Anda di halaman 1dari 10

Resensi Buku : Pengantar Hukum Indonesia

Judul Buku : Sejarah dan Dasar-dasar Tata Hukum Indonesia


Pengarang : Umar Said Sugiarto, SH., M.S
Penerbit : Sinar Grafika
Cetakan : Ke- 4

Membicarakan tata hukum di Indonesia tidak akan lengkap tanpa mempelajari sejarahnya,
karena di Indonesia telah terjadi siklus perkembangan dunia hukum dari masa ke masa.
Untuk mendefinisikan sejarah, kiranya agak sulit, karena banyaknya pendekatan etimologi
yang digunakan. Pendekatan tersebut menghasilkan pengertian yang hampir sama. Dilihat
dari etimologi atau asal kata, sejarah dalam bahasa Latin adalah “Historis”. Dalam bahasa
Jerman disebut “Geschichte’ yang berasal dari kata geschchen, berarti “sesuatu yang
terjadi”. Sedangkan istilah “Historie”menyatakan kumpulan fakta kehidupan dan
perkembangaan manusia.

Kata sejarah yang berarti sesuatu yang pernah terjadi, atau lebih jelas lagi dapat disebutkan
sebagai suatu pencatatan kejadian-kejadian penting masa lalu yang perlu untuk diketahui,
diingat, dan dipahami oleh setiap orang atau suatu bangsa pada masa kini. Jadi bila
berbicara tentang Sejarah Tata Hukum Indonesia, maka kita akan diajak untuk mengetahui
bagaimana tata hukum Indonesia pada masa lampau untuk diketahui, diingat, dan
dipahami. Perlunya pengetahuan tentang sejarah tata hukum Indonesia ini adalah untuk
memahami tentang hukum di Indonesia pada masa lampau untuk menjadi koreksi tentang
bagaimana hukum yang sebaiknya atau seharusnya diterapkan bagi bangsa Indonesia
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

A. MASA PRA KEMERDEKAAN- KEMERDEKAAN


Melihat kurun waktunya, sejarah tata hukum Indonesia dapat diklasifikasi sesuai
dengan kurun waktunya dalam beberapa fase: (i) fase pra kolonial, (ii) fase kolonial, (iii)
fase kemerdekaan. Tentang fase-fase tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Fase Pra Kolonial
Bangsa Indonesia memiliki sejarah bangsa yang luhur dan tak ternilai harganya.
Sejak jaman tandu di kepulauan Nusantara ini telah ada kehidupan manusia dalam
perkembangan sejarah manusia. Akan tetapi pencatatan kejadian-kejadian penting terhadap
kehidupan bangsa Indonesia di masa lalu baru ada sejak memasuki abad I, dan ini pun
diketahui setelah ada penelitian-penelitian dari peninggalan-peninggalan sejarah yang
bersifat arkeologis yang ditemukan. kemudian setelah kehidupan manusia di Nusantara
berkembang serta masuknya budaya dari luar, hubungan antar pulau pun mulai terjalin. Hal
itu mengakibatkan terbangunya kehidupan kelompok social yang mulai teratur dibawah
pimpinan seorang raja atau orang-orang yang dianggap kuat untuk menjalankan
pengawasan dalam pergaulan hidup masyarakat. Pengawasan pergaulan hidup masyarakat
saat itu masih dilakukan pada wilayah-wilayah kelompok social masing-masing yang
tersebar di seluruh kepulauan Nusantara. Fenomena ini akan terbukti kebenaranya apabila
fakta sejarah yang ditulis itu sistematis, seperti yang terjadi pada masa kekuasaan raja-raja
di Nusantara yang memimpin kelompok-kelompok social masyarakat yang tersebar di
seluruh Nusantara, antara lain :
1. Kerajaan Kutai di Kalimantan timur tahun 400 M (Kerajaan Hindu)
2. Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat tahun 500 M (Kerajaan Hindu)
3. Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah tahun 732 M (Kerajaan Hindu)
Di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara
itulah tata hukum bangsa Indonesia mulai terbentuk. Namun, saat itu tata hukum yang
berlaku masih bersifat kewilayahan berdasarkan batas-batas dari masing-masing wilayah
kerajaan yang berkuasa. Oleh karena itu tata hukum yang berlaku di masing-masing
wilayah kerajaan berbeda-beda antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain.

b. Fase Kolonial
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang
kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil
yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor
Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi
Indonesia bernamaTimor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun,
kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania
setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang
Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi
salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi
sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian
setelah Belanda mendekati kebangkrutannya.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur
Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnieatau VOC). VOC telah
diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut
oleh Parlemen Belanda pada tahun1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama
Jakarta.
1) Masa Vereenigde Oostindische Compagnie VOC (1602-1799)
Pada masa ini bermula dari hak istimewa yang diberikan oleh pemerintah Belanda
kepada VOC berupa hak octrooi (meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan,
mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dan mencetak uang). Akhirnya Gubernur
Jenderal Pieter Both diberi wewenang untuk membuat peraturan guna menyelesaikan
masalah dalam lingkungan pegawai VOC hingga memutuskan perkara perdata dan pidana.
Kumpulan peraturan pertama kali dilakukan pada tahun 1642, Kumpulan ini diberi nama
Statuta Batavia. Pada tahun 1766 dihasilkan kumpulan ke-2 diberi nama Statuta Bara.
Kekuasaan VOC berakhir pada 31 Desember 1799.

2) Masa Besluiten Regerings (1844-1855)


Tata hukum Hindia Belanda terdiri dari :
1. Peraturan-peraturan tertulis yang dikodifikasikan.
2. Peraturan-pertauran tertulis yang tidak dikodifikasikan.
3. Peraturan-peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus berlaku bagi golongan
Eropa.

Pada masa ini, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan
termasuk kekuasaan mutlak terhadap harta milik negara bagian yang lain. Kekuasaan
mutlak raja itu diterapkan pula dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku
umum dengan nama Algemene Verordening (Peraturan pusat). Ada 2 macam keputusan
raja :
a. Ketetapan raja sebagai tindakan eksekutif disebut Besluit. Seperti ketetapan
pengangkatan Gubernur Jenderal.
b. Ketetapan raja sebagai tindakan legislatif disebut Algemene Verodening atau Algemene
Maatregel van Bestuur (AMVB).

Pada masa ini pula dimulai penerapan politik agraria yang disebut dengan kerja paksa oleh
Gubernur Jenderal Du Bus De Gisignes. Pada tahun 1830 Pemerintah Belanda berhasil
mengkodifikasikan hukum perdata yang diundangkan pada tanggal 1 Oktober 1838.
3) Masa Regerings Reglement (1855-1926)
Berhasil diundangkan :
Kitab Hukum pidana untuk golongan Eropa melalui S.1866:55.
Algemene Politie Strafreglement sebagai tambahan Kitab Hukum Pidana untuk Golongan
Eropa.
a.Kitab Hukum Pidana orang bukan Eropa melalui S.1872:85.
b.Politie Strafreglement bagi orang bukan Eropa.
c.Wetboek Van Strafrecht yang berlaku bagi semua golongan penduduk melalui
S.1915:732 mulai berlaku 1 Januari 1918.
4) Masa Indische Staatsregeling (1926-1942)
Pada masa ini berdasarkan pasal 163 IS penduduk dibagi menjadi 3 Golongan menjadi :
1. Golongan Eropa-Hukum Eropa
2. Golongan Timur Asing-Sebagian Hukum Eropa dan sebagian Hukum Adat.
3. Golongan Pribumi-Hukum Adat.

Tujuan pembagian golongan ini adalah untuk menentukan sistem hukum mana yang
berlaku bagi masing-masing golongan berdasarkan pasal 131 IS. Untuk hukum acara
digunakan Reglement op de Burgelijk Rechtsvordering dan Reglement op de
Strafvordering untuk Jawa dan Madura.Susunan Peradilannya :
• Residentiegerecht
• Ruud van Justitie
• Hooggerechtshoj

Untuk yang diluar Jawa dan Madura diatur dalam Recht Reglement Brugengewesten
berdasarkan S.1927:227. Hukum acara yang berlaku bagi masing-masing golongan,
susunan peradilannya adalah sebagai berikut :
• Pengadilan Swapraja
• Pengadilan Agama
• Pengadilan Militer

Untuk golongan Pribumi berlaku hukum adat dalam bentuk tidak tertulis tetapi dapat
diganti dengan ordonansi yang dikeluarkan Pemerintah Belanda berdasarkan pasal 131 (6)
IS.

5) Masa Pemerintahan Balatentara Jepang


Pada masa penjajahan Jepang daerah Hindia dibagi menjadi Indonesia Timur (dibawah
kekuasaan AL jepang berkedudukan di Makassar) dan Indonesia Barat (dibawah
kekuasaan AD Jepang yang berkedudukan di Jakarta). Peraturan-peraturan yang digunakan
untuk mengatur pemerintahan dibuat dengan dasar “Gun Seirei” melalui Osamu Seirei.
Pasal 3 Osamu Seirei No. 1/1942 menentukan bahwa “semua badan pemerintahan dan
kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang lalu tetap diakui sah untuk
sementara waktu, asal tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah militer.”

C. Masa Orde Lama


1. Periode 17 Agustus 1945 - 27 Desember 1949.
Pada periode ini, konstitusiyang berlaku adalah UUD 1945 yang ditetapkan dan disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Menurut UUD yang berdaulat itu adalah rakyat
dan dilakukan oleh MPR, sebagaimana ditetapkan pada pasal 1 ayat 2 UUD 1945. Karena
MPR melakukan kedaulatan rakyat, oleh UUD ditetapkan pula beberapa hak dan
wewenangnya seperti menetapkan UUD dan GBHN, memilih dan mengangkat presiden
dan mengubah UUD.
2. Periode 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950.
Pada periode ini tidak lepas dari keinginan Belanda kembali berkuasa di Indonesia. untuk
merealisasikan tujuan tersebut Belanda mengadakan dua cara:
a. Melakukan kontak senjata (agresi) yaitu agresi I tahun 1947 dan agresi II tahun 1948.
b. Cara diplomatis, yaitu Belanda mengintimidasi PBB dan mengatakan bahwa keberadaan
NKRI tidak ada dan TNI hanyalah perampok malam. Atas saran PBB diadakanlah KMB di
Den Haag, Belanda dengan isi:
1. Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat.
2. Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat
3. Didirikan Uni antara Republik Indonesia Serikat dengan kerajaan Belanda.
Sebagai negara serikat, maka UUD 1945 sebagai hukum dasar tidak berlaku lagi. Untuk itu
perlu membuat UUD baru.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, UUD 45 adalah landasan yuridisnya, sedangkan
politik hukum yang berlaku terdapat pada Pasal II Aturan peralihan UUD 45 “segala badan
negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut UUD ini. Masa ini berlaku konstitusi RIS. Tata hukum yang berlaku adalah tata
hukum pada masa 1945-1949 dan produk peraturan baru yang dihasilkan selama kurun
waktu 27/12/1949 s.d 16/8/1950. Dasarnya pasal 192 KRIS.

3. Periode 17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959.


Periode ini adalah persetujuan mendirikan NKRI kembali tertuang dalam perjanjian 19 Mei
1950. Untuk mewujudkan tujuan itu dibentuklah suatu panitia yang bertugas membuat UUD
yang bertugas pada tanggal 12 Agustus 1950. Rancangan UUD tersebut oleh badan pekerja
komite nasional pusat dan dewan perwakilan rakyat serta senat RIS pada tanggal 14 Agustus
1950 disahkan, dan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950. Mengenai
bentuk negara diatur dalam alinea 4 UUDS 1950 yang menentukan,”maka kami menyusun
kemerdekaan itu dalam suatu piagam negara yang berbentuk republik kesatuan... “.
Demikian pula yang ditegaskan pada pasal 1 ayat 1 UUDS 1950 yang menentukan rakyat
Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah negara hukum yang demokratis dan berbentuk
kesatuan.
Pada masa ini berlaku UUDS. Tata hukum yang berlaku adalah tata hukum yang
terdiri dari semua peraturan yang dinyatakan berlaku dengan pasal 142 UUDS 1950 yang
ditambah dengan peraturan baru selama masa kurun waktu 17/8/1950 hingga 4/7/1959.

4. Periode 5 Juli 1959.


Seperti halnya UUD 1949, UUD 1950 juga bersifat sementara. Pada tahun 1956 Presiden
Soekarno mendirikan badan konstituante yang bertugas untuk menyusun UUD .Tetapi badan
konstituante ini belum dapat menyelesaikan tugasnya. Untuk mengatasi hal tersebut maka
pada tanggal 22 April 1959 atas nama pemerintah, presiden memberikan amanat didepan
sidang pleno konstituante yang berisi anjuran agar konstituante menetapkan saja UUD 1945
sebagai UUD yang tetap bagi RI. Setelah diberikan tenggang waktu, konstituante belum juga
mampu menyusun UUD . Dengan kekhawatiran akan terjadi disintegrasi dan perpecahan,
sebagai tindak lanjutnya pada Minggu 5 Juli 1959, di Istana Negara Presiden mengeluarkan
dekrit yang berisi:
1. Pembubaran konstituante.
2. Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunya lagi
UUDS 1950.
3. Pembentukan MPRS yang terdiri atas anggota MPR ditambah dengan utusan-utusan
daerah dan golongan serta pembentukan DPA sementara.

Maka dengan dekrit Presiden ini, berlaku kembali UUD 1945. Untuk mewujudkan
pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 dibentuklah alat-alat perlengkapan negara
seperti: presiden dan para menteri, DPR, MPR, DPA dan lain-lain.
Berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kita kembali ke UUD 45. Tata hukum yang berlaku
adalah tata hukum yang terdiri dari segala peraturan masa 1950-1959 dan segala peraturan
yang berlaku berdasarkan pasal II Aturan Tambahan dan Peraturan yang dibentuk setelah
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

B. MASA ORDE BARU


Orde Baru dimulai setelah kudeta G.30.S/PKI. Terjadi pergantian pemerintahan dari
Presiden Soekarno ke Presiden Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966 yang sering
disebut dengan “Supersemar”. Dalam orde ini dirumuskan kebijakan pemerintah melalui
Rencana Pembangunan Jangka Panjang I (RPJP I) yang dimulai Tahun 1969 dengan
rangkaian pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun (Reprlita). Kebijaksanaan RPJP
I ini menitik beratkan pada pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan pada saat itu saat
itu sangat buruk dengan inflasi 60%. Karenanya untuk kelancara dan stabilitas ekonomi itu
mensyaratkan adanya stabilitas politik.

Otoritas politik pada masa itu bertumpu pada tingkat legitimasi pembangunan/stabilitas
ekonomi dan stabilitas politik dengan pendekatan keamanan terhadap berbagai masalah
kemasyarakatan. Kebijakan yang ditetapkan melalui GBHN, dirumuskan dalam “Trilogi
Pembangunan” yang terdiri atas:
a. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kemakmuran yang berkeadilan sosial
bagi seluruh rakyat Idonesia.
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Melalui Trilogi Pembangunan ini sejak GBHN Tahun 1973 sampai GBHN 1993, sasaran
pembangunan selalu dibagi ke dalam empat bidang, yaitu:
a. Bidang ekonomi;
b. Bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan sosial budaya;
c. Politik, aparatur pemerintahan, hukum dan hubungan luar negeri;
d. Pertahanan keamanan nasional.
Pembangunan hukum sebagai salah satu sektor dari pembangunan di bidang politik, maka
tampak bahwa tatanan hukum lebih dipandang sebagai subsistem dari tatanan politik yang
berarti bahwa tatanan hukum disubordinasikan dari tatanan politik. Hal ini berarti juga
memandang hukum hanya sebagai instrumen saja. Penuangan hukum dalam bentuk
peraturan perundang-undangan mengacu pada Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 jo.
Ketetapan MPR Nomor V/MPR/1973 tentang irarki peraturan perundang-undangan sebagai
pelaksanaan apa yang diamanatkan dalam UUD 1945. Hierarki dimaksud adalah:
a. Undang-Undang Dasar 1945
b. Ketetapan MPR
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
d. Peraturan Pemerintah
e. Keputusan Presiden
f. Peraturan pelaksanaan lainnya:
g. Instruksi Menteri
h. dan lain-lain

Pada masa Orde Baru, antara kurun waktu tahun 1993 sampai dengan 1997 terjadi perubahan
paradigma politik. Pada saat itu pembangunan hukum dikeluarkan dari pembangunan bidang
politik dan ditempatkan secara tersendiri. Secara formal GBHN 1993-1998 terbuka jalan
bagi pandangan yang tidak lagi melihat hukum sebagai subsistem dari tatanan politik,
melainkan tata hukum telah dilihat sebagai sub sistem dari sistem nasional. Sasaran
pembangunan dalam GBHN sebagaimana yang diatur dalam Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1993, disebutkan sasaran pembangunan nasional dibagi ke dalam tujuh bidang,
yaitu:
a. Bidang ekonomi
b. Bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan, dan kebudayaan
c. Bidang agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
d. Bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
e. Bidang hukum
f. Bidang politik, aparatur negara, penerangan, komunikasi dan media masa
g. Bidang pertahanan keamanan
Penyelenggaraan pemerintahan pada masa Orde Baru menyalah gunakan ketentuan
peraturan perundang-undangan demi suatu kekuasaan. Penyimpangan ini dapat dilihat dari
praktek-praktek ketatanegaraan dengan melakukan penafsiran paradigma UUD 1945
melalui konsepsi negara integralistik sebagai acuan dasar dalam pembangunan politik,
sehingga memunculkan kekuasaan negara yang sangat kuat dan tanpa kontrol, khususnya
pada lembaga eksekutif.

C. MASA ORDE REFORMASI


Pada masa ini, timbul semangat anak komponen bangsa untuk menuntut reformasi
politik di dalam sistem ketatanegaraa Indonesia untuk perbaikan dalam kehidupan
bernegara. Semangat ini muncul dalam suatu gerakan yang dipelpori oleh mahasiswa
yang menginginkan menuntut agar kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan
dengan lebih demokratis.

Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan untuk mengundurkan diri dari
jabatanya sebagai presiden RI, peristiwa ini menandakan berakhirnya masa Orde Baru
sekaligus lahirnya era baru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, masa ini
kemudian dikenal dengan sebutan Orde Reformasi. Keberhasilan Reformasi politik,
terbukti dengan adanya amandemen konstitusi (UUD 1945), maka politik hukum yang
terpenting pada Orde Reformasi adalah diambilnya keputusan politik untuk merubah
UUD 1945.

Dari gerakan ini, maka dilakukanlah perubahan UUD 1945 oleh MPR melalui
amandemen yang dilakukan selama empat kali. Dengan perubahan ini, semula UUD
1945 terdiri dari 16 bab dan 37 pasal, dan setelah amandemen ini maka UUD 1945
berubah dalam bentuk 20 butir pasal tetap, 43 butir pasal diubah, dan 128 pasal
merupakan tambahan baru. sebagai berikut :

Amandemen ke-1 UUD 1945 Tahun 1999 Pada Sidang MPR


Amandemen ke-2 UUD 1945 Tahun 2000 Pada Sidang MPR
Amandemen ke-3 UUD 1945 Tahun 2001 Pada Sidang MP
Amandemen ke-4 UUD 1945 Tahun 2002 Pada Sidang MPR

D. KESIMPULAN
Hukum ketatanegaraan Indonesia adalah sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi
pada Negara, hubungan antara perlengkapan Negara dalam garis vertical dan horizontal serta
kedudukan warga Negara dan hak-hak asasinya. Dari mulai fase pra kolonial sampai fase
kemerdekaan Indonesia sudah melahirkan beberapa produk hukum yang dapat kinerja
ketatanegaraan Indonesia.).

Hukumlah yang menjadi factor bagi penentu bagi keseluruhan dinamika kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik suatu bangsa. Peraturan-peraturan yang mengatur organisasai Negara
dari tingkat atas sampai bawah, sturktur, tugas dan wewenang alat perlengkapan Negara,
hubungan antara perlengkapan tersebut secara hierarki maupun wilayah Negara.

Buku Pengantar Hukum Indonesia karangan Umar Said Sugiarto, SH. MH ini, cukup
lengkap membahas Sejarah Hukum di Indonesia dari fase Pra Kemerdekaan Hingga
Reformasi. Kekurangannya untuk meresensi Masa Kabinet Bersatu untuk tidak disusun.
untuk mendapatkan resensi Kabinet Bersatu saya mencoba googling Masa Kabinet Bersatu
adalah Kabinet Pemerintahan Indonesia dibawah pimpinan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. yang sebelumnya adalah Kabinet Gotong
Royong, dimana Kabinet Bersatu ini dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya
berakhir pada 20 Oktober 2009, kemudian pada 5 Desember 2005 Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono melakukan perombakan dan setelah melakukan evaluasi lebih lanjut dengan
para Menterinya. Presiden melakukan perombakan kedua atau Jilid II pada 7 Mei 2007.
Didalam Kabinet Bersatu ini terdapat Menteri sebanyak 34 orang, Pejabat Setingkat Menteri
3 orang, adapun Partai Anggota dalam Kabinet Bersatu Ini diantaranya :
1.Partai Golongan Karya
2.Partai Demokrat
3.Partai Kebangkitan Bangsa
4. Partai Bulan Bintang
5. Partai Persatuan Pembangunan
6. Partai Amanat Nasional
7. Partai Keadilan Sejahtera
8. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia Independen.
(Sumber Referensi Media Elektronik WIKIPEDIA)

Anda mungkin juga menyukai