Oleh Kelompok 9 :
Ar Rahaman ( 1710112051 )
Ganjil 2019/2020
Bab I
Pendahuluan
1. Latar belakang
Jaksa berdasarkan undang undang nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan republic
Indonesia yang dimaksud jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-
undang.
Kode Etik Jaksa adalah Tata Krama Adhyaksa dimana dalam melaksanakan tugas
Jaksa sebagai pengemban tugas dan wewenang Kejaksaan adalah insani yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berasaskan satu dan tidak terpisah-pisahkan,
bertindak berdasarkan hukum dan sumpah jabatan dengan mengidahkan norma keagamaan,
kesopanan, kesusilaan dan keadilan yang hidup dalam masyarakat berpedoman kepada
Doktrin Tata Krama Adhyaksa. Dengan adanya Kode Etik maka akan memperkuat sistem
pengawasan terhadap Jaksa, karena disamping ada peraturan perundang-undangan yang
dilanggar juga ada kode etik yang dilanggar.
II
2. Rumusan Masalah
Pada makalah ini kami akan mencoba membahas mengenai kode etik profesi jaksa
meliputi pengertian etika dan profesi, syarat dan tugas jaksa, kode etik bagi profesi jaksa,
lembaga kejaksaan di Indonesia dan pengawasan terhadap jaksa, serta contoh kasus mengenai
kode etik profesi jaksa.
III
Bab II
Pembahasan
Etika bagi setiap profesi termasuk profesi hokum berkaitan dengan norma kehidupan
antar manusia, yang sangat erat hubungannya dengan masalah hak asasi manusia (human
right) hak asasi manusia adalah hak dasar anugerah tuhan yang melekat sejak lahir, esensi
etika adalah norma hidup antara manusia supaya manusia yang satu memperlakukan manusia
lainnya sebagai manusia, demikian pula sebaliknya., masing masing manusia melaksanakan
kewajibannya dan mereka menghormat, menghargai hak keluhuran manusia lainnya.
Istilah etika berasal dari bahasa yunani, dari kaa ethikos dengan ethos yang berarti
adat,. kebiasaan, praktek,. Dalam kamus Webster new world dictionary, disebutkan kata ethic
atau ethos, etika adalah sikap kebiasaan atau kepercayaan dan sebagainya dari seseorang atau
suatu kelompok orang yang menjadikan ciri pembeda dengan orang dengan kelompok lain.
Istilah etika menghubungkan penggunaan akal budi perseorangan dengan tujuan untuk
menentukan kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita
dan nilai-nilai bersama. Mereka yang membentuk suatu profesi disatukan juga karena latar
belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi
orang lain. Dengan demikian profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan
tersendiri dan Karena itu mempunyai tanggung jawab khusus. Karena memiliki monopoli
atas suatu keahlian tertentu, selalu ada bahaya profesi menutup diri bagi orang dari luar dan
menjadi suatu kalangan yang sungkar ditembus.
Kajian etika profesi termasuk dalam kajian etika social. Yaitu kajian tentang
kewajiban dan tanggung jawab moral manusia dalam kedudukan individunya sebagai anggota
(bagian) dari masyarakat (social).
Pengertian profesi dapat dibedakan menjadi:
1
1. Profesi pada umumnya, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok
untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian yang
khusus. Persyaratan adanya keahlian yang khusus inilah yang membedakan antara
pengertian profesi dengan pekerjaan walaupun bukan menjadi garis pemisah yang
tajam antara keduanya. Uraian pengertian profesi tersebut merupakan profesi pada
umumnya.
2. Profesi luhur atau profesi mulia adalah profesi yang pada hakikatnya merupakan suatu
pelayanan pada manusia atau masyarakat. Orang yang melaksanakan profesi luhur
sekalipun mendapatkan nafkah dan pekerjaannya, namun itu bukanlah motivasi
utamanya. Yang menjadikan motivasi utamanya adalah kesediaan dan keinginan
untuk melayani, membantu sesama umat manusia berdasakan keahliannya.
Dalam menjalankan tugasnya seorang jaksa tunduk dan patuh pada tugas dan wewenang yang
telah ditentukan oleh undang-undang ini. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1)
UU Nomor 5 Tahun 1991 yang berbunyi: dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan
wewenang:
a. Melakukan penuntutan dalam perkara pidana;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan;
c. Melkukan pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan pelepasan bersyarat;
d. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksaannya dikoordinasikan dengan
2
penyidik.
Berkaitan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) diatas, maka dalam UU Kejaksaan yang baru
menyangkut wewenang kejaksaan diatur dalam Pasal 30 ayat (1) dinyatakan bahwa di bidang
pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melaksanakan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah mmperoleh
kekuatanhukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan dan keputusan lepas bersyarat;
d. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksannya dikoordinasikan dengan
penyidik.
Sementara itu, kejaksaan selain mempunyai tugas di bidang penuntutan, juga diserahi tugas
dibidang perdata dan tata usaha Negara. Hal ini sesuai ketentuan dalam pasal 30 ayat (2) UU
Nomor 16 Tahun 2004, dinyatakan bahwa di bidang perdata dan tata usaha Negara, kejaksaan
dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas
nama Negara atau pemerintah. Kemudian dalam bidang ketertiban umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan pasal 30 ayat (3):
a. Peningkatan kesadaran hokum masyarakat;
b. Pengamanan kebijakan penegakan hokum;
c. Pengawasan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan Negara;
e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. Penelitian dan pengembangan hokum serta statistik kriminal.
Dalam rangka mewujudkan jaksa yang memiliki integritas kepribadian serta disiplin
tinggi guna melaksanakan tuigas penegakan hokum dalam rangka mewujudkan keadilan dan
kebenaran, maka dikeluarkanlah kode prilaku jaksa sebagaimana tertuang dalam peraturan
jaksa agung republik indonesia nomor Per014/A/JA/11/2012 tentang kode perilaku jaksa
Dalam kode perilaku jaksa antara lain disebut:
3
(Kewajiban Jaksa )
Kewajiban Jaksa kepada negara : pasal 3
a. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup
dalam masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan
c. melaporkan dengan segera kepada pimpinannya apabila mengetahui
hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara.
4
d. meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta
mengikuti perkembangan hukum yang relevan dalam lingkup nasional
dan internasional;
e. menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan
petunjuk kepada Penyidik;
f. menyimpan dan memegang rahasia profesi, terutama terhadap
tersangka/terdakwa yang masih anak-anak dan korban tindak pidana
kesusilaan kecuali penyampaian informasi kepada media,
tersangka/keluarga, korban/keluarga, dan penasihat hukum sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
g. memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi dan
jaminan atas haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dan hak asasi manusia; dan
h. memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan
hukum, penegakan hukum atau tindakan hukum lain secara
profesional, adil, efektif, efisien, konsisten, transparan dan
menghindari terjadinya benturan kepentingan dengan tugas bidang
lain.
(Integritas pasal 7)
Dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa dilarang:
a. memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan
keuntungan pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi
diri sendiri maupun orang lain dengan menggunakan nama atau
cara apapun;
b. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam
bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik
langsung maupun tidak langsung;
5
c. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau
keluarga, atau finansial secara langsung maupun tidak langsung;
d. melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para
pihak yang terkait dalam penanganan perkara;
e. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum
yang berlaku;
f. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;
g. menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan
secara fisik dan/atau psikis; dan
h. menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga
telah direkayasa atau diubah atau dipercaya telah didapatkan
melalui cara-cara yang melanggar hukum;
6
Keterangan Kepegawaian (Clearance Kepegawaian) maka dicantumkan
tindakan administratif tersebut.
(3) Setelah selesai menjalani tindakan administratif, Jaksa yang
bersangkutan dapat dialihtugaskan kembali ketempat semula atau
kesatuan kerja lain yang setingkat dengan satuan kerja sebelum
dialihtugaskan.
7
Muda Pengawasan, laporan tersebut ditindaklanjuti kebenarannya melalui mekanisme
pemeriksaan dalam pengawasan internal Kejaksaan dengan menjatuhkan hukuman sesuai
dengan tingkat kesalahan yang dilakukan. Berbagai kasus yang ditangani oleh Kejaksaan
yang menarik perhatian oleh masyarakat luas sehingga keterbukaan penanganan kasus akan
mengembalikan citra penegak hukum khususnya lembaga Kejaksaan. Lembaga Kejaksaan
harus mampu melaksanakan tugas dan kewenangan yang ia miliki dengan penuh rasa
tanggungjawab termasuk memberikan alasan- alasan yang rasional terhadap kasus-kasus
yang diberhentikan penyidikannya (SP-3).
Berkaitan dengan hal tersebut Suhadibroto mengatakan bahwa: Akses publik yang
diselenggarakan Kejaksaan masih jauh dari harapan masyarakat, sehingga oleh masyarakat
Kejaksaan diberi predikat sebagai instansi yang paling tertutup.
Transparansi lembaga Kejaksaan sebagai salah satu sub-sistem peradilan pidana tentunya
sangat diharapkan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya sesuai dengan undang-
undang tetapi di sisi lain tetap menghormati asas praduga tak bersalah sebagai cerminan
perlindungan terhadap hak tersangka / terdakwa.
Lembaga Kejaksaan memang secara kelembagaan sejak dari dulu sudah mempunyai
mekanisme pengawasan secara internal yang dilakukan oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan
beserta jajarannya.
Bentuk pertanggung-jawaban dari pengawasan internal selama ini terfokus hanya kepada
Presiden dan DPR sementara pertanggungjawaban kepada masyarakat masih dianggap
kurang. Dalam undang-undang tentang Kejaksaan RI sendiri hanya mengamanatkan seperti
demikian karena DPR sudah dianggap jelmaan dari masyarakat. Persoalannya adalah banyak
keinginan dari masyarakat yang belum terakomodir dengan apa yang disuarakan oleh anggota
DPR, dengan demikian lembaga Kejaksaan harus tanggap terhadap tentang rasa ketidak-
puasan oleh masyarakat pada umumnya. Dengan hadirnya komisi Kejaksaan diharapkan akan
memberi solusi.
Jadi komisi Kejaksaan diharapkan sebagai sarana pertanggung-jawaban kepada publik oleh
lembaga Kejaksaan untuk menyampaikan tentang apa yang telah, sedang dan akan dilakukan
oleh lembaga Kejaksaan dan pada akhirnya meningkatkan kinerja lembaga Kejaksaan.
Menurunnya kepercayaan dan rasa hormat masyarakat kepada lembaga Kejaksaan.
disebabkan karena minimnya upaya pengawasan yang dilakukan terhadap lembaga
Kejaksaan. Padahal, untuk memenuhi terselenggaranya Clean Government (Pemerintahan
yang bersih) dan Good Governance (pemerintahan yang baik) dalam suatu sistem
pemerintahan, keduanya tidak dapat dipisahkan karena pemerintahan yang bersih merupakan
8
bagian yang integral dari pemerintahan yang baik dan pemerintahan yang bersih tidak dapat
dipisahkan dengan pemerintahan yang baik. Dengan kata lain bahwa pemerintahan yang
bersih adalah sebagian dari pemerintahan yang baik.
Hal ini merupakan prinsip penting yang harus terpenuhi sebagai salah satu perwujudan
akuntabilitas dari setiap penyelenggaraan kekuasaan publik.
Pemerintahan yang baik (Good Governance) mencerminkan kesinergian antara pemerintah
dan masyarakat. Salah satu komponennya adalah pemerintahan yang bersih, yaitu
pemerintahan yang didasarkan atas keabsahan bertindak dari pemerintah. Karena itu
pembahasan pemerintahan yang bersih tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan
pemerintahan yang baik. Pemerintahan yang baik sebagai norma pemerintahan, adalah suatu
sasaran yang akan dituju dan diwujudkan dalam pelaksanaan pemerintahan yang baik dan
asas-asas umum pemerintahan yang baik layak sebagai norma mengikat yang menuntun
pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.
Sinergitas antara pemerintahan yang baik dan asas umum pemerintahan yang layak
menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Seorang Jaksa pada khususnya dan
pegawai Kejaksaan secara umum untuk senantiasa menghayati tugas dan tanggung jawabnya
sebagai aparat penegak hukum. Salah satu caranya adalah selalu memegang kode etik dan
menjaga profesionalitas dalam menjalankan tugas. Pembentukan Komisi Kejaksaan
merupakan suatu langkah pengawasan dalam rangka pelaksanaan pemerintahan yang bersih
dan baik dilingkungan kejaksaan, karena ini dinilai penting untuk “mengawasi” kinerja
Kejaksaan dan membuat rekomendasi kepada Presiden untuk menentukan kebijakannya di
bidang hukum. Dalam pertemuan puncak seluruh institusi hukum yang ketiga (Law summit
III) difasilitasi oleh Governance Reform in Indonesia direkomendasikan pembentukan
lembaga pengawasan eksternal Kejaksaan.
Dalam pembahasan revisi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 yang melahirkan Undang-
undang Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004, maka Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati
Pembentukan Komisi Kejaksaan. Adanya tugas Komisi Kejaksaan untuk memantau dan
menilai lembaga Kejaksaan, ke depan Komisi Kejaksaan diharapkan mampu memberikan
rekomendasi kepada Jaksa Agung berupa rekomendasi tentang perbaikan organisasi
penyusunan penyempurnaan mekanisme pengawasan dan tata kerja pengawasan yang baku,
partisipatif, transparan dan akuntabel. Selain itu komisi Kejaksaan ikut mendorong
penyusunan aturan mengenai tingkah laku Jaksa (Code of Conduct Jaksa) ini terkait dengan
apa yang dikatakan oleh efektif dan berhasil tidaknya pemidanaan sangat bergantung kepada
realitas penegakan hukumnya. Hal ini sangat berkaitan dengan unsur hukum yaitu materi
9
hukum, struktur hukum dan budaya hukum, dalam sebuah masyarakat.
Materi hukum meliputi perangkat perundang-undangan, kemudian struktur hukum
menyangkut aparat penegak hukum dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup yang
dianut dalam suatu masyarakat. Karena hanya sebatas rekomendasi, keberhasilan komisi
Kejaksaan sangat tergantung pada diri Jaksa Agung dan anggota komisi Kejaksaan. Anggota
Komisi Kejaksaan harus aktif memantau hasil penelitian yang diserahkan kepada Jaksa
Agung ditindaklanjuti dan harus aktif melaporkan kepada masyarakat yang mengadu tentang
perkembangan kasus yang diadukan.Selanjutnya dalam pasal 13 ayat (2) menyebutkan, dalam
hal komisi Kejaksaan menerima langsung lapoan masyarakat sebagaimana dalam pasal 11
huruf a, wajib mengirimkan salinan laporan tersebut kepada Jaksa Agung untuk segera
ditindak lanjuti oleh aparat internal.
Adanya keharusan dari komisi Kejaksaan yang menerima langsung pengaduan dari
masyarakat dan harus mengirimkan salinan laporan tersebut kepada Jaksa Agung untuk
ditindaklanjuti oleh aparat pengawasan internal Kejaksaan.
Semestinya tidak semua laporan aduan dari masyarakat diteruskan kepada Jaksa Agung untuk
ditindak lanjuti oleh pengawasan internal. Komisi Kejaksaan harus diberikan kewenangan
untuk menentukan laporan masyarakat yang mana ia periksa sendiri dan yang mana yang
harus diteruskan kepada Jaksa Agung berdasarkan kasus yang dilaporkan. Contoh, pengaduan
masyarakat mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh aparat pengawasan internal sendiri
menjadi kewenangan komisi Kejaksaan untuk memeriksa secara langsung.
10
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai
luhur dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya
dapat dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang
mempunyai kualitas moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan
peradilan di Negara kita akan mengarah pada keberhasilan. Pemerintah memberikan
wewenang kepada kejaksaan bukan semerta-merta. tetapi banyak hal yang mengikat
kinerja profesi hukum kejaksaan seperti menaati kode etik serta berani untuk
mengucapkan sumpah dan siap menerima konsekwensi jika perbuatan mereka
keluar/melenceng dari prosedur kinerja tugas profesinya. Sebagai penuntut, seorang jaksa
dituntut untuk mampu merekosntruksi dalam pikiran peristiwa pidana yang ditanganinya.
B. Saran
Demikianlah makalah singkat ini, penulis berharap agar semua pelaku profesi hukum
baik kejaksaan, kepolisian, dll, agar kiranya dapat menaati kode etik, sumpah, dsb. Agar
kinerja profesi hukum terutama kejaksaan bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan
masyarakat, sebab kejaksaan mempunyai perang penting dalam menyelesaikan suatu
perkara. Untuk menghindari suap, korupsi, dll harapnya jaksa mampu bersifat tegas dan
mementingkan kepentingan masyarakat.
11
Daftar Pustaka
https://sabanblogspot.blogspot.com/2016/06/makalah-etika-tanggung-jawab-
profesi.html
http://rizukyrikudo.blogspot.com/2015/04/kode-etik-profersi-jaksa.html
https://ulahcopas.blogspot.com/2016/05/etika-profesi-jaksa.html
https://www.kejaksaan.go.id/unit_kejaksaan.php?idu=26&idsu=25&id=865
12