PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
Prosedur yang berlaku tidak boleh bertentangan dan melanggar hak
asasimanusia. Prosedur harus bisa memberikan jaminan fundamental terhadap
hak asasimanusia khususnya hak kemerdekaan. Di dalam Praperadilan,
pejabat yangmelakukan penahanan atas diri tersangka ataupun terdakwa baik
polisi maupun jaksaharus bisa membuktikan bahwa penahanan tersebut adalah
tidak melanggar hukum(illegal) atau tegasnya benar-benar sah sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku.Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan
ataupun pembatasan kemerdekaanterhadap seorang tersangka ataupun
terdakwa itu benar-benar telah memenuh ketentuan hukum yang berlaku
maupun jaminan untuk tidak melangar hak asasimanusia.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
melanggar hukum (ilegal) atau tegasnya benar-benar sah sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku. Hal ini untuk menjamin bahwa perampasan ataupun
pembatasan kemerdekaan terhadap seorang tersangka atau terdakwa itu benar-benar
telah memenuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku maupun jaminan hak-hak
asasi manusia.
Surat perintah habeas corpus ini dikeluarkan oleh pengadilan pada pihak yang
sedang menahan (polisi atau jaksa) melalui prosedur yang sederhana langsung dan
terbuka sehingga dapat dipergunakan oleh siapapun. Bunyi surat perintah habeas
corpus (the writ of habeas corpus) adalah sebagai berikut: “Si tahanan berada dalam
penguasaan Saudara. Saudara wajib membawa orang itu di depan pengadilan serta
wajib menunjukan alasan yang menyebabkan penahanannya”.
Prinsip dasar habeas corpus ini memberikan inspirasi untuk menciptakan
suatu forum yang memberikan hak dan kesempatan kepada seseorang yang sedang
menderita karena dirampas atau dibatasi kemerdekaannya untuk mengadukan
nasibnya sekaligus menguji kebenaran dan ketepatan dari tindakan kekuasaan berupa
penggunaan upya paksa (dwang middelen), baik penangkapan, penahanan,
penggeledahan, penyitaan maupun pembukaan surat-surat yang dilakukan oleh pihak
kepolisian ataupun kejaksaan ataupula kekuasaan lainnya. Hal ini dilatarbelakangi
oleh situasi dan kondisi saat itu dimana sering terjadi perkosaan hak asasi tersangka
atau terdakwa oleh penyidik dan jaksa penuntut umum, karena tidak adanya suatu
lembaga atau mekanisme yang dapat menilai dan menguji apakah tindakan upaya
paksa yang dilakukan telah sesuai dengan ketentuan hukum atau tidak. Seorang
tersangka atau terdakwa yang ditangkap atau ditahan, seolah-olah berada dalam suatu
“ruangan gelap” dan tidak berdaya sama sekali (helpless).
Sidang praperadilan yang diadakan atas permintaan tersangka atau terdakwa
ataupun keluarganya ataupula atas kuasanya merupakan suatu forum yang terbuka,
yang dipimpin seorang hakim atau lebih untuk memanggil pihak penyidik atau jaksa
penuntut umum yang telah melakukan upaya paksa agar mempertanggungjawabkan
tindakannya dimuka forum yang bersangkutan, apakah benar-benar beralasan dan
4
berlandaskan hukum. Dengan sistem pengujian melalui sidang terbuka ini, maka
tersangka atau terdakwa seperti halnya dalam Habeas Corpus Act, dijamin hak
asasinya berupa hak dan upaya hukum untuk melawan perampasan atau pembatasan
kemerdekaan yang dilakukan secara sewenangwenang oleh penyidik ataupun
penuntut umum.
Untuk keperluan tersebut tentu saja pihak penyidik ataupun penuntut umum
harus membuktikan bahwa dia memiliki semua syarat-syarat hukum yang diperlukan,
baik berupa syarat-syarat formal maupun materiil, seperti misalnya surat perintah
penangkapan atau penahanan, adanya dugaan keras telah melakukan tindak pidana
yang didukung oleh bukti permulaan yang cukup, ataupun dalam hal penahanan
adanya alasan yang nyata dan konkrit bahwa si pelaku akan melarikan diri,
menghilangkan barang bukti atau mengulangi kejahatannya.
Menurut KUHAP, tidak ada ketentuan dimana hakim praperadilan melakukan
pemeriksaan pendahuluan, penggeledahan, penyitaan, dan seterusnya yang bersifat
pemeriksaan pendahuluan. Ia tidak pula menentukan apakah suatu perkara cukup
alasan ataukah tidak untuk diteruskan ke pemeriksaan sidang pengadilan.
Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, Hukum Acara
Pidana didasarkan atas HIR yang dipakai sebagai pedoman saja. Menurut R. Subekti,
hukum pidana harus mengatur:
Cara-cara mendapatkan keterangan-keterangan tentang suatu tindak pidana
untuk mengetahui siapa pembuatnya dan keadaannya dalam mana
perbuatannya dilakukan.
Cara-caranya membuat dan menyelesaikan surat-surat pemeriksaan
permulaan.
Cara-caranya menuntut si tersangka di muka hakim.
Bagaimana dilakukannya pemeriksaan di muka sidang pengadilan hingga
hakim itu mencapai putusannya.
Bagaimana menjalankan putusannya itu.
5
Sesuai dengan tujuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang lebih
baik yang memberi perlindungan kepada hak-hak asasi dalam keseimbangan dengan
kepentingan umum, maka dalam KUHAP ini terdapat perbedaan yang fundamental
dengan HIR, terutama mengenai perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia.
Salah satu asas terpenting dalam hukum acara pidana ialah asas praduga tak bersalah
yang terdapat dalam Pasal 8 Undang-Undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kehakiman.
6
b) Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas
permintaan tersangka/ penyidik/ penuntut umum demi tegaknya hukumdan
keadilan;
c) Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya
atau pihak lain atas kuasanya, yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.
7
Sementara itu, bagi tersangka atau keluarganya sebagai akibat dari tindakan
meyimpang yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan
tugasnya dan berhak mendapat ganti kerugian dan rehabilitasi,
Menurut Yahya Harahap mengenai pengertian praperadilan yakni sebagai tugas
tambahan yang diberikan kepada Pengadilan Negeri selain tugas pokoknya mengadili
dan memutus perkara pidana dan perdata untuk menilai sah tidaknya penahanan,
penyitaan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, penahanan dan
penyitaan yang dilakukan oleh penyidik. Tujuan utama pelembagaan praperadilan
dalam KUHAP yaituuntuk melakukan pengawasan horizontal atas tindakan upaya
paksa yang dikenakan terhadap tersangka selama iaberada dalam pemeriksaan
penyidikan atau penuntutan agar benar-benar tindakan itu tidak bertentangan dengan
ketentuan hukum dan undang-undang.
a. Jika terdakwa diputus bebas atau dilepas dari segala tuntutan hukum.
11
c. Rehabilitasi dapat dimohon apabila seseorang diadili dan dipidana, akan tetapi
masih memenuhi ketentuan hukum kepegawaian untuk rehabilitasi.
d. Jika dalam menggunakan upaya hukum luar biasa (peninjauan kembali) dapat
menimbulkan dasar bagi gugatan atau tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
inspirasi yang bersumber dari adanya hak Habeas Corpus dalam sistem
hak pada seseorang untuk melalui suatu surat perintah pengadilan menuntut
hukum (ilegal) atau tegasnya benar-benar sah sesuai dengan ketentuan hukum
maupun jaminan hak-hak asasi manusia. Surat perintah habeas corpus ini
dikeluarkan oleh pengadilan pada pihak yang sedang menahan (polisi atau
jaksa) melalui prosedur yang sederhana langsung dan terbuka sehingga dapat
dipergunakan oleh siapapun. Bunyi surat perintah habeas corpus (the writ of
habeas corpus) adalah sebagai berikut: “Si tahanan berada dalam penguasaan
Saudara. Saudara wajib membawa orang itu di depan pengadilan serta wajib
13
Pengertian praperadilan dalam KUHAP memiliki arti yang berbeda, Pra
memilik arti “mendahului” dan “praperadilan” sama dengan pendahuluan
sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan.1 Istilah praperadilan juga diambil
dari kata “pre trial”, walaupun fungsi dan tujuan pretrial adalah meneliti
apakah ada dasar hukum yang cukup untuk mengajukan penuntutan mengenai
suatu perkara tuduhan pidana di hadapan pengadilan yang berbeda dengan
maksud praperadilan yang bertujuan untuk melindungi hak asasi tersangka
terhadap pelanggaran syarat formil maupun materiil yang dilakukan dalam
tingkat penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam pasal-
pasal mengenai penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan,
pemeriksaan surat, hak-hak tersangka/terdakwa dan mengenai bantuan
hukum.
Tujuan utama pelembagaan Praperadilan bertujuan untuk mengawasi tindakan
upaya paksa yang dilakukan penyidik atau penuntut umum terhadap
tersangka, supaya tindakan itu benar-benar dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan undang-undang, dan benar-benar proporsional dengan ketentuan
hukum serta tidak merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum.
Pengawasan dan penilaian upaya paksa inilah yang tidak dijumpai dalam
tindakan penegakkan hukum di masa HIR. Bagaimanapun perlakuan dan cara
pelaksanaan tindakan upaya paksa yang dilakukan penyidik pada waktu itu,
semuanya hilang oleh kewenangan yang tidak terawasi dan tidak terkendali
oleh koreksi lembaga manapun.
Wewenang yang diberikan undang-undang kepada Praperadilan adalah :
a) Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya upaya paksa Inilah wewenang
pertama yang diberikan undang-undang kepada Pra Peradilan. Memeriksa dan
memutus sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan. Berarti, seorang
tersangka yang dikenakan tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan
14
atau penyitaan, dapat meminta kepada Pra Peradilan untuk memeriksa sah
atau tidaknya tindakan yang dilakukan penyidik kepadanya.
b) Memeriksa sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan. Penyidik maupun penuntut umum berwenang menghentikan
pemeriksaan penyidikan atau penuntutan. Alasan penghentian penyidikan
yaitu hasil pemeriksaan penyidikan atau penuntutan tidak cukup bukti untuk
meneruskan perkaranya ke sidang pengadilan. Atau apa yang disangkakan
kepada tersangka bukan merupakan kejahatan atau pelanggaran tindak pidana.
B. SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis
akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber - sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat di
pertanggungjawabkan.
15
DAFTAR PUSTAKA
https://suduthukum.com/2017/11/pengertian-dan-sejarah-praperadilan.html
https://menzour.blogspot.com/2018/05/makalah-tentang-paedofil.html.diakses
Pengertian,%20Tujuan%20dan%20Wewenang%20Praperadilan%20_%2
2014.
16