Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia umumnya, dilahirkan seorang diri, tetapi tidak dapat hidup tanpa
manusia lain (makhluk sosial). Menurut kodrat alam manusia sebagai makhluk
sosial di manapun mereka berada, selalu hidup bersama dan berkelompok.
Kelompok-kelompok manusia yang mendiami suatu wilayah tertentu disebut
masyarakat. Aristoteles (384-322 SM) mengatakan bahwa manusia itu “Zoon
Politicon” artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya ingin selalu
berkumpul dengan sesamanya. Dalam menghadapi alam sekeliling, ia harus hidup
berkawan dengan manusia-manusia lainnya dan pergaulan ini akan mendatangkan
kepuasan bagi jiwanya. Masyarakat di seluruh pelosok dunia sekarang ini telah
hidup dalam suatu habitat global, transparant, tanpabatas, salingmengait (linkage),
dan saling ketergantungan (interdependence). Hukum mempunyai peranan sangat
besar dalam pergaulan hidup di tengah – tengah masyarakat.Hal inidapat di lihat
dari ketertiban, ketentraman, dan tidak terjadinya ketegangan di dalam masyarakat,
karena hukum mengatur menentukan hak dan kewajiban serta melindungi
kepentingan individu dan kepentingan sosial.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian hukum dan masyarakat hukum?
2. Apa saja macam-macam bentuk masyarakat hukum?
3. Bagaimana harapan masyarakat terhadap hukum?
4. Bagaimana hubungan antara hukum dengan masyarakat hukum?
5. Bagaimanakah peranan masyarakat dalam pemberlakuan hukum?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
hubungan hukum dan masyarakat hukum.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum dan Masyarakat Hukum


1. Pengertian Hukum
Prof. E. M Meyers mengatakan hukum adalah aturan yang mengadung
pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam
masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa Negara dalam melakukan
tugasnya.
Sedangkan menurut J. C. T. Simorangkir, Hukum adalah peraturan –
peraturan yang bersifat memeaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam
lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan – badan resmi yang berwajib dan
pelanggaran terhadap pereturan tadi berakibat diambilnya tindakan dengan
hukum tertentu.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hokum adalah “ sekumpulan
peraturan yang terdiri dari perintah dan larangan yang bersifat memaksa dan
mengikat dengan disertai sangsi bagi pelanggarnya.

2. Pengertian Masyarakat Hukum


DR. Soedjono Dirdjosisworo SH mengatakan pada bukunya yaitu apabila
sebagai contoh ditelaah suku bangsa di indonesia, maka akan tampak suatu
masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok yang berhubungan satu dengan
yang lain, dalam kaitannya pula dengan alam yang tidak tampak , terhadap dunia
luar dan terhadap dunia alam kebendaan, sehingga mereka bertingkah–laku
sedemikian rupa, yang mana untuk gambaran yang jelas, kelompok kelopok ini
dapat disebut dengan masyarakat hukum (Rechtsegmeen Schappen). Dalam
pergaulan hukum mereka yang merasa menjadi anggota dari ikatan-ikatan itu
bersikap dan bertindak sebagai sesuatu dianggap akan berpengaruh terhadap
kesatuan kelompok.

2
Menurut Ter Haar Bzn, masyarakat hukum adalah kelompok-kelompok
masyarakat yang tetap dan teratur dengan mempunyai kekuasaan sendiri dan
kekayaan sendiri baik berwujud atau tidak berwujud.
Pipin Syarifin S.H, berpendapat dalam bukunya Hukum timbul dalam
masyarakat, berbagai macam kepentingan saling bertemu menyebabkan
berkembangnya hukum dalam masyarakat itu. Sesuatu yang menetapkan hukum
untuk dirinya sendiri dan kemudian masyarakat itu mengikatkan diri pada hukum
itu, hal ini disebut masyarakat hukum. Masyarakat hukum yang terpenting adalah
negara, desa.

B. Macam-Macam Bentuk Masyarakat Hukum


1. Menurut dasar pembentukannya, dapat di bagi menjadi 3 :
a. Masyarakat teratur, masyarakat yang diatur dengan tujuan tertentu
b. Masyarakat yang teratur yang terjadi dengan sendirinya
c. Masyarakat yang tidak teratur.
2. Menurut dasar hubungan yang diciptakan oleh para anggota masyarakat:
a. Masyarakatpaguyuban (Gemeinschaft), apabila hubungan itu bersifat
kepribadian dan menimbulkan ikatan batin misalnya rumah tangga.
b. Masyarakatpatembayan (Gesellschaft) , apabila hubungan itu bersifat tidak
kepribadian dan bertujuan untuk mecapai keuntungan kebendaan misalnya
perseroan terbatas.
3. Menurut dasar peri kehidupannya atau kebudayaannya:
a. Masyarakat primitif dan modern.
b. Masyarakat desa dan kota.
c. Masyarakat territorial.
d. Masyarakat genealogis.
e. Masyarakatterotorialgenealogis.
4. Menurut hubungan keluarga :
a. Keluarga inti.
b. Keluarga luas.
c. Suku bangsa.
d. Bangsa.

3
Jadi, masyarakat hukum adalah Rechtgemeen Schappen yaitu sekelompok
orang yang hidup di dalam suatu wilayah tertentu dimana di dalam kelompok
tersebut berlaku suatu rangkaian peraturan yang menjadi tingkah laku bagi
setiap kelompok dalam pergaulan hidup mereka.
Peraturan peraturan itu dibuat oleh kelompok itu sendiri dan berlaku bagi
mereka sendiri. Suatu aturan tersebut kadang-kadang diciptakan dan
dikehendaki oleh para anggota masyarakat , adakalanya disebabkan oleh
kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang dan masyarakat lainnya
mengikutinya, karena mereka yakin bahwa yang dilakukannya tersebut
memang seharusnya demikian, yang dikenal dengan sebutan masyarakat.
Hal ini sesuai dengan pandangan Roscoue Pound yang mengatakan bahwa
hukum yang baik adalah hukum yang hidup sesuai dengan masyarakat. Sesuai
disini bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat.

C. Harapan Masyarakat Terhadap Hukum


Hukum mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap
kepentingan manusia, seluruh manusia tanpa terkecuali. Oleh karena itu maka
hukum harus dilaksanakan agar kepentingan manusia tersebut dapat terlindungi.
Dalam pelaksanaannya, hukum dapat berlangsung secara normal dan damai, akan
tetapi dapat juga terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum dalam prakteknya. Dalam
hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum
inilah hukum ini menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur
yang selalu harus diperhatikan, yaitu : kepastian hukum (Rechtssicherheit),
kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit).
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan
dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Bagaimana
hukumnya itulah yang harus berlaku; fiat justitia et pereat mundus ( meskipun dunia
ini runtuh hukum harus ditegakkan ). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum.
Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum. Karena dengan adanya
kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Sebaliknya masyarakat
mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Masyarakat

4
sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan
diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hukum harus adil.
Dalam kehidupan bermasyarakat diperlukan suatu sistem hukum untuk
menciptakan kehidupan masyarakat yang harmonis dan teratur. Kenyataannya
hukum atau peraturan perundang-undangan yang dibuat tidak mencakup seluruh
perkara yang timbul dalam masyarakat sehingga menyulitkan penegak hukum untuk
menyelesaikan perkara tersebut. Dalam usaha menyelesaikan suatu perkara
adakalanya hakim menghadapi masalah belum adanya peraturan perundang-
undangan yang dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan perkara yang
bersangkutan, walaupun semua metode penafsiran telah digunakan.

D. Hubungan Antara Hukum dengan Masyarakat Hukum


Manusia dan hukum adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan
dalam ilmu hukum, terdapat adagium yang terkenal yang berbunyi: “ Ubi societas
ibi jus ” (di mana ada masyarakat di situ ada hukumnya). Artinya bahwa dalam
setiap pembentukan suatu bangunan struktur sosial yang bernama masyarakat,
maka selalu akan dibutuhkan bahan yang bersifat sebagai “semen perekat” atas
berbagai komponen pembentuk dari masyarakat itu, dan yang berfungsi sebagai
“semen perekat” tersebut adalah hukum.
Manusia, disamping bersifat sebagai makhluk individu, juga berhakekat dasar
sebagai makhluk sosial, mengingat manusia tidak dilahirkan dalam keadaaan yang
sama (baik fisik, psikologis, hingga lingkungan geografis, sosiologis, maupun
ekonomis) sehingga dari perbedaan itulah muncul inter dependensi yang mendorong
manusia untuk berhubungan dengan sesamanya. Berdasar dari usaha pewujudan
hakekat sosialnya di atas, manusia membentuk hubungan sosio-ekonomis di antara
sesamanya, yakni hubungan di antara manusia atas landasan motif eksistensial yaitu
usaha pemenuhan kebutuhan hidupnya (baik fisik maupun psikis).
Untuk mewujudkan keteraturan, maka mula-mula manusia membentuk suatu
struktur tatanan (organisasi) di antara dirinya yang dikenal dengan istilah tatanan
sosial (social order) yang bernama: masyarakat. Guna membangun dan
mempertahankan tatanan sosial masyarakat yang teratur ini, maka manusia
membutuhkan pranata pengatur yang terdiri dari dua hal: aturan (hukum) dan si
pengatur (kekuasaan). Dari sinilah hukum tercipta.

5
Untuk menciptakan keteraturan maka dibuatlah hukum sebagai alat pengatur,
dan agar hukum tersebut dapat memiliki kekuatan untuk mengatur maka perlu suatu
entitas lembaga kekuasaan yang dapat memaksakan keberlakuan hukum tersebut
sehingga dapat bersifat imperatif. Sebaliknya, adanya entitas kekuasaan ini perlu
diatur pula dengan hukum untuk menghindari terjadinya penindasan melalui
kesewenang-wenangan ataupun dengan penyalah gunaan wewenang. Mengenai
hubungan hukum dan kekuasaan ini, terdapat adagium yang populer: “Hukum tanpa
kekuasaan hanyalah angan-angan, dan kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman.”
Komponen hukum yang pertama adalah substansi atau isi hukum yang
bersangkutan. Suatu hukum agar benar-benar mampu menciptakan keadilan bagi
masyarakat, maka isi dari hukum itu sendiri harus benar-benar berfungsi sebagai
manifestasi nilai-nilai dan rasa keadilan serta nilai-nilai normatif yang diidealkan
masyarakat. Disamping itu, agar hukum tersebut dapat berjalan, substansi hukum
tersebut juga tidak boleh bertentangan dengan substansi hukum lain yang telah ada.
Sehingga suatu hukum agar dapat bekerja, maka ia harus bersifat koheren dengan
keseluruhan sistem norma sosial yang ada dalam lingkungan masyarakat yang
bersangkutan.
Komponen yang kedua adalah struktur, yaitu lembaga yang memiliki
kewenangan untuk menegakkan hukum. Sebuah hukum, sebaik apapun substansi
yang dikandungnya tidak akan mampu berjalan jika tidak ada lembaga yang
memiliki kekuasaan untuk menjalankan hukum tersebut. Lembaga yang memiliki
kekuasaan untuk menjalankan hukum ini terdiri dari setiap subyek yang memiliki
kewenangan untuk itu, mulai dari instansi penyidik seperti aparat kepolisian,
instansi penuntut umum seperti kejaksaan, dan pengadilan.
Komponen yang ketiga sekaligus yang terakhir adalah komponen kultur atau
budaya dari masyarakat hukum yang bersangkutan. Suatu hukum yang ideal adalah
hukum yang merupakan produk langsung dari budaya masyarakat yang
bersangkutan, sehingga sistem nilai yang diusung oleh produk hukum tersebut akan
sesuai (karena merupakan manifestasi) dengan kesadaran nilai (value
consciousness) yang dimiliki masyarakat.
Dari penjabaran ini, maka diketahui bahwa kerja hukum sebagai alat
pengaturan masyarakat adalah bersifat sistemis. Yakni kerja sinergis yang sempurna
antara komponen- komponen yang dibutuhkan agar tujuan hukum dapat terlaksana

6
dan mencapai sasarannya (memberikan keadilan bagi individu-individu dalam
masyarakat) yang satu sama lain tidak dapat dipisah-pisahkan, yaitu: substansi
hukum yang baik, struktur hukum yang kokoh (memiliki kekuatan dan
berintegritas), serta kultur yang kondusif (kesesuaian ideologi hukum dengan
budaya masyarakat yang bersangkutan) untuk penegakan hukum tersebut.
Pada akhirnya, bagaimana hukum itu dibuat dan untuk apa hukum itu
ditujukan berpulang sepenuhnya pada kesadaran (kehendak) manusia yang
bersangkutan itu sendiri. Hukum dapat bersifat membebaskan umat manusia dari
ketertindasan, namun sebaliknya hukum juga dapat juga digunakan sebagai sarana
penindasan. Karena hukum hanyalah berfungsi sebagai alat (tool), yaitu alat
manusia untuk menciptakan keteraturan dengan pewujudan keadilan atas interaksi
antar manusia tersebut, dan di atas dunia ini tidak ada satu alat pun yang tidak dapat
disalah gunakan. Begitu pula dengan hukum.
Kemudian masyarakat membentuk suatu system yang disebut dengan
masyarakat hukum. Kemudian membentuk budaya hukum. Maksud disini yaitu
untuk menunjuk tradisi hukum yang digunakan untuk mengatur kehidupan didalam
suatu masyarakat. Dengan masyarakat yang sadar akan hukum,persamaan dan
kesadaran akan tinggi guna menjunjung tinggi rasa keadilan dan menghargai orang
lain.
Kesatuan hukum yang membentuk masyarakat hukum itu dapat berupa
individu, kelompok, organisasi atau badan hukum Negara, serta kesatuan-kesatuan
lainnya sedangkan alat yang dipergunakan untuk mengatur hubungan antar kesatuan
hukum tersebut itu disebut hukum, yaitu suatu kesatuan system hukum yang
tersusun atas berbagai komponen serta diakui oleh suatu Negara sebagai
pengesahannya tersebut.
Berikut tujuan adanya hukum bagi kehidupan masyarakat yaitu:
1. Sebagai alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat: dalam arti, hukum
berfungsi menunjukkan manusia mana yang baik, dan mana yang buruk,
sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur.
2. Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir dan batin: hukum dapat
memberi keadilan, dalam arti dapat menentukan siapa yang salah, dan siapa
yang benar, dapat memaksa agar peraturan dapat ditaati dengan ancaman sanksi
bagi pelanggarnya.

7
3. Sebagai sarana penggerak pembangunan: daya mengikat dan memaksa dari
hukum dapat digunakan atau didayagunakan untuk menggerakkan
pembangunan. Hukum adalah alat untuk membuat masyarakat yang lebih baik.
4. Sebagai penentuan alokasi wewenang secara terperinci siapa yang boleh
melakukan pelaksanaan (penegak) hukum, siapa yang harus menaatinya, siapa
yang memilih sanksi yang tepat dan adil: seperti konsep hukum konstitusi
negara.
5. Sebagai alat penyelesaian sengketa: seperti contoh persengekataan harta waris
dapat segera selesai dengan ketetapan hukum waris yang sudah diatur dalam
hukum perdata.
6. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan kondisi
kehidupan yang berubah, yaitu dengan cara merumuskan kembali hubungan-
hubungan esensial antara anggota-anggota masyarakat.
Menurut J.F. Glastra Van Loon, fungsi dan penerapan hukum di masyarakat adalah:
 Menertibkan masyarakat dan pengaturan pergaulan hidup.
 Menyelesaikan pertikaian.
 Memelihara dan mempertahankan tata tertib dan aturan-aturan jika perlu dengan
kekerasan.
 Memelihara dan mempertahankan hak tersebut.
 Mengubah tata tertib dan aturan-aturan dalam rangka penyesuaian dengan
kebutuhan masvarakat.
 Memenuhi tuntutan keadilan dan kepastian hukum dengan cara merealisasi
fungsi-fungsi di atas.

E. Peran Mayarakat Dalam Pemberlakuan Hukum


Hukum mempunyai fungsi untuk memberikan perlindungan terhadap
kepentingan manusia (seluruh manusia tanpa terkecuali). Oleh karena itu maka
hukum harus dilaksanakan agar kepentingan manusia tersebut dapat terlindungi.
Dalam pelaksanaannya, hukumdapatberlangsungsecara normal dandamai, akan
tetapi dapat juga terjadi pelanggaran-pelanggaran hokum dalam prakteknya. Dalam
hal ini hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hokum
inilah hokum ini menjadi kenyataan. Dalam menegakkan hokum ada tiga unsur

8
yang selalu harusd iperhatikan, yaitu :kepastian hukum (Rechtssicherheit),
kemanfaatan (Zweckmassigkeit) dan keadilan (Gerechtigkeit).
Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat
ditetapkannya hokum dalam hal terjadi peristiwa konkrit. Bagaimana hukumnya
itulah yang harus berlaku; fiat justitia et pereat mundus( meskipun dunia ini runtuh
hokum harus ditegakkan ). Itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum.
Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum. Karena dengan adanya
kepastian hokum masyarakat akan lebih tertib. Sebaliknya masyarakat
mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Masyarakat
sangat berkepentingan bahwa dalam pelaksanaan atau penegakan hukum, keadilan
diperhatikan. Dalam pelaksanaan atau penegakan hokum harus adil.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berlakunya hukum dalam masyarakat,
sehingga hukum tersebut berlaku efektif atau tidak. berikut hal-hal yang
mempengaruhi berlakunya hukum dalam masyarakat :
1. Kaidah Hukum didalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan antara tiga
macam hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, hal itu diungkapkan
sebagai berikut :
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan
pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang
telah ditetapkan.
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif.
Artinya, kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa
walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau
kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.
c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, sesuai dengan cita hukum sebagai
nilai positif yang tertinggi.
2. Penegak hukum
Penegak hukum atau orang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang
lingkup yang sangat luas. Sebab, menyangkut petugas pada strata atas, menengah
dan bawah. artinya, dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum, petugas
seharusnya harus memiliki suatu pedoman diantaranya peraturan tertulis tertentu
yang menyangkut ruang lingkup tugas-tugasnya.

9
3. Sarana/Fasilitas
Fasilitas/sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu. ruang
lingkup sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor
pendukung. misalnya, bila tidak ada kertas dan karbon yang cukup serta mesin tik
yang cukup baik, bagaimana tugas dapat membuat berita acara mengenai suatu
kejahatan. bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik apabila tidak dilengkapi
dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. kalau peralatan
yang dimaksud sudah ada, maka faktor-faktor pemeliharaannya juga sangat
penting.
4. Warga Masyarakat
Salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga
masyarakat. warga masyarakat dimaksud, adalah kesadarannya untuk mematuhi
suatu peraturan perundang-undangan, derajat kepatuhan. secara sederhana dapat
dikatakan, bahwa derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah
satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk menciptakan keteraturan maka dibuatlah hukum sebagai alat
pengatur, dan agar hukum tersebut dapat memiliki kekuatan untuk mengatur maka
perlu suatu entitas lembaga kekuasaan yang dapat memaksakan keberlakuan
hukum tersebut sehingga dapat bersifat imperatif. Manusia pastinya harus memiliki
suatu hukum yang mengatur manusia itu sendiri, bisa bersifat memaksa dan tegas,
lalu hukum tersebut pastinya mengatur moral manusia itu sendiri karena pada
dasarnya hukum dibuat untuk mendidik manusia agar berprilaku adil terhadap
semua.
Hukum mempunyai peranan sangat besar dalam pergaulan hidup di tengah-
tengah masyarakat. Hal inidapat di lihatdariketertiban, ketentraman, dan tidak
terjadinya ketegangan di dalammasyarakat, karena hukum mengatur menentukan
hak dan kewajiban serta melindungi kepentingan individu dan kepentingan sosial.

B. Saran
Sebaiknya dalam membuat suatu hukum dalam masyarakat diperhatikan
berbagai aspek, kemudian disesuaikandengan keadaan masyarakat tersebut,
sehingga tidak terjadi ketegangan di dalam masyarakat dan terciptalah pengaturan
hak dan kewajiban serta perlindungan terhadap kepentingan individu dan
kepentingan sosial.

11
DAFTAR PUSTAKA

Friedman, Lawrence M.,. 2013. Sistem Hukum.cet.5.terj:M.Khozim.Bandung: Nusa


Media.
Rasjidi,Lili dkk. 2003. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Bandung:Mandar Maju.
Soeroso, R.2006.Pengantar Ilmu Hukum.Jakarta: Sinar Grafika.

12

Anda mungkin juga menyukai