Anda di halaman 1dari 8

RESUME

LEGISLASI DI INDONESIA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM ISLAM

HUKUM TATA NEGARA

AHAD FIRMANSYAH

742352020136

BAB I

A. Pengertian Legislasi di Indonesia

Legislasi berasal dari kata Bahasa inggris legislate yang berarti


membuat undang – undang. Kata legislasi sendiri berasal dalam Bahasa
arab dapat pula disebut taqnin. Ulama fiqh mengemukakan bahwa secara
terminologi legislasi/taqnin adalah penetapan oleh penguasa, sekumpulan
undang – undang yang mempunyai daya memaksa dalam mengatur
hubungan sesame manusia dalam suatu masyarakat.

B. Tujuan Legislasi Hukum Islam di Indonesia

Untuk memperjelas pengkodifikasian, pengelompokan atau


pengklarifikasian hukum – hukum islam di Indonesia sehingga
mempermudah dalam penentuan atau penetapan suatu hukum. Oleh karena
itu perlu untuk dibahas mengenai legislasi hukum islam di Indonesia dari
segi penentuan maupun pelaksanaannya, sehingga sebagai seorang muslim
dari seorang penduduk kita tidak buta akan hukum yang berlaku dalam
negara itu sendiri.

C. Dasar Hukum Legislasi Hukum Islam di Indonesia


UUD 1945 pasal 29 ayat (1) dan perubahannya. Dalam ketetapan
MPR RI No. IV/MPR-RI/1999 tentang GBHN, Bab IV. Arah kebijakan,
A. hukum, Butir 2, ditetapkan bahwa hukum islam, hukum adat, hukum
barat adalah sumber pembentukan hukum nasional.
“Menata system hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu
dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta
memperbaharui perundang – undangan warisan kolonial dan nasional
yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidak
sesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui legislasi.
D. Kriteria islam yang di legislasi

Pertama, hukum islam di Indonesia masih bernuansa diskriminatis


partriarkhis. Kedua, kepribadian Arab, bahwa karakteristik hukum islam di
Indonesia sangat dominan diwarnai oleh kepribadian Arab, dan lebih lekat
pada tradisi mazhab Syafi’i. Ketiga, jika dilihat dari aspek materi subtansi
( ruang lingkup ) hukum islam yang dikembangkan di Indonesia,
tampaknya lebih dititik beratkan kepada hukum privat atau hukum
keluarga, seperti perkawinan, perceraian, dan perwakafan, seperti yang
tercakup dalam konfilasi hukum islam. Lembaga peradilan agama pun
hingga saat ini berwenang menangani konfilk yang berkaitan dengan kasus
– kasus tersebut. Keempat, apabila dicermati dari aspek pemberlakuan,
dikalangan kelompok mayoritas islam mereka berpandangan perlunya
perberlakuan hukum islam (Syariah islam) secara yuridis – formal bagi
umat islam di Indonesia, bukan bagaimana supaya hukum islam dapat
dijadikan sebagai bahan utama untuk pembentukan hukum nasional.
BAB II

A. Era Pra Kemerdekaan


Pada zaman penjajahan belanda, hukum islam diajarkan dengan
nama mommedaansch Recht, yang sempat diteruskan ketika Indonesia
merdeka. Hal ini menunjukkan bahwa hukum islam di Indonesia sudah
ada sejak zaman VOC. Adanya Regerings Reglemen mulai tahun 1855
merupakan pengakuan tegas terhadap adanya hukum islam tersebut.
B. Era Pasca Kemerdekaan
Sebagaimana makhluk, bahwa mayoritas bangsa Indonesia
beragama islam. Hal ini mendorong kepada cita – cita pembentukan
hukum nasional yang sesuai dengan cita – cita moral yang terbentuk oleh
cita – cita batin dan kesadaran hukum rakyat Indonesia. Islam banyak
mempengaruhi pemikiran dan semangat kemerdekaan bangsa dan
terbentuknya negara republik Indonesia.
C. Hukum Islam pada masa reformasi
Ketika masa reformasi menggantikan baru (tahun 1998), keinginan
memposit hukum islam sangat kuat. Perkembangan hukum islam pada
masa ini mengalami kemajuan. Secara riil hukum islam mulai
teraktualisasikan dalam kehidupan sosial. Wilayah cakupannya menjadi
sangat luas, tidak hanya dalam masalah hukum privat atau perdata tetapi
masuk dalam ranah hukum public. Hal ini dipengaruhi oleh munculnya
undang – undang tentang otonomi daerah. Undang – undang otonomi
daerah di Indonesia pada mulanya adalah UU No.22/1999 tentang
pemerintah daerah, yang kemudian diamandemen melalui UU
NO.31/2004 tentang otonomi daerah memiliki kewenangan untuk
mengatur wilayah sendiri termasuk dalam bidan hukum.
Berbicara tentang sejarah dan dinamika hukum islam di Indonesia
tidak bias dilepaskan dari wacana pergumulan sosial – politik dan budaya
yang ada di Indonesia sejak era prakemerdekaan. Oleh karena itu akan
dijelaskan teori – teori yang berlaku di Indonesia dalam perkembangan
islam di Indonesia sekurang – kurangnya, ada lima teori tentang
berlakunya hukum islam di Indonesia. Yaitu :
1. Teori kredo dan syhadat
Adalah teori yang mengharuskan pelaksanaan hukum islam oleh
mereka yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai
konsekuensi logis dari pengucapan kredornya.
Teori ini sesungguhnya kelanjutan dari prinsip tauhid dalam
filsafat hukum islam. Prinsip tauhid yang mennghendaki setiap orang
yang menyatakan dirinya beriman kepada ke-maha esaan allah swt,
maka ia harus tunduk kepada apa yang diperintahkan Allah swt.
Menurut H.A.R. Gibb (the modern trends in islam, the university
of Chicago press, Chicago illions, 1950). Gibb mengatakan bahwa
orang islam yang telah menerima islam sebagai agamnya berarti ia telah
menerima otoritas hukum islam atas dirinya.
2. Teori reception in Conplexu.
Teori receptio in Complexu menyatakan bahwa bagi orang Islam
berlaku penuh hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam
walaupun dalam pelaksanaannya terdapat penyimpanganpenyimpangan.
Teori ini berlaku di Indonesia ketika teori ini diperkenalkan oleh Prof.
Mr. Lodewijk Willem Christian van den Berg. Teori Receptio in
Complexu ini telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti
dengan dibuatnya pelbagai kimpulan hukum untuk pedoman pejabat
dalam menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat pribumi yang tinggal
di dalam wilayah kekuasaan VOC yang kemudian dikenal senagai
Nederlandsch Indie
3. Teori Receptie
Teori Receptie menyatakan bahwa bagi rakyat pribumi pada
dasarnya berlaku hukum adat. Hukum Islam berlaku bagi rakyat
pribumi kalau norma hukum Islam itu telah diterima oleh masyarakat
sebagai hukum adat. Teori Receptie dikemukakan oleh Prof. Christian
Snouck Hurgronye dan kemudian dikembangkan oleh van Vollenhoven
dan Ter Haar. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar
orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan
hukum Islam.
4. Teori Receptie Exit
Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H.
Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan
Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan
perundangundangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori receptie
bertentangan dengan jiwa UUD ’45. Dengan demikian, teori receptie itu
harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka.
Teori Receptie bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Secara
tegas UUD ’45 menyatakan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Demikiandinyatakan dalam pasal 29 (1) dan (2).
5. Teori Receptie A Contrario
Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin
dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori
Receptie A Contrario.Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah
berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat
berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan
dengan agama Islam dan hukum Islam.Dengan demikian, dalam Teori
Receptie A Contrario, hukum adat itu baru berlaku kalau tidak
bertentangan dengan hukum Islam.
Kalau Teori Receptie mendahulukan berlakunya hukum adat
daripada hukum Islam, maka Teori Receptie A Contrario sebaliknya.
Dalam Teori Receptie, hukum Islam tidak dapat diberlakukan jika
bertentangan dengan hukum adat. Teori Receptie A Contrario
mendahulukan berlakunya hukum Islam daripada hukum adat, karena
hukum adat baru dapat dilaksanakan jika tidak bertentangan dengan
hukum Islam.

BAB III

A. Hukum islam sebagai hukum nasional


1. Hukum nasional adalah hukum yg dibangun oleh bangsa Indonesia
setelah Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia,
terutama bagi WNI sebagai pengganti hukum kolonial
2. Berdasarkan pasal 29 UUD 1945 yang dijiwai oleh semnagat piagam
Jakarta, maka kedudukan hukum Islam diakui keberadaannya ke dalam
sistem hukum di Indonesia.
3. Adapun yg di maksud dengan dengan hukum Islam sebagai sumber
hukum nasional adalah..
a) Menjadikan hukum islam sebagai salah satu bahan penyusun
hukum nasional
b) Pembaruan dan peninjauan kembali sebagai peraturan perundang-
undangan yg masih berdasarkan pola pemikiran politik/hukum
pemerintah kolonial yg tdk sesuai dengan unsur-unsur huum Islam
c) Mengoordinasikan peraturan-peraturan baru yang di dalamnya
telah terserap unsur-unsur hukum islam.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum Islam
dalam sistem hukum di Indonesia sama dan sederajat dengan hukum adat
dan hukum Barat. Hukum Islam menjadi sumber bagi pembentukan
hukum nasional d samping hukum-hukum lain yg tumbuh dan
berkembang di Negara Indonesia.
B. Kontribusi hukum islam dalam pembentukan hukum nasional
1. Berdasarkan teori eksistensi, menerangkan adanya hukum Islam
dalam hukum nasional di Indonesia memberikan kedudukan hukum
Islam dalam hukum nasional sebagai subsistem dari hukum nasional.
Oleh karenanya, hukum Islam juga memberikan peluang untuk
memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan dan pembaruan
hukum nasional di Indonesia baik tertulis maupun tidak tertulis.
2. Bentuk konstribusi hukum Islam dalm pmbentukan hukum Nasional
dapat dilihat lahirnya UU seperti UU hukum keluarga atau
perkawinan, UU tentang tanah wakaf, UU tentang Perbankan Syariah,
UU tentang zakat dan UU tentang penyelenggaraan haji, UU tentang
PA, KHI yg saat ini ditingkatkan menjadi hukum terapan di PA.
C. Legislasi hukum islam antara peluang dan tantangan.
Peluang
1. Mayoritas rakyat Indonesia yang beragama islam sehingga
memperjuangkan hukum islam dalam hukum nasional kemungkinan
mendapatkan dukungan mayoritas.
2. Kesadaran umat islam dalam menjalankan hukum islam dalam
kehidupan sehari – hari
3. Dalam konstitusi negara yang tertuang dalam pasal 29 UU 1945,
hukum islam mendapat jaminan menjadi bagian dari hukum nasional
dan harus ditampung dalam hukum nasional.
4. System politik Indonesia memberikan peluang bagi tumbuh dan
berkembangnya aspirasi politik islam, termasuk aspirasi dalam hal
melegislasikan hukum islam.
5. Hukum islam memiliki elastisitas untuk disesuaikan dengan keadaan
dan kebutuhan umat islam Indonesia.
Tantangan
1. Perbedaan pendapat di kalangan muslim sendiri, ada yang mendukung
gagasan legislasi dan ada pula yang menolaknya.
2. Adanya resistensi dari kalangan non muslim yang menilai legislasi
hukum Islam di Indonesia akan menempatkan mereka menjadi warga
negara kelas dua dan juga dipicu oleh sebagian gerakan Islam sendiri
yang kontraproduktif bagi perjuangan hukum Islam.
3. Produk legislasi yang merupakan produk politik harus mendapatkan
dukungan suara mayoritas di lembaga pembentuk hukum. Artinya,
Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah untuk mengadopsi
hukum Islam maka sulit menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai