Anda di halaman 1dari 10

NAMA : NAZLAH FARACH PANE

KELAS : H-1

NPM : 1806200399

PENDAHULUAN

a. Latar belakang

Dalam membicarakan hukum Islam dalam tata hukum nasional pusat perhatian akan ditujukan

pada kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum nasional. Sistem hukum Indonesia, sebagai

akibat dari perkembangan sejarahnya bersifat majemuk. Disebut demikian karena sampai

sekarang di negara Republik Indonesia berlaku beberapa sistem hukum yang mempunyai corak

dan susunan sendiri. Sistem hukum itu adalah sistem hukum adat, sistem hukum Islam dan

sistem hukum barat.

Sejak awal kehadiran Islam pada abad ke-7 Masehi tata hukum Islam sudah dipraktekkan dan

dikembangkan dalam lingkungan masyarakat. Pada masa kerajaan-kerajaan Islam di

Nusantara (pra-pemerintahan Hindia Belanda) ada tiga periode berlakunya hukum Islam :

pertama, disebut periode tahkim, dimana masalah pribadi yang mengakibatkan perbenturan

antara hak-hak dan kepentingan dalam tingkah laku mereka, mereka bertahkim pada seorang

pemuka agama yang ada di tengah-tengah mereka. Periode kedua, disebut periode ahlul hilli

wal aqdhi, di mana mereka telah mengangkat seorang ulama menjadi qadhi (hakim) untuk

menyelesaikan perkara di yang terjadi ditengah mereka. Periode ketiga, disebut periode

thauliyah yang dapat diidentifikasikan sebagai Delegation of Authority, yaitu penyerahan

kekuasaan mengadili kepada suatu badan yudikatif, tetapi tidak mutlak. Secara filosofis dilihat

pada periode ini telat mulai tampak pengaruh ajaran trias politika.

1
Baru pada 1760 VOC memerintahkan D.W Freijer untuk menyusun hukum yang kemudian

dikenal dengan Compendium Freijer. Compendium ini dijadikan rujukan hukum dalam

menyelesaikan sengketa yang terjadi di kalangan masyarakat Islam di daerah yang dikuasain

VOC.

Van Den Berg berpendapat bahwa hukum Islam berlaku secara total di Indonesia, karena

seluruh unsur-unsurnya sudah menjadi bagian dari kehidupan hukum masyarakat di Nusantara.

Teori ini dikenal dengan Receptio in Complexu. Di dalam perkembangannya, peraturan-

peraturan tersebut dilakukan perubahan secara berangsur-angsur oleh pemerintah colonial

untuk mengurangi berlakunya hukum Islam di Indonesia. Puncak perubahannya yaitu keluarnya

pasal 134 ayat (2) Indische Staats Regeling, yang dinyatakan bahwa dalam hal terjadi perdata

antara sesame orang Islam akan diselesaikan oleh hakim agama Islam, apabila keadaan

tersebut telah diterima hukum adat mereka dan sejauh tidak ditentukan lain oleh ordonansi.

Ketentuan ini menempatkan hukum Islam di bawah hukum adat.

Setelah Indonesia meredeka dan berlakunya UUD 1945, Indische Staats Regeling digantikan

fungsinya oleh UUD 1945 yang sekaligus mengakhiri berlakunya teori Receptie karena jiwanya

bertentangan dengan UUD 1945.

Berdasarkan pendapatnya, Hazairin mengembangkan teori yang disebutnya receptie exit.

Pokok-pokok pikiran Hazairin tersebut antara lain :

1. Teori receptive telah patah, tidak berlaku, dan exit dari tata negara Indonesia sejak 1945

dengan merdekanya bangsa Indonesia dan mulai berlakunya UUD 1945.

2. Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 1, maka negara Republik Indonesia

berkewajiban membentuk hukum Nasional Indonbesia yang bahannya hukum agama.

Negara mempunyai kewajiban kenegaraam untuk itu.

2
3. Hukum agama yang masuk dan menjadi hukum nasional Indonesia bukan hukum Islam

saja, melainkan juga hukum agama lain untuk pemeluk agama lain. hukum agama di

bidang hukum perdata diserap dan hukum pidana diserap menjadi hukum nasional

Indonesia. Itulah hukum baru Indonesia dengan dasar Pancasila.

Disamping Hazairin, Sayuti Thalib yang menulis buku Receptie a Contrario : Hubungan Hukum

Adat dengan Hukum Islam. Teori ini mengandung sebuah pemikiran bahwa hukum adat baru

berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Melalui teori ini jiwa pembukaan UUD

1945 telah mengalahkan pasal 134 ayat 2 Indische Staats Regeling.

Menurut Ismail Sunny setelah Indonesia merdeka dan UUD 1945 berlaku sebagai dasar negara

kendati tanpa memuat ketujuh kata dari Piagam Jakarta maka teori receptive dinyatakan tidak

berlaku lagi dan kehilangan dasar hukumnya. Selanjutnya hukum Islam berlaku bagi bangsa

Indonesia yang beragama Islam sesuai pasal 29 UUD 1945. Era ini disebut sebagai Periode

Penerimaan Hukum Islam sebagai Sumber Persuasif.

Selanjutnya dengan ditempatkannya Piagam Jakarta dalam Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli

1959, maka era ini dikatakan sebagai era penerimaan Hukum Islam sebagai sumber otoritatif.

Sehingga seringkali Piagam Jakarta disebut menjiwai UUD 1945 dan merupakan suatu

rangkaian kesatuan dalam konstitusi. Kata menjiwai bisa bermakna positif dimana pemeluk-

pemeluk yang beragama Islam diwajibkan menjalankan syariat Islam. Untuk itu diperlukan

undang-undang yang akan memberlakukan hukum Islam dalam hukum Nasional.

b. Rumusan Masalah

1. Bagaimana teori eksistensi hukum Islam di Indonesia?

2. Apa saja kontribusi hukum Islam dan kedudukannya dalam tata Hukum di

Indonesia?

3
c. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui teori eksistensi hukum Islam di Indonesia

2. Untuk mengetahui apa saja kontribusi dan kedudukan hukum Islam di Indonesia.

METODE PENELITIAN

Metode Study Dokumen

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode study

dokumen dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber dokumen dan buku yang berkaitan

dengan hukum islam. Saya juga mengambil jurnal – jurnal yang telah dipublikasikan sebagai

sumber metode penelitian ini. Adapun buku yang menjadi rujukan saya dalam penelitian ini

adalah buku yang berjudul ” Hukum Islam : Kumpulan Peraturan tentang Hukum Islam di

Indonesia” karya dari Zainuddin Ali , Buku tersebut banyaj mengupas terkait eksistensi hukum

islam dalam tata hukum di Indonesia.

PEMBAHASAN

Secara sosiologis, hukum merupakan refleksi tata nilai yang diyakini oleh masyarakat sebagai

suatu pranata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini berarti,

bahwa muatan hukum itu seharusnya mampu menangkap aspirasi masyarakat yang tumbuh

dan berkembang, bukan hanya bersifat kekinian, namun juga menjadi acuan dalam

mengantisipasi perkembangan sosial, ekonomi dan politik dimasa depan.

4
Dengan demikian, hukum itu tidak hanya sebagai norma statis yang hanya mengutamakan

kepastian dan ketertiban. Namun juga berkemampuan untuk mendinamisasikan pemikiran serta

merekayasa perilaku masyarakat dalam menggapai cita-cita.

Dalam perspektif hukum Islam, hukum akan senantiasa berkemampuan untuk mendasari dan

mengarahkan berbagai perubahan sosial masyarakat. Hal ini mengingat, bahwa hukum Islam

itu mengandung dua dimensi :

1. Hukum Islam dalam kaitannya dengan syari’at yang berakar pada nash qath’i berlaku

universal dan menjadi asas pemersatu serta mempolakan arus utama aktivitas umat

Islam dunia.

2. Hukum Islam yang berakar pada nash zhanni yang merupakan wilayah ijtihad yang

produk-produknya kemudian disebut dengan fiqh.

Dalam pengertiannya yang kedua inilah, yang kemudian memberikan kemungkinan epistimologi

hukum, bahwa setiap wilayah yang dihuni umat Islam

Hukum islam sebagai tatanan hukum yang dipedomani dan ditaati oleh mayoritas penduduk

dan masyarakat Indonesia adalah hukum yang telah hidup di masyarakat, dan merupakan

sebagian dari ajaran dan keyakinan Islam yang eksis dalam kehidupan hukum nasional serta

merupakan bahan dalam pembinaan dan pengembangannya.

dapat menerapkan hukum Islam secara berbeda-beda, sesuai dengan konteks permasalahan

yang dihadapi.

Di Indonesia, sebagaimana negeri-negeri lain yang mayoritas penduduknya beragama Islam,

keberdayaannya telah sejak lama memperoleh tempat yang layak dalam kehidupan masyarakat

seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, dan bahkan pernah sempat menjadi hukum

resmi negara.

5
Setelah kedatangan Bangsa penjajah (Belanda) yang kemudian berhasil mengambil alih

seluruh kekuasaan kerajaan Islam tersebut, maka sedikit demi sedikit hukum Islam mulai

dipangkas, sampai akhirnyayang tertinggal, selain ibadah hanya sebagian saja dari hukum

keluarga (nikah, talak, rujuk, waris) dengan Pengadilan Agama pelaksananya.

Meskipun demikian, hukum Islam masih tetap eksis, meskipun tidak seutuhnya. Secara

sosiologis dan kultural, hukum Islam tidak pernah mati dan bahkan selalu hadir dalam

kehidupan umat Islam dalam sistem politik apapun, baik masa kolonialisme maupun masa

kemerdekaan serta sampai masa sekarang.

Yang dimaksud dengan hukum Islam sebagai sumber hukum nasional adalah sebagai berikut :

a. Menjadikan hukum Islam sebagai salah satu bahan dalam penyusunan hukum nasional.

b. Pembaruan dan peninjauan kembali segala peraturan perundang-undangan yang masih

berdasarkan pola pemikiran politik (hukum) pemerintahan kolonial yang tidak sesuai

dengan unsur-unsur hukum Islam.

c. Mengoordinasikan peraturan-peraturan baru yang di dalamnya telah terserap unsur-

unsur hukum Islam.

Kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum di Indonesia sama dan sederajat dengan hukum

Barat dan hukum adat. Oleh karena itu, hukum Islam menjadi sumber bagi pembentukan

hukum nasional yang akan datang di samping hukum-hukum lain yang tumbuh dan

berkembang dalam negara Republik Indonesia. Bidang-bidang hukum Islam yang

pelaksanaannya tidak memerlukan bantuan kekuasaan pemerintah dapat langsung berlaku

dengan bersandar pada konstitusi. Adapun bidang hukum Islam yang pelaksanaannya

memerlukan bantuan kekuasaan negara dapat berlaku dengan bersandar pada peraturan

perundang-undangan di bawah konstitusi.

6
Dalam perkembangan selanjutnya, hukum Islam di Indonesia itu kemudian dibagi menjadi dua,

yaitu :

a. Hukum Islam yang bersifat normatif, yaitu yang berkaitan dengan aspek ibadah murni,

yang pelaksanaannya sangat tergantung kepada Iman dan kepatuhan umat Islam

Indonesia kepada agamanya.

b. Hukum Islam yang bersifat yuridis formal, yaitu yang berkaitan dengan aspek muamalat

(khususnya bidang perdata dan diupayakan pula dalam bidang pidana sekalipun

sampai sekarang masih dalam tahap perjuangan), yang telah menjadi bagian dari

hukum positif di Indonesia.

Meskipun keduanya (hukum normatif dan yuridis formal) masih mendapatkan perbedaan dalam

pemberlakuannya, namun keduanya itu sebenarnya dapat terlaksanan secara serentak di

Indonesia sesuai dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 2.

Sebagai upaya pembinaan dan pembangunan hukum nasional, hukum Islam telah memberikan

kontribusi yang besar. Pernyataan ini diperkuat oleh lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Pokok-pokok Agraria jo. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang

Perwakafan Tanah Milik. Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok

Kekuasaan Kehakiman yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9

Tahun 1975. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo. Peraturan

Pemerintah Nomor 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil, Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Undang-Undang Nomor 41 Tahun

2005 Tentang wakaf dan Kompilasi Hukum Islam yang diberlakukan berdasarkan Inpres nomor

1 tahun 1991. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Undang-Undang Nomor 41

7
Tahun 2004 tentang Wakaf. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Keistimewaan Daerah Aceh. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus

Aceh. PERMA nomor 2 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Syariah. Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Nasional. Undang-undang nomor 21 tahun

2008 tentang Perbankan Syariah.

Sejarah perjalanan hukum di Indonesia, kehadiran hukum Islam dalam hukum nasional

merupakan perjuangan eksistensi. Teori eksistensi merumuskan keadaan hukum nasional,

masa lalu, masa kini, dan masa datang, menegaskan bahwa hukum Islam itu ada dalam hukum

nasional Indonesia, baik tertulis maupun tidak tertulis. Ia ada dalam berbagai lapangan

kehidupan hukum dan praktik hukum.

Teori eksistensi, dalam kaitannya dengan hukum Islam adalah teori yang menerangkan tentang

adanya hukum Islam dalam hukum nasional Indonesia. Jadi, secara eksistensial, kedudukan

hukum Islam dalam hukum nasional merupakan subsistem. Karenanya, hukum islam juga

mempunyai peluang untuk memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan dan

pembaruan hukum nasional, meski harus diakui problema dan kendalanya yang belum usai.

Secara sosiologis, kedudukan hukum Islam di Indonesia melibatkan kesadaran keberagaman

bagi masyarakat, penduduk yang sedikit banyak berkaitan pula dengan ,masalah kesadaran

hukum, baik norma agama maupun norma hukum, selalu sama-sama menuntut ketaatan.

Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan antara keduanya sangat erat. Keduanya sama-

sama menuntut ketaatan dan kepatuhan dari warga masyrakat. Keduanya harus dikembangkan

secara searah, serasi dan seimbang. Keduanya tidak boleh dibiarkan saling bertentangan.

8
PENUTUP

KESIMPULAN

Hukum Islam dalam tata hukum nasional mempunyai kedudukan yang sangat strategis, yaitu

salah satu sumber hukum nasional selain hukum adat dan hukum Barat. Secara yuridis historis

hukum Islam sudah berkembang di Indonesia pada abad ke-7 Masehi dan sudah diterapkan

oleh masyarakat Indonesia pada abad tersebut sebagai living law.Teori eksistensi, dalam

kaitannya dengan hukum Islam adalah teori yang menerangkan tentang adanya hukum Islam

dalam hukum nasional Indonesia. Jadi, secara eksistensial, kedudukan hukum Islam dalam

hukum nasional merupakan subsistem. Karenanya, hukum islam juga mempunyai peluang

untuk memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan dan pembaruan hukum nasional.

Sebagai upaya pembinaan dan pembangunan hukum nasional, hukum Islam telah memberikan

kontribusi yang besar. Selain itu, hukum Islam memberikan kontribusi dalam penyusunan

undang-undang yang terkait dengan hukum Islam, misalnya UU tentang perkawinan, UU

tentang perbankan, UU tentang agrarian, UU tentang Bank Indonesia, RUU KUHP dan lain

sebagainya.

SARAN

Kedudukan hukum islam sebagai subsistem hukum nasional setara dengan hukum adat dan

hukum barat. Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan antara hukum islam dengan hukum

tata negara sangat erat. Maka sebagai warga negara kita harus menaati peraturan tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ali Mohammad Daud. 2014. Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di

Indonesia. Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Ali Zainuddin. 2006. Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : Sinar

Grafika.

Mardani. 2013. Hukum Islam : Kumpulan Peraturan tentang Hukum Islam di Indonesia. Jakarta

: Fajar Interpratama Mandiri.

10

Anda mungkin juga menyukai