Anda di halaman 1dari 30

Tugas Makalah

SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN FILSAFAT HUKUM

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1

Muhtar 4618101005
Nurbaya 4618101006
Agusniar Basoddin 4618101013
Erwin Baharuddin 4618101018
Indah Purnama Sari 4618101009
Rizky Noor Khadafi 4618101011
Reza Nushwandy 4618101004
Abd Rahman 4618101029

MATA KULIAH FILSAFAT HUKUM

FAKULTAS ILMU HUKUM PASCASARJANA


UNIVERSITAS BOSOWA
TA. 2018

1
KATA PENGANTAR

Assalamu ’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT. berkat

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

makalah yang membahas tentang SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN

FILSAFAT HUKUM.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah FILSAFAT

HUKUM. Dengan membaca makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami

dan mengerti tentang salah satu ruang lingkup Filsafat serta hal-hal yang

berhubungan dengan judul makalah ini yang tentunya Penulis akan bahas lebih

lanjut.

Dalam penulisan makalah ini, Penulis menyadari masih banyak terdapat

kesalahan dan kekurangan. Untuk itu Penulis sangat mengharapkan masukan dan

saran demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Wassalammu ’alaikum Wr. Wb.

Makassar, 10 Januari 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 4
A. Latar Belakang ..................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Manfaat Penulisan ................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 6
A. Sejarah dan Perkembangan .................................................................. 6
B. Aliran – aliran filsafat hukum .............................................................. 13
A. Aliran Hukum Alam ................................................................... 13
B. Positivisme hukum ...................................................................... 15
C. Utilitaianisme .............................................................................. 17
D. Mazhab Sejarah........................................................................... 18
E. Sociological Jurisprudence ......................................................... 20
F. Realisme Hukum......................................................................... 21
G. Freirechtslehre ............................................................................ 24

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 26


A. Kesimpulan........................................................................................... 26
B. Kritik dan Saran ................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 30

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Banyaknya aliran-aliran hukum yang di keluarkan oleh para ahli hukum

membuat hukum itu terlalu kompleks untuk mendapatkan sebuah definisi yang

tepat. Immanuel Kant mengatakan bahwa “Noch suchen die juristen eine

definition zu ihrem begriffe von recht” yang artinya tidak seorang ahli

hukumpun yang mampu membuat definisi tentag hukum, karena hukum itu

mempunyai raung lingkup yang sangat luas serta dalam hukum juga

mempunyai segi atau sudut pandang yang berbeda-beda. Namun dimikian kita

yang masih belajar tentang hukum sangat membutuhkan definisi yang tepat

agar dapat menemukan jalan pemikiran serta arah dari hukum sendiri.

Menurut Apeldorn definisi hukum itu bersifat menyamaratakan dan

dapat mengajarkan calon ahli hukum apa yang disebut hukum, namun,

kesukaran yang dialami oleh mereka yang ingin mengetahui hukum terletak

pada obyeknya, kita ambil suatu benda yang terlihat akan sangat mudah benda

itu diberi definisi namun lain dengan hukum yang merupakan ilmu yang tidak

dapat dilihat. Suatu perumusan tentang hukum yang dapat mencakup segala

segi dari hukum yang luas itu memang tidak mungkin dibuat. Sebab, suatu

definisi tentunya memerlukan berbagai persyaratan seperti jumlah kata yang

digunakan yang sedapat mungkin tidak terlalu banyak dan mudah untuk

dipahami.

4
Dari penjalasan hukum itu memiliki banyak segi dan ruang lingkup, dan

ada beberapa teori yang menyimpulkan bahwa menurut teori satu dan teori lain

pandangan mereka mengenai definisi hukum itu berbeda, karena mereka

mempunyai sudut pandang yang berbeda-beda mengenai apa itu hukum,

berbagai aliran teori tersebut seperti aliran hukum alam, aliran positivisme,

aliran utilitarianisme, madzhab sejarah, aliran sociological yurisprudencs, dan

aliran realisme hukum, aliran-aliran hukum ini terus berkembang sesuai

dengan pemikiran dan kebutuhan yang ada di masyarakat, sehingga hukum

sendiri memeliki pengertian berbeda-beda. Dari perbedaan-perbedaan itulah

seharusya kita dapat mengetahui bahwa pandangan orang lain terhadap hukum

tidak selalu sama seperti apa yang kita maksud yang dikarenakan pemakaian

aliran teori yang berbeda sehingga menyebabkan pula perbedaan dari sudut

pandang mana hukum itu dilihat.

B. Rumusan Masalah

1. Apasaja dan bagaimana aliran-aliran filsafat hukum itu ?

2. Jelaskan Sejarah perkembangan aliran filsafat hukum?

C. Manfaat Penulisan

1. Mengetahui pengertian tentang aliran-aliran dari filsafat hokum

2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan aliran filsafat hukum.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan

Sama halnya dengan banyak bidang studi lainnya, sejarah hukum dari

alam (the law of nature) dimulai pada zaman yunani. Filsafat yunani

melahirkan standar yang absolut menganai hak dan keadilan. Hal ini

didasarkan pada kepercayaan pada berlakunya kekuasaan supernatural atas

hukum, dimana manusia seharusnya mematuhinya.

Pernyataan rill pertama dari teori hukum alam dari sudut terminologi

filsafat berasal dari abad 6 SM. Hukum manusia dikatakan mendapat

tempatnya dalam tatanan benda – benda berdasarkan atas kekuatan yang

mengontrol segala hal. Reaksi dari ajaran ini datang pada abad – abad

berikutnya dimana ada perbedaan dan kemungkinan timbulnya konflik antara

hukum alam dan hukum yang dibuat manusia. Pada zaman yunani, Aristoteles

dan Plato membangun kembali hukum alam. Sampai hari ini hanya Aristoteles

yang mempunyai pengaruh besar dalam doktrin hukum alam, ia menganggap

manusia adalah bagian dari alam.

Menurut Friedmann, aliran hukum alam timbul karena kegagalan umat

manusia dalam mencari keadilan yang absolut, sehingga hukum alam

dipandang sebagai hukum yang berlaku universal dan abadi. Hukum alam

dianggap lebih tinggi dari hukum yang sengaja dibentuk oleh manusia. Hukum

alam itu sebenarnya bukan merupakan satu jenis hukum, tetapi penamaan

seragam untuk banyak ide yang dikelompokkan menjadi satu nama yaitu

6
hukum alam. Salah satu pemikiran hukum alam yang khas adalah tidak

dipisahkannya secara tegas antara hukum dan nilai moral.

Pada umumnya penganut aliran hukum alam memandang hukum dan

moral sebagai pencerminan dan pengaturan secara internal dan eksternal dari

kehidupan manusia dan hubungan sesama manusia.

Didalam aliran hukum alam ini terdapat suatu pembedaan – pembedaan,

yaitu: hukum alam sebagai metode adalah yang tertua yang dapat dikenali sejak

zaman yang kuno sekali sampai pada permulaan abad pertengaha. Hukum ini

memusatkan perhatiaannya pada usaha untuk menemukan metode yang bisa

digunakan untuk menciptakan peraturan – peraturan yang mampu untuk

mengatasi keadaan yang berlain – lainan.

Hukum alam sebagai substansi atau isi berisikan norma – norma.

Peraturan – peraturan dapat diciptakan dari asas yang mutlak yang lazim

dikenali dengan peraturan hak asasi manusia. Ciri hukum alam seperti ini

merupakan ciri dari abad ke 17 dan 18 untuk kemudian pada abad berikutnya

digantikan oleh positivisme hukum.

Positivisme hukum sendiri ternyata kemudian tidak mampu untuk

mengikuti rasa keadilan yang tumbuh dalam masyarakat karena hukum yang

sifatnya tertulis tidak dapat berubah – ubah setiap saat. Rasa keadilan yang

tercermin dalam suatu kitab undang – undang misalnya, mungkin hanya selaras

dalam keadilan dengan keadilan dalam masyarakat pada waktu

diberlakukannya kitab undang – undang itu.

7
Masyarakat yang terus berubah membawa serta perubahan pada keadilan

yang hidup pada masyarakat itu karena dirasakan ketentuan yang tidak atau

kurang mencerminkan rasa keadilan yang dikehendaki, maka orang berusaha

mencari keadilan yang dikehendaki, maka orang berusaha mencari keadilan

lain, dan ini berarti orang bepegang kembali pada ajaran hukum alam. Inilah

yang disebut masa kebangkitan kembali hukum alam.

Dalam memahami ajaran hukum alam maka terlebuih dahulu harus

dibedakan antara pemikiran hukum alam yang tumbuh di Yunani dan

pemikiran hukum alam yang tumbuh di Romawi. Dan yang perlu diketahui

bahwa tidak ada teori yang tunggal tentang hukum alam, masing – masing

filsuf yang menganut ajaran ini cenderung mempunyai pandangan khas masing

– masing.

Perbedaan pokok pada pemikiran Yunani dan pemikiran Romawi tentang

hukum lebih bersifat teoritis dan filosofis, sedangkan pemikiran Romawi lebih

menitiberatkan pada hal – hal yang praktif dan dikaitkan pada hukum positif.

Perkembangan ajaran hukum alam tidak terlepas dari pendapat para

tokoh dan pakar hukum alam, yang menjadi pelapor sekaligus melakukan

pengembangan ajaran hukum alam itu sendiri. Adapun tokoh dan pakar itu

menurut zamannya dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Tokoh – tokoh hukum alam Yunani antara lain: Socrates, Plato,

Aristoteles.

2. Tokoh – tokoh hukum alam Romawi antara lain: Cicero, Gaius.

8
3. Tokoh – tokoh hukum alam di abad pertengahan antara lain : Auguste,

Isidor, Thomas Aguines, William. Occam.

4. Tokoh – tokoh hukum alam di abad ke 16 – 18 antara lain : Bodin, Grotius,

Thomas Hobbes, Zpinosa, John Lock, Montesquieu, JJ. Rousseau

5. Tokoh – tokoh idealisme trasendental antara lain : Immanuel kant dan

Hegel.

6. Tokoh – tokoh kebangkitan kembali hukum alam antara lain : kohler,

Stamler, Leonduguit, Gustav Ruch, delveccio .

Walaupun pengungkapan mengenai hukum alam terus berlanjut namun

sampai saat ini bukanlah merupakan suatu konsep yang tunggal, tetap dan

statis.

Hukum alam telah memiliki banyak pengertian yang berbeda – beda yang

telah digunakan pada berbagai kegunaan yang berbeda pula tergantung pada

kebutuhan dan tujuannya banyak doktrin/ ajaran yang berbeda – beda

mengenai hukum alam yang diungkapan oleh para tokoh atau ahli yang hidup

dizaman yang berbeda – beda, dan cenderung mempunyai pandangan khas

masing – masing mengenai hukum alam dari sudut pandangnya masing –

masing, namun pada intinya pemikiran hukum alam yang khas adalah tidak

dipisahkannya secara tegas antara hukum dan moral (nilai – nilai moral

keadilan).

9
Asumsi dasar atau ideologi aliran hukum alam adalah hukum positif

tergantung atau berdasarkan tertib yang lebih tinggi supranatural, yaitu

dipengaruhi oleh:

1. Pengaruh ajaran Tuhan ;

2. Alasan yang suci;

3. Kodrat manusia (misalnya pikiran manusia dimanapun, kapanpun adalah

sama).

Jadi hukum dimana saja, kapan saja, bagi siapa saja berlaku sama (

Universal). Penguasa yang tidak mensejahterakan warganya dianggap tidak

adil dan dianggap tidak mencerminkan hukum yang baik. Hukum dipengaruhi

atau tidak terpisah dari moral ( sebagai landasan dari keadilan). Huku kodrat

dipengaruhi juga dengan ajaran filsafat, etika dan agama.

Mengapa orang tunduk pada hukum?

Menurut Aristoteles:

- Hukum berlaku karena penetapan negara

- Hukum alam sebagai hukum yang asli berlaku dimana saja tidak

tergantung waktu dan tempat, orang – orang yang berfikiran sehat

merasakan hukum alam selaras dengan kodrat manusia.

- Hukum tidak tergantung pada pandangan manusia tentang baik

buruknya

Menurut Thomas Aquino : segala kejadian dalam ini diperintah dan

dikendalikan oleh suatu UU abadi (Lex Eterna) yang menjadi dasar kekuasaan

10
dari semua peraturan lainnya. Lex Eterna = kehendak pikiran Tuhan yang

menciptakan dunia ini.

Menurut Thomas Aquino pula hukum alam memuat dua asas yaitu:

1. Asas umum ( Principia Prima): asas yang dengan sendirinya

dimiliki manusia sejak lahir yang mutlak diterima (Contoh : berbuat

baik)

2. Asas diturunkan dari asas umum ( Principia secundaria) : asas yang

merupakan tafsiran dari principia prima yang dilakukan manusia

menurut Justinian, lembaga – lembaga hukum alam yang dapat

dibedakan dalam :

- Hukum sipil ( Civil Law) dan

- Hukum univesal (universal law).

Hukum sipil merupakan hukum yang sifatnya khusus yang tiap –

tiap manusia atau bangsa membuatnya sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan masyarakat sedangkan hukum universal merupakan

hukum dimana ketentuan tersebut digunakan atau berlaku bagi seluruh

ciptakaan tuhan.

Hukum alam (Universal Law) melihat semua manusia mempunyai

kedudukan yang sama, kesamaan sebagai ciptaan tuhan. Manusia

berkulit hitam bukan berarti lebih rendah dari manusia yang lebih putih,

karena itu bukan kehendak manusia tapi hukum alam yang berlaku. Maka

perbudakan dalam bentuk dan jenis yang mengatas namakan warna kulit

11
tidak dapat dibenarkan menurut teori hukum alam. Sedangkan hukum

sipil ( Civil Law) yang merupakan kehendak dan kesepakatan

masyarakat setiap waktu dapat diubah oleh masyarakat secara diam –

diam atau diganti dengan peraturan yang baru sesuai dengan kebutuhan.

Kontribusi terbesar ajaran atau mazhab hukum alam bagi hukum

internasional bahwa ia memberikan dasar – dasar bagi pembentukan

hukum yang ideal. Dalam hal ini, dengan menjelaskan bahwa konsep

hidup bermasyarakat internasional merupakan keharusan yang

diperintahkan oleh akal budi ( rasio ) manusia, mazhab hukum alam

sesungguhnya telah meletakkan dasar rasionalisme bagi pentingnya

hidup berdampingan secara tertib dan damai antarbangsa – bangsa di

dunia ini walaupun mereka memiliki asal – usul keturunan, pandangan

hidup dan nilai – nilai yag berbeda – beda.

Kelebihan aliran hukum alam: mengembangkan dan

membangkitkan kembali orang untuk berfilsafat hukum dalam mencari

keadilan, mengembangkan perlindungan terhadap HAM,

mengembangkan hukum internasional.

Meskipun demikian, ia juga mengandung kelemahan yang cukup

mendasar yaitu tidak jelasnya apa yang dimaksud dengan “hukum alam”

itu. Akibatnya, pengertian hukum alam menjadi subjektif, bergantung

pada penafsiran masing – masing orang atau ahli yang menganjurkannya.

12
B. ALIRAN – ALIRAN FILSAFAT HUKUM

Timbulnya berbagai aliran dalam filsafat hukum menunjukan pergulatan

pemikiran yang tidak henti-hentinya dalam lapangan ilmu hukum. Apabila

pada masa lalu, filsafat hukum merupakan produk sampingan dari para filsuf,

dewasa ini kedudukannya tidak lagi demikian karena masalah-masalah filsafat

hukum telah menjadi bahan kajian tersendiri bagi para ahli hukum.

Aliran-aliran filsafat hukum yang akan dibicarakan yaitu: (1) Aliran

Hukum Alam; (2) Positivisme hukum; (3) Utilitaianisme; (4) Mazhab Sejarah;

(5) Sociological Jurisprudence; (6) Realisme Hukum; (7) Freirechtslehre.

A. Aliran Hukum Alam

Perkembangan aliran hukum alam telah dimulai sejak 2.500 tahun

yang lalu, yang berangkat pada pencarian cita – cita pada tingkatan yang

lebih tinggi. Dalam konteks lintas sejarah, Friedman menyatakan bahwa

aliran ini timbul karena kegagalan ummat manusia dalam mencari

keadilan yang absolut.

Menurut sumbernya, aliran hukum alam dapat dibagi dua macam

yaitu: Irasional dan Rasional. Aliran hukum yang irasional berpendapat

bahwa hukum yang berlaku universal dan abadi itu bersumber dari tuhan

secara langsung.

Sebaliknya, aliran hukum alam yang rasional berpendapat bahwa

sumber hukum yang universal dan abadi itu adalah rasio manusia.

Pendukung aliran hukum alam irasional antara lain:

13
 Thomas Aquinas (1225-1274): yang mengatakan ada 4 macam hukum

yaitu:

a. lex aeterna (hukum rasio tuhan yang tidak dapat ditangkap oleh panca

indera manusia)

b. lex devina (hukum rasio tuhan yang dapat ditangkap oleh pancaindera

manusia)

c. lex naturalis (hukum alam yaitu penjelmaan dari lex aeterna kedalam

rasio manusia)

d. lex positivis (penerapan lex naturalis dalam kehidupan manusia didunia)

 John Salisbury (1115-1180): menurutnya jika kalau masing-masing

penduduk berkerja untuk kepentingan sendiri, kepentingan masyarakat akan

terpenuhi dengan sebaik-baiknya.

 Dante Alighieri (1265-1321): menurutnya, badan tertinggi yang

memperoleh legitimasi dari tuhan sebagai monarki dunia ini adalah

kekaisaran romawi.

 Piere Dubois (lahir 1255): ia menyatakan bahwa penguasa dapat langsung

menerima kekuasaan dari tuhan tanpa perlu melewati pimpinan gereja.

 Marsilius padua (1270-1340) dan William Occam (1280-1317): padua

berpendapat bahwa Negara berada diatas kekuasaan paus. Kedaulatan

tertinggi ada ditangan rakyat. Dan occam berpendapat rasio manusia tidak

dapat memastikan suatu kebenaran.

 John Wycliffe (1320-1384) dan johnannea Huss (1369-1415): Wycliffe

berpendapat kekuasaan ketuhanan tidak perlu melalui perantara, sehingga

14
baik para rohaniawan maupun orang awam sama derajatnya dimata tuhan.

Dan huss mengatakan bahwa gereja tidak perlu memiliki hak milik.

Sedangkan pendukung hukum alam rasional adalah:

 Hugo de Groot (Grotius) (1583-1643): menurutnya sumber hukum adalah

rasio manusia.

 Samuel von Pufendorf (1632-1694) dan Cristian Thomasius (1655-1728):

Pufendorf berpendapat bahwa hukum alam adalah aturan yang berasal dari

akal pikiran manusia. Dan Thomasius mengatakan manusia hidup dengan

bermacam-macam naluri yang bertentangan satu dengan lainnya.

 Imanuel Kant (1724-1804): Melalakukan penyelidikan unsur-unsur mana

dalam pemikiran manusia yang berasal dari rasio (sudah ada terlebih dulu

tanpa dibantu oleh pengalaman) dan yang murni berasal dari empiris

B. Positivisme hukum

Positivisme sebagai sistem filsafat muncul pada kisaran abad ke 19.

Sistem ini didasarkan pada beberapa prinsip bahwa sesuatu dipandang benar

apabila ia tampil dalam bentuk pengalaman atau apabila ia sungguh – sungguh

dapat dipastikan sebagai kenyataan, atau apabila ia ditentukan melalui ilmu –

ilmu pengetahuan apakah sesuatu yang dialami merupakan sungguh – sungguh

suatu kenyataan.

Positivisme hukum (Aliran Hukum Positif) memandang perlu secara

tegas memisahkan antara hukum dan moral (antara hukum yang berlaku dan

hukum yang seharusnya, antara das sein dan das sollen).

Positivisme hukum dapat dibedakan dalam dua corak yaitu:

15
 Aliran Hukum Positif Analistis: John Austin (1790-1859)

Hukum adalah perintah dari penguasa Negara. Dan menurutnya

hukum dipandang sebagai suatu system yang tetap, logis, dan tertutup.

Hukum yang sebenarnya memiliki emapat unsur yaitu:

- Perintah (command)

- Sanksi (sanction)

- Kewajiban (duty)

- Kedaulatan (sovereignty)

Hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat hukum itu

sendiri, menurut Austin terletak pada unsur “perintah” itu. Hukum

dipandang sebagai suatu sistem yang tetap, logis dan tertutup.

Lebih jauh Austin menjelaskan, pihak suiperior itulah yang

menentukan apa yang diperbolehkan. Kekuasaan dari superior itu memaksa

orang lain untuk taat. Ia memberlakukan hukum dengan cara menakut –

nakuti dan mengarahkan tingkah laku orang lain kearah yang di

inginkannya. Hukum adalah perintah yang memaksa yang dapat saja

bijaksana dan adil atau sebaliknya.

Austin pertama – membedakan hukum dalam dua jenis: (1) hukum

dari Tuhan untuk manusia (The iivine laws) dan (2) hukum yang dibuat oleh

manusia. Mengenai hukum yang dibuat oleh manusia dapat dibedakan lagi

dalam : (1) hukum yang sebenarnya, dan (2) hukum yang tidak sebenarnya.

Hukum dalam arti sebenarnya ini disebut juga hukum positif meliputi

hukum yang dibuat oleh penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia

16
secara individu untuk melaksanakan hak – hak yang diberikan kepadanya.

Hukum yang tidak sebenarnya adalah hukum yang dibuat oleh penguasa,

sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai hukum, seperti ketentuan dari

suatu organisasi olahraga.

 Aliran Hukum Murni: Hans Kelsen (1881-1973)

Menurut Kelsen, harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis,

seperti unsure sosiologis, politis, historis, bahkan etis. Pemikiran inilah

yang dikenal dengan teori hukum murni. Baginya hukum adalah suatu

keharusan yang mengatur tingkah laku manusia sbagai mahluk rasional.

Dalam hal ini yang dipersoalkan oleh hukum bukanlah “bagaimana hukum

itu seharusnya” (what the law ought to be). Tetapi “ apa hukumnya itu

Sollenkategorie, yang dipakai adalah hukum positif (Ius Constutium) bukan

yang dicita – citakan (Ius Constutiendum).

Kelsem dimasukkan sebagai kaum Neokantian karena dia

menggunakan pemikiran kant tentang pemisahan bentuk dan isi. Bagi

Kelsen, hukum berurusan dengan bentuk (forma), bukan (materi). Jadi,

keadilan sebagai isi hukum berada diluar hukum. Suatu hukum dengan

demikian dapat saja tidak adil, tetapi ia tetaplah hukum karena dikeluarkan

oleh penguasa.

C. Utilitaianisme

Utilitaianisme atau Utilisme lahir sebagai reaksi terhadap ciri – ciri

metafisis dan abstrak dari filsafat hukum dan politik pada abad ke – 18. Aliran

ini adalah aliran yang meletakkan kemanfaatan disini sebagai tujuan hukum.

17
Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan (happinnes). Jadi, baik

buruk atau adil tidaknya suatu hukum. Bergantung kepada apakah hukum itu

memberikan kebahagiaan kepada manusia atau tidak.

Aliran ini sesungguhnya dapat pula dimasukan kedalam Positivisme

Hukum, mengingat faham ini pada akhirnya sampai pada kesimpulan tujun

hukum adalah menciptakan ketertiban masyarakat.

Pendukung Utilitarianisme yang paling penting yaitu:

 Jeremy Bentham (1748-1832): ia berpendapat bahwa alam memberikan

kebahagian dan kesusahan. Manusia selalu berusaha memperbanyak

kebahagiaan dan mengurangi kesusahan. Kabaikan adalah kebahagian, dan

kejahatan adalah kesusahan.

 Jhon Stuar Mill (1806-1873): ia menyatakan bahwa tujuan manusia adalah

kebahagiaan. Manusia berusaha memperoleh kebahagiaan itu melalui hal-

hal yang membangkitkan nafsunya. Jadi yang ingin dicapai oleh manusia

bukan benda atau sesuatu hal tertentu, melainkan kebahagiaan yang dapat

ditimbulkannya.

 Rudolf von Jhering (1818-1892): baginya tujuan hukum adalah untuk

melindungi kepentingan-kepentingan. Dalam mendefinisikan

“kepentingan” ia mengikuti Bentham, dengan melukiskannya sebagai

pengejaran kesenagan dan menghindari penderitaan.

D. Mazhab Sejarah

Mazhab sejarah (Historiche Rechtsschule) merupakan reaksi terhadap

tiga hal yaitu:

18
1. Rasinalisme abad ke- 18 yang didasarkan atas hukum alam, kekuatan akal

dan prinsip – prinsip dasar yang semuanya berperan pada filsafat hukum,

dengan terutama mengandalkan jalan pikiran deduktif tanpa memperhatikan

fakta sejarah, kekhususan dan kondisi nasional;

2. Semangat Revolusi Prancis yang menentang wewenang tradisi dengan misi

kosmopolitannya (kepercayaan kepada rasio dan daya kekuatan tekad

manusia untuk mengatasi lingkungannya), seruannya kesegala penjuru

dunia.

3. Pendapat yang berkembang saat itu yang melarang hakim menafsirkan

hukum karena undang – undang diangggap dapat memecahkan semua

masalah hukum. Code civil dinyatakan sebagai kehendak legislatif dan

harus dianggap sebagai suatu sistem hukum yang harus disimpan dengan

baik sebagai suatu yang suci karena berasal dari alasan – alasan yang murni.

Tokoh-tokoh penting Mazhab Sejarah yaitu:

 Friedrich Karl von savigny (1770-1861): menurutnya hukum timbul

bukan karena perintah penguasa atau karena kebiasaan, tetapi karena

perasaan keadilan yang terletak dalam jiwa bangsa itu.

 Puchta (1798-1846): sama dengan savigny, ia berpendapat bahwa

hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa yang bersangkutan.

 Henry Summer Maine (1822-1888): ia melakukan penelitian untuk

memperkuat pemikiran von Savigny, yang membuktikan adanya pola

evolusi pada pembagi masyarakat dalam situasi sejarahyang sama.

19
E. Sociological Jurisprudence

Menurut aliran Sociological Jurisprudence ini, hukum yang baik haruslah

hukum yang sesuai dengan yang hidup di masyarakat. Aliran ini memisahkan

secara tegas antara hukum positif (the positive law) dan hukum yang hidup (the

living law). Aliran ini timbul dari proses dialektika anatar (tesis) positivisme

hukum dan ( anatesis ) mazhab sejarah. Sebagaimana diketahui, Positivisme

hukum memandang tidak ada hukum kecuali perintah yang diberikan penguasa

(law is command of lawgiver), sebaliknya mazhab sejarah menyatakan hukum

timbul dan berkembang bersama dengan masyarakat. Aliran pertama

mementingkan akal, sementara aliran yang kedua lebih mementingkan

pengalaman dan sociological jurisprudenci menganggap keduanya sama

pentingnya.

Tokoh-tokoh aliran Sociological Jurisprudence antara lain adalah:

 Eugen Ehrlich (1862-1922): ia beranggapan bahwa hukum tunduk pada

ketentuan-ketentuan social tertentu. Hukum tidak mungkin efektif, oleh

karena ketertiban dalam masyarakat didasarkan pengakuan sosial

terhadap hukum, dan bukan karena penerapannya secara resmi oleh

Negara.

 Roscoe Pound (1870-1964): dengan teorinya bahwa hukum adalah alat

untuk memperbaharui (merekayasa) masyarakat (law as a tool of social

engineering).

20
F. Realisme Hukum

Dalam pandangan penganut Realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-

kekuatan sosial dan control social. Beberapa cirri realisme yang terpenting

diantaranya:

a. Tidak ada mazhab realis; realisme adalah gerakan dari pemikiran dan kerja

tangan hukum.

b. Realisme adalah konsepsi hukumyang terus berubah dan alat untuk tujuan-

tujuan social, sehingga tiap bagian hrus diuji tujuan dan akibatnya.

c. Realisme menganggap adanya pemisahan sementara antara hukum yang

ada dan harusnya ada, untuk tujuan-tujuan studi.

d. Realisme tidak percaya pada ketentuan-ketentuan dan konsepsi-konsepsi

hukum, sepanjang ketentuan-ketentuan dan konsepsi hukum

menggambarkan apa yang sebebarnya dilakukan oleh pengadilan-

pengadilan dan orang-orang.

e. Realisme menekankan evolusi tiap bagian hukum dengan mengingatkan

akibatnya.

Sebenranya realime sebagai suatu gerakan dapat dibedakan dalam dua

kelompok yaitu Realisme Amerika dan Realisme Skandinavia. Menurut

Friedmann, persamaan Realisme Skandinavia dengan Realisme Amerika

adalah semata-mata verbal.

a) Realisme Amerika

Sumber hukum utama aliran ini adalah putusan hakim, semua yang

dimaksud dengan hukum adalah putusan hakim. Hakim lebih sebagai

21
penemu hukum daripada pembuat hukum yang mengandalkan peraturan

perundang-undangan.

Tokoh-tokoh utama realisme amerika yaitu:

 Charles Sanders Peirce (1839-1914): ia adalah orang pertama

yang memulai pemikiran pragmatism, dimana menyangkal

kemungkinan bagi manusia untuk mendapat suatu pengetahuan

teoritis yang benar.

 John Chipman Gray (1839-1915): ia menyatakan bahwa

disamping logika sebagai faktor penting pembentukan

perundang-undangan, unsur kepribadian, prasangka, dan factor-

faktor lain yang tidak logis memiliki pengaruh yang sangat besar

dalam pembentukan hukum.

 Oliver Wendell Holmes (1841-1935): ia berpendapat bahwa

pikiran-pikiran tentang apa yang akan diputuskan oleh

pengadilan itulah yang dimaksud dengan hukum.

 William James (1842-1910): menurutnya pragmantisme adalah

nama baru untuk beberapa pemikiran yang sama, yang

sebenarnya juga positivis.

 John Dewey (1859-1952): inti ajaran dewey adalah bahwa logika

bukan berasal dari kepastian-kepastian dari prinsip-prinsip

teoritis, seperti silogisme, tetapai suatu studi

tentangkemungkinan-kemungkinan.

22
 Benjamin Nathan Cardozo (1870-1938): ia beranggapan bahwa

hukum mengikuti perangkat aturan umum dan yakin bahwa

penganutan terhadap preseden seharusnya merupakan aturannya,

dan bukan merupakan pengecualian dalam pelaksanaan

peradilan.

 Jerome Frank (1889-1957): menurutnya hukum tidak disamakan

dengan suatu aturan yang tetap.

b) Realisme Skandinavia

Tokoh-tokoh utama Realisme Skandinavia antara lain adalah:

 Axel Hagerstrom (1868-1939): ia menyatakan bahwa hukum

sehrusnya di selidiki dengan bertitik tolak pada data empiris, yang

dapat ditemukan dalam perasaan piskologi.

 Karl Olivecrona (1897-1980): menurutnya adalah keliru untuk

menganggap hukum sebagai perintah dari seseorang manusia,

sebab tidak mungkin ada manusia yang dapat memberikan semua

perintah terkandung dalam hukum itu.

 Alf Ross (1899-1979): perkembangan hukum menurutnya,

melewati empat tahapan. Pertama, hukum adalah suatu system

paksaan yang aktual. Kedua, hukum adalah suatu cara berlaku

sesuai dengan kecendrungan dan keinginan anggota komonitas.

Ketiga, hukum adalah sesuatu yang berlaku dan mewajibkan

dalam arti yuridis yang benar. Keempat, supaya hukum yang

berlaku harus ada kompetensi pada orang-orang pembentuknya.

23
 H.L.A. Hart (1907-1992): ia mengatakan hukum harus dilihat,

baik dari aspek eksternal maupun internalnaya.

 Julius Stone: ia memandang hukum sebagai suatu kenyatan

sosial. Ia juga berpendapat hukum harus dibedakan dari moral.

 John Rawls (lahir 1921): ia mengembangkan pemikirannya

tentang masyarakat yang adil dengan teori keadilanya yang

dikenal pula dengan teori posisi asli.

G. Freirechtslehre

Freirechtslehre (Ajaran Hukum Bebas ) merupakan penentang paling

keras Positivisme Hukum. Aliran Hukum Bebas berpendapat bahwa hakim

mempunyai tugas menciptakan hukum. Penemu hukum yang bebas tugasnya

bukanlah menerapkan undang-undang, tetapi menciptakan penyelesaian yang

tepat untuk pristiwa konkret, sehingga pristiwa-pristiwa berikutnya dapat

dpecahkan oleh norma yang diciptakan oleh hakim. Tidak mustahil

penggunaan metode – metode lain. Ini adalah masalah titik tolak cara

pendekatan probelmatik. Seorang yang menggunakan penemuan hukum bebas

tidak akan berpendirian: “saya harus memutuskan demikian karena bunyi

undang – undang demikian. “ ia harus mendasarkan pada berbagai argumen

antara lain undang – undang.

Friedman menyebutkan sejumlah eksponen utama Freirechtslehre,yaitu

Ehrlich (1862-1922), yang dalam ini dimasukkan kedalam penganut

Sociological Jurisprudence meragukan kelengkapan logika hukum dan

menganggapnya sebagai fiksi atau ilusi. Erlich mengendalikan penemuan

24
hukum secara bebas dalam semua kasus, kecuali kasus – kasus yang hukumnya

sudah jelas. Pengecualian ini, menurut Ehrlich relatif sedikit. Stampe, dalam

bukunya Freirechtsbewegung (1911), menuntut agar pengadilan berhak untuk

mengubah hukum apabila hukum yang ada menghasilkan suatu malapetaka

umum. Kemudian Fuch mengembangkan ajaran yang sangat kuat ciri

politiknya. Dari ajaran – ajarannya dapat disebutkan antara lain ajaran tentang

hak pengadilan untuk menguji keabsahan undang – undang dan ajaran yang

dikembangkan oleh Mahkamah Agung mengenai resiko bersama antara

majikan dan karyawan. Selanjutnya, Herman Isay, menolak penemuan hukum

berdasarkan suatu proses intuitif yang dituntut oleh perasaan dan prasangka –

prasangka tertentu, sedangkan alasan logis digantikan sebagai pemikiran

sesudahnya untuk proses naluriah itu dan dipakai untuk menyakinkan adanya

dunia yang lain.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Sejarah dan Perkembangan

Munculnya aliran – aliran filsafat hukum dalam ranah filsafat

sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat pada

umumnya. Sejarah perkembangan filsafat memberikan sumbangsih yang

sangat besar dalam menjamurnya aliran – aliran filsafat berdasarkan

tahapan periode dan perkembangan filsafat itu sendiri. Aliran – alira

filsafat yang dimaksud meliputi : 1) Aliran Hukum Alam, 2) Postivisme

Hukum, 3) Utilitiarianisme, 4) Mazhab Sejarah, 5) Sociological

Jurisprudence, 6) Realisme Hukum, 7) Freirechtslehre.

Sama halnya dengan banyak studi lainnya, sejarah hukum dari alam

dimulai pada zaman yunani. Pernyataan rill pertama dari Teori Hukum

Alam dari sudut terminologi filsafat berasal dari abad 6 SM.

Pada zaman Yunani hiduplah kaum bijak yang disebut atau dikenal

dengan sebutan kaum Sofis. Pada masa inilah paham demokrasi lahir dan

berkembang. Sementara pada zaman pertengahan lebih menekankan

tentang hubungan antara ide-ide abadi dengan benda-benda duniawi yang

timbul akibat adanya pemikiran setelah berakhirnya zaman kegelapan.

Pada zaman modern rasio manusia tidak lagi dapat dilihat sebagai

penjelmaan dari rasio Tuhan, sehingga rasio manusia ini dipandang

sebagai satu-satunya sumber hukum. Adapun pada zaman sekarang,

rasionalisme yang berkembang dilengkapi dengan empirisme dan hukum

26
dipandang sebagai pernyataan hidup dalam masyarakat. Dengan

perkembangan filsafat hukum dari masa ke masa dan diiringi juga dengan

perkembangan ilmu pengetahuan meningkatkan pemahaman kaum sofis

mengenai diri sendiri, alam dan tuhan juga meningkatkan sasaran berfikir

yang semakin berkembang.

b. Aliran – aliran Filsafat Hukum

Dari beberapa pemaparan diatas telah disampaikan mengenai

pengertian ciri dan para tokoh-tokoh penemu aliran-aliran pemikiran.

Aliran – aliran tersebut adalah:

- Aliran yang pertama, hukum alam yang dipelopori oleh Hugo de

Grood, dan Immanuel Kant, yang mendambakan bahwa hukum itu

harus dapat diterima secara universal dan abadi, aliran hukum alam

ini telah dimulai sejak 2.500 tahun lalu.

- Aliran yang kedua, aliran Positivisme yang dipelopori oleh John

Austin dan Hans Kelsen yang menganggap bahwa hukum itu harus

dipisahkan dari persoalan moral, seperti sosiologi, etis, sejarah.

Aliran positivisme muncul pada kisaran abad ke – 19.

- Aliran yang ketiga, aliran Utilitarianisme yang ditemukan Oleh

jeremy Bentham yang beranggapan bahwa hukum itu harus memiliki

fungsi kebahagiaan, yang disempurnakan oleh Rudolf von Jhering

bahwa ia menolak ajaran madzab sejarah bahwa hukum itu tidak

diciptakan oleh negara tetapi tumbuh bersama masyarkat. Aliran

Utilitarisme muncul pada abad ke -18.

27
- Aliran yang keempat adalah aliran sejarah yang dipelopori oleh

Montesque, dan Von Savigny yang beranggapan bahwa hukum itu

berdasarkan pada Volkgiest (jiwa rakyat) hukum itu tumbuh dan

berkembang bersama masyarakat. Rescoe Pound sebagai penggagas

Sosiological Jurisprudence , berpendapat bahwa hukum harus dilihat

sebagai suatu lembaga kemasyarakatan yang berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial. Selain itu, dianjurkan untuk

mempelajari hukum sebagai suatu proses (law in action) yang

dibedakan dengan hukum yang di tulis (law in books). Mazhab

sejarah merupakan reaksi terhadap rasinalisme abad ke- 18, semangat

revolusi Prancis dan larangan pada hakim untuk menafsirkan hukum.

- Aliran kelima, Socialogical Jurisfrudence yang mendasarkan pada

pemikiran Eugen Ehlich (1862-1922), Roscoe Pound (1870 – 1964),

Menurut aliran Sociological Jurisprudence ini, hukum yang baik

haruslah hukum yang sesuai dengan yang hidup di masyarakat.

- Aliran keenam, Realisme Hukum yang mendasarkan pada pemikiran

John Austin, para pendiri aliran ini John chipman, Oliver Wendell

Holmes, Karl Llewllyn menjelaskan bahwa ini bukan aliran atau

madzhab tetapi gerakan berfikir dan cara bekerja tentang hukum itu.

Pada aliran ini tidak menempatkan undang-undang sebagai sumber

utama hukum tetapi sumber utamanya adalah pada putusan hakim.

Aliran ini berkembang dalam waktu bersamaan dengan Sociological

Jurisprudence yaitu pada abad ke 18

28
- Aliran Ketujuh, Freirechtslehre (Aliran Hukum Bebas) yang

mendasarkan pada pemikiran Ehrlich (1862-1922) .Aliran Hukum

Bebas berpendapat bahwa hakim mempunyai tugas menciptakan

hokum. Aliran ini muncul pertama di Jerman.

Jadi, kesimpulannya sejarah dan perekembangan Filsafat Hukum

dimulai pada abad ke 6 SM di Yunani dan aliran pertama yang muncul

yaitu aliran hukum alam dan setelahnya bermunculanlah aliran – aliran

filsafat hukum lainnya.

B. Kritik dan saran

Berfikir filsafat hukum tentunya mempunyai kerangka berfikir dan sudut

pandang, kita sebagai manusia tidak bisa memaksakan bahwa diri kita yang

paling benar dengan pemikiran kita sendiri. Semuanya tergantung pada alur

berfikir dan sudut pandang dari masing-masing juga pada saat pertanggung

jawaban seperti alasan-alasan yang akan di gunakan sebagai penguat atas

pemikirannya yang telah disampaikan. Dengan pemikiran aliran-aliran filsafat

hukum yang telah disampaikan diatas semoga dapat menambah pemahaman

kita mengenai cara bagaimana berfikir filsafat yang akan kita pilih.

29
DAFTAR PUSTAKA

Aburaera, Sukarno. Prof. Dr. SH. dkk. (2010). Filsafat Hukum, Dari
Rekonstruksi Sabda Manusia dan Pengetahuan hingga
Keadilan dan Kebenaran. Pustaka Refleksi : Makassar.

Darmodiharjo, Darji & Shidarta, (1995). Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa


dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.

Huijbers, Theo, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Penerbit Kanisius,


Yogyakarta, 1993.

Kencana, Syafiie Inu, Pegantar Filsafat. Penerbit PT Refika Aditama, Bandung,


2004.

Lili rasjidi, 1991, Filsafat Hukum Apakah Hukm Itu, cetakan pertama,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Muchsin, Ikhtisar Filsafat Hukum, cetakan kedua , Badan Penerbit Iblam Jakarta,
2006

Pound, Roscoe, Pengantar Filsafat Hukum, (Terj.) Muhammad radjab,


Penerbit Bhratara, Jakarta, 1996.

Rasjidi, Lili, Dasar-Dasar Filsafat Hukum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1990.

Soeyono Koesoemo Sisworo, “Beberapa Pemikiran Tentang Filsafat


Hukum”, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Soeyono Koesoemo Sisworo, Pidato Ilmiah Dies Natalis Ke-25 UNISSULA,


“Dengan semangat Sultan Agung Kita Tegakkan Hukum dan Keadilan
berdasarkan kebenaran, suatu perjuangan yang tidak pernah tuntas”.

30

Anda mungkin juga menyukai