DISUSUN OLEH
H1A116314
ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
2018
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA
Sidang pemeriksaan perkara di pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum. Ini
berarti bahwa setiap orang dibolehkan menghadiri dan mendengarkan pemeriksaan perkara di
persidangan. Adapun tujuan asas ini tidak lain adalah memberikan perlindungan hak-hak asasi
manusia dalam bidang peradilan serta menjamin objektivitas peradilan dengan
mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak, serta putusan yang adil
kepada masyarakat. Asas ini dapat kita jumpai dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009. Secara formil, asas ini membuka kesempatan untuk social control. Asas
terbukanya persidangan tidak mempunyai arti bagi acara yang berlangsung secara tertulis.
Kecuali, ditentukan lain oleh undang-undang atau apabila berdasarkan alasan-alasan yang
penting dan yang dimuat dalam berita acara yang diperintahkan oleh hakim maka persidangan
dapat dilakukan dengan pintu tertutup. Dalam pemeriksaan perkara perceraian atau perzinaan,
sering persidangan dilakukan dengan pintu tertutup. Meskipun sidang pemeriksaan perkara dapat
dilaksanakan secara tertutup, setiap persidangan harus dibuka dan dinyatakan terbuka untuk
umum terlebih dahulu sebelum dinyatakan tertutup.
Contohnya: Pada sengketa hak milik atas sebidang tanah yang dimana sidangnya harus
terbuka untuk umum, yang dimana setiap orang dibolehkan menghadiri dan mendengarkan
pemeriksaan perkara di persidangan. Apabila putusan dalam sengketa hak milik tersebut
diucap dalam sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak
sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan batalnya putusan itu
menurut hukum. Kecuali pada kasus yang ditentukan lain oleh Undang-undang atau
apabila berdasarkan alasan-alasan yang penting yang dimuat dalam berita acara yang
diperintahkan oleh hakim, maka persidangan dilaksanakan dengan pintu tertutup. (pasal
17 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman), misalnya dalam sidang pemeriksaan perkara
perceraian dan perzinahan.
3. Mendengar Kedua Belah Pihak
Dalam hukum acara perdata, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama, tidak
memihak, dan didengar bersama-sama. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membedakan orang sebagaimana termuat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1970. Hal tersebut mengandung arti bahwa dalam hukum acara perdata, pihak-pihak
beperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil, serta
masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberikan pendapatnya. Asas bahwa kedua
belah pihak harus didengar lebih dikenal dengan asas audi et alteram partem atau eines mannes
rede ist keines mannes rede, man soll sie horen alle beide. Hal ini berarti bahwa hakim tidak
boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar apabila pihak lawan tidak
didengar atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Hal ini berarti juga
bahwa pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak
(Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2)).
Contohnya: Dalam persidangan sengketa hak milik atas sebidang tanah dalam hal ini
hakim harus mendengarkan keterangan dari kedua belah pihak, hakim tidak boleh hanya
mendengar keterangan dari satu pihak saja tanpa mendengar keterangan dari pihak yang
lain. Hal ini harus dilakukan agar para pihak yang bersengketa diperlakukan dengan
sama, adil dan hakim tidak dikatakan memihak kepentingan salah satu pihak yang
bersangkutan.
4. Bebas Dari Campur Tangan Para Pihak Diluar Pengadilan
Yang dimaksud dengan asas bebas dari campur tangan para pihak di luar pengadilan
adalah hakim pengadilan di dalam memberikan keputusan terhadap para pihak yang sedang
berperkara harus berdasarkan keyakinannya dan tidak boleh terpengaruh oleh pihak lain di luar
pengadilan.
Asas bebas dari campur tangan para pihak di luar pengadilan menghendaki bahwa hakim
di dalam melaksanakan tugasnya mengadili para pencari keadilan yang sedang bersengketa dan
perkaranya diajukan ke pengadilan. Hakim wajib menjaga kemandiriannya, yang mana dalam
hal memberikan keputusan tentang siapa yang menang dan kalah atau siapa yang benar dan salah
dalam suatu perkara tidak diperbolehkan terpengaruh oleh pihak lain yang berada di luar
pengadilan, sehingga di dalam putusannya dapat mencerminkan keadilan yang dapat diterima
oleh para pihak yang sedang bersengketa dan penegakkan rule of law betul-betul dapat
dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan dapat menjadi tumpuan
akhir bagi para pihak yang sedang berperkara dan atau para pencari keadilan (Pasal 1 angka 1,
Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
Contohnya: hakim dalam memutus sebuah perkara haruslah bebas dari segala bentuk
tekanan baik fisik ataupun psikis dari pihak ketiga. Misalnya si A bersengketa dengan si
B mengenai hak milik atas sebidang tanah, karena si B ini merupakan keponakan seorang
pejabat yang berkuasa maka si pejabat tersebut memberi sejumlah uang kepada hakim
agar sengketa tersebut dimenangkan oleh si B selaku para pihak yang bersengketa.
Karena sebab itulah hakim memutus bahwa si B lah yang memenangkan sengketa hak
milik atas sebidang tanah tersebut. Untuk itulah dibutuhkan asas bebas dari campur
tangan para pihak diluar pengadilan yang wajib diterapkan, karena jika tidak maka
keadilan tidak akan pernah terwujud dan hakim tidak akan pernah mampu menjaga
kemandiriannya.
Contohnya: Dalam hal ini para pihak yang beracara di pengadilan harus membayar biaya
perkara. Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk panggilan,
pemberitahuan para pihak, serta biaya materai. Di samping itu, apabila diminta bantuan
seorang pengacara, harus dikeluarkan biaya. Sebagai contoh, Pengadilan Negeri Baturaja
dalam putusannya pada 6 Juni 1971 Nomor 6/1971/Pdt menggugurkan gugatan
penggugat karena penggugat tidak menambah uang muka biaya perkaranya sehingga
penggugat tidak lagi meneruskan gugatannya. Akan tetapi, mereka yang memang benar-
benar tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan perkara secara cuma-
cuma (prodeo) dengan mendapatkan izin untuk dibebaskan dari membayar biaya perkara
dan dengan melampirkan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh pejabat
setempat.