Anda di halaman 1dari 2

Tokoh Aliran Realisme Hukum

1. Oliver Wendell Holmes


Oliver Wendell Holmes, Jr. lahir pada tanggal 8 Maret 1841 di Boston, Massachusetts.
Holmes lulus dari Harvard University pada tahun 1861 dan bergabung dengan dinas
ketentaraan Amerika Serikat saat perang saudara. Pengalaman hidupnya selama dalam perang
menjadi modal bagi Holmes untuk menjadi seorang realis. Pada tahun 1881, ia menerbitkan
bukunya edisi pertama dari The Common Law. Di tahun 1899, ia ditunjuk hakim ketua dari
pengadilan negara. Ia menjadi terkenal karena inovasinya dan keputusannya yang sangat logis
yang mencoba menyeimbangkan antara hak milik dengan peraturan perundang-undangan.1
Pandangan Holmes mengenai hukum bermula dari idenya bahwa hukum itu sama halnya
dengan pengalaman, seperti halnya juga dengan logika. Oleh sebab itu, menurutnya, hukum
hanyalah sebatas prediksi-prediksi terhadap keputusan apa yang akan dibuat oleh peradilan. Ia
menekankan tentang pentingnya aspek empiris dan pragmatis dari hukum. Karena itu, sebuah
policy misalnya, yang telah diputuskan atau dibuat, menurut Holmes, bukan didasarkan pada
pembenaran-pembenaran yang ilmiah oleh ilmu hukum, tetapi lebih karena alasan adanya
kepentingan masyarakat (sosial) yang faktual.
Hukum sebagai fakta yang empiris, disamping itu, harus dibedakan dengan moral. Baginya
para praktisi hukum hanya berkutat pada persoalan mengenai apa itu hukum, yang bersifat
deskriptif, bukan pada persoalan mengenai bagaimana hukum itu seharusnya, yang bersifat
preskriptif (memberi petunjuk). Yang terpenting adalah kelakuan aktual seorang hakim yakni
apakah seorang hakim akan menerapkan sanksi pada suatu sikap tindak tertentu atau tidak.
Deskripsi Holmes mengenai prediksi keputusan yang dibuat oleh peradilan, menempatkan
betapa pentingnya peranan hakim dan praktisi hukum. Prediksi-prediksi itu harus dibangun
berdasarkan pada aspek empiris, daripada berdasarkan argumentasi logis yang deduktif
sifatnya, seperti ideologi. Menurut Holmes, yang memengaruhi hakim dalam memutuskan
suatu hal adalah :
a. Kaidah-kaidah hukum,
b. Moral hidup pribadi dan
c. Kepentingan sosial.2
2. Jerome Frank
Jerome Frank adalah seorang Hakim Amerika Serikat yang mengikuti ajaran Oliver
Wendell Holmes. Esensi ajaran dari Jerome Frank adalah :
a. Menitik beratkan usaha untuk suatu “a constructive skeptic”. Ia memotivasi hasrat
untuk melakukan reformasi terhadap hukum dalam kepentingan-kepentingan keadilan.
b. Hukum tidak mungkin dipisahkan dari putusan pengadilan.
c. Hukum tidak dapat disamakan dengan aturan hukum yang tetap.

1
Antonius Cahyadi, E. Fernando Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, hlm.158
2
Antonius Cahyadi, E. Fernando Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 161-162
d. Putusan hakim tidak ditutunkan secara otomatis dari aturan-aturan hukum yang bersifat
tetap.
e. Frank tidak dapat menerima pandangan bahwa prinsip-prinsip hukum tidak selalu
benar dan baik, selalu menjamin kepastian, keamanan dan harmoni dalam kehidupan
bersama.
f. Putusan pengadilan tergantung pada banyak faktor, antara lain :
1) Kaidah-kaidah hukum
2) Faktor-faktor non hukum seperti prasangka politikm ekonomi dan moral.
g. Hukum menurut Frank adalah bukan undang-undang, tetapi seperangkat kenyataan-
kenyataan, suatu putusan pengadilan yang berkaitan dengan kenyataan yang ada.
h. Mengakui adanya ketidakpastian hukum dalam putusan pengadilan, tetepi menurutnya,
ketidakpastian adalah merupakan aspek pada fenomena apapun.
i. Membagi 2 jenis yuridis yang beraliran realis, yaitu :
1) Rule-skeptics, yaitu mereka yang menemukan ketidakpastian hukum di dalam
aturan-aturan hukum formal dan menginginkan kepastian hukum yang lebih besar.
Mereka melakukan usaha untuk melakukan penyeragaman dalam “judicial
behavior” melalui studi psikologi, politik, sosiologi, dan lain-lain. Mereka
memusatkan perhatian pada pengadilan tingkat kasasi karena pengadilan kasasi
tidak lagi memeriksa faktanya.
2) Fact-skeptics, yaitu mereka yang menemukan ketidakpastian hujum yang timbul
dari sifat kurang dapat ditangkapnya fakta-fakta tertentu yang merupakan salah satu
sifat alamiah fakta-fakta tersebut. Mereka memusatkan perhatian pada peradilan
peradilan tingkat pertama dan tingkat banding (judex factie) karena pada kedua
peradilan itu masih memeriksa fakta yang berkaitan dengan kasus yang diperiksa.3

3
Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, Ilmu Hukum & Filsafat Hukum : Studi Pemikiran Ahli Hukum
Sepanjang Zaman, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hlm. 148-150

Anda mungkin juga menyukai