Anda di halaman 1dari 9

HUKUM ACARA PERDATA

Asas-Asas Hukum Acara Perdata

DISUSUN OLEH

DIAZ FEBRIANTI HASRI KUSUMA NINGRUM

H1A116314

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
2018
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA

1. Hakim Bersifat Pasif (Menunggu)


Hakim dalam memeriksa suatu perkara bersikap pasif. Maksudnya, ruang lingkup atau
luas pokok sengketa yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh
pihak-pihak yang beperkara dan bukan oleh hakim. Dengan perkataan lain, pihak yang merasa
haknya dirugikanlah (penggugat) yang menentukan apakah ia akan mengajukan gugatan,
seberapa luas (besar) tuntutan, serta juga tergantung pada (para) pihak (penggugat dan/atau
tergugat) perkara akan dilanjutkan atau dihentikan (karena terjadi perdamaian atau karena
gugatan dicabut). Semuanya tergantung pada (para) pihak, bukan pada hakim. Hakim terikat
pada peristiwa yang diajukan oleh para pihak (secundum allegat iudicare). Hakim hanya
membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk
dapat tercapainya peradilan, demikian ditentukan dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009). Hakim terikat pada peristiwa yang menjadi sengketa yang diajukan oleh para
pihak. Dalam pembuktian para pihaklah yang diwajibkan membuktikan dan bukan hakim, hakim
hanya menilai siapa di antara para pihak yang berhasil membuktikan kebenaran dalilnya dan apa
yang benar dari dalil yang dikemukakan pihak tersebut. Makna hakim bersifat pasif dalam
perkara perdata, yaitu hakim tidak menentukan luasnya pokok perkara. Hakim tidak boleh
menambah atau menguranginya, tetapi tidaklah berarti hakim tidak berbuat apa-apa.
Dan juga dalam ranah hakim bersifat menunggu Asas dari hukum acara perdata
(sebagaimana halnya asas hukum acara pada umumnya) bahwa pelaksanaannya, yaitu inisiatif
untuk mengajukan gugatan, sepenuhnya diserahkan kepada mereka yang berkepentingan. Ini
berarti bahwa apakah akan ada proses atau tidak, apakah suatu perkara atau gugatan akan
diajukan atau tidak, sepenuhnya diserahkan kepada mereka yang berkepentingan (yang merasa
dirugikan). Kalau tidak ada gugatan atau penuntutan, tidak ada hakim. Jadi, yang mengajukan
gugatan adalah pihak-pihak yang berkepentingan, sedangkan hakim bersikap menunggu
diajukannya suatu perkara atau gugatan (periksa Pasal 118 HIR, Pasal 142 RBg). Ini berarti
bahwa hakim tidak boleh aktif mencari-cari perkara (menjemput bola) di masyarakat, sedangkan
yang menyelenggarakan proses adalah negara. Akan tetapi, sekali suatu perkara diajukan kepada
hakim, hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadilinya dengan alasan apa pun
Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
 Contohnya: Perkara yang diajukan kepada hakim untuk diperiksa ditentukan oleh para
pihak yang berperkara. Dalam hal ini hakim tidak boleh menambahkan atau
menguranginya. Dalam inisiatif pengajuan tuntutan disini juga diserahkan sepenuhnya
kepada para pihak yang berkepentingan. Akan ada proses peradilan atau tidak itu
tergantung kepada para pihak yang berkepentingan. Jadi, disini para pihak lah yang aktif.

2. Sifat Terbukanya Persidangan

Sidang pemeriksaan perkara di pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum. Ini
berarti bahwa setiap orang dibolehkan menghadiri dan mendengarkan pemeriksaan perkara di
persidangan. Adapun tujuan asas ini tidak lain adalah memberikan perlindungan hak-hak asasi
manusia dalam bidang peradilan serta menjamin objektivitas peradilan dengan
mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak, serta putusan yang adil
kepada masyarakat. Asas ini dapat kita jumpai dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009. Secara formil, asas ini membuka kesempatan untuk social control. Asas
terbukanya persidangan tidak mempunyai arti bagi acara yang berlangsung secara tertulis.
Kecuali, ditentukan lain oleh undang-undang atau apabila berdasarkan alasan-alasan yang
penting dan yang dimuat dalam berita acara yang diperintahkan oleh hakim maka persidangan
dapat dilakukan dengan pintu tertutup. Dalam pemeriksaan perkara perceraian atau perzinaan,
sering persidangan dilakukan dengan pintu tertutup. Meskipun sidang pemeriksaan perkara dapat
dilaksanakan secara tertutup, setiap persidangan harus dibuka dan dinyatakan terbuka untuk
umum terlebih dahulu sebelum dinyatakan tertutup.
 Contohnya: Pada sengketa hak milik atas sebidang tanah yang dimana sidangnya harus
terbuka untuk umum, yang dimana setiap orang dibolehkan menghadiri dan mendengarkan
pemeriksaan perkara di persidangan. Apabila putusan dalam sengketa hak milik tersebut
diucap dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak
sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan batalnya putusan itu
menurut hukum. Kecuali pada kasus yang ditentukan lain oleh Undang-undang atau
apabila berdasarkan alasan-alasan yang penting yang dimuat dalam berita acara yang
diperintahkan oleh hakim, maka persidangan dilaksanakan dengan pintu tertutup. (pasal
17 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman), misalnya dalam sidang pemeriksaan perkara
perceraian dan perzinahan.
3. Mendengar Kedua Belah Pihak
Dalam hukum acara perdata, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak
memihak, dan didengar bersama-sama. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membedakan orang sebagaimana termuat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970. Hal tersebut mengandung arti bahwa dalam hukum acara perdata, pihak-pihak
beperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil, serta
masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya. Asas bahwa kedua
belah pihak harus didengar lebih dikenal dengan asas audi et alteram partem atau eines mannes
rede ist keines mannes rede, man soll sie horen alle beide. Hal ini berarti bahwa hakim tidak
boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar apabila pihak lawan tidak
didengar atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Hal ini berarti juga
bahwa pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak
(Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2)).
 Contohnya: Dalam persidangan sengketa hak milik atas sebidang tanah dalam hal ini
hakim harus mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak, hakim tidak boleh hanya
mendengar keterangan dari satu pihak saja tanpa mendengar keterangan dari pihak yang
lain. Hal ini harus dilakukan agar para pihak yang bersengketa diperlakukan dengan
sama, adil dan hakim tidak dikatakan memihak kepentingan salah satu pihak yang
bersangkutan.
4. Bebas Dari Campur Tangan Para Pihak Diluar Pengadilan
Yang dimaksud dengan asas bebas dari campur tangan para pihak di luar pengadilan
adalah hakim pengadilan di dalam memberikan keputusan terhadap para pihak yang sedang
berperkara harus berdasarkan keyakinannya dan tidak boleh terpengaruh oleh pihak lain di luar
pengadilan.
Asas bebas dari campur tangan para pihak di luar pengadilan menghendaki bahwa hakim
di dalam melaksanakan tugasnya mengadili para pencari keadilan yang sedang bersengketa dan
perkaranya diajukan ke pengadilan. Hakim wajib menjaga kemandiriannya, yang mana dalam
hal memberikan keputusan tentang siapa yang menang dan kalah atau siapa yang benar dan salah
dalam suatu perkara tidak diperbolehkan terpengaruh oleh pihak lain yang berada di luar
pengadilan, sehingga di dalam putusannya dapat mencerminkan keadilan yang dapat diterima
oleh para pihak yang sedang bersengketa dan penegakkan rule of law betul-betul dapat
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan dapat menjadi tumpuan
akhir bagi para pihak yang sedang berperkara dan atau para pencari keadilan (Pasal 1 angka 1,
Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
 Contohnya: hakim dalam memutus sebuah perkara haruslah bebas dari segala bentuk
tekanan baik fisik ataupun psikis dari pihak ketiga. Misalnya si A bersengketa dengan si
B mengenai hak milik atas sebidang tanah, karena si B ini merupakan keponakan seorang
pejabat yang berkuasa maka si pejabat tersebut memberi sejumlah uang kepada hakim
agar sengketa tersebut dimenangkan oleh si B selaku para pihak yang bersengketa.
Karena sebab itulah hakim memutus bahwa si B lah yang memenangkan sengketa hak
milik atas sebidang tanah tersebut. Untuk itulah dibutuhkan asas bebas dari campur
tangan para pihak diluar pengadilan yang wajib diterapkan, karena jika tidak maka
keadilan tidak akan pernah terwujud dan hakim tidak akan pernah mampu menjaga
kemandiriannya.

5. Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan


Yang dimaksud dengan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan adalah hakim
dalam mengadili suatu perkara harus berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan
perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama serta biaya yang ringan.
Maksud dari kalimat “Sederhana” dapat diartikan bahwa hakim dalam pelaksanaannya
mengadili para pihak yang sedang berperkara di dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan
untuk mendapatkan keterangan yang akurat dari para pihak dan para saksi diupayakan memakai
bahasa atau kalimat yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pihak yang sedang
berperkara dan berusaha semaksimal mungkin agar perkaranya dapat diupayakan perdamaian
dengan cara memberikan keterangan tentang akibat-akibat negatif adanya keputusan pengadilan
yang dapat dilaksanakan dengan cara paksa, jika para pihak tetap mempertahankan kehendaknya
dan tidak mau berdamai, maka perkaranya baru diselesaikan melalui persidangan.
Dalam suatu perkara apabila dapat diupayakan dengan jalan perdamaian antara kedua
belah pihak, maka pelaksanaan persidangan yang sederhana akan terlaksana (Pasal 130 HIR jo.
Pasal 154 Rbg. jo. Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Adapun yang dimaksud dengan kalimat “cepat” dalam suatu persidangan adalah bahwa hakim
dalam memeriksa para pihak yang sedang berperkara harus mengupayakan agar proses
penyelesaiannya setelah ada bukti-bukti yang akurat dari para pihak dan para saksi segera
memberikan keputusan dan waktunya tidak diulur-ulur atau mengadakan penundaan persidangan
yang jarak waktu antara persidangan pertama dan kedua dan seterusnya tidak terlalu lama.
Apabila pada kalimat “Sederhana dan cepat” telah dilaksanakan oleh hakim pengadilan
khususnya dalam hakim dapat mengupayakan perdamaian maupun memberikan keputusan serta
merta dalam suatu perkara, sudah barang tentu selain masalah akan cepat selesai, biaya yang
akan dikeluarkan oleh para pihak juga akan semakin ringan. Jadi, agar dalam suatu persidangan
dapat dilaksanakan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan, maka hakim yang menyelesaikan
sengketa harus profesional dan betul-betul orang yang ahli di bidangnya serta penuh dengan
kearifan di dalam menangani suatu perkara, sehingga permasalahan yang dihadapi oleh para
pihak yang sedang berperkara dapat terselesaikan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
 Contohnya : Berperkara di pengadilan pada dasarnya tidak dikenai biaya. Biaya yang
dimaksud dalam asas ini meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk pemanggilan,
pemberitahuan kepada para pihak, dan biaya materai. Bagi mereka yang tidak mampu
membayar biaya perkara, pada dasarnya dapat mengajukan permohonan biaya perkara
secara cuma-cuma (prodeo), dengan menyertakan surat keterangan tidak mampu yang
dibuat oleh pejabat yang berwenang. Dalam praktiknya, surat keterangan tidak mampu
ini cukup dibuat oleh camat di daerah tempat yang berkepentingan tinggal. Pengadilan
akan menolak terhadap permohonan biaya perkara secara cuma-cuma apabila pemohon
bukan orang tidak mampu. Kata biaya ringan dalam asas ini dapat dimaknai sebagai
biaya yang serendah mungkin sehingga dapat dipikul oleh rakyat. Sebaliknya biaya
perkara yang tinggi akan membuat orang enggan untuk berperkara di Pengadilan.
Sementara asas sederhana dan cepat disini contohnya seperti saat kita melakukan
pemeriksaan dan penyelesaian perkara itu harus dilakukan dengan cara yang efisien dan
efektif. Dan tidak diperlukan pemeriksaan dan acara yang berbelit-belit yang dapat
menyebabkan proses sampai bertahun-tahun, bahkan kadang-kadang harus dilanjutkan
oleh ahli waris pencari keadilan.

6. Asas Putusan Harus Disertai Alasan-Alasan


Semua putusan hakim (pengadilan) harus memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan
dasar untuk mengadili (Pasal 23 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, Pasal 184 ayat (1)
HIR, Pasal 195 RBg, 61 Rv). Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai
pertanggungan jawab hakim dari pada putusannya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan
yang lebih tinggi, dan ilmu hukum sehingga mempunyai nilai objektif. Karena adanya alasan-
alasan itulah, putusan hakim (pengadilan) mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu
yang telah menjatuhkannya. Putusan yang tidak lengkap atau kurang pertimbangannya
(onvoldoende gemotiveerd) merupakan alasan untuk kasasi dan putusan demikian harus
dibatalkan (MA. Tgl. 22-7-1970 Nomor 638 K/Sip/1969 dan tanggal 16-12-1970 Nomor 492
K/Sip/1970).
Untuk lebih dapat mempertanggungjawabkan suatu putusan, sering juga alasan-alasan
yang dikemukakan dalam putusan tersebut didukung yurisprudensi dan doktrin atau ilmu
pengetahuan. Hal ini bukan berarti hakim terikat pada putusan hakim sebelumnya, tetapi
sebaliknya hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dalam masyarakat. Karena itu, hakim harus berani meninggalkan yurisprudensi atau undang-
undang yang sudah tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.
 Contohnya: Hakim dalam memutus sebuah perkara haruslah disertai dengan alasan-
alasan yang dijadikan dasar untuk mengadili.hal ini agar jangan sampai terjadi perbuatan
sewenang-wenang dari hakim. Misalnya, pada perkara permohonan menjadi wali seorang
anak, maka dalam hal ini putusan hakim harus memuat alasan-alasan mengapa orang ini
berhak menjadi wali dari anak tersebut dengan melihat dan memahami fakta-fakta yang
ada, jika perlu putusan tersebut didukung juga dengan yurisprudensi dan doktrin atau
ilmu pengetahuan.
7. Asas Putusan Harus Dilaksanakan Setelah 14 Hari Lewat
Yang dimaksud dengan asas putusan harus dilaksanakan setelah 14 hari lewat adalah
setiap keputusan pengadilan hanya dapat dilaksanakan setelah tenggang waktu 14 hari telah
lewat dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap atau tidak ada upaya hukum lain dari
pihak yang dikalahkan, kecuali dalam putusan “Provisionil dan putusan uit voerbaar bij
voorraad”.
Keputusan pengadilan pada asasnya dapat dilaksanakan setelah 14 hari telah lewat dan
keputusannya telah in kracht van gewijsde atau tidak ada upaya hukum lain dari pihak yang
dikalahkan dalam persidangan pengadillan yang berupa banding, kasasi dan peninjauan kembali.
Jadi, dalam asas ini menghendaki keputusan pengadilan terhadap para pihak yang sedang
bersengketa di pengadilan pelaksanaan eksekusinya terhadap barang-barang baik bergerak
maupun tidak bergerak baru dapat dilaksanakan dengan cara paksa jika keputusannya telah in
kracht van gewijsde atau telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan tidak ada perlawanan
dari pihak yang dikalahkan, kecuali dalam putusan provisionil dan putusan uit voebaar bij
voorraad. Terdapat pada pasal 129 HIR.
 Contohnya: Pada sengketa perkara kepemilikan hak milik atas tanah yang putusannya
telah berkekuatan hukum tetap atau tidak ada upaya hukum lain dari pihak yang
dikalahkan, dalam hal ini pihak yang kalah si A mempunyai sebuah rumah diatas tanah
tersebut tetapi si A tidak mau pindah dari rumah tersebut maka si B bisa mengajukan
permohonan eksekusi kepada pengadilan untuk mengeksekusi rumah si A dari tanah yang
telah dia menangkan hak miliknya di pengadilan yang putusannya berkekuatan hukum
tetap. Dalam hal eksekusi akan dilakukan setalah tenggang waktu 14 (empat belas) hari
telah lewat.

8. Asas Beracara Dikenakan Biaya


Yang dimaksud dengan asas beracara dikenakan biaya adalah para pihak yang beracara di
pengadilan dikenakan biaya perkara.
Biaya Perkara umumnya dapat berupa biaya untuk pemanggilan, pemberitahuan dan
biaya materai. Biaya-biaya tersebut sangat diperlukan oleh pengadilan karena untuk
memperlancar jalannya persidangan, khususnya untuk pemanggilan dan pemberitahuan para
pihak yang sedang berperkara di pengadilan.
Biaya-biaya tersebut umumnya dibebankan kepada pihak yang dikalahkan dalam suatu
persidangan, jika dalam perkara tersbut ternyata ada barang-barang jaminan baik bergerak
maupun tidak bergerak yang harus disita oleh panitera pengadilan negeri, maka selain biaya-
biaya tersebut diatas, masih ada biaya tambahan, yaitu biaya-biaya pengacara, para saksi, saksi
ahli, dan juru bahasa (Pasak 121 ayat (4), (182), (183) HIR jo. Pasal 145 ayat (4), (192), (193),
(194) RBg. jo. Pasal 2 ayat (2), Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman).
Biaya-biaya yang harus diabayar oleh pihak yang dikalahkan dalam suatu persidangan
tersebut diatas, terdapat pengecualian untuk para pihak yang tidak mampu yang telah
mengajukan permohonan ke pengadilan dengan beracara di pengadilan tanpa biaya (prodeo).
Khusu untuk para pihak yang tidak mampu yang telah mengajukan permohonan dan tidak
dilawan oleh pihak lawan serta dikabulkan oleh hakim, maka pihak yang mengajukan beracara
tanpa biaya tersebut jika di dalam persidangan dikalahkan tidak dikenakan biaya (Pasal 237, 238,
239 HIR jo. Pasal 273, 274, 275 RBg).

 Contohnya: Dalam hal ini para pihak yang beracara di pengadilan harus membayar biaya
perkara. Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk panggilan,
pemberitahuan para pihak, serta biaya materai. Di samping itu, apabila diminta bantuan
seorang pengacara, harus dikeluarkan biaya. Sebagai contoh, Pengadilan Negeri Baturaja
dalam putusannya pada 6 Juni 1971 Nomor 6/1971/Pdt menggugurkan gugatan
penggugat karena penggugat tidak menambah uang muka biaya perkaranya sehingga
penggugat tidak lagi meneruskan gugatannya. Akan tetapi, mereka yang memang benar-
benar tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara secara cuma-
cuma (prodeo) dengan mendapatkan izin untuk dibebaskan dari membayar biaya perkara
dan dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat
setempat.

Anda mungkin juga menyukai