Anda di halaman 1dari 10

PROBLEMATIKA SOSIAL PENERAPAN HUKUM ISLAM

DI INDONESIA

Norcahyono
Universitas Muhammadiyah Palangkarya
e-mail: arribangi@gmail.com

Abstract: The application of Islamic law in Indonesia has experienced obstacles since the entry of Western law
into Indonesia. So that legal theories were born in response to friction between Western law with
Islamic law. Receptie theory emerged as a Dutch strategy for corner and reduce Islamic law in
Indonesia. Then, the coming of the theory of Receptie Exit law and Receptio a Contrario legal theory
as symbols of resistance to prove that Islamic law still exists in Indonesia. There are two social
problems which has a big influence on the application of Islamic law in Indonesia; First: the entry of
Western law into Indonesia which intersects with Customary law. Second: Political and cultural
influences of the community. In sociological reviews, Islamic law is difficult to be applied in Indonesia,
because Islamic law is existed in the area of Religion to territory of the country.

Kata Kunci: Sosiologi, Hukum Islam, Indonesia.

PENDAHULUAN Belanda pada Tahun 1602 melalui VOC

S istem Hukum di Indonesia dilihat


dari perkembangan sejarahnya bersifat
ketika menguasai perdagangan di
Indonesia. Awalnya, Hukum Barat itu
majemuk. Ini disebabkan sistem hukum berlaku bagi orang Eropa saja, namun
di Indonesia memiliki corak dan susunan berjalannya waktu dalam bidang
sendiri. Sistem yang dimaksud adalah perekonomian dan perdagangan hukum
sistem Hukum Adat, sistem Hukum tersebut berlaku juga bagi orang Asia
Islam, dan sistem Hukum Barat. Sistem termasuk Indonesia (Wahid, 2013: 115).
Hukum Adat telah lama ada dan berlaku Tahun 1945 Hukum Islam di
di Indonesia, walaupun hukum ini Indonesia mulai memunculkan identitasnya
dikenal sebagai sistem hukum pada abad dengan lahirnya perumusan Dasar
ke-20. Hukum Islam telah ada di Negara Piagam Jakarta tanggal 22 Juni
kepulauan Indonesia sejak orang Islam 1945. Rumusan Dasar Negara Indonesia
datang dan bermukim di Nusantara ini. adalah “Negara yang berasaskan Ketuhanan
dengan menjalankan Syariat Islam bagi
Kesimpulan hasil Seminar di Medan
pemeluknya”. Tetapi atas alasan kemajemukan
1963, Islam ke Indonesia pada abad
Agama di Indonesia rumusan dasar dalam
ketujuh/kedelapan Masehi. Pendapat
Piagam Jakarta tersebut di ganti dengan
lain mengatakan bahwa Islam baru
kata “ketuhanan yang Maha Esa”.
sampai ke Nusantara ini pada abad ke-13
Menurut Hazairin perubahan kata
Masehi (Hossein, 1961: 114). Hukum
dalam Piagam Jakarta menjadi “ketuhanan
Barat mulai dikenalkan pemerintah
24 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 18, Nomor 1, Januari-Juni 2019

yang Maha Esa” mengandung Norma beragama, hal ini tercantum dalam alenia
Hukum yang diatur dalam pasal 29 ayat keempat pada Pembukaan UUD 1945
(1) UUD 1945 bahwa Negara Republik yang menyatakan “Ketuhanan yang Maha
Indonesia berdasarkan atas Ketuhan Esa”.
Yang Maha Esa. Hal itu hanya dapat Pada kalimat “Ketuhanan yang Maha
ditafsirkan antara lain: “Pemeluk Agama Esa” mengandung prinsip pengakuan
Islam wajib menjalankan ajaran syariat terhadap keagamaan. Sehingga dapat
Islam, sama halnya Agama-agama lainnya dibenarkan jika Islam sebagai salahsatu
wajib menjalankan agamanya”. Tafsir Agama yang diakui di Indonesia, juga
lainnya adalah “Ajaran Agama tidak diakui eksistensinya sebagai Agama yang
memerlukan bantuan kekuasaan Negara resmi dan Hukum Islam sebagai Hukum
untuk menjalankannya sebab menjadi yang berlaku bagi pemeluknya di
kewajiban pribadi terhadap Agamanya Indonesia (Tahir, 2007: 66).
masing-masing”(Zainuddin, 2006: 85). Dari gambaran di atas diperoleh
Berdasarkan problematika sosial penjelasan bahwa Hukum Islam sudah
berlakunya Hukum Islam di Indonesia dikenal dan dijalankan sejak Islam masuk
sebagaimana tergambar di atas, pada ke Indonesia, namun setelah merdeka
akhirnya Hukum Islam dan kekuatannya keberadaannya untuk menjadi sebuah
di akomodasi oleh Pancasila dan UUD hukum resmi sebuah Negara terdapat
1945. Di antaranya berlakunya undang- berbagai kendala serta gangguan. Pada
undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang tulisan ini penulis membahas tentang
hukum perkawinan Islam. Selain itu lahir “Problematika Sosial Penerapan Hukum
Kompilasi Hukum Islam yang berfungsi Islam di Indonesia”.
sebagai pedoman bagi Hakim di Adapun bahasan tulisan ini adalah:
Peradilan Agama. (1) Apa saja yang menjadi problem sosial
Indonesia sebagai Negara yang penerapan Hukum Islam di Indonesia?
memiliki Agama majemuk juga (2) Bagaimana tinjauan Sosiologi
merupakan Negara Hukum, (Arifin, terhadap penerapan Hukum Islam di
2009: 52) sehingga untuk menguatkan Indonesia?
tatanan kehidupan berbangsa dan
bernegara memerlukan aturan hukum
(Rule of Law) (Arinanto, 2009: 206). Dalam METODE PENELITIAN
rangka menguatkan tatanan hukum 1. Jenis Penelitian
maka diperlukan suatu sitem yang Jenis Penelitian adalah penelitian
mengatur hukum tersebut (Achmad, kepustakaan (library reseach). Dalam
2009: 204). penelitian ini membahas dan mengkaji
Mix Law merupakan sistem hukum tentang Problematika Sosial Penerapan
yang digunakan di Indonesia, yaitu Hukum Islam di Indonesia melalui
berlakunya hukum campuran. Sistem berbagai sumber literatur.
hukum ini selain berlakunya hukum 2. Sifat penelitian
perundang-undangan, juga berlaku Penelitian bersifat deskriptif-analitik,
hukum lain yang diakui dalam UUD 1945 yaitu mendeskripsikan problematika
sebagai Konstitusi Negara Indonesia dan tinjauan sosial tentang penerapan
yang telah mengatur kehidupan hukum Islam di Indonesia.
berbangsa dan bernegara (Tahir, 2007: 3. Pendekatan Penelitian
150). Selain itu, Kontitusi Negara Pendekatan yang digunakan ialah
Indonesia juga mengatur kehidupan pendekatan Sosiologis Historis, Pendekatan
Mustahiq Zakat Fitrah dan Relevansinya dengan Kewajiban Menunaikannya Bagi Setiap Muslim (Telaah Pendapat Imam Malik W. 178 H) ║25

digunakan untuk mendekati suatu VOC bagi orang Indonesia pada


masalah yang terjadi dimasyarakat wilayah hukum tertentu seperti
dengan lebih mementingkan pola-pola keuangan, perdagangan, dan lapangan
hubungan dalam situasi kehidupan ekonomi pada umumnya (Wahid,
sosial. 2013: 115). Sejak fase inilah mulai
terjadi gesekan antara Hukum Barat
dengan hukum yang sudah ada di
PROBLEMATIKA SOSIAL PENERAPAN Indonesia yaitu Hukum Agama
HUKUM ISLAM DI INDONESIA
(Islam) dan Hukum Adat. Untuk
Problematika sosial penerapan memuluskan misinya, Belanda
Hukum Islam di Indonesia pertama: sebab melemahkan eksistensi hukum yang
masuknya Hukum Barat ke Indonesia sudah ada dan berlaku bagi
dan sebab bersinggungan dengan masyarakat Indonesia sehingga
Hukum Adat. Kedua: sebab pengaruh muncul teori hukum Receptie sebagai
politik dan kultur masyarakat. rekayasa belanda untuk melemahkan
Untuk membuktikan dua hukum Islam. Teori tersebut ditentang
problematika sosiologi tersebut penulis oleh pemerhati Hukum Islam dan
menguraikannya sebagaimana berikut: Hukum Adat sehingga munculah teori
Hukum Receptie Exit dan teori Hukum
a. Sebab masuknya Hukum Barat dan Receptio A Contrario.
Bertentangan dengan Hukum Adat Teori Receptie adalah Teori
Hukum yang dipelopori oleh C.
Pada waktu Belanda datang ke
Snouck Hurgronje (1857-1936). Snouck
Indonesia, masyarakatnya menganut
merupakan seorang Penasehat
Hukum Agama seperti; Hukum Islam,
Pemerintah Hindia Belanda tentang
Hindu, Budda dan Nasrani. Selain
kajian-kajian Islam di Wilayah Jajahan
hukum Agama berlaku juga hukum
Belanda. Kemudian Teori Receptie di
adat pada masyarakatnya. Menurut C.
kembangkan oleh C. Van Vollen dan
Snouck Hugronje Kerajaan Islam pada
Betrand Ter Haar Bzn untuk di
Abad ke 16 sudah ada di Indonesia,
terapkan di Indonesia. Menurut
diantaranya yaitu Kerajaan Mataram,
penganut Teori Receptie Hukum Islam
Banten dan Ciribon (Wahid, 2013: 143).
tidak di anggap sebagai hukum jika
Belanda yang beragama Kristen
bertentangan dengan Hukum Adat,
Protestan sebagai penjajah memiliki
Hukum Adatlah yang menentukan
kepentingan untuk bersentuhan
berlaku dan tidaknya Hukum Islam
dengan permasalahan hukum yang
(Zainuddin, 2016: 82).
berlaku bagi masyarakat jajahannya.
Sebagai contoh pengaruh teori ini
Ketika Belanda masuk ke Indonesia, di
yaitu: Hukum Islam yang bersumber
masyarakat berlaku Hukum Adat dan
dari Alqur’an dan as-Sunnah, hanya
Hukum Agama bagi pemeluknya
sebagian kecil yang mampu
(Usman, 2001: 111). Setelah Belanda
dilaksanakan oleh umat Islam dan di
memberlakukan Hukum Barat melalui
akui oleh Negara. Sedangkan Hukum
26 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 18, Nomor 1, Januari-Juni 2019

Pidana Islam yang bersumber dari menyimpulkan Teori Receptie yang


Alqur’an dan as-Sunnah tidak ditetapkan dalam pasal 134 ayat 2
mempunyai tempat eksekusi bila Indische Staaisregeling sebenarnya telah
hukum dimaksud tidak di undang- mati sejak berlakunya UUD 1945
undang di Indonesia. Selain itu sebagai Konstitusi resmi di Indonesia
Hukum Islam baru dapat menjadi (Hazairin, 1982: 7).
hukum yang berlaku bagi pemeluknya Teori Receptie Exit memandang
secara yuridis formal bila hukum itu berlakunya Hukum Islam tidak
telah diresmikan sebagai Undang- bergantung kepada Hukum Adat.
Undang di Indonesia. Namun jika Buktinya adalah dengan berlakunya
Hukum Islam telah di undang- UU No. 1 Tahun 1974 tentang
undangkan, pemeluk Islam memiliki Perkawinan. UU tersebut menerapkan
pilihan sesuai keinginannya, yaitu bisa Hukum Islam bagi orang Islam dalam
memilih antara Hukum Islam atau perkara perkawinan. Selain itu
memilih Hukum Pengadilan Negeri dikuatkan dengan Pasal 2 ayat (1), UU
(Zainuddin, 2016: 82). No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Sedangkan teori Receptie Exit Agama. Selanjutnya adanya kompilasi
adalah teori yang digagas Hazairin Hukum Islam di Indonesia melalui
Tahun 1905 dan dikembangkan secara Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991
sistematis oleh murid-muridnya (Usman, 2001: 8).
seperti Sajuti Thalib, Muhammad Adapun teori Receptio A Contrario
Daud Ali, Bismar Siregar, dan yang adalah teori hukum yang dipelopori
lainnya (Zainuddin, 1998: 41). Sayuti Thalib dan merupakan
Teori ini muncul untuk menolak pengembangan dari teori Receptie Exit.
teori Receptie, bahwa teori Receptie Contoh penerapan teori ini adalah
harus keluar dari teori hukum kasus perkawinan dan kewarisan di
Nasional Indonesia karena Aceh. Masyarakat Aceh menggunakan
bertentangan dengan UUD 1945 serta Hukum Islam dalam menyelesaikan
bertentangan dengan Alquran dan persoalan perkawinan dan kewarisan,
sunah Rasul. Hazairin berpendapat jika ada ketentuan Hukum Adat
bahwa Hukum Islam itu bagi rakyat didalamnya maka boleh dipakai
yang beragama Islam dilaksanakannya dengan syarat tidak bertentangan
sebagai bagian dari perkara imannya dengan Hukum Islam (Wahid, 2013:
(Hazairin, 1974: 101). Lebih lanjut 150). Contoh lain seperti Suku di Bugis
Hazairin menyatakan Teori Receptie di Sulawesi Selatan. Suku ini awalnya
gagas Pemerintahan Belanda untuk menggunakan Hukum Adat dalam
menghalangi keberadaan Hukum praktek kewarisan yaitu antara anak
Islam di Indonesia (Hazairin, 1982: 7). laki-laki dan anak perempuan atas
Teori Receptie bagi ahli hukum pembagian yang sama besar yaitu
Indonesia telah mendarah daging, bagian lelaki sama dengan perempuan,
sebab mereka adalah didikan Belanda. Istilahnya adalah Sama wae asanna
Teori Receptie bagi Hazairin adalah manae atau (1:1). Namun setelah
Teori Iblis, sebab teori tersebut memeluk Agama Islam, Hukum Adat
menentang keimanan orang Islam, tentang kewarisan (1:1) ditinggalkan
menurut Hazairin adalah teori Iblis, dan menggunakan cara Hukum Islam
karena telah menentang keimanan yaitu bagian seorang lelaki sama
orang Islam. Akhirnya Hazairin dengan bagian dua orang perempuan.
Mustahiq Zakat Fitrah dan Relevansinya dengan Kewajiban Menunaikannya Bagi Setiap Muslim (Telaah Pendapat Imam Malik W. 178 H) ║27

Sehingga di istilahkan dengan ikat yang sama atau sederajat,


ungkapan Manjunjung makkunraie sehingga masing-masing hukum
mallempa oroane. Selanjutnya Suku Kaili tersebut mampu menciptakan
di Sulawesi Tengah, menurut Hukum kekuatan agar masyarakat menyadari
Adat pasangan calon pengantin yang untuk melaksanakannya. Namun,
ingin menikah salah satu syaratnya kesamaan derajat antara dua hukum
adalah meminta Izin kepada Dewan tersebut terkadang tidak searah,
Adat untuk dipercikkan air dari sehingga adakalanya mengalami
sumber mata air yang bersih. Namun konflik, seperti persinggungan antara
setelah memeluk Islam tatacara Adat Hukum Adat dengan Hukum Islam di
tersebut di tinggalkan, kemudian Minangkabau. Menurut teori
menggunakan tatacara yang sesuai Sinkritisme ini, berlakunya Hukum
dengan Hukum Islam (Zainuddin, Adat maupun Hukum Islam
2006: 83). disebabkan kesadaran masyarakat
Selain beberapa contoh di atas, untuk melaksanakannya bukan karena
terdapat ungkapan-ungkapan yang mana yang lebih dominan salahsatu
menegaskan tentang hubungan dari kedua sistem hukum tersebut
Hukum Adat yang menghormati (Hooker, 1978: 35).
Hukum Islam. Misalnya Suku Aceh
memiliki pepatah “Adek dab Syara’ b. Sebab Pengaruh politik dan Kultur
sanda menyanda, Syara’ mengato Adek Masyarakat.
memakai”, maksudnya adalah
Problematika penerapan Hukum
hubungan antara adat dan Hukum
Islam di Indonesia dipengaruhi politik
Islam sangat erat, saling kuat
dan Kultur masyarakat. Piagam
menguatkan, Hukum Islam
Jakarta yang merumuskan sila
menentukan Adat melaksanakan.
Ketuhanan yang dikenal dengan
Pepatah lain dari Suku Minang di
sebutan tujuh kata yaitu: “dengan
Sumatera Barat yang memiliki pepatah
kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
“Adat Bersendi Syara’, Syara’ bersendi
para pemeluknya”. Mendapat reaksi dari
Kitabullah”, maksudnya adalah Adat
Indonesia wilayah Timur yang tidak
bersumber dari Hukum Islam, Hukum
mau bergabung dengan Negara
Islam bersumber dari Al-Qur’an
Kesatuan Republik Indonesia pada
(Zainuddin, 2006: 83).
tanggal 18 Agustus 1945. Sebab
Dalam menyikapi persinggungan
rumusan sila Ketuhanan Pada Piagam
antara Teori Receptie dengan Teori
Jakarta memberikan kedudukan
Receptie Exit Hooker melakukan
istimewa kepada salahsatu Agama,
penelitian di beberapa wilayah di
sedangkan kondisi di Indonesia
Indonesia, sehingga melahirkan Teori
memiliki Agama yang plural. Dipagi
Sinkritisme. Menurut teori ini antara
hari tanggal 18 Agustus 1945, Hatta
Hukum Adat dan Hukum Islam
memanggil empat tokoh Islam dan
tidaklah saling menyisihkan, masing-
membicarakan hal itu. Atas
masing hukum tersebut memiliki daya
28 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 18, Nomor 1, Januari-Juni 2019

kesepakatan tokoh Islam serta menjaga suatu kedaulatan Negara. Kedua,


keutuhan Negara, Hatta mengusulkan apabila disamping peradilan Negara
penghapusan tujuh kata pada Piagam terdapat Peradilan Agama, bagaimana
Jakarta kepada Sidang Pleno Persiapan kesatuan peradilan dalam wilayah
Kemerdekaan Indonesia (J.A, 1990: 3). Republik Indonesia dapat dijamin?
Berdasarkan pristiwa di atas Padahal kesatuan peradilan
konsep legeslasi Hukum Islam pada merupakan salah satu unsur
awal persiapan kemerdekaan mengakibatkan Konstitutif suatu bangsa.
respon dari Agama lain sebagai efek politik Jelaslah reaksi Frans Magis
dari pembentukan Negara Kesatuan Republik Suseno memberikan semacam respon
Indonesia. politis yang sangat menyita perhatian
Efek pandangan politik juga untuk dipertimbangkan. Respon itu
terjadi ketika Islam ingin membentuk mengajak para tokoh Islam untuk
model legeslasi Hukum Islam dalam memikirkan kekhawatiran kelompok
rangka menjalankan prinsip agama non-Islam yang tentu saja wajar dan
yang merupakan bagian dari pluralitas harus diberikan tempat.
di Indonesia. Pandangan politik ini Reaksi politik sebagaimana di
terjadi ketika Rancangan Undang- atas sangatlah wajar, karena jika
undang Peradilan Agama (RUUPA). melacak sejarah perjalanan Hukum
Sebagaimana diketahui RUUPA ini Islam di Indonesia, adanya
be r bicar a meng enai su sunan , kehawatiran golongan non-Islam jika
kewenangan, dan acara. Sementara itu, konsep Piagam Jakarta akan dijadikan
kekuasaan RUUPA hanya terbatas landasan utama yuridis di Indonesia.
pada perkara perkawinan, pembagian Dan kekhawatiran mereka jika
waris, wakaf, dan sedekah yang munculnya percobaan mendirikan
merupakan bagian ibadah umat Islam. Negara Islam oleh Kartosuwiryo, yang
Namun, RUUPA ini menimbulkan terkesan adanya obsesi politik Negara
polemik yang berlangsung selama Islam dikalangan penganut garis
bulan juni 1989. Polemik ini berbentuk keras. Akibatnya kebuntuan yang
debat dihalaman opini, tajuk rencana, tidak bisa lagi dipecahkan. Presiden
dan berita wawancara (Wahid, 2013: Suekarno kemudian menawarkan
150). alternatif baru, kembali kepada UUD
Polemik yang dimaksud 45 (Wahid, 2013: 129-130).
diantaranya adalah tanggapan Selain problematika, problematika
dan reaksi politis Frans Magis Suseno. kultural juga menjadi kendala dalam
Inti reaksi politis Frans ini tergambar penerapan Hukum Islam di Indonesia.
pada dua hal yaitu: pertama; apabila Pada mulanya secara historis, hukum
Negara menyerahkan sebagian dari yang berlaku di Indonesia adalah
peradilannya kepada pihak bukan hukum Islam dengan adat istiadat
Negara, misalnya Agama, berarti ditundukkan kedalamnya. Setelah
Negara menyerahkan sebagian Belanda datang ke Indonesia, sistem
kedaulatannya kepada pihak lain Hukum Barat diperkenalkan, sehingga
sekaligus Negara mengabdikan diri ada dualisme sistem hukum yang
kepada norma manusia yang bukan saling berhadapan yaitu sistem
normanya sendiri. Negara menjadi taat Hukum Islam dengan sistem Hukum
kepada hukum bukan bikinannya Belanda (Barat). Selanjurnya dengan
sendiri. Itu merupakan pengurangan bantuan para orientalis, pemerintah
Mustahiq Zakat Fitrah dan Relevansinya dengan Kewajiban Menunaikannya Bagi Setiap Muslim (Telaah Pendapat Imam Malik W. 178 H) ║29

Hindia Belanda berhasil mengangkat karena itu, keragaman hukum fikih


kedudukan adat istiadat lokal yang terdapat dalam kitab- kitab fikih,
masyarakat yang kemudian di juga keragaman pendapat para ulama
identivikasi sebagai sebagai sistem di Indonesia, berdampak sendiri pada
Hukum Adat dan mempertentangkannya dipertentangkannya sebagian undang-
dengan sistem Hukum Islam, sambil undang perkawinan. (Jimly, 1990: 14).
mengukuhkan kedudukan sistem Diantara contoh dari keragaman
hukum Barat dalam prakteknya. persepsi tentang keberadaan Hukum
Dengan demikian sistem hukum Islam di Indonesia, ketika menjelang
pada masa Hindia Belanda memiliki diterapkannya UU tentang Peradilan
tingkatan stratafikasi, Hukum Barat Agama tahun 1988-1989, ada salah
berada pada tingkat satu, Hukum satu Ormas Islam menulis surat resmi
Adat tingkat dua, dan Hukum Islam kepada tim pengkajian RUU Peradilan
tingkat tiga. Akibatnya Hukum Islam Agama Majelis Ulama Indonesia,
selalu di identifikasikan dalam posisi untuk merekomendasikan usul sebagai
yang berlawanan dengan Hukum kewenangan Peradilan Agama untuk
Adat dan Hukum Barat. Setelah menetapkan putusan perkawinan.
Indonesia merdeka kedua warisan Kewenangan Peradilan Agama,
hukum yang terakhir itulah yang menurut bunyi surat itu, harus
diterjemahkan menjadi Hukum terbatas hanya pada administrasi saja,
Nasional, sehingga kultural Hukum sedangkan jatuhnya talak tidak harus
Islam tetap kelas tiga karena menjadi dilakukan di hadapan Hakim.
marginal dalam konteks sistem Alasannya karena demikianlah dalam
Hukum Nasional. aturan hukum Islam (Wahid, 2013:
Sampai sekarang, masih ada 139).
problem kejiwaaan yang besar Selain itu kendala kultur itu
dikalangan umat Islam dalam datang dari internal pendukung sistem
memahami apa yang disebut hukum Hukum Islam sendiri, diantaranya
Nasional yang berbentuk undang masih ada anggapan bahwa Hukum
undang resmi. Misalnya UU No. 1 Islam itu merupakan hukum yang
tahun 1974, lahirnya undang-undang final oleh karenanya tidak perlu
ini adalah usaha dari umat Islam yang dikembangkan lagi dengan memasukkan
isinya cerminan dari hukum fikih tetapi kondisi dan persyaratan baru sebagai
masih sulit untuk diterima dan di bahan pertimbangan dalam
anggap sebagai hukum Islam. Alasan mengidentifikasikan sistem Hukum
adalah pertama; hukum perkawinan Islam itu. sebagai contoh, salah satu
dalam undang-undang ini tidak pasal RUU Perkawinan yang
disebut Hukum Perkawinan Islam, mendapatkan kritikan tajam dari para
kedua, karena ada bagian-bagian ulama adalah pasal 13 ayat 2 tentang
tertentu dari ketentuan undang- pertunangan. Bunyi pasal tersebut
undang ini berbeda dan bertentangan adalah “bila pertunangan itu
dengan hukum fikih tradisional. Oleh mengakibatkan kehamilan, maka
30 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 18, Nomor 1, Januari-Juni 2019

pihak pria diharuskan kawin dengan dirinya dengan Negara. Dalam rangka
wanita it, jika disetujui oleh pihak menghindari kecemburuan sosial dari
wanita”, pasal ini mendapat keritik Agama lain, Negara harus bersikap
karena mengandung persepsi bahwa netral, tidak berpihak kepada salah satu
tunangan menjadi syarat bolehnya agama.
hubungan seksual antara pihak yang Berdasarkan tinjauan sosiologi di
belum melaksanakan akad nikah. (Jaih atas, terjadilah tarik menarik antara
Mubarak, 2015:39). prinsip agama dengan prinsip Negara.
Fenomena di atas menunjukkan Solusi dari tarik menarik ini wilayah
perbedaan pandangan kultur fiqih Publik menjadi tanggungjawab Negara,
yang melemahkan keberadaan Hukum sedangkan wilayah individu diberikan
Islam di Indonesia. Bukti lainnya kepada Agama.
diantaranya adalah masih maraknya Kedua; Masyarakat Indonesia
terjadi perkawinan dibawah tangan memiliki Agama Plural, jika Negara
dan banyaknya juga praktek poligami mengkhususkan salahsatu agama dari yang lain
yang tidak tercatat secara resmi di akan menimbulkan kecemburuan dan
Pengadilan Agama. keterasingan dari agama lain. Dalam rangka
menjaga komitmen pluralitas agama,
Negara berkewajiban mereduksi Hukum
TINJAUAN SOSIOLOGI TERHADAP Islam tujuannya agar meminimalisir
PENERAPAN HUKUM ISLAM DI
kecemburuan dari agama yang lainnya.
INDONESIA
Berdasarkan pluralitas agama,
Menerapkan Hukum Islam dalam penerapan Hukum Islam di Indonesia
konteks Negara Kesatuan Republik menjadi ancaman bagi agama lain
Indonesia, pada awal kemerdekaan dan sehingga kembali kepada UU 45 dan
sampai saat ini memang terdapat pancasila adalah solusi sosiologis dalam
beberapa kendala sosial yang cukup memberikan payung hukum terhadap
berarti. Setidaknya ada dua persoalan keragaman Agama tersebut.
yaitu; Dalam tinjauan Sosiologi, penerapan
Pertama; Hukum Islam menjadi Hukum Islam di Indonesia seharusnya
penengah antara Paradigma Agama menawarkan materi hukum yang
dengan Paradigma Negara. Paradigma mengakomodasi masalah-masalah yang
Agama memandang penerapan Hukum disengketakan. Dalam hal ini Hazairin
Islam menjadi bagian terpenting dalam sebagai Ahli Hukum Adat dan Hukum
melaksanakan totalitas keagamaan, sebab Islam menawarkan konsep tersebut,
keberadaannya diyakini sebagai Wahyu diantaranya tentang konsep mawali yang
yang wajib untuk dilaksanakan. Pada sisi terdapat pada Q.S An-Nisa [3] ayat 33.
lain, penerapan Hukum Islam menjadi Menurur Hazairin, perkataan ahli
bagian dari paradigma Negara yang waris pengganti itu tidak ada sangkut
mempunyai sistemnya sendiri, yaitu pautnya dengan ganti-mengganti ahli
sebagai bagian dari Pluralitas Agama di waris. Ia hanya menunjukkan siapa yang
Indonesia. Akibatnya untuk mempertahankan menjadi ahli waris kalau penghubungnya
pluralitas itu, Negara terpaksa mereduksi telah meninggal dunia lebih dulu dari
tidak hanya Hukum Islam, tetapi juga pewaris. Istilah itu terdapat dalam
berbagai perangkat keIslaman lainnya. Hukum Adat masyarakat muslim
Hal ini dilakukan, untuk membuat Indonesia. Hazairin mengangkatnya
kelompok non-Islam tetap mengidentifikasikan untuk mengisi kekosongan hukum yang
Mustahiq Zakat Fitrah dan Relevansinya dengan Kewajiban Menunaikannya Bagi Setiap Muslim (Telaah Pendapat Imam Malik W. 178 H) ║31

telah terdapat dalam sistem hukum Solusi dari tarik menarik ini Wilayah
kewarisan Islam yang telah dianggap Publik menjadi tanggungjawab Negara,
mapan mulai Islam masuk ke Indonesia sedangkan Wilayah individu diberikan
sampai tahun 1960an. Kekosongan itu kepada Agama. Demikian juga karena
adalah mengenai kedudukan cucu pluralitas Agama, maka terkait
melalui anak perempuan dalam hukum pemberlakuan Hukum Islam di
kewarisan Islam (Hazairin, 1960: 29). Indonesia menjadi ancaman bagi agama
Hukum kewarisan Islam mengenai lain sehingga kembali kepada UU 45 dan
kedudukan cucu sebagai ahli waris pancasila adalah solusi sosiologis dalam
pengganti atau mawali seperti yang memberikan payung hukum terhadap
ditawarkan Hazairin, ketentuannya keragaman Agama di Indonesia.
digali dari ijtihad atau hasil pemikiran Di tinjau aspek sosiologi, Produk
yang mendalam dari para ahli hukum materi Hukum Islam di Indonesia harus
Islam, sehingga mungkin saja terdapat mampu mengakomodasi permasalahan-
perbedaan pada suatu tempat dengan permasalahan yang disengketakan dan
tempat lainnya. Sebab hasil pemikiran bagaimana penyeselaiannya pada masyarakat
itu, dipengaruhi oleh budaya hukum sederhana dan masyarakat modern.
(legal culture) yang berlaku disuatu
tempat atau Negara. Sebagai contoh
mengenai kedudukan ahli waris DAFTAR KEPUSTAKAAN
pengganti (mawali) di Indonesia berbeda Achmad, A. (2009). Menguak Teori Hukum
dengan kedudukan mawali di Negara- dan Teori Peradilan Termasuk
negara lainnya seperti Mesir, Suriah, Interpretasi Undang-undang. t.tp:
Maroko, Tunisia, dan Pakistan Kencana.
(Zainuddin, 2006: 98).
Arifin, H. Z. (2009). Judicial Review di
Mahkamah Agung: Tiga Dekade
KESIMPULAN Pengujian Peraturan Perundang-
Terdapat dua problematika yang undangan. t.tp: Rajawali Pers.
berpengaruh besar terhadap penerapan Arinanto, S. (2009). Negara Hukum dalam
Hukum Islam di Indonesia. Pertama: Perspektif Pancasila, Proceeding
Sebab masuknya hukum Barat dan sebab Kongres Pancasila: Pancasila dalam
bersinggungan dengan Hukum Adat. berbagai Perspektif. t.tp: Setjen dan
Kedua: Sebab pengaruh politik dan kultur Kepanitraan MK.
masyarakat.
Hazairin. (1960). Hendak Kemana Hukum
Dalam tinjauan Sosiologis, Hukum
Islam. Jakarta: Tintamas.
Islam sulit diterapkan secara sempurna,
sebab Hukum Islam berada pada wilayah Hazairin. (1974). Tujuh Serangkai Tentang
agama sekaligus di wilayah Negara. Hukum. Jakarta: Tintamas Indonesia.
Problem sosial tersebut menyebabkan Hazairin. (1982). Hukum Kekeluargaan
tarik menarik antara prinsip-prinsip Nasional (Cet. Ke 3). Jakarta:
agama dengan prinsip-prinsip Negara. Tintamas Indonesia.
32 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 18, Nomor 1, Januari-Juni 2019

Hooker. (1978). Adat Law in Modern Usman, S. (2001). Hukum Islam, Asas-asas
Indonesia. Oxford: Oxford University dan Pengantar Studi Hukum Islam
Press. dalam Tata Hukum di Indonesia.
Jakarta: Gaya Media Pratama.
Hossein, D. (1961). Sejarah Perkembangan
Islam di Indonesia. t.tp: Pustaka Wahid, M. dan A. (2013). Hukum Islam
antarkota. Kontemporer. t.tp: Sinar Grafika.
Jaih Mubarok, (2015). Pembaharuan Zainuddin, A. (1998). Islam Tekstual dan
Hukum Perkawinan di Indonesia. Kontekstual Suatu Kajian Aqidah,
Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Syariah dan Akhlak. Makasar: Yayasan
al-Ahkam.
J.A, D. (1990). Legeslasi Hukum Islam dan
Integrasi Nasional. Jakarta: P3M. Zainuddin, A. (2006). Hukum Islam
Pengantar Ilmu Hukum Islam di
Jimly, A.-S. (1990). Hukum Islam di
Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Indonesia; Delima legeslasi Hukum
Agama dan Negara Pancasila. Jakarta: Zainuddin, A. (2016). Sosiologi Hukum.
P3M. Jakarta: Sinar Grafika.
Tahir, A. M. (2007). Negara Hukum Suatu
Segi Tentang Prinsip-prinsip Dilihat
dari Segi Hukum Islam,
Implementasinya Pada Negara Madinah
dan Masa Kini. t.tp: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai