0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan8 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang legislasi hukum Islam di Indonesia. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa (1) legislasi berarti membuat undang-undang, (2) tujuan legislasi hukum Islam adalah memperjelas hukum Islam di Indonesia, dan (3) dasar hukum legislasi hukum Islam adalah UUD 1945 dan ketetapan MPR.
Dokumen tersebut membahas tentang legislasi hukum Islam di Indonesia. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa (1) legislasi berarti membuat undang-undang, (2) tujuan legislasi hukum Islam adalah memperjelas hukum Islam di Indonesia, dan (3) dasar hukum legislasi hukum Islam adalah UUD 1945 dan ketetapan MPR.
Dokumen tersebut membahas tentang legislasi hukum Islam di Indonesia. Secara ringkas, dokumen tersebut menjelaskan bahwa (1) legislasi berarti membuat undang-undang, (2) tujuan legislasi hukum Islam adalah memperjelas hukum Islam di Indonesia, dan (3) dasar hukum legislasi hukum Islam adalah UUD 1945 dan ketetapan MPR.
Legislasi berasal dari kata Bahasa inggris legislate yang berarti
membuat undang – undang. Kata legislasi sendiri berasal dalam Bahasa arab dapat pula disebut taqnin. Ulama fiqh mengemukakan bahwa secara terminologi legislasi/taqnin adalah penetapan oleh penguasa, sekumpulan undang – undang yang mempunyai daya memaksa dalam mengatur hubungan sesame manusia dalam suatu masyarakat.
B. Tujuan Legislasi Hukum Islam di Indonesia
Untuk memperjelas pengkodifikasian, pengelompokan atau
pengklarifikasian hukum – hukum islam di Indonesia sehingga mempermudah dalam penentuan atau penetapan suatu hukum. Oleh karena itu perlu untuk dibahas mengenai legislasi hukum islam di Indonesia dari segi penentuan maupun pelaksanaannya, sehingga sebagai seorang muslim dari seorang penduduk kita tidak buta akan hukum yang berlaku dalam negara itu sendiri.
C. Dasar Hukum Legislasi Hukum Islam di Indonesia
UUD 1945 pasal 29 ayat (1) dan perubahannya. Dalam ketetapan MPR RI No. IV/MPR-RI/1999 tentang GBHN, Bab IV. Arah kebijakan, A. hukum, Butir 2, ditetapkan bahwa hukum islam, hukum adat, hukum barat adalah sumber pembentukan hukum nasional. “Menata system hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang – undangan warisan kolonial dan nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender dan ketidak sesuaiannya dengan tuntutan reformasi melalui legislasi. D. Kriteria islam yang di legislasi
Pertama, hukum islam di Indonesia masih bernuansa diskriminatis
partriarkhis. Kedua, kepribadian Arab, bahwa karakteristik hukum islam di Indonesia sangat dominan diwarnai oleh kepribadian Arab, dan lebih lekat pada tradisi mazhab Syafi’i. Ketiga, jika dilihat dari aspek materi subtansi ( ruang lingkup ) hukum islam yang dikembangkan di Indonesia, tampaknya lebih dititik beratkan kepada hukum privat atau hukum keluarga, seperti perkawinan, perceraian, dan perwakafan, seperti yang tercakup dalam konfilasi hukum islam. Lembaga peradilan agama pun hingga saat ini berwenang menangani konfilk yang berkaitan dengan kasus – kasus tersebut. Keempat, apabila dicermati dari aspek pemberlakuan, dikalangan kelompok mayoritas islam mereka berpandangan perlunya perberlakuan hukum islam (Syariah islam) secara yuridis – formal bagi umat islam di Indonesia, bukan bagaimana supaya hukum islam dapat dijadikan sebagai bahan utama untuk pembentukan hukum nasional. BAB II
A. Era Pra Kemerdekaan
Pada zaman penjajahan belanda, hukum islam diajarkan dengan nama mommedaansch Recht, yang sempat diteruskan ketika Indonesia merdeka. Hal ini menunjukkan bahwa hukum islam di Indonesia sudah ada sejak zaman VOC. Adanya Regerings Reglemen mulai tahun 1855 merupakan pengakuan tegas terhadap adanya hukum islam tersebut. B. Era Pasca Kemerdekaan Sebagaimana makhluk, bahwa mayoritas bangsa Indonesia beragama islam. Hal ini mendorong kepada cita – cita pembentukan hukum nasional yang sesuai dengan cita – cita moral yang terbentuk oleh cita – cita batin dan kesadaran hukum rakyat Indonesia. Islam banyak mempengaruhi pemikiran dan semangat kemerdekaan bangsa dan terbentuknya negara republik Indonesia. C. Hukum Islam pada masa reformasi Ketika masa reformasi menggantikan baru (tahun 1998), keinginan memposit hukum islam sangat kuat. Perkembangan hukum islam pada masa ini mengalami kemajuan. Secara riil hukum islam mulai teraktualisasikan dalam kehidupan sosial. Wilayah cakupannya menjadi sangat luas, tidak hanya dalam masalah hukum privat atau perdata tetapi masuk dalam ranah hukum public. Hal ini dipengaruhi oleh munculnya undang – undang tentang otonomi daerah. Undang – undang otonomi daerah di Indonesia pada mulanya adalah UU No.22/1999 tentang pemerintah daerah, yang kemudian diamandemen melalui UU NO.31/2004 tentang otonomi daerah memiliki kewenangan untuk mengatur wilayah sendiri termasuk dalam bidan hukum. Berbicara tentang sejarah dan dinamika hukum islam di Indonesia tidak bias dilepaskan dari wacana pergumulan sosial – politik dan budaya yang ada di Indonesia sejak era prakemerdekaan. Oleh karena itu akan dijelaskan teori – teori yang berlaku di Indonesia dalam perkembangan islam di Indonesia sekurang – kurangnya, ada lima teori tentang berlakunya hukum islam di Indonesia. Yaitu : 1. Teori kredo dan syhadat Adalah teori yang mengharuskan pelaksanaan hukum islam oleh mereka yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai konsekuensi logis dari pengucapan kredornya. Teori ini sesungguhnya kelanjutan dari prinsip tauhid dalam filsafat hukum islam. Prinsip tauhid yang mennghendaki setiap orang yang menyatakan dirinya beriman kepada ke-maha esaan allah swt, maka ia harus tunduk kepada apa yang diperintahkan Allah swt. Menurut H.A.R. Gibb (the modern trends in islam, the university of Chicago press, Chicago illions, 1950). Gibb mengatakan bahwa orang islam yang telah menerima islam sebagai agamnya berarti ia telah menerima otoritas hukum islam atas dirinya. 2. Teori reception in Conplexu. Teori receptio in Complexu menyatakan bahwa bagi orang Islam berlaku penuh hukum Islam sebab ia telah memeluk agama Islam walaupun dalam pelaksanaannya terdapat penyimpanganpenyimpangan. Teori ini berlaku di Indonesia ketika teori ini diperkenalkan oleh Prof. Mr. Lodewijk Willem Christian van den Berg. Teori Receptio in Complexu ini telah diberlakukan di zaman VOC sebagaimana terbukti dengan dibuatnya pelbagai kimpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam menyeleaikan urusan-urusan hukum rakyat pribumi yang tinggal di dalam wilayah kekuasaan VOC yang kemudian dikenal senagai Nederlandsch Indie 3. Teori Receptie Teori Receptie menyatakan bahwa bagi rakyat pribumi pada dasarnya berlaku hukum adat. Hukum Islam berlaku bagi rakyat pribumi kalau norma hukum Islam itu telah diterima oleh masyarakat sebagai hukum adat. Teori Receptie dikemukakan oleh Prof. Christian Snouck Hurgronye dan kemudian dikembangkan oleh van Vollenhoven dan Ter Haar. Teori ini dijadikan alat oleh Snouck Hurgronye agar orang-orang pribumi jangan sampai kuat memegang ajaran Islam dan hukum Islam. 4. Teori Receptie Exit Teori Receptie Exit diperkenalkan oleh Prof. Dr. Hazairin, S.H. Menurutnya setelah Indonesia merdeka, tepatnya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 dijadikan Undang-Undang Negara Republik Indonesia, semua peraturan perundangundangan Hindia Belanda yang berdasarkan teori receptie bertentangan dengan jiwa UUD ’45. Dengan demikian, teori receptie itu harus exit alias keluar dari tata hukum Indonesia merdeka. Teori Receptie bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah. Secara tegas UUD ’45 menyatakan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Demikiandinyatakan dalam pasal 29 (1) dan (2). 5. Teori Receptie A Contrario Teori Receptie Exit yang diperkenalkan oleh Hazairin dikembangkan oleh Sayuti Thalib, S.H. dengan memperkenalkan Teori Receptie A Contrario.Teori Receptie A Contrario yang secara harfiah berarti lawan dari Teori Receptie menyatakan bahwa hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau hukum adat itu tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam.Dengan demikian, dalam Teori Receptie A Contrario, hukum adat itu baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam. Kalau Teori Receptie mendahulukan berlakunya hukum adat daripada hukum Islam, maka Teori Receptie A Contrario sebaliknya. Dalam Teori Receptie, hukum Islam tidak dapat diberlakukan jika bertentangan dengan hukum adat. Teori Receptie A Contrario mendahulukan berlakunya hukum Islam daripada hukum adat, karena hukum adat baru dapat dilaksanakan jika tidak bertentangan dengan hukum Islam.
BAB III
A. Hukum islam sebagai hukum nasional
1. Hukum nasional adalah hukum yg dibangun oleh bangsa Indonesia setelah Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia, terutama bagi WNI sebagai pengganti hukum kolonial 2. Berdasarkan pasal 29 UUD 1945 yang dijiwai oleh semnagat piagam Jakarta, maka kedudukan hukum Islam diakui keberadaannya ke dalam sistem hukum di Indonesia. 3. Adapun yg di maksud dengan dengan hukum Islam sebagai sumber hukum nasional adalah.. a) Menjadikan hukum islam sebagai salah satu bahan penyusun hukum nasional b) Pembaruan dan peninjauan kembali sebagai peraturan perundang- undangan yg masih berdasarkan pola pemikiran politik/hukum pemerintah kolonial yg tdk sesuai dengan unsur-unsur huum Islam c) Mengoordinasikan peraturan-peraturan baru yang di dalamnya telah terserap unsur-unsur hukum islam. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum di Indonesia sama dan sederajat dengan hukum adat dan hukum Barat. Hukum Islam menjadi sumber bagi pembentukan hukum nasional d samping hukum-hukum lain yg tumbuh dan berkembang di Negara Indonesia. B. Kontribusi hukum islam dalam pembentukan hukum nasional 1. Berdasarkan teori eksistensi, menerangkan adanya hukum Islam dalam hukum nasional di Indonesia memberikan kedudukan hukum Islam dalam hukum nasional sebagai subsistem dari hukum nasional. Oleh karenanya, hukum Islam juga memberikan peluang untuk memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan dan pembaruan hukum nasional di Indonesia baik tertulis maupun tidak tertulis. 2. Bentuk konstribusi hukum Islam dalm pmbentukan hukum Nasional dapat dilihat lahirnya UU seperti UU hukum keluarga atau perkawinan, UU tentang tanah wakaf, UU tentang Perbankan Syariah, UU tentang zakat dan UU tentang penyelenggaraan haji, UU tentang PA, KHI yg saat ini ditingkatkan menjadi hukum terapan di PA. C. Legislasi hukum islam antara peluang dan tantangan. Peluang 1. Mayoritas rakyat Indonesia yang beragama islam sehingga memperjuangkan hukum islam dalam hukum nasional kemungkinan mendapatkan dukungan mayoritas. 2. Kesadaran umat islam dalam menjalankan hukum islam dalam kehidupan sehari – hari 3. Dalam konstitusi negara yang tertuang dalam pasal 29 UU 1945, hukum islam mendapat jaminan menjadi bagian dari hukum nasional dan harus ditampung dalam hukum nasional. 4. System politik Indonesia memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya aspirasi politik islam, termasuk aspirasi dalam hal melegislasikan hukum islam. 5. Hukum islam memiliki elastisitas untuk disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan umat islam Indonesia. Tantangan 1. Perbedaan pendapat di kalangan muslim sendiri, ada yang mendukung gagasan legislasi dan ada pula yang menolaknya. 2. Adanya resistensi dari kalangan non muslim yang menilai legislasi hukum Islam di Indonesia akan menempatkan mereka menjadi warga negara kelas dua dan juga dipicu oleh sebagian gerakan Islam sendiri yang kontraproduktif bagi perjuangan hukum Islam. 3. Produk legislasi yang merupakan produk politik harus mendapatkan dukungan suara mayoritas di lembaga pembentuk hukum. Artinya, Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah untuk mengadopsi hukum Islam maka sulit menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.