Jepang
21103050064@student.uin-suka.ac.id, 21103050065@student.uin-suka.ac.id
Abstrak
Peradilan agama dalam bentuk yang sekarang ini merupakan mata rantai yang
tidak terputus dari sejarah masuknya agama Islam. Peradilan Islam di Indonesia
yang selanjutnya disebut dengan peradilan agama telah ada di berbagai nusantara
jauh sejak zaman masa penjajahan Belanda. Bahkan menurut pakar sejarah
peradilan, peradilan agama sudah ada sejak Islam masuk ke Indonesia, yaitu
melalui tahkim, dan akhirnya mengalami pasang surut perkembanganya hingga
masa sekarang. Peradilan Agama yang dikenal sekarang merupakan sistem yang
tidak lepas dari sejarah masuknya agama dan hukum-hukum Islam di Indonesia
Gambaran tentang posisi hukum Islam dan peradilan agama di Indonesia haruslah
memperhatikan setidaknya pada tiga masa: masa kesultanan Islam, masa
penjajahan, dan masa Kemerdekaan. Masa penjajahan Jepang di Indonesia selama
kurang lebih tiga tahun memberi beberapa pengaruh terhadap aturan dan praktik
peradilan agama di Indonesia, yang penjelasannya akan lebih dirinci pada karya
ilmiah ini.
Abstract
Religious justice in its present form is an unbroken link in the history of the entry
of Islam. Islamic courts in Indonesia, hereinafter referred to as religious courts,
have existed in various archipelagos since the Dutch colonial era. Even according
to judicial history experts, religious justice has existed since Islam entered
Indonesia, namely through tahkim, and finally the ups and downs of its
development until now. The Religious Court as it is known today is a system that
cannot be separated from the history of the entry of religion and Islamic laws in
Indonesia. The description of the position of Islamic law and religious courts in
Indonesia must pay attention to at least three periods: the Islamic sultanate period,
the colonial period, and the Independence period. The Japanese colonial period in
Indonesia for approximately three years gave some influence to the rules and
practices of religious justice in Indonesia, which will be explained in more detail
in this scientific paper.
A. PENDAHULUAN
2
dalam menyikapi pandangan bahwa penerapan hukum Islam sudah terjadi di
Indonesia sejak kedatangan Islam ke Nusantara yang disikapi dengan baik oleh
masyarakat Indonesia waktu itu, meskipun dalam pelaksanaannya masih
berasimilasi dengan hukum adat setempat, ditandai dengan tiga metode, tahkim,
ahlul halli wal’aqdi dan tauliyah.1
2
Muhammad Daud Ali, “Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia”, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 209-210
3
penguasa dan golongan masyarakat tertentu agar posisi pengadilan agama
melemah. Perlu diketahui bahwa sebelum melancarkan politik hukumnya di
Indonesia, hukum Islam sebagai hukum yang berdiri sendiri telah mempunyai
kedudukan yang kuat baik di masyarakat maupun dalam peraturan perundang-
undangan negara.
B. TELAAH PUSTAKA
Penelitian yang ditemukan oleh penulis dengan bahasan topik yang sangat
relevan dengan makalah ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Dr.H Jaenal
Aripin, M.Ag. dengan judul “Jejak Langkah Peradilan Agama di Indonesia”
Penulis menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi kepustakaan
(library Search) dengan bahasan mendetail mengenai sejarah munculya peradilan
serambi yang sekarang namanya menjadi Pengadilan Agama. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan memelihara dan mengerti sejarah peradilan agama sejak
tonggak pertama. Penulis ingin memperlihatkan bagaimana masyarakat pada
zaman klasik membutuhkan lembaga peradilan sebagai payung mereka meskipun
dalam bentuk dan corak yang sederhana serta nama yang berbeda-beda.
Penelitian yang ditemukan oleh penulis dengan bahasan topik yang sangat
relevan dengan makalah ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Drs. H.A Basiq
4
Djalil, S.H., M.A dengan judul “Peradilan Agama di Indonesia”. Penulis
menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi kepustakaan (library
Search) dengan latar belakang Gemuruhnya Politik Hukum (Hukum Islam,
Hukum Barat, dan Hukum Adat) dalam Rentang Sejarah Bersama Pasang Surut
Lembaga Peradilan Agama Hingga Lahirnya Peradilan Syariat Islam Aceh.
Penelitian ini bertujuan menggambarkan tentang bagaimana undang-undang yang
dijadikan pedoman dari masa ke masa mulai 1957 hingga 1974 ada empat hal
yang perlu kita angkat ke permukaan, berkisar sekitar keterkaitan dengan
kelahiran peraturan pemerintah dan undang-undang. Pertama, lahirnya Peraturan
Peme rintah No. 29 Tahun 1957, Kedua, lahirnya Peraturan Pemerintah No. 45
Tahun 1957. Ketiga, lahirnya Undang-Undang No. 19 Tahun 1954 dan Undang-
Undang No. 14 Tahun 1970. Keempat, penambahan kantor dan cabang kantor
peradilan agama.
Penelitian yang ditemukan oleh penulis dengan bahasan topik yang sesuai
dengan makalah ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Daud Ali
dengan judul “Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia”. Penulis menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan studi
kepustakaan (library Search). Dalam penelitian yang ditulis dalam buku nya
membahas mengenai sketsa peradilan agama. Pengertian peradilan agama itu
sendiri menurutnya adalah proses pemberian keadilan berdasarkan hukum agama
islam kepada orang-orang islam yang dilakukan di pengadilan agama dan
peradilan tinggi agama, di samping peraddilan umum, peradilan militer, peradilan
tata usaha negara, merupakan salah satu pelaksanaan kekuasaan kehakiman dalam
republik Indonesia. Sebagai lembaga peradian, peradilan agama dalam bentuknya
sederhana berupa tahkim yaitu lembaga penyelesaian sengketa antara oaring-
orang islam yang dilakukan oleh para ahli agama, telah lama ada dalam
masyarakat Indonesia yakni sejak agama islam datang ke Indonesia. Kemudian
pada Undang-Undang Peradilan Agama yang telah disahkan dan diundangkan itu
terdiri dari VII BAB, 108 Pasal secara sistematik.
5
Studi mengenai Peradilan Islam Masa Jepang telah banyak dilakukan para
ahli. Sebagian besar karya tersebut membahas sejarah perkembangan peradilan di
Indonesia, baik berupa artikel maupun buku. Karya yang kami tulis lebih berfokus
dalam sejarah perkembangan peradilan di Indonesia masa penjajahan Jepang.
Karya tulis yang berupa artikel telah membahas tentang runtutan sejarah sejak
masuknya Islam di Nusantara hingga Negara Indonesia merdeka. 3 Sedangkan
karya yang berupa buku lebih membahas mengenai dinamika perkembangan
hukum Islam di Indonesia sejak zaman kerajaan Nusantara hingga zaman sebelum
dan sesudah kemrdekaan Republik Indonesia hingga sekarang. 4
Karya-karya yang telah disebutkan sebelumnya belum membahas
mengenai perpaduan antara sejarah peradilan agama pada masa penjajahan Jepang
dan dinamika hukum Islam yang terjadi pada masa itu. Oleh karena itu karya
ilmiah ini ditulis untuk membahas lebih dalam mengenai kedua masalah tersebut
C. PEMBAHASAN
1. Perkembangan Peradilan di Indonesia
3
Miftakhur Ridho, “Sejarah Perkembangan Peradilan Agama pada Masa Kesultanan dan
Penjajahan Sampai Kemerdekaan”, (2021).
4
Ashabul Fadhli, dkk., “Hukum Islam di Indonesia”, (2022).
5
Miftakhur Ridho. Sejarah Perkembangan Peradilan Agama pada Masa Kesultanan dan
Penjajahan Sampai Kemerdekaan. Asy-Syari`ah: Jurnal Hukum Islam Vol. 7, No. 2. 2021, hlm.
152.
6
Peradilan pada masa itu masih terbentuk dengan sangat sederhana dengan
bermacam penamaanya. Hal ini ditandai dengan tempat yang digunakan sebagai
penyelesaian sengketa yaitu di Serambi Masjid, karena itulah dinamakan
“Peradilan Serambi”. Ada beberapa faktor yang menjadi latar belakang
dijadikannya masjid sebagai lembaga peradilan. Pertama. Masjid merupakan
sarana tempat ibadah umat muslim yang secara fungsionalnya juga sebagai sarana
multifungsi. Kedua, kala itu orang yang ditunjuk sebagai subjek penyelesaian
masalah adalah kalangan penghulu atau ulama yang notabenya orang yang dekat
dengan masjid serta kredibilitas keilmuan nya sudah diakui masyarakat sehingga
pihak yang berperkara bisa menerima putusan yang diberi oleh penghulu atau
ulama tersebut, bahkan keputusannya itu sudah final dan tidak bisa dilakukan
upaya hukum lain, mengingat dahulu belum ada hukum material yang memadai
untuk dijadikan pedoman, sehingga hakim pada masa itu menerima seluruh
perkara dan sekalipun belum mengenal asas ius curia novit (Hakim tidak boleh
menolak perkara). Ketiga, Mengingat masjid merupakan sebuah identitas seorang
muslim jadi dengan digunakannya masjid, Masyarakat lebih merasa nyaman
daripada di tempat lain.
7
diadakan dan diatur oleh Menteri Kehakiman dan Menteri agama. Akhirnya
desakan dari berbagai kalangan umat islam dan ulama pun mendapatkan
momentum yang kuat sehingga munculah Peraturan Pemerintahan Nomor 45
Tahun 1957 tanggal 5 Oktober tentang Pengadaan Pengadilan Agama.
8
Keempat, secara sosiologis peradilan agama didukung dan dikembangkan oleh
masyarakat Islam.6
9
pemerintah Belanda di Indonesia, kebijakan pemerintah Jepang berdampak kecil
terhadap perkembangan hukum Indonesia.7
Pada bulan Maret 1942 sebuah peraturan Jepang untuk wilayah Jawa dan
Madura yang disebut “Osamu Seirei” dikeluarkan oleh pemerintah Jepang sebagai
penerapan Undang-undang nomor 1 tahun 1942 untuk mengakomodir haluan dan
orientasi bagi penyelenggaraan pemerintahan. Dinyatakan pada salah satu
pasalnya adalah untuk memberikan pengakuan sementara kepada seluruh lembaga
kekuasaan dan pemerintahan termasuk lembaga hukum dan peraturan
perundangan terdahulu warisan kolonial Belanda, asalkan sesuai dengan
peraturan-peraturan transisi pemerintah militer Jepang.8
7
Zaelani Zaelani, ‘Hukum Islam Di Indonesia Pada Masa Penjajahan Belanda: Kebijakan
Pemerintahan Kolonial, Teori Receptie in Complexu, Teori Receptie Dan Teori Teceptio a
Contrario Atau Teori Receptio Exit’, Komunike, 11.1 (2020), hlm. 163.
8
R. Tresna, “Peradilan Indonesia dari Abad ke-Abad”, (Jakarta; Pradnya Paramita, 1978),
hlm. 84-85
9
Ramulyo, “Beberapa Masalah tentang Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan
Hukum Perkawinan Islam”, (Jakarta; Ind-Hillco, 1992), hlm. 45
10
Achmad Gunaryo, “Pergumulan Politik Dan Hukum Islam”, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar), hlm. 96.
10
a. Tiho hooin (pengadilan negeri)
b. Keizai hooin (hakim polisi)
c. Ken hooin (pengadilan kabupaten)
d. Kaikyoo kootoo hooin (mahkamah Islam tinggi)
e. Sooryo hooin (raad agama)
Kootoo Hooin adalah pengadilan biasa untuk perkara perdata dan pidana bagi
golongan Eropa termasuk Tionghoa. Sedangkan Saiko Hooin adalah Pengadilan
Tertinggi yang mengadili perkara pidana bagi pejabat tinggi yang juga merupakan
pengadilan banding baik untuk perkara perdata maupun pidana.
11
Basiq Jalil, “Peradilan Agama di Indonesia”, (Jakarta: Prenada Media Group, 2006), hlm.
60
11
tanggal 14 bulan April 1945 Sayo dan Co Keigijimushitu yang merupakan Dewan
Pertimbangan Agung di masa Jepang memberi jawaban sebagai berikut:
Dalam perumusan jawaban, laporan dan masukan, saran dan pendapat dari
para tokoh Islam termasuk para penghulu disikapi oleh Supomo dengan
12
Ashabul Fadhli, dkk., “Hukum Islam di Indonesia”, Bojonegoro: Mazda Media (2022),
hlm. 39
12
memanipulasinya yang menyebabkan laporan tersebut tidak sejalan dengan upaya
perbaikan kewenangan peradilan agama Islam dimaksud 13. Meskipun laporan
tersebut tidak dilanjutkan karena kondisinya yang stagnan, namun pemerintah
militer Jepang tetap mengikuti langkah kebijakan pendahulunya (kolonial
Belanda) dalam menyikapi Staatsblad 1937 No. 116 tersebut. Di Masa Jepang
sebenarnya ada upaya para tokoh Islam untuk meraih kembali esensi hak
peradilan agama Islam (setelah direduksi), tetapi terkendala oleh pihak-pihak dari
kaum nasionalis seperti yang disebutkan oleh Supomo dalam pernyataannya.
13
Taufik Abdullah, “BPUPKI: Sebuah Episode di Panggung Sejarah”, Kompas, Sabtu, 1
Januari 2000.
13
4. Kebijakan Terkait Hukum Islam Masa Penjajahan Jepang
14
Bahtiar Effendy, “Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik Islam
di Indonesia”, (Jakarta; Paramadina, 1998), hlm. 93
14
Islam dalam pengaturan hukum-hukum agama Islam, khususnya pada konteks
kekuasaan dan kewenangan pengadilan agama di masa itu.15
D. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. BPUPKI: Sebuah Episode di Panggung Sejarah, dalam
Kompas, Sabtu, tanggal 1 Januari 2000.
15
Ashabul Fadhli, dkk., “Hukum Islam di Indonesia”, Bojonegoro: Mazda Media (2022),
hlm. 42
15
Ali, Muhammad Daud. Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum
Indonesia, dalam Taufik Abdullah dan Sharon Shiddique (ed.), Tradisi dan
Kebangkitan Islam di Asia Tenggara. Jakarta: LP3S, 1989.
----------------------------. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Arifin, Busthanul. Budaya Hukum itu Telah Mati. Jakarta: Kongres Umat Islam,
1998.
Asasriwarni. Sejarah Peradilan Islam. Padang: IAIN Press, 2008.
Bakar, Zainal Abidin Abu. Pengaruh Hukum Islam Dalam Sistem Hukum di
Indonesia, Jurnal dua Bulanan Mimbar Hukum, No. 9, Volume IV, 1993.
Chtijanto. Pengadilan Agama sebagai Wadah Perjuangan Mengisi Kemerdekaan
Bangsa, dalam Kenang-kenangan Seabad Pengadilan Agama. Jakarta:
Dirbinbapera Departemen Agama RI, 1985.
Effendy, Bahtiar. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktek Politik
Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina Lev, Daniel S. (1992). Peradilan
Agama di Indonesia, Terjemah oleh Zaini Idris Ramulyo, Beberapa
Masalah tentang Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Hukum
Perkawinan Islam. Jakarta: Ind-Hillco, 1998.
Fadhli, Ashabul dkk. Hukum Islam di Indonesia. Bojonegoro: Mazda Media,
2022.
Gunaryo, Achmad. Pergumulan Politik Dan Hukum Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2006.
Lukito, Ratno. Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia, Jakarta:
INIS, 1998.
Praja, Juhaya S. Pengantar dalam Eddi Rudiana Arief, Hukum Islam Di Indonesia
Perkembangan dan Pembentukan. Bandung: Remaja Rosda Karya
Julaiddin, Akses (Justice) Mendapatkan Keadilan Dalam Konstitusi
Indonesia, Jurnal UNES Law Review, Volume 2, Issue 2, Desember 2019,
1991.
Ridho, Miftakhur. Sejarah Perkembangan Peradilan Agama pada Masa
Kesultanan dan Penjajahan Sampai Kemerdekaan. Asy-Syari`ah: Jurnal
Hukum Islam Vol. 7, No. 2, 2021.
Sjadzali, Munawir. Landasan Pemikiran Politik Hukum Islam dalam Rangka
Menentukan Peradilan Agama di Indonesia dalam Hukum Islam di
Indonesia: Pemikiran dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
Suny, Ismail. Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
dalam Amrullah Ahmad et.al (ed.), Prospek Hukum Islam Kerangka
Pembangunan Hukum Nasional di Indonesia: Sebuah Kenangan 65 Tahun
Prof. Dr. H. Busthanul Arifin, SH. Jakarta: PP IKAHA, 1994.
Supomo. Sejarah Politik Hukum Adat. Jakarta: Pranya Paramita, 1982.
16
Syahid, Proyek IAIN. Laporan Penelitian tentang Teori Resepsi, Jakarta:
Lembaga Penelitian, 1981.
Tresna, R. Peradilan Indonesia dari Abad ke-Abad, Jakarta: Pradnya Paramita,
1978.
Usman, Suparman. Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam
dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001.
LAMPIRAN
17