, agar pihak tersebut bertindak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Masyarakat menciptakan kaidah hukum yang kepatuhannya pada tingkat

terakhir tidak sepenuhnya diserahkan pada kemauan bebas warga masyarakat

perorangan, melainkan diterapkan dan ditegakkan oleh otoritas publik yang

kewenangan, dan kehadirannya diterima oleh masyarakat.

Pelaksanaan hukum dalam masyarakat memerlukan kekuasaan, sebab tanpa

kekuasaan hukum hanya bersifat anjuran. Sebaliknya kekuasaan pun

memerlukan hukum untuk menentukan batas-batasnya. Kekuasaan memiliki

sifat yang khas, yaitu bahwa ia cenderung untuk merangsang yang memilikinya

untuk lebih berkuasa lagi. Oleh sebab itu, maka kekuasaan dapat dimulai baik

atau buruknya tergantung dari bagaimana si pemegang kekuasaan

menggunakannya,

Hukum dan Kekuasaan memiliki hubungan yang saling mempengaruhi satu

sama lain, hukum ada karena dibuat penguasa yang sah, sebaliknya perbuatan

penguasa diatur oleh hukum yang dibuatnya.


13

B. Saran

Antara hukum dan kekuasaan terjadi hubungan yang saling mempengaruhi

satu sama lain. Keduanya harus memiliki keseimbangan. Apabila hukum yang

berlaku tanpa adanya kekuasaan didalamnya, maka hukum tersebut menjadi

tidak berjalan sebagaimana fungsinya untuk mengatur masyarakat karena

masyarakat tidak akan patuh terhadap hukum tersebut dikarenakan tidak ada

pihak yang berwenang untuk menegakkan hukum tersebut sehingga dapat

menyebabkan kekacauan dalam masyarakat. Sedangkan kekuasaan yang diatur

oleh hukum adalah untuk kepentingan masyarakat agar masyarakat yang

merupakan objek dari kekuasaan tidak menjadi korban dari kekuasaan. Harus

ada hukum sebagai rambu atau batasan bagi pelaksanaan kekuasaan tersebut,

sedangkan dalam pelaksanaan hukum tersebut haruslah ada kekuasaan bagi

penegak hukum (aparat) nya agar hukum tersebut dapat ditaati oleh masyarakat.
14

DAFTAR PUSTAKA

Adji Samekto, Relasi Hukum dengan Kekuasaan: Melihat Hukum dalam


Perspektif Realitas. Jurnal Dinamika Hukum, Vol.14, No.1, Januari 2013.

Andi Safriani, Telaah Terhadap Hubungan Hukum dan Kekuasaan, Jurnal


Hukum Jurisprudentie, Volume 4 Nomor 2 Desember 2017, hlm.39.
diunduh pada tanggal 03 November 2018 pukul 21.52 WIB.

Huijbers, Theo. Fisafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Cet.18, Yogyakarta:


Kanisius, 2011.

Liky Faizal, Sosiologi Hukum Dalam Paradigma Sosial, Jurnal TAPIs Vol. 5 No.
10 Juli-Desember 2009, Diunduh pada tanggal 03 November 2018 pukul
20.02 WIB.

M. Chairul Basrun Umanailo, Sosiologi Hukum, Cet.2, Maluku: FAM Publishing,


2016.

Mastur, Peranan dan Manfaat Sosiologi Hukum Bagi Aparat Penegak Hukum,
Jurnal Hukum. Diunduh pada tanggal 3 November 2018 pukul 20.15 WIB.

Materi Kuliah Sosiologi Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, tahun


2017.

Salman Luthan, Hubungan Hukum dan Kekuasaan, Jurnal Hukum, No. 2 Vol. 14,
April 2007, hlm.168. Diunduh pada tanggal 03 November 2018 pukul
21.34 WIB.

Sugi Arto, Sejarah Pembentukan Dan Perkembangan Sosiologi Hukum di


Indonesia, diposting pada tanggal 27 Januari 2016, diakses melalui
http://artonang.blogspot.com/2016/01/sejarah-pembentukan-dan-
perkembangan.html pada tanggal 20 Oktober 2018 pukul 10.00 WIB.

Tony Hanoraga, Dialektika Hubungan Hukum dan Kekuasaan, Jurnal Hukum.


Diunduh pada tanggal 03 November 2018 pukul 20.02 WIB.

Anda mungkin juga menyukai