Bab II Pembahasan………………………………………………………….. 4
2.1 Pengertian Sosiologi Hukum……………………………………. 4
2.2 Awal mula pembentukan Sosiologi Hukum……..……………… 4
2.3 Peletak Dasar sosiologi Hukum……………………………….… 6
2.4 Perkembangan sosiologi Hukum di Indonesia …………….…….. 8
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1. Agar dapat mengetahui pengertian dari sosiologi hukum
2. Untuk mengetahui awal mula pembutukan sosiologi hukum
3. Untuk mengetahui secara jelas siapa saja tokoh yang menjadi peletak dasar sosiologi hukum
4. Agar dapat mengetahui perkembangan sosiologi hukum di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Sosiologi hukum sebenarnya merupakan ilmu tentang kenyataan hukum yang ruang lingkupnya
adalah :
1. Dasar Sosial dari hukum, atas dasar anggapan bahwa hukum timbul serta tumbuh dari
proses sosial lainnya.
2. Efek Hukum terhadap gejala sosial lainnya dalam masyarakat.
Apabila yang dipersoalkan adalah perspektif penelitiannya, maka dapat dibedakan :
A. Sosiologi hukum teoritis, yang bertujuan untuk menghasilkan generalisasi/abstraksi setelah
pengumpulan data, pemeriksaan terhadap keteraturan-keteraturan sosial dan pengembangan
hipotesa-hipotesa.
B. Sosiologi hukum empiris, yang bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa dengan cara
mempergunakan atau mengolah data yang dihimpun didalam keadaan yang dikendalikan secara
sistematis dan metodologis.
Dari uraian tersebut, kesimpulannya adalah bahwa dalam kerangka akademis maka penyajian
sosiologi hukum dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk memungkinkan pembentukan teori
hukum yang bersifat sosiologis.
2. Henry S. Maine
Menurut Henry S. Maine penghargaan individu bersifat warisan/ turun menurun, dan status
sangat berpengaruh tapi dilihat kenyataan sekarang tidak berlaku karena sekarang menggunakan
penilaian dari kualitas individu jadi terjadilah pergeseran masyarakat dalam hukum. Hasil
pemikiranyya bahwa ia mengatakan bahwa masyarakat bukanlah serba laten, melainkan yang
bersifat contingen. Dalam masyrakat pula terdapat askripsi-askripsi tertentu yang sesungguhnya
merupakan penganugerahan atribut dan kapasitas kepada warga masyarakat yang bersangkutan,
dalam status yang telah ditradisikan dalam masyarakat.
3. Emiel Durkheim
Dalam mengungkapkan idenya tentang hukum, Durkheim bertolak dari penemuan yang
terjadi dalam masyarakat. Dengan metode empirisya, ia melihat jenis-jenis hukum dengan tipe
solidaritas dalam masyarakat. Ia membuat perbedaan antara hukum yang menindak dengan
hukum yang mengganti, atau Repressive dengan Restitutive. Dalam konsep Durkheim, hukum
sebagai moral sosial, pada hakikatnya adalah suatu ekspresi solidaritas sosial yang berkembang
di dalam suatu masyarakat. Hukum menurutnya adalah cerminan solidaritas. Tak ada msyarakat
yang dapat tegak dan eksis tanpa adanya solidaritas. Menurut Durkheim, hukum dirumuskan
sebagai suatu kaidah yang bersanksi.
4. Max Weber
Menurut Max Weber melihat perkembangan hukum dari masyarakat klasik sampai masyarakat
modern sekarang ini atau bisa dikatakan Hukum berdasarkan fatwa sampai hukum berdasarkan
musywarah seperti sekarang. Max Weber membuat tiga sistem peradilan, yaitu :
a. Peradilan Kudi yaitu menyelesaikan setiap perkara atau masalah dengan cara kekeluargaan atau
perdamaian.
b. Peradilan Empiris yaitu hakim memutuskan perkara dengan putusan-putusan terdahulu
(yurisprudensi).
c. Peradilan Rasional yaitu peradilan yang bekerja atas asas-asas organisasi yang sesuai
dengan peradilan sekarang.
5. Roscoe Pound
Sosiologi hukum di Amerika serikat telah menemukan ketelitian yang sangat terperinci
dan meluas, berkat penemuan ilmiah Roscoe pound, maka tiada tandingnya dari mazab “ilmu
hukum sosiologis yurifrudensi”. Pikiran pound dibentuk dari hasil ketentangan secara terus
menerus dari masalah-masalah sosiologis,masalah-masalah filsafat, masalah-masalah sejarah
hukum, masalah-masalah sifat pekerjaan pengadilan-pengadilan amerika (unsure kebijaksanaan
administrative dalam proses pengadilan). Pemikiran pound lebih mengutamakan tujuan-tujuan
praktis : (1).menelaah,(2).mengajukan,(3).menciptakan,(4).study, (5).membela, (6).tujuan
Dimana tujuan-tujuan praktis tersebut lebih menekankan mengenai hukum yang hidup dalam
masyarakat. Tujuan hukum yakni menciptakan ketertiban, kedamaian dan ketentraman dalam
masyrakat. Menalaah bagaimana sistem hukum yang bekerja dalam masyarakat, mengajukan
suatu perkara untuk mendapatkan kepastian hukum, menciptakan ketertiban dalam masyarakat,
membela masyarakat yang lemah dengan cara yang adil. Roscoe pound lebih memandang bahwa
hukum sebagai proses rekayasa sosial.
Berbagai defenisi hukum dan berbagai filsafat hukum pada tingkat pertama adalah suatu usaha
untuk menerangkan secara rasional hukum massa dan tempat atau beberapa unsure didalamnya
yang tepat dan khas.
6. Menurut Ehrlich
Dalam bukunya yang berjudul “grendlegung der sociological rechts" (1913)¸
mengatakan bahwa masyarakat adalah ide umum yang dapat digunakan untuk menandakan
semua hubungan sosial, yakni keluarga, desa, lembaga-lembaga sosial, negara, bangsa, sistem
ekonomi maupun sistem hukum dan sebagainya. Ehrlich memandang semua hukum sebagai
hukum sosial, tetapi dalam arti bahwa semua hubungan hukum ditandai oleh faktor-faktor sosial
ekonomis. Sistem ekonomis yang digunakan dalam produksi, distribusi, dan konsumsi bersifat
menentukan bagi keperluan hukum. Teori Ehrlich yang mengambil masyarakat sebagai ide dasar
pembentukan hukum mengatakan bahwa semua hukum positif berakar dalam suatu hukum
fundamental masyarakat. Hukum fundamental adalah apa yang menguasai seluruh hidup
bersama. Hidup bersama pada masyarakat modern dikuasai oleh solidaritas sosial. Solidaritas
sosial merupakan hukum fundamental masyarakat sekarang.
Dan, Sejarah perkembangan sosiologi hukum antara lain di pengauruhi oleh beberapa pengikut
aliran, yaitu :
1. Pengaruh Dari Filsafat Hukum
Pengaruhnya yang khas adalah dari istilah ‘Law In Action’, yaitu beraksinya atau berprosesnya
hukum. Menurut Pound, bahwa hukum adalah suatu proses yang mendapatkan bentuk dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan dan keputusan hakim atau pengadilan. Dengan
maksud yaitu kegiatan untuk menetralisasikan atau merelatifkan dogmatif hukum. Juga hukum
sebagai sarana untuk mengarahkan dan membina masyarakat.
Ilmu hukum di Indonesia datang dan diusahakan melalui kolonialisasi Belanda atas negeri
ini. Pendidikan tinggi hukum yang boleh dipakai sebagai lambang dari kegiatan kajian hukum
baru dimulai pada tahun 1924, yaitu dengan dibukanya Rechtchogeschool di Jakarta. Sebelum itu
memang sudah ada Rechsschool yang yang didirikan pada tahun 1909, dengan masa belajar
enam tahun. Lembaga ini belum dimasukkan ke dalam kategori keilmuan, karena separuh dari
masa itu masih juga dipakai untuk melakukan pendidikan menengah atau SLTP sekarang.
Sosiologi hukum merupakan suatu disiplin ilmu dalam ilmu hukum yang mulai di kenal
pada tahun 60-an. Kehadiran sosiologi hukum di Indonesia memberikan suatu pemahaman baru
bagi masyarakat mengenai hukum yang selama ini dilihat sebagai suatu sistem perundangan atau
yang selama ini di kenal dengan pemahaman secara normatif.
“Hukum dalam masyarakatrakat dan hukum pembangunan nasional tahun 1976 “Hukum
keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hidup manusia dalam masyarakatrakat termasuk
lembaga dan proses didalam mewujudkan berlakunya hukum itu dalam kenyataan.
Menurut mazhab Unpad “hukum tidak hanya bertujuan untuk mencapai ketertiban dan
keadilan saja, akan tetapi dapat pula berfungsi sebagai saran untuk merubah / memperbaharui
masyarakatrakat”. Pandangan itu menggabungkan pandangan normative dan sosiologis dalam
pembinaan hukum, yang memandang bagaimana hukum dapat berperan serta terutama didalam
menghadapi situasi Negara Indonesia yang lagi melakukan pembangunan. Pembangunan pada
dasarnya merupakan suatu proses yang menyangkut seluruh aspek aspek kehidupan manusia,
yang hanya dapat didekati dengan pendekatan sosiologis.
Diluar fakultas hukum, pendektan sosiologi juga memasuki badan-badan, seperti Badan
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), suatu bagian dalam Departemen kehakiman. Jajaran
profesi hukum dan peradilan juga tertarik kepada disiplin ilmu yang baru tersebut, seprerti yang
dilakukan dikalangan advokat, melalui permintaan ceramah-ceramah.
Sejak Indonesia sudah berubah menjadi negara merdeka dan mulai saat itu juga telah
mengalami perubahan secara terus-menerus sampai akhirnya orde baru mendorong keterbukaan,
maka standar lama tersebut tidak dapat lagi dipertahankan dalam hal ini putusan tersebut
menggunakan pendekatan sosiologi hukum.
B. Sejarah Sosiologi Hukum Sebagai Ilmu Pengetahuan
Lahirnya sosiologi hukum dipengaruhi 3 disiplin ilmu :
Filsafat hukum hans kelsen, teori hirarki gunor dasar sosial (merupakan ruang lingkup
filsafat);
Filsafat hukum yang menyebabkan lahirnya sosiologi hukum tersebut adalah aliran
positivisme. Stratifikasi derajat hukum dimaksud adalah yang paling bawah putusan badan
pengadilan, atasnya uu dan kebiasaan, atasnya lagi kontitusi dan yang paling atas grundnorm
dasar/ basis social salah satu objek bahasan dalam social hukum. Hierarki hukum grundnorm
kontitusi uu, kebiasaan dan putusan pengadilan.
Aliran positivisme : aliran filsafat hukum yang menjadi penyebab lahirnya Sosiologi
Hukum. Dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan Stufenbau des Recht-nya. Hukum itu tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan yang lebih atas derajatnya. Dimana urutannya adalah
sebagai berikut : yang paling bawah itu = putusan badan pengadilan, atasnya = undang undangan
dan kebiasaan, atasnya lagi = konstitusi dan yang paling atas = grundnorm (dasar sosial daripada
hukum);
Aliran filsafat hukum yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sosoiologi hukum
yaitu :
1. Mazhab sejarah : Carl von Savigny à hukum itu tidak dibuat, akan tetapi tumbuh dan
berkembang bersama sama dengan masyarakatrakat,
2. Aliran utility : Jeremy Betham : hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakatrakat, guna
mencapai hidup bahagia,
3. Aliran sociological yurisprudence : Eugen Ehrlich à hukum yang dibuat, harus sesuai dengan
hukum yang hidup didalam masyarakatrakat ( living law ),
4. Aliran pragmatic legal realism : Roscoe Pound à “law as a tool of social engineering“.
5. Ilmu Hukum. Hukum sebagai gejala sosial, yang mendorong pertumbuhan sosiologi hukum,
bahwa hukum harus dibersihkan dari anasir anasir sosiologis.
6. Sosiologi yang berorientasi pada hukum. Emile Durkheim menyatakan setiap masyarakatrakat
selalu ada solidaritas yaitu : Solidaritas mekanis : terdapat dalam masyarakatrakat sederhana,
hukumnya bersifat represip yang diasosiasikan seperti dalam pidana. Solidaritas organis :
terdapat dalam masyarakatrakat modern, hukumnya bersifat restitutif yang diasosiasikan seperti
dalam perdata. Max Weber à teori ideal typenya : Irrasional formal, Irrasional
materiel, Rasional formal : pada masyarakatrakat modern yang didasarkan pada konsep konsep
ilmu hukum, Rasional materiel.
Ilmu hukum yaitu hukum sebagai gejala sosial, banyak mendorong pertumbuhan sosiologi
hukum . hans kelsen menganggap hukum sebagai gejala normative. Sosiologi yg berorentasi
hukum yaitu bahwa dalam setiap masyarakat, selalu ada solidaritas
organisasi(masyarakat.modern, hukum bersifat restitutif seperti hukum perdata) dan solidaritas
mekanis (masyarakat sederhada, hukum yg bersifat represif seperti hukum pidana). Max weber,
ada 4 tipe ideal, yaitu irasional formal, irasional material, rasional material (berdasarkan konsep-
konsep hukum ), dan rasional material. Letak dan ruang lingkup sosiologi hukum dua hal yaitu
dasar-dasar sosial dari hukum / basis sosial dari hukum . hukum nasional berdasarkan sosialny,
pancasila( gotong royong, musyawarah, dan kekeluargaan).
Pendekatan dalam sosiologi hukum, pendekatan instrumental atau suatu disiplin ilmu teoritis
yg mempelajari keteraturan dari fungsinya hukum . tahap ini adalah merupakan tahap penengah
dari perkembangan atau pertumbuhan sosilogi hukum, akan tercapai bila adanya otonomi dan
kemandirian intelektual.
Sosiologi hukum tidak melakukan penilaian terhadap hukum . Akan tetapi perhatiannnya
adalah hanyalah pemberian penjelasan terhadap objek fenomena hukum yang dipelajari dalam
masyarakatrakat. Perbedaan yuridis normatif dan yuridis empiris perbandingan yuridis empiris
yuridis normatif objek sociological model jurisprudence model fokus social struktur analisis
aturan proses perilaku logika pilihan ilmu pengatahuan praktis tujuan penjelasan pengambilan
keputusan hukum sebagai sosial kontrol bahwa social control / social engineering diartikan
sebagai suatu proses, baik yg direncanakan ataupun yang tidak direncanakan, yg bersifat
mendidik, atau mengajak bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi kaidah dan nilai
yang berlaku. yang berupa pemidanaan, kopensasi, terapi, maupun konsiliasi.
Patokan suatu pemidanaan adalah larangan yang apabila dilanggar akan mengakibatkan
penderitaan (sanksi negatif) bagi pelanggarnya. hukum sebagai alat untuk mengubah
masyarakatrakat hukum berfungsi sebagai control social sebagai pengubah masyarakat menjadi
social engineering yaitu melalui hakim sebagai interpretasi dalam mengadilan kasus yg
dihadapinya secara seimbang “balance” . dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu studi
tentang aspek social yg actual dari lembaga hukum , tujuan pembuatan peraturan yg efektif, studi
tentang sosiologi dalam mempersiapkan hukum , studi tntang metodologi hukum, sejarah
hukum.
Arti penting tentang alasan-alasan dan solusi dari kasus-kasus individual yang berisikan
keadilan abstrak dari hukum yg abstrak pula. hukum dan kekuatan-kekuatan sosial tempat
kekuatan social itu adalah kekuatan uang sejak bangsa Indonesia melaksanakan pembangunan
nosional yg pada pokoknya merupakan pembangunan ekonomi, terjadi suatu proses perubahan
social yg tidak kunjung berhenti di dalam masyarakatrakat kota, kekuatan politik di dalam
system demokrasi di indonesia, kekuatan massa dan teknoloigi baru. Dan sejatinya, Sosiologi
hukum bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktek prektek hukum. Sosiologi
hukum bertujuan untuk memberi penjelasan terhadap praktek-praktek hukum baik oleh para
penegak hukum atau masyarakat, seperti dalam pembuatan undang-undang, praktek peradilan
dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah dalam
kehidupan bersama, keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Namun demikian, hingga
sekarang belum diperoleh suatu pengertian hukum yang memadai dengan kenyataan. Hal ini
dikarenakan hukum memiliki banyak segi dan bentuk, sebagaimana diungkapkan oleh Lemaire,
bahwa hukum itu banyak seginya serta meliputi segala lapangan kehidupan manusia
menyebabkan orang tidak mungkin membuat suatu definisi hukum yang memadai dan
komperhensif. Pada sosiologi hukum, hukum bercirikan sebagai pola perilaku sosial, dan
institusi sosial yang nyata dan fungsional di dalam sistem kehidupan masyarakat baik dalam
proses pemulihan ketertiban dan penyelesaian sengketa maupun dalam proses pengarahan dan
pembentukan pola perilaku yang baru.
3.2 SARAN
Pembentukan hukum harus memperhatikan hukum yang hidup. Terdapat perimbangan
antara hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Dan dalam kehidupan ssosialpun, harus dihindari
sikap acuh terhadap sesama demi menjaga keutuhan persaudaraan di dalam lingkup masyarakat.
4. Metode empiris dalam hal melakukan perumusan hukum sangat penting untuk
dilakukan. Metode ini dipakai untuk menemukan pengertian yang sesungguhnya tentang hukum
yang terjadi dalam masyarakat. Kata empiris sendiri, Artinya suatu keadaan yang bergantung
pada bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera. menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa
Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme
adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran
yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca
indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah
sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
5. Penerapan aliran utility dalam kehidupan masyarakat sangat perlu untuk terus ditingkatkan.
Aliran utility ini pertama kali dikemukakan oleh Jeremy Betham pada tahun 1784-1832. Dalam
aliran ini, ia menjelaskan bahwa hukum itu harus mampu memberikan manfaat yang sangat
banyak untuk seluruh lapisan masyarakat. Jadi, hukum itu tidak boleh hanya mengatur
kepentingan perorangan melainkan harus dirasakan manfaatnya oleh banyak orang. Pun juga,
dalam teorinya berprinsip bahwa manusia bertindak adalah untuk memperbanyak kebahagiaan
dan mengurangi penderitaan. Ukuran baik buruknya tindakan bergantung pada apakah tindakan
tersebut dapat mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Setiap kejahatan harus dipidanakan
setimpal dengan tindakan jahat tersebut dan sanksinya tidak boleh melebihi dari apa yang
diperlukan untuk mencegah kejahatan.