Anda di halaman 1dari 11

Rangkuman Filsafat Hukum

Sesi 1

7 Februari 2017

Setiap sebelum pertemuan, materi yang mau dibahas direview dulu ditulis tangan pake bahan buku
yang dikasih (1-2 halaman folio).

Kenapa belajar filsafat? Belajar diri sendiri

Karena awal dan akhir ilmu hukum adalah filsafat

Untuk memastikan keadilan maka nilai-nilai hukum harus berpasangan (antinomi); misal: kepastian -
kesebandingan, materialisme - spiritualisme; individualisme - komunalisme

A. Cipta --diasah-- logika -- ilmu pengetahuan -- kebenaran


B. Karsa (sebagai jembatan antara Cipta dan Karsa) --diasuh-- Etika --mengenal-- norma-norma --
keserasian
C. Rasa --diasihkan-- estetika -- kesenian -- keindahan

KETIGA-TIGANYA menghasilkan karya. Karya plus ketiga-tiganya kemudian menghasilkan kebudayaan.

NILAI JADINYA ATAS BERKAT RAHMAT ALLAH SWT

VON SAVIGNY

(Hu)man -- intellectual communion -- speech language -- budaya

Sesi 2

14 Februari 2017

Filsafat

Secara etimologis --> philos (cinta) + sophos (kebijaksanaan) --> pecinta kebijaksanaan

Teriminologis
--> Pemahaman yang komprehensif --> makanya ditaru di masa akhir
--> sikap --> oandangan-pandangan ahli
--> metode berpikir --> dasar ilmu-ilmu
--> teori yang luas -->konsekuensi pemahaaman yang komprehensif

Unsur-unsur pengertian filsafat:


- suatu ilmu pengetahuan
- pandangan menyeluruh --> makna hakiki dari hidup
- refleksi pengalaman hidup maupun pengamatan ilmiah

Filsafat Teori
Dekat dengan aktivitas refleksi Dekat dengan metode ilmiah
Melampaui unsur keilmiahan Metode ilmiah dalam ketat
Kemungkinan yang spekulatif Akurasi data dan verifikasi temuan
Bisa memunculkan permasalahan Untuk memecahkan masalah
Teori yang lebih umum, luas, dan mendalam
Pandangan umum dan bersifat abstrak
Berkenalan dengan filsafat --> berusaha untuk mampu identifikasi hal-hal secara umm yg telah dan
ditunjuk sbg filsafat

Berfilsafat --> melakukan refleksi kritis atas semesta hidup kita sebagai manusia

Tujuan --> menjadi manusia yang bijaksana

Filsafat --> mensucikan kemanusiaan kita --> posisi sebagai persona (pribadi), gk sekedar manusia

Syarat menuju persona:


- berdaulat atas diri sendiri
- bertanggung jawab atas keputusan yang kita ambil
- memiliki kesadaran atas keputusan yang kita ambil untuk dipertanggungjawabkan

Tugas Filsafat
- tugas kritis --> mecegah pembantuan klaim kebenaran (misalnya di hukum dalam bentuk norma-
norma -->karakter ilmu hukum yang elitis --> jadi tukang), dominasi, dan hegemoni kebenaran
tertentu
- tugas konstruktif
--> membangun suatu gambaran dari selruh realitas dibawa setiap elemen
--> meniptakan konsep-konsep yang dipandang utuh

Karakteristik berpikir filsafat:

- radikal --> sampai ke akar permasalahan


- kritis --> tanggap
- rasional --> sejauh dijangkau akal manusia
- reflektif
- konseptual --> hasil konstruksi pikiran
- koheren --> runtut
- konsisten --> berpikir kritis / tidak berlawanan
- sistematis
- metodis --> ada cara untuk memperoleh kebenaran
- komprehensif
- bebas dan bertanggung jawab

Ruang lingkup obyek refleksi:


- politik
- sosial
- budaya
- agama

Ruang lingkup kultural:


A. Barat
- rasionalisme - kritisisme
- sebagai ilmu
- subyek vs obyek
B. Timur
- subyek selaras dengan obyek
- unsur religiositas dan memahami tujuan hidup
- falsafah hidup / pandangan hidup

Sesi 3

Mazhab --> pandangan sekelompok orang tentang bidang tertentu --> ada perbedaan internal, tapi
lebih banyak persamaannya
Mazhab filhum --> pandangan ttg hukum lalu merumuskan apa relevansi dengan hukum indonesia

Natural law --> konsep idealistik --> sistem ideal yang mengatasi (atas dunia) yang darimana hukum
positif berasal sebagai suatu bentuk simulasi yang tidak sempurna

Idealisme --> pandangan yang menempatkan gejala fisik dari dunia sebagai wujud dari tertib yang
lebih tinggi

Pada zaman modern --> senjata yang penting dalam ideologi politik dan hukum

--> disebut juga transendentalisme

Pendekatan
A. Teologis --> seluruh alam diatur Tuhan --> sumbernya kitab suci
B. Sekuler --> akal budi manusia dan dunianya (masyarakat) menjadi sumber tatanan moral yang ada
--> dari hidup bersama

Penyebab kejahatan --> didikan alam bawah sadar

Klo hukum positif tidak diakui --> perlu bantuan hukum kodrat (sebagai ideal)

Sesi 4

Sesi 5

Sesi 6

Positivisme hukum

Positivisme adalahsuatu aliran filsafat yang bertitik tolak bahwa ilmu alam sebagai satu0satunya
sumber oengetahuan yang benar dan menolak aktivitas yang berkenan dengan metafisik
-> mengutamakan fakta; sesuatu yg dapat dilihat dan diamati
-> TIDAK MENCARI ATAU MENERIMA SUATU REALITA YANG LEBIH TINGGI DAN DI ATAS DUNIA
INDERAWI -> sekuler dan empiris

Tokoh: henry de saint simon, auguste comte

Simon --> sejarah manusia

Tahap pemikiran manusia (comte):


- tahap teologis -> manusia adalah produk dari proses kosms dikendalikan oleh gagasan keagamaan
- tahap metafisika -> mulai mampu menjeaskan ttg realita dgn akal budi
- tahap positivis --> tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah

Ciri-ciri positivisme:
- mengutamakan fakta
- dasar data empiris
- tidak mencri yg lebih tinggi dari dunia inderawi
- tidak mengenal adanya spekulasi
- cenderung sekuler

Positivisme ttg hukum:


- suatu norma adalah hukum bila norma ditetapkan sebagai hukum
- penetapan norma hukum adalah severeign
- hukum adalah perintah dari penguasa
- adanya pemisahan yang tegas hukum dari moral -> hukum bisa aja beda dgn moral
- hukum dalam perkembangannya menjadi sangat formalistik
Asumsi yang dibangun:
- penguasa adalah orang-orang pilihan untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat
- Hukum yang dibuat dan ditetapkan oleh penguasa sudah pasti benar dan adil
- adanya itikad baik dari penguasa
- lembaga peradilan merupakan orang-orang netral, independen, dan imparsial

Bentham
- kebahagiaan terbesar untuk jumlah terbesar
- mematok kepada keuntungan, kesenangan, dan kepuasaan manusia
- memberikan konsep command and sovereign
- hukum selalu imperatif dan permisif

Austin
- hukum itu perintah penguasa yang memiliki sanksi
- hukum terpisah dari moral
- command merupakan kehendak orang tertentu
- unsur penting hukum: perintah, sanksi, kewajiban, kedaulatan
- tidak membedakan antara kedaulatan de facto atau de jure

SASARAN POSITIVISME HUKUM ADALAH KEPASTIAN HUKUM

Hukum akan kehilangan makna sebagai patokan bagi perilaku semua orang tanpa adanya kepastian

Keadilan vs kepastian?

Sesi 7

Bapak sosiologi - comte


Memasukkan aspek sosiologi ke hukum - spencer

Sociological jurisprudence ≠ sociology of law

Spencer - perkembangan organik masyarakat yang revolusioner


Comte - fisika sosial (comte mengembangkan sosiologi hukum dengan dasar positivisme hukum dalam
berbicara tentang relaita masyarakatnya), perkembangan dalam masyarakat -> hukum dijelaskan
dengan alasan-alasan sosial

Positivisme logis -> logis dan tekstual belaka


Positivisme sosiologis -> tidak tekstual belaka

Kenapa ada sosiologi --> ingin melihat fenomena masyarakat yang terpengaruh kaptalisme

Positivisme obyektif? Gk juga, karena positivisme elitis -> memandang hukum dari yang berkuasa ->
untuk melanggengkan kekuasaan yang berkuasa

Sociology jurisprudence belum sampai pada titik kritis atas sikap kapitalistik elit positivisme hukum,
masih menangkap fenomena yg ada di bawah kapitalisme saja

Hjering -> hukum punya fungsi untuk melayani masyarakat -> waktu itu masyarakat yang punya uang

Klo kelsen -> hukum itu soal metodologi c.q. positivisme hukum

Webber -> mengaitkan soal rasionalitas dengan perkembangan kapitalisme -> irasional menjadi
rasional

Yg dipikir benar oleh ahli, belum tentu aplikatif dalam realita


Emile Durkheim - hukum adalah alat integrasi sosial -> karena dalam hukum ada nilai represi
(punishment) dan restitusi (reward) ≈ pemahaman elrich

Elrich -> hukum memberikan paksaan sosial; daripada paksaan penguasa


Roscoe Puond -> melihat bahwa hukum adalah rekayasa sosial -> bagaimana hukum menjadi refleksi
konsesus berbagai kepentingan
Kepentingan rekayasa sosial
-> legal proceeding
-> legislative proposal

Legal sociology -> kepentingan sociology of law dengan sociological jurisprudence -> roscoe

Sociology of law -> interdisipliner

Rule of recognition ->

Rule of recognition is a central part of H.L.A. Hart's theory on legal positivism. It is the fundamental
rule by which all other rules are identified and understood. According to Hart, a society's legal system
is centered on rules. There are primary and secondary rules of obligation.

Erlich -> Hukum berjalan karena fakta sosial -> fakta sosial tidak mungkin murni --> roscoe bulang klo
ini soal kepentingan, bukan fakta -> kepentingan yg terakomodasi dalam legal proceeding dan
legislative proposal

Hukum -> refleksi kepentingan? -> terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan

Kritik terbesar sosiological jurisprudence -> menjelaskan fenomena sosilogis dalam kacamata hukum
-> masih simple -> masih linear -> masih monologis -> dikritik sociology of law

Sosiologi -> bob sayman -> mengembangkan metodologis dalam hukum untk membantu para
pembuat kebijakan

Spencer terpengaruh pemikiran darwin -> darwinisme sosial

Spencer evolusi biologis

Erlich -> berlaku dan tdak berlakunya hukum ya karena masyareakat

Webber evolusi sosial - dalam artian perkembangan kapitalisme

Kenapa darwinisme sosial ditolak? Ditolak karena konsep si darwin adalah sebab akibat, tapi si darwin
jg ada missing link. Sementara klo ilmu sosial kan soal imputasi, bkan sebab akibat; pasti ada sesuatu
yang abstrak

Sesi 8

Marxist theory of law

Marx selalu dari perspektif ekonomi


Metode: historikal, dialektikal, makterialisme

Ada jg soal pertentangan kelas

Labor theory of value -> keuntungan itu dari hasil keringat buruh yang diambil oleh pengusaha

Marx -> dictatorship of proletariat; classless society


Metode matrialisme
- doctrine bahwa sesuatu terdiri dari yang bersifat fisik dan non fisik -> semuanya bersifat kebendaan
- macam: monism (semua bersifat fisik -> fenomena) dan dualism (ada dua unsur -> material dan non
material; di mana yg non material tergantung pada yg bersifat material)

Infrastructure -> base -> mode of econoic production


Suprastructure -> hasil oemikiran manusia -> sistem politik, sosial, budaya, dsb -> berdasar pada
infrastructure

Alienation and surplus value


- pengasingan atas penghasil produk dengan produk yang dihasilkannya -> dirampok kapitalis
- terasing dari aktivitas produksi
- terasing dari manusia lainnya

Historical materialisme
- kombinasi dialektikal hegel dan teroi materialistik tentang pegngetahuan yang kemudian
memprosuksi materialisme dialektikal, dan teraplikasi ke hubungan manusia dengan masyarakat,
kjususnya kepada evolusi dan perkembangan. Marx menyebutnya materialisme historikal

Soal hukum
Ideologi itu ekspresi kelas yang dominan. Kekuatan material adalah kekuatan intelektual. Hukum
adalah kedok ideologi.

Negara adalah instrumen untuk menindas dan mendominasi

Jargon equality before the law itu omong kosong.

Law thus serves to legitimate and mystify the exploitation system in society.

Sesi 10

Mazhab Sejarah

Latar belakang:
- munculnya masa romantisme -> reaksi zaman pencerahan
- Jerman lepas dari pendudukan Perancis
- Menentang ide kodifikasi jerman berdasar atas napoleonic code

Intinya hukum itu tidak dibuat, tapi tumbuh bersama masyarakat -> hukum itu ditemukan, bukan
diciptakan -> terpengaruh adagium di mana ada masyarakat, di situ ada hukum

Savigny -> hukum tidak berlaku universal, setiap bangsa memiliki hukum yang ditemukan dalam jiwa
bangsa (volkgeist)

Menurut mazhab ini substansi hukum adalah aturan tentang kebiasaan hidup masyarakat

Perbedaan tajamnya dengan positivisme hukum adalah pasa sumber dan bentuk hukum.

Positivisme hukum menekankan pada bentuk formal. Mazhab sejarah menekankan pada kompleksitas
unsur undividu dan kelompok yang terkait

Sesi 11

Marx -> keadilan hanya bisa tercapai klo faktor produksi didistribusikan dgn adil
Mill -> keadilan menjadi revenge
Utilitarian -> memberikan kebahagiaan untuk setiap orang -> klo melihat keadilan jgn cuman soal
hukum aja, tapi juga soal moral

Keadilan itu juga masalah distribusi

Aliran yg melihat keadilan sebagai masalah distribusi

1. Aliran Rawl
Dibagi atas dua perbedaan -> kebebasan dan perbedaan. Dengan adanya dua hal itu, maka institusi
yang ada harus bisa mendistribusikan keadilan yang ada secara adil. Setiap orang berbeda, maka dari
itu hal demikian harus diakui agar dapat adil. -> contoh kasus nenek ngambil cokelat.

2. Amartya sen -> keadilan bukan soal hukum aja, tapi juga pendistribusian barang-barang. Keadilan
hanya dapat tercapai jika pembangunan dapat berjalan dengan baik

Esensi keadilan adalah ketidakadilan -> akarnya

3. Robert Nozick
Gk ada campur tangan negara pokoknya. Karena ada pengaruh otoritarian gereja dan negara dulu.
Keadilan itu secara esensial datang dari diri sendiri. Gk melulu butuh negara. Negara dibutuhkan untuk
merumuskan apa-apa yang ketidakadilan

Keadilan itu ruang obyektif. Bukan ruang subyektif. Klo dikomunikasikan dalam ruang subyektif, maka
yang diminta adalah kepastian.

Radburgh -> keadilan, kepastian, kemanfaatan

Habermaas -> teks hukum bicara yang subyektif, bukan yang obyektid

Habermas -> klo kebenaran agak susah, ya udh komunikasi. Coba cari komunikasi yg hakiki. Klo di
perngadilan komunikasi prosedural

Klo kita terpaku begitu saja dengan teks maka kita hanya berbicara soal kepastian saja. Klo keadilan
berbicara soal kebenaran

Kita selalu melihat kebenaran material atau formil. Padahal soal material dan formil itu soal teks. Soal
teks ya soal kepastian hukum.

Sesi 11

Critical legal study

Belajar hukum secara kritis? Belajar hukum secara menyeluruh, kritis, pikiran terbuka, scrutinize
Mempelajari ilmu hukum yang kritis? Mempelajari dengan metodologi yang kritis

Amerika awal 1970-an. Eropa awal abad 20.

Akar CLS adalah realisme hukum. Tapi juga lihat nanti multidisipliner

Kritis -> masyarakat tidak bisa menanfaatkan lagi patokan-patokan lama

Realisme hukum -> liberalisme akarnya

CLS -> lebih dekat ke marxisme

CLS -> Masyarakat yang lagi krisis


Critical Legal Studies Movement (Gerakan Studi Hukum Kritis1)
Lectio Brevis
Oleh: Antonius Cahyadi

A. Latar Belakang

Lahirnya
Tahun 1977 diselenggarakan sebuah konferensi oleh para yuris (seperti: Abel, Horwitz, Kennedy,
Trubek, Tushnet dan Unger) yang merasa tidak puas dengan kajian-kajian yang dihasilkan oleh Asosiasi
Hukum dan Masyarakat (Law and Society Association), yang menurut para yuris tersebut terlalu
dipengaruhi oleh studi-studi empiris dan behaviorisme. Sedang di Inggris konferensi serupa diadakan
pada tahun 1984.

1
Pertanyaan “apa yang dimaksud dengan krisis?” kiranya menjadi pertanyaan awal yang analitis untuk
mengawali paparan ini. “Adakah kaitan antara krisis dan kritik atau wacana kritis?”.
Habermas melihat bahwa krisis termasuk dalam kategori perubahan. Tetapi perubahan yang terjadi
baru dapat disebut krisis apabila perubahan yang terjadi itu tidak diakomodasi oleh sistem sosial yang
bersangkutan. Tidak dapat diakomodasinya perubahan ini disebabkan oleh kemampuan pengendalian
sistem tidak mampu mengendalikan perubahan tersebut. Bentuk-bentuk krisis terlihat dalam
gangguan-gangguan yang mengancam integrasi sistem. Namun Habermas tidak melihat sistem
sebagai sistem an sich. Ia melihat bahwa dalam sebuah sistem sosial ada dua integrasi yang terancam
oleh sebuah krisis yaitu integrasi sistem sebagai sistem dan integrasi sosial yang mencakup dunia
kehidupan individu dengan sistem yang memformanya dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga
perubahan yang disebut krisis tadi dapat terjadi kalau perubahan itu mengancam keutuhan sistem
(strukturnya mulai goyang dan berubah) serta mengancam individu yang menghidupi sistem. Artinya
individu-individu yang menjadi anggota sistem itu mulai merasakan perubahan yang tidak dapat
dikendalikan oleh hidup mereka sendiri dan juga, perubahan itu dirasakan sebagai ancaman terhadap
identitas sosial mereka.
Perubahan dalam dimensi ekonomi, politik dan sosial-budaya di masyarakat kapitalisme lanjut bagi
Habermas adalah krisis. Barang ekonomi terus saja diproduksi tetapi tidak pernah ada distribusi yang
benar-benar merata dan buruh yang memproduksinya seringkali teralienasi dari barang yang
diproduksinya karena tidak dapat memiliki barang itu. Di dunia politik massa yang apolitis mulai
digarap kembali demi perolehan legitimasi negara, sedangkan dalam tataran kultural manusia
merasakan keterasingan dari dirinya sendiri. Manusia mengalami kekeringan makna hidup. Terlihat
bahwa dalam tataran struktural (contohnya negara) sistem mengalami ancaman disintegrasi dan
dalam tataran individual (kultural) manusia secara individual mengalami krisis makna hidup. Begitu
pula dengan paparan Ramsay dan Friedman. Dari saripati diskursus mereka kita dapat mencermati
bahwa manusia tercerabut dari dunia konkrit kehidupannya sehari-hari dan masyarakatnya mengalami
legalisasi yang begitu akut (positivistik). Jelas sekali baik individual maupun strukural atau baik dalam
dunia kehidupan yang mengandung kehidupan sehari-hari maupun dunia sistem, terjadi perubahan
yang tidak dapat diakomodasi oleh sistem pengendalian dari sistem masyarakat kapitalisme lanjut.
Ada krisis dalam masyarakat kapitalisme lanjut.
Lalu bagaimana dengan kritik atau wacana kritis? Tentu kritik muncul sebagai penyikapan terhadap
krisis. Habermas mengeluarkan kritik terhadap masyarakat kapitalisme lanjut dengan menyebutkan
bahwa masyarakat kapitalisme lanjut tidak mengembangkan paradigma komunikasi yang partisipatif
dan emansipatoris. Ramsay mengkritik bahwa wacana yang dikembangkan dalam masyarakat
kapitalisme lanjut yang dijiwai liberalisme membuat manusia menjadi abstrak bagi dunia
kehidupannya. Friedman mendeteksi legalisme yang menghinggapi masyarakat modern. Baginya
masyarakat jadi begitu positivistik dan tidak dapat berkomunikasi dengan bahasa hukum. Kritik-kritik
ini mempunyai landasan praktisnya ketika ia dibenturkan pada krisis yang sebelumnya diajukan oleh
baik Habermas, Ramsay maupun Friedman. Dengan demikian, terlihat kaitan krisis dengan kritik atau
wacana kritis yaitu bahwa kritik menjadi praktis (nyata, konkrit, mendasar, kontekstual dan aktual)
ketika ia dibumikan pada krisis yang dihadapi oleh situasi konkrit yang dikritiknya.
CLS Movement (Crits) dan Realisme Hukum
Crits sering dibandingkan dengan Realisme Hukum Amerika (tokohnya a.l. Oliver Wendell Holmes).
Kedua-duanya sama-sama skeptis pada ortodoksi dalam ilmu hukum. Crits dibangun di atas pondasi
filsafat sosial dan filsafat kritis, teori linguistik dan lain sebagainya (multi-disiplin). Gerakan ini
memperlihatkan pengaruh budaya politik yang radical generasi tahun 1960-an di Amerika (ingat
flower generation!). CLS sangat menekankan adanya komitmen (keberpihakan dan keberpijakan) pada
pemikiran hukum (hal ini tidak dapat dihindarkan) dan menolak keyakinan bebas nilai para pemikir
sebelumnya. Dalam hal tertentu kita dapat melihat adanya kesamaan dengan pemikiran realisme
hukum, tetapi CLS sebih dalam dan luas lagi. Ada keprihatinan yang sama antara kedua aliran
pemikiran itu yaitu mengenai adanya sifat politis dalam hukum. Maka, banyak orang melihat bahwa
CLS merupakan kelanjutan dari gerakan realisme hukum (Amerika). Namun demikian ada perbedaan
yang perlu kita cermati.

Realisme Hukum berada dalam ranah pemikiran Liberalisme yang coba membebaskan dari belenggu
liberalisme sehingga membuat pilihan yang ekstrim ataukan liberalisme ataukah Marxisme
(Sosialisme). Sedangkan CLS coba keluar dari dikotomi tersebut, dengan tidak menggampangkan
pilihan; ataukah liberalisme ataukah Marxisme (Sosialisme). CLS dan Realisme Hukum sama-sama
mengkritisi Formalisme Hukum (keputusan Supreme Court AS dalam Lochner vs. New York adalah
contoh dari Formalisme Hukum). Namun, jika para realis melihat Nalar Hukum merupakan sesuatu
yang independen (otonom), maka para pemikir CLS melihat bahwa Nalar Hukum merupakan sesuatu
yang dependen dan tidak bebas nilai. Dalam hal ini, para pemikir Realisme hukum dapat digolongkan
dalam pemikiran yang ortodoks dalam hukum. Karena itu, apabila pemikir realis percaya dan terus
melakukan pembedaan antara Nalar Hukum dan Diskursus Politik (dengan sendirinya Nalar (ber)-
Politik, dan sangat percaya adanya otonomitas Nalar Hukum sehingga pendapat hukum yang
dihasilkan dapat diusahakan bebas nilai, maka para pemikir CLS tidak menyetujuinya. Para pemikir CLS
yakin bahwa tidak ada model tersendiri dari Nalar Hukum. Nalar Hukum selalu berkaitan dengan
politik. Bagi mereka hukum adalah politik. Keberadaan Nalar Hukum tidak dapat dipisahkan dari
pertarungan ideologi yang ada dalam masyarakat.

B. Keprihatinan Utama CLS Movement:


Kontradiksi-Kontradiksi dalam Liberalisme

Para pemikir CLS menemukan tiga kontradiksi dalam pemikiran hukum liberal (legal liberalism).
Pemikiran liberalisme hukum mengacu pada pemikiran Hart, Kelsen, Joseph Raz, Dworkin, John Rawls,
Nozick, Finnis, Lon Fuller dan lainnya. Kontradiksi dalam pemikiran hukum liberal ini berakar dari
paham liberalisme yang mereka (pemikir-pemikir hukum liberal) anut.

Bagi para pemikir CLS (paham) liberalisme adalah sebuah sistem pemikiran yang secara serentak
menderita kontradiksi internal dan juga represi (penekanan) secara sistematik adanya kontradiksi
tersebut.
Ada tiga kontradiksi utama:
1. Kontradiksi pertama adalah kontradiksi antara komitmen pada aturan-aturan terapan yang
mekanis sebagai cara yang tepat untuk memecahkan masalah (menyelesaikan sengketa) dan
komitmen pada sensivitas situasional yang berpedoman pada standar yang bersifat ad hoc
(yang ditetapkan dengan bergantung pada situasi dan kondisi tertentu).
Kontradiksi antara Legisme-mekanik yang permanen dengan standar yang bersifat situasional,
atau antara logika yang bersifat Statis dan Dinamis.
2. Kontradiksi kedua adalah kontradiksi antara komitmen pada paham liberal yang tradisional
mengenai bahwa nilai dan hasrat bersifat sewenang-wenang, subjektif, individual dan
mengalami individuasi; sementara mereka juga yakin bahwa fakta atau rasio yang ada bersifat
objektif dan universal, dan dengan komitmen pada ide bahwa kita dapat memperoleh
kebenaran baik sosial maupun etis secara objektif atau kita boleh berharap bahwa seseorang
mungkin dapat untuk melampaui pembedaan antara subjektif dan objektif dalam rangka
mencari kebenaran moral.
Kontradiksi antara Subjektivitas dengan Objektivitas.
3. Kontradiksi ketiga adalah kontradiksi antara komitmen pada diskursus yang bersifat
intensional, dimana semua sikap tindak manusia dilihat sebagai produk dari kehendak untuk
menentukan diri sendiri, dan dengan komitmen pada diskursus yang bersifat deterministik
(bergantung) dimana segala aktivitas individu merupakan hasil dari dampak yang diharapkan
oleh struktur yang ada.
Kontradiksi antara Intensionalitas dan Determinisme.

Selain kontradiksi-kontradiksi tersebut dalam liberalisme dapat ditemukan pula asumsi-asumsi yang
melatarbelakangi munculnya teori-teori hukum liberal (menurut Donal Gerdjingen) yaitu:
1. Hukum bersifat a-politis, bersifat netral, tidak memihak dan murni. Hukum adalah sebuah
produk dari rasio (akal budi) dan bukan produk politik.
2. Hukum bersifat otonom. Secara inheren ia lengkap dan mempunyai sistemnya sendiri (self
contained system).
3. Hukum bersifat a-historis. Metode dan teknik yang dipergunakan dalam ilmu hukum
senantiasa sama dari waktu ke waktu.
4. Ada pendapat bahwa ada jawaban untuk seluruh masalah hukum (fenomenanya terlihat
dalam prinsip bahwa hakim tidak boleh menolak sebuah masalah dengan alasan tidak ada
hukum). Aturan hukum mengandaikan bahwa setiap orang harus dapat memperkirakan apa
yang akan dilakukan oleh pengadilan.
5. Objek utama dari studi ilmu hukum adalah peraturan hukum (legal rules) dan putusan-
putusan pengadilan (ajudikasi).

C. Pemikiran CLS

Robert W. Gordon
Baginya kita sering tidak waspada pada adanya asumsi dan premis-premis yang melatarbelakangi
sebuah prinsip hukum. Kita sering menerima begitu saja bahwa sebuah pernyataan hukum bersifat
mewakili kebenaran dan keadilan yang kita harapkan. Padahal dibalik itu ada kepentingan-kepentingan
yang terbungkus dalam ideologi atau asumsi-asumsi.

Robert W. Gordon melihat ada tiga metodologi yang digunakan oleh studi hukum kritis untuk
membuka selubung ideologi, yaitu:
1. Thrashing: mematahkan atau menolak pemikiran hukum yang sudah mapan terbentuk
dengan memilah dan memilih konsep-konsep hukum (yang terlihat dalam istilah-istilah
hukum) yang mungkin membuat kita terlena dan tidak sadar (consciousness).
2. Deconstruction: menghancurkan pemikiran hukum yang ada untuk dilakukan rekonstruksi
kemudian.
3. Genealogy: menunjukkan pada masyarakat bagaimana kekuasaan itu ternyata secara
perlahan menggunakan jaring-jaring kekuasaannya untuk menundukkan masyarakat.

Peter Gabel
Hukum bagi Gabel merupakan alat struktur atau sistem untuk menormalisasi masyarakat. Individu
menjadi alat bagi hukum. Jika seorang hakim mengemukakan argumentasi hukum maka hakim yang
bersangkutan bertindak sebagai sebuah alat dari sistem hukum itu. Sistem hukum di sini sudah
menjadi benda yang sangat mapan. Ia mempunyai jalannya sendiri.

Dalam kondisi yang sedemikian manusia mencoba membahasakan sistemnya dalam bahasanya yang
lebih konkrit. Dalam proses ini manusia merasa berdaya untuk membahasan secara konkrit serupa
benda yang dapat disentuh hal-hal yang abstrak. Misalnya keadilan. Keadilan yang mempunyai
keberadaan sendiri sering ditangkap oleh manusia dapat “dibendakan” atau dikonkritkan. Padahal
keadilan adalah hal yang sungguh abstrak yang ketika ingin dikonkritkan harus melalui penafsiran atau
interpretasi yang tidak mudah. Dalam proses pembedaan dan penyederhanaan inilah reifikasi muncul.
Kita sering mengira sebuah entitas yang sebenarnya berada dalam tataran mental kita anggap ada
dalam tataran yang konkrit.

Menurut Gabel reifikasi muncul tidak hanya karena indoktrinasi tetapi juga ada hasrat dari si manusia
itu sendiri untuk mereifikasi. Hasrat tersebut adalah hasrat untuk meyakini bahwa yang abstrak itu
konkrit dan bahwa yang imaginer itu real.
Dalam argumentasi hukum dapat kita temukan reifikasi karena kita hanya menjadi alat dari sistem
hukum yang kita suarakan (bahasa) dan suara (bahasa) merupakan upaya untuk mengkonkritkan yang
abstrak.

Sumber Pustaka:

Utama:
FREEMAN, M.D.A. Lloyd’s Introduction to Jurisprudence. Sixth Edition. London: Sweet & Maxwell. Ltd.,
1994.

Pendukung:
CAHYADI, Antonius. Manuskrip Kuliah Filsafat Hukum Program Reguler, Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2005.
HARDIMAN, F.Budi. Menuju Masyarakat Komkunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik dan
Postmodernisme menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius, 1993.
HELD, David. Introduction to Critical Theory, Horkheimer to Habermas. Cambridge: Polity Press, 1990.

Melihat campur secara struktural dan kultural

Manusia khwatir - gak pasti - muncul cls

Bertindak sebagai tindak lanjut v\berpikitr kritis,\. tidak terjebak aktivisme.

Newspeak

Anda mungkin juga menyukai