Anda di halaman 1dari 19

Berikan komentar secara singkat dan jelaskan tentang perbedaan kajian :

a) Sosiologi Hukum

b) Psikologi Hukum

c) Antropologi Hukum dan

d) Filsafat Hukum

A. Sosiologi Hukum

Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang relatif muda, sejak awal

kelahiran hingga kini, telah banyak melahirkan sejumlah perbedaan pendapat

dalam penentuan batasan pengertian, baik batasan pengertian yang bersifat umum

maupun yang bersifat khusus. Oleh pencetus pertamanya, yaitu Isidore Auguste

Francois Xavier Comte atau biasa dikenal dengan sebutan Auguste Comte,

seorang warga Perancis, dikemukakan bahwa Sosiologi merupakan:

A general Social Science,


atau dengan kalimat lain dapat dinyatakan sebagai ilmu pengetahuan
kemasyarakatan yang bersifat umum atau suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari masyarakat dengan segenap aspeknya.

Pengertian di atas itu telah berimplikasi menempatkan Sosiologi menjadi

suatu ilmu pengetahuan yang dapat mempelajari apapun tentang kehidupan

masyarakat, baik aspek-aspek yang bersifat fisik, ekonomi, psikologi, sosial

maupun budaya.
Dari sudut sejarah, sosiologi hukum untuk pertama kalinya diperkenalkan

oleh seorang Itali yang bernama Anzilotti, pada tahun 1882. Sosiologi hukum

pada hakekatnya lahir dari hasil-hasil pemikiran para ahli, baik di bidang filsafat

hukum, ilmu maupun sosiologi (Anwar, 2008). Sosiologi hukum saat ini sedang

berkembang pesat. Ilmu ini diarahkan untuk menjelaskan hukum positif yang

berlaku artinya isi dan bentuknya berubah-ubah menurut waktu dan tempat,

dengan bantuan faktor kemasyarakatan.

Berikut adalah beberapa pendapat tentang Sosiologi Hukum :

1) Soerjono Soekanto

Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara analitis

dan empiris menganalisis atau mempelajari hubungan timbale balik antara

hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya.

2) Satjipto Rahardjo

Sosiologi hukum (sociology of law) adalah pengerahuan hukum terhadap pola

perilaku masyarakat dalam konteks sosialnya.

3) R. Otje Salman

Sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbale balik

antara hukum dengan gejala-gejala sosial lainnya secara empiris analitis.

4) H.L.A. Hart

Hart tidak mengemukakan defenisi dari sosiologi hukum, namun mempunyai

aspek sosiologi hukum. Hart mengungkapkan bahwa suatu konsep tentang


hukum mengandung unsur-unsur kekuasaan yang terpusat pada kewajiban

tertentu di dalam gejala hukum yang tampak dari kehidupan bermasyarakat.

Inti dari suatu sistem hukum terletak pada kesatuan antara aturan utama

(primary rules), yaitu kewajiban-kewajiban dan aturan tambahan (secondary

rules) yang terdiri dari dari rules of recognition (aturan yang menjelaskan

aturan utama), rules of change (aturan yang men sah kan adanya aturan utama

yang baru) dan rules of adjudication (aturan yang memberikan hak kepada

perorangan untuk menentukan sanksi hukum dari suatu peristiwa tertentu

apabila aturan utama dilanggar oleh masyarakat). Intinya menurut Hart adalah

bahwa segala aktifitas sosial manusia yang dilihat dari aspek hukumnya

disebut sosiologi hukum.

Menurut C.J.M Schuyt, salah satu tugas Sosiologi Hukum adalah

mengungkapkan sebab atau latar belakang timbulnya ketimpangan antara tata

tertib masyarakat yang dicita-citakan dengan keadaan masyarakat yang ada di

dalam kenyataan. Menurut Ronni Hanitijo Soemitro ilmu hukum dapat dibedakan

ke dalam 2 (dua) cabang spesialisasi, yaitu Studi tentang Law in Books dan Studi

tentang Law in Actions. Law in books disebutkan bagi studi/kajian tentang hukum

sebagaimana tercantum di dalam kitab Undang-Undang atau sebagaimana di

dalam peraturan Perundang-undangan, dengan kata lain studi tentang hukum

sebagai norma atau kaedah. Hukum sebagai norma atau kaedah bersifat otonom,

artinya bahwa hukum tersebut berdiri sendiri dan bebas dari segala pengaruh.

Sedangkan Law in Actions disebutkan bagi studi/kajian tentang hukum sebagai


gejala/proses sosial. Hukum sebagai gejala/proses sosial sifatnya heteronom,

artinya hukum tersebut memiliki pengaruh dan hubungan timbal balik dengan

gejala sosial lainnya seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, agama dan lainlain.

Hukum sebagai gejala sosial yang bersifat empiris, dapat dipelajari sebagai

independent variable maupun sebagai dependent variable. Hukum yang dipelajari

sebagai dependent variable merupakan resultante (hasil) dari berbagai

kekuatandalam proses sosial dan studi tersebut dikenal sebagai Sosiologi Hukum.

Dalam hukum dan sosiologi sebagai sebuah disiplin intelektual dan bentuk

praktik professional memiliki kesamaan ruang lingkup. Namun, sama sekali

berbeda dalam tujuan dan metodenya. Hukum sebagai sebuah disiplin ilmu

memfokuskan pada studi ilmiah terhadap fenomena sosial. Perhatian utamanya

adalah masalah preskriptif dan teknis. Sedangkan sosiologi memfokuskan pada

studi ilmiah terhadap fenomena sosial (Cotterrell, 1992). Meskipun demikian,

kedua disiplin ini memfokuskan pada seluruh cakupan bentuk-bentuk signifikan

dari hubungan-hubungan sosial. Dan dalam praktiknya kriteria yang menentukan

hubungan mana yang signifikan seringkali sama, yang berasal dari asumsi-asumsi

budaya atau konsepsi-konsepsi relevansi kebijakan yang sama.

Sosiologi hukum, mempunyai objek kajian fenomena hukum,

sebagaimana telah dituliskan oleh Curzon, bahwa Roscou Pound menunjukkan

studi sosiologi hukum sebagai studi yang didasarkan pada konsep hukum sebagai

alat pengendalian sosial. Sementara Llyod, memandang sosiologi hukum sebagai


suatu ilmu deskriptif, yang memanfaatkan teknis-teknis empiris. Hal ini berkaitan

dengan perangkat hukum dengan tugas-tugasnya. Ia memandang hukum sebagai

suatu produk sistem sosial dan alat untuk mengendalikan serat mengubah sistem

itu.

Sosiologi hukum merupakan cabang khusus sosiologi, yang menggunakan

metode kajian yang lazim dikembangkan dalam ilmu-ilmu sosiologi. Sementara

yang menjadi objek sosiologi hukum adalah :

1) Sosiologi hukum mengkaji hukum dalam wujudnya atau Government Social

Control. Dalam hal ini, sosiologi mengkaji seperangkat kaidah khusus yang

berlaku serta dibutuhkan, guna menegakkan ketertiban dalam kehidupan

bermasyarakat.

2) Sosiologi hukum mengkaji suatu proses yang berusaha membentuk warga

masyarakat sebagai mahluk sosial. Sosiologi hukum menyadari eksistensinya

sebagai kaidah sosial yang ada dalam masyarakat.

Ada banyak pendekatan yang digunakan untuk memahami sosiologi

hukum, yaitu meliputi: teori perilaku, teori jurispruden, teori fungsional, teori

konflik, teori sosialisasi dan teori system. Akan tetapi pada perkembangannya

lebih lanjut, ternyata teori system dapat menyatukan beberapa teori lainnya.
B. Psikologi Hukum

Ilmu psikologi yang diterapkan dalam bidang hukum lebih dikenal dengan

istilah psikologi hukum. Psikologi hukm adalah suatu cabang pengetahuan yang

mempelajari hukum sebagai suatu perwujudan dari jiwa manusia. Ilmu

engetahuan ini mempelajari perilaku atau sikap tindakan hukum yang mungkin

merupakan perwujudan dari gejala – gejala kejiwaan tertentu, dan juga landasan

kejiwaan dari perilaku atau sikap tindakan tersebut (Soejono Soekanto, 1979).

Beberapa pendapat ahli tentang Psikologi Hukum:

o Soerjono Soekanto

Psikologi hukum adalah studi hukum yang akan berusaha menyoroti hukum

sebagai suatu perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu dan juga

landasan kejiwaan dari perilaku atau sikap tindak tersebut

o Achmad Ali

Karena hukum dibentuk oleh jiwa manusia seperti putusan pengadilan dan

peraturan perundang-undangan, menandakan bahwa psikologi merupakan

karakteristik hukum yang tidak dapat dipisahkan dari hukum itu sendiri.

(Aliran pemikiran hukum historis).

o Edward E. Jones

Psikologi hukum adalah suatu kajian tentang sifat, fungsi, dan perilaku hukum

dari pengalaman mental dari individu dalam hubungannya dengan berbagai

fenomena hukum.
o Purnadi Purbacarak

Psikologi hukum, yaitu suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari

hukum sebagai perwujudan dari pada perkembangan jiwa manusia.

Dari pandangan beberapa ahli tersebut dapat dirangkum bahwa Psikologi

Hukum adalah suatu cabang pengetahuan yang mempelajari hukum sebagai suatu

perwujudan dari jiwa manusia. Ilmu pengetahuan ini mempelajari perilaku atau

sikap tindakan hukum yang mungkin merupakan perwujudan dari gejala–gejala

kejiwaan tertentu, dan juga landasan kejiwaan dari perilaku atau sikap tindakan

tertentu. Psikologi hukum dapat diartikan juga sebagai studi psikologi yang

mempelajari ketidakmampuan individu untuk melakukan penyesuaian terhadap

norma hukum yang berlaku atau tidak berhasilnya mengatasi tekanan-tekanan

yang berasal dari dalam diri individu maupun lingkungan sosialnya. Sesuai

dengan defini diatas sesungguhnya manusialah yang paling berkepentingan

dengan ilmu psikologi. Dengan kata lain ilmu psikologi sangat erat hubungannya

dengan interaksi manusia sehari-hari. Interaksi manusia yang diatur dalam sistem

hukum memerlukan peranan ilmu psikologi untuk memahami prilaku manusia

dalam interaksinya dengan manusia lain dianaranya dalam perbuatan pidana atau

kejahatan.

Dikemukakan oleh Soejono Seokanto bahwa dewasa ini hasil-hasil

penelitian tentang hubungan antara hukum dan sektor kejiwaan, tersebar dalam

publikasi hasil-hasil penelitian di berbagai bidang ilmu. Pada umumnya hasil-


hasil penelitian tersebut menyoroti hubungan timbal balik antara faktor-faktor

tertentu dari hukum, dengan beberapa aspek khusus dari kepribadian manusia.

Masalah yang ditinjau berkisar pada soal-soal sebagai berikut:

1) Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pelanggaran terhadap kaedah hukum;

2) Dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pola-pola penyelesaian terhadap pelanggaran

kaedah hukum;

3) Akibat-akibat dari pola-pola sengketa tertentu.11

Dengan demikian pokok-pokok ruang lingkup psikologi hukum adalah

sebagai berikut:

1) Segi psikologi terbentuknya norma atau kaedah hukum;

2) Kepatuhan atau ketaan terhadap kaedah hukum;

3) Perilaku menyimpang;

4) Psikologi dalam hukum pidana dan pengawasan perilaku.

C. Antropologi Hukum

Secara timologi, antropologi berasal dari kata anthropos berarti manusia

dan logos berarti ilmu. Dalam antropologi, manusia dipandang sebagai sesuatu

yang kompleks dari segi fisik, emosi, sosial, dan kebudayaannya. Antropologi

sering pula disebut sebagai ilmu tentang manusia dan kebudayaannya.

Antropologi mulai banyak dikenal orang sebagai sebuah ilmu setelah

diselenggarakannya simposium pada tahun 1951 yang dihadiri oleh lebih dari 60

tokoh antropologi dari negara-negara di kawasan Ero-Amerika (hadir pula


beberapa tokoh dari Uni Soviet). Simposium yang dikenal dengan sebutan

International Symposium on Anthropology ini telah menjadi lembaran baru bagi

antropologi, terutama terkait dengan publikasi beberapa hasil karya antropologi,

seperti buku yang berjudul “Anthropology Today” yang di redaksi oleh A.R.

Kroeber (1953), “An Appraisal of Anthropology Today” yang di redaksi oleh S.

Tax, dkk. (1954), “Yearbook of Anthropology” yang diredaksi oleh W.L. Thomas

Jr. (1955), dan “Current Anthropology” yang di redaksi oleh W.L. Thomas Jr.

(1956). Setelah simposium ini, antropologi mulai berkembang di berbagai negara

dengan berbagai tujuan penggunaannya. Di beberapa negara berkembang

pemikiran-pemikiran antropologi mengarah pada kebutuhan pengembangan

teoritis, sedangkan di wilayah yang lain antropologi berkembang dalam tataran

fungsi praktisnya.

Pengertian lainnya disampaikan oleh Harsojo dalam bukunya yang

berjudul “Pengantar Antropologi” (1984). Menurut Harsojo, antropologi adalah

ilmu pengetahuan yang mempelajari umat manusia sebagai makhluk masyarakat.

Menurutnya, perhatian antropologi tertuju pada sifat khusus badani dan cara

produksi, tradisi serta nilai-nilai yang akan membedakan cara pergaulan hidup

yang satu dengan pergaulan hidup yang lainnya.

Antropologi sebagai salah satu cabang ilmu sosial mempunyai bidang

kajian sendiri yang dapat dibedakan dengan ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi,

ilmu ekonomi, ilmu politik, kriminologi dan lain-lainnya. Antropologi juga dapat
dikelompokkan ke dalam cabang ilmu humaniora karena kajiannya yang terfokus

kepada manusia dan kebudayaannya.

Sebagaimana sudah dijelaskan bahwa, secara umum dapat dikatakan

antropologi merupakan ilmu yang mempelajari manusia dari segi keragaman

fisiknya, masyarakatnya, dan kebudayaannya, namun demikian, di beberapa

tempat, negara, dan universitas, antropologi sebagai ilmu mempunyai penekanan-

penekanan tertentu sesuai dengan karakteristik antropologi itu sendiri dan

perkembangan masyarakat di tempat, negara, dan universitas tersebut. Seperti

yang pernah diungkapkan Koentjaraningrat bahwa ruang lingkup dan dasar

antropologi belum mencapai kemantapan dan bentuk umum yang seragam di

semua pusat ilmiah di dunia. Menurutnya, cara terbaik untuk mencapai pengertian

akan hal itu adalah dengan mempelajari ilmu-ilmu yang menjadi pangkal dari

antropologi, dan bagaimana garis besar proses perkembangan yang

mengintegrasikan ilmu-ilmu pangkal tadi, serta mempelajari bagaimana

penerapannya di beberapa negara yang berbeda.

D. Filsafat Hukum

Kalau kita telisik pengertian filsafat secara etimologi (akar kata), kata

filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia. Philos artinya pecinta dan

sophia artinya kebijaksanaan. Dengan kata lain, secara mudah, Anda akan

mengatakan bahwa filsafat merujuk pada makna cinta kebijaksanaan, cinta ilmu,

atau cinta akan hikmah.


Secara terminologi, ada yang memberikan makna bahwa filsafat bermakna

kegiatan berpikir secara radikal. Radikal berasal dari kata radix yang artinya akar.

Berpikir radikal artinya berpikir sampai akar suatu masalah, melewati batas-batas

fisik yang ada, dan memasuki medan pengembaraan di luar sesuatu yang fisik

(Anshori, 2006).

Secara terminologi, ada yang memberikan makna bahwa filsafat bermakna

kegiatan berpikir secara radikal. Radikal berasal dari kata radix yang artinya akar.

Berpikir radikal artinya berpikir sampai akar suatu masalah, melewati batas-batas

fisik yang ada, dan memasuki medan pengembaraan di luar sesuatu yang fisik

(Anshori, 2006).

Yang dikenal dengan filsafat intinya merupakan usaha untuk memahami

atau mengerti dunia dalam hal makna dan nilai-nilainya. Bidang filsafat sangat

luas dan mencakup secara keseluruhan, sejauh dapat dijangkau oleh pikiran

manusia. Filsafat berusaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal

mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup serta apa yang

merupakan tujuan hidupnya. Tujuan dari filsafat tidak lain adalah pemahaman

(understanding) dan kebijaksanaan (wisdom) (Mudhofir, 2001).

Adapun definisi filsafat itu sendiri belum ada suatu kesepakatan yang

dapat diterima secara memuaskan oleh semua pihak. Gerat Beekman,

sebagaimana dikutip Darmodiharjo dan Shidarta, menyatakan bahwa pertanyaan

tentang apakah filsafat itu sama tuanya dengan filsafat itu sendiri (Darmodiharjo,
Darji, 2004). Namun, untuk menghindari perdebatan panjang yang belum tentu

usai, penulis mengemukakan pengertian filsafat untuk definisi kerja semata serta

sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat yang

ada, sebab, asal muasal, dan hukumnya.

Filsafat atau juga ilmu filsafat, sebagaimana dikemukakan di awal tulisan

ini, mempunyai beberapa cabang ilmu utama. Cabang ilmu utama dari filsafat

adalah ontologi, epistemologi, aksiologi, dan moral (etika). Ontologi (metafisika)

membahas hakikat mendasar atas keberadaan sesuatu. Epistemologi membahas

pengetahuan yang diperoleh manusia, misalnya mengenai asal (sumber) dari

mana sajakah pengetahuan itu diperoleh manusia, apakah ukuran kebenaran

pengetahuan yang telah diperoleh manusia itu, dan bagaimanakah susunan

pengetahuan yang sudah diperoleh manusia. Ilmu tentang nilai atau aksiologi

adalah bagian dari filsafat yang khusus membahas hakikat nilai yang berkaitan

dengan sesuatu. Kemudian, filsafat moral membahas nilai yang berkaitan dengan

tingkah laku manusia. Nilai di sini mencakup baik dan buruk serta benar dan

salah.

Menurut Carl Joachim Friedrich, filsafat hukum merupakan bagian dari

filsafat umum karena ia menawarkan refleksi filosofis mengenai landasan hukum

umum (Friedrich, 2004). Objek dari filsafat hukum tidak lain adalah hukum itu

sendiri. Hukum berkaitan erat dengan norma-norma yang mengatur perilaku

manusia. Sementara itu, pembahasan mengenai perilaku manusia ada pada etika.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat hukum merupakan bagian dari

filsafat tingkah laku yang disebut etika. Maka itu, pada hakikatnya, filsafat hukum

merupakan filsafat yang mengkaji hukum secara mendalam sampai inti atau

dasarnya yang disebut sebagai hakikat hukum (Erwin, 2011).

Dari uraian tersebut, kalau mau Anda ibaratkan, filsafat nilai

berkedudukan sebagai genus, etika sebagai spesies, dan filsafat hukum sebagai

subspesies. Sementara itu, mengenai etika, terdapat beberapa ahli yang

memasukkannya dalam aksiologi. Dengan demikian, fokus filsafat hukum terletak

pada bidang aksiologi sebagai salah satu bidang kajian dalam filsafat.

Filsafat memiliki objek bahasan yang sangat luas dan meliputi semua hal

yang dapat dijangkau oleh pikiran manusia dan berusaha memaknai dunia dalam

hal makna. Adapun ilmu hukum memiliki ruang lingkup yang terbatas karena

hanya mempelajari norma atau aturan (hukum). Banyak persoalan yang

berkenaan dengan hukum membangkitkan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut

sehingga memerlukan jawaban mendasar. Pada kenyataannya, banyak pertanyaan

mendasar itu tidak dapat dijawab lagi oleh ilmu hukum. Persoalan-persoalan

mendasar yang tidak dijawab oleh ilmu hukum menjadi objek bahasan ilmu

filsafat.

Mengingat objek filsafat hukum adalah hukum, masalah atau pertanyaan

yang dibahas oleh filsafat hukum antara lain terkait dengan hubungan hukum dan

kekuasaan, hubungan hukum kodrat dan hukum positif, apa sebab orang menaati
hukum, apa tujuan hukum, serta masalah-masalah hukum kontemporer, seperti

masalah hak asasi manusia dan etika profesi hukum. Banyaknya permasalahan

hukum tidak semuanya dibahas dalam kuliah filsafat hukum, melainkan pada

pertanyaan-pertanyaan yang dipandang pokok saja.

Appeldorn sebagaimana dikutip Abdul Ghofur Anshori menyebutkan tiga

pertanyaan penting yang dibahas oleh filsafat hukum, yaitu (1) apakah pengertian

hukum yang berlaku umum; (2) apakah dasar kekuatan mengikat dari hukum; dan

(3) apakah yang dimaksud dengan hukum kodrat. Kemudian, Lilik Rasyidi

menyebutkan pertanyaan yang menjadi masalah filsafat hukum, antara lain (1)

hubungan hukum dan kekuasaan; (2) hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial

budaya; (3) apa sebab negara berhak menghukum seseorang; (4) apa sebab orang

menaati hukum; (5) masalah pertanggungjawaban; (6) masalah hak milik; (7)

masalah kontrak; dan (8) masalah peranan hukum sebagai sarana pembaruan

masyarakat (Anshori, 2006).


Perbedaan Sosiologi Hukum, Psikologi Hukum, Antropologi Hukum dan Filsafat Hukum

Sosiologi Hukum Psikologi Hukum Antropologi Hukum Filsafat Hukum


Pengertian Menganalisa bagaimana Merupakan ilmu yang Studi ilmu yang mempelajari Mempelajari hakikat hukum
jalannya suatu Hukum dalam mempelajari bahwa hukum tentang manusia dari Aspek melalui berbagai pertanyaan
masyarakat, yang merupakan itu merupakan perwujudan Budaya, Perilaku, Nilai, yang mendasar.
hal utama bagi para dari jiwa manusia. Keanekaragaman, dan
pengguna Hukum agar tahu lainnya. Antropologi Hukum
betapa berpengaruhnya merupakan ilmu yg
Hukum dalam suatu mempelajari manusia dengan
masyarakat, hal inilah yang kebudayaan, khususnya di
membuat betapa harus kita bidang Hukum, atau ilmu
belajar mengenai Sosiologi tentang Manusia dalam
Hukum. kaitannya dengan Kaidah-
kaidah sosial yang bersifat
Hukum.
Ruang 1) Dasar-dasar sosial dari 1) Psikologi tentang Ruang Lingkup Antropologi Filsafat hukum merupakan
Lingkup hukum. terbentuknya hukum Hukum adalah suatu bagian dari filsafat tingkah
Contoh: hukum nasional 2) Kepatuhan atau ketaatan spesialisasi dari Antropologi laku yang disebut etika. Maka
Indonesia, dasar terhdapa kaidah hukum Budaya, Antropologi Sosial, itu, pada hakikatnya, filsafat
sosialnya adalah 3) Prilaku menyimpang dan Kebudayaan Hukum hukum merupakan filsafat
Pancasila, dengan ciri- 4) Psikologi dalam hukum yang menyangkut Aspek – yang mengkaji hukum secara
cirinya : gotong-royong, pidana dan pengawasan aspek Hukum. mendalam sampai inti atau
musyawarah prilaku dasarnya yang disebut
kekeluargaan. sebagai hakikat hukum
2) Efek-efek hukum
terhadap gejala-gejala
sosial lainnya
Contoh : UU PMA
terhadap gejala ekonomi,
UU Pemilu dan Partai
Politik terhadap gejala
politik, UU Hak Cipta
tahun 1982 terhadap
gejala budaya, UU
Perguruan Tinggi
terhadap gejala
pendidikan.
Objek Kajian a) Beroperasinya hukum di a) Psikologi perkembangan Antropologi dibedakan dalam Objek filsafat hukum adalah
masyarakat (ius b) Psikologi sosial beberapa objek yaitu: hukum. Objek tersebut dikaji
operatum) atau Law in c) Psikologi klinis sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu secara mendalam sampai inti
Action & pengaruh d) Psikologi kognitif politik, kriminologi dan lain- atau dasarnya yang disebut
timbal balik antara lainnya. Antropologi juga hakikat.
hukum dan masyarakat. dapat dikelompokkan ke
b) Dari segi statiknya dalam cabang ilmu
(struktur) : kaidah sosial, humaniora karena kajiannya
lembaga sosial, yang terfokus kepada
kelompok sosial& manusia dan kebudayaannya
lapisan sosial.
c) Dari segi dinamiknya
(proses sosial), interaksi
dan perubahan sosial.
Manfaat/ 1) Mengetahui dan 1) Dapat melakukan 1) Secara teoritis dapat 1) Pengertian tentang ilmu
Kegunaan memahami analisis yang tajam mengetahui pengertian- filsafat dapat digunakan
perkembangan hukum antara fenomena hukum pengertian hukum yang sebagai pedoman dalam
positif (tertulis/tdk dengan hukum itu berlaku dalam masyarakat menghadapi kehidupan
tertulis) di dlm sendiri. sederhana & modern. sehari-hari, baik sebagai
ngr/masyarakat 2) Dengan memahami 2) Dapat mengetahui individu maupun anggota
2) Mengetahui efektifitas faktor-faktor psikologis perbedaan pendapat masyarakat.
berlakunya hukum yang berpengaruh /pandangan masyarakat 2) Betapa pun kaburnya
positif di dalam terhadap penegak hukum atas sesuatu yang serta kesimpangsiuran
masyarakat. maka kita dapat seharusnya mereka pengertian kebebasan dan
3) Mampu menganalisis mensinkronkan antara lakukan. individualitas manusia,
penerapan hukum di hukum dan perilaku apabila telah memiliki
dalam masyarakat. penegak hukum. filsafat hidup, pandangan
4) Mampu hidup yang mantap akan
mengkonstruksikan menentukan kriteria baik
fenomena hukum yg buruknya tingkah laku
terjadi di masyarakat. yang telah kita pilih dan
5) Mampu mempetakan atas dasar keputusan batin
masalah-masalah sosial kita sendiri.
dalam kaitan dengan 3) Keadaan masyarakat yang
penerapan hukum di serba tidak pasti selalu
masyarakat. mengalami perubahan
yang cepat dan dialami
individu yang
mengakibatkan krisis
batin meskipun bervariasi
tingkatannya.
4) Tingkah laku manusia
tentu bertujuan dan ini
pada dasarnya ditentukan
oleh filsafat hidupnya.
Dari tabel diatas dapat kita simpulkan bahwa sosiologi hukum adalah ilmu

yang mempelajari tentang ilmu sosial hukum, psikologi hukum adalah ilmu tentang

kejiwaan dalam perwujudan hukum, antropologi hukum merupakan ilmu

kemanusiaan khususnya dalam bidang hukum dan filsafat hukum merupakan ilmu

yang mempelajari tentang hakikat hukum.

Sosiologi mempelajari tentang masyarakat dan interaksi yang terjadi dengan

setiap anggotanya, antropologi mempelajari tentang manusia sebagai makhluk

biologis dan makhluk sosial, dan psikologi mempelajari perilaku dan proses mental

seseorang. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa antara sosiologi, psikologi dan

antropologi memeiliki persamaan dan perbedaan.

Perbedaan mendasarnya yaitu, sosiologi lebih memfokuskan pada hal

masyarakat serta interaksinya; antropologi lebih memfokuskan pada individu atau

manusia itu sendiri; psikologis lebih memfokuskan pada perilaku manusia, gabungan

antara individu, tubuh dan masyarakat; dan filsafat lebih memfokuskan pada

bagaimana hakikatnya.

Adapun persamaan antara sosiologi, psikologi, antropologi dan filsafat yaitu

sama-sama mempelajari tentang makhluk sosial, fokus pada manusia dan

interaksinya.
DAFTAR PUSTAKA

Anshori, A. G. (2006) Filsafat Hukum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anwar, Y. dan A. (2008) Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Grasindo.

Cotterrell, R. (1992) The Sociology of Law: An Introduction. London: Butterworths.

Darmodiharjo, Darji, dan S. (2004) Pokok-pokok Filsafat Hukum: Apa dan

Bagaimana Filsafat Hukum. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Erwin, M. (2011) Filsafat Hukum: Refleksi Kritis terhadap Hukum. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Friedrich, C. J. (2004) Filsafat Hukum: Perspektif Historis, terj. Raisul Muttaqien.

Bandung: Nuansa Media.

Mudhofir, A. (2001) “Pengenalan Filsafat,” Filsafat Ilmu, eds Tim Dosen Filsafat

Ilmu Fakultas Filsafat UGM. Yogyakarta: Liberty.

Soejono Soekanto (1979) Beberapa Catatan tentang Psikologi Hukum. Bandung:

Alumni.

Anda mungkin juga menyukai