Disusun oleh:
Yossi Yehezkiel Tua Hasibuan
B1A122081
FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS JAMBI
2023
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Fuad, M. 2005. Hukum Islam Indonesia: Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris.
Yogyakarta: LKIS.
1
interpretasi atau penafsiran dalam aspek-aspek teologi, hukum, politik, dan
seterusnya dan mengenai lembaga-lembaga.
Hukum Islam diharapkan ikut berperan memberikan warna positif dalam
setiap kali terjadinya reformasi yuridis positif di Indonesia. Akan tetapi banyak
kendala dan tantangan yang dihadapi dan yang menghadang pemberlakuan dan
penerapan hukum Islam. Maka dari itu penulis menyusun makalah berjudul
“Hukum Islam di Indonesia” untuk memaparkan lebih lanjut mengenai hukum
Islam yang ada di Indonesia.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan dalam makalah ini
yaitu sebagai berikut.
1. Untuk menjelaskan mengenai hakikat hukum islam.
2. Untuk mengetahui perkembangan hukum islam di Indonesia.
3. Untuk mengetahui impelementasi hukum islam di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2001. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ed. III. Cet. I.
3
Schacht, Josept. 1971. An Introduction to Islamic Law. London: Oxford University Press.
4
Ali, Muhammad Daud. 2015. Hukum Islam Pengantar Hukum Dan Tata Hukum: Islam Di
Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada
5
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru.
6
Amin, S. M. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.
3
bersinggungan dengan ajaran Hindu-Buddha agar dapat dengan mudah diterima
oleh orang-orang pada masa itu. Islam secara perlahan diterima dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat dan dapat menggeser ajaran Hindu-Budha. Hukum Islam
tidak hanya diterapkan dalam pelaksanaan ritual ibadah melainkan juga diterapkan
dalam muamalat, munakahat, dan uqubat.7
Eksistensi penyebaran Islam dan implementasi hukumnya sangat nampak
dengan berdirinya kerjaan-kerajaan Islam di Nusantara, yang meliputi:
1) Kerjaan Samudera Pasai (1267-1521 M)
2) Kerajaan Ternate-Tidore (1257-1683 M)
3) Kerajaan Aceh Darussalam (1496-1903 M)
4) Kesultanan Cirebon/ Priangan (1430-1677 M)
5) Kerajaan Demak (1475-1548 M)
6) Kerajaan Banjar (1520-1860 M)
7) Kerajaan Banten (1526-1813 M)
8) Kerajaan Mataram (1588-1681 M)
9) Kerajaan Makassar-Sulawesi Selatan (1591-1669 M)
7
Syifa’, & Haq, N. S. N. N. 2017 Politik Hukum Islam Era Kesultanan. Jurnal Reflektika,
Vol.13 No.1: 1–19.
4
adat. Artinya hukum Islam baru bisa diakui apabila telah menjadi bagian dari
hukum adat. Terjadinya hal ini dikarenakan Belanda merasa rakyat pribumi
pada mereka dengan kuat memegang agama Islam (Hukum Islam), sehingga
sulit dipengaruhi budaya barat.8 Karenanya orang-orang Belanda merasa
digurikan atas kebebasan dari adanya Receptio In Complexu. Pemerintah
Belanda berupaya agar rakyat pribumi lebih dekat pada budaya Eropa dan
pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda bahkan mencegah
munculnya gerakan Pan Islamisme.9
Kemudian pada masa penjajahan Jepang, hukum Islam masih dapat
berkembangan dan eksis tanpa adanya intervensi dari pemerintah Jepang. Jepang
lebih memilih untuk mempertahankan beberapa peraturan yang ada. Jepang tidak
mencampuri sama sekali baik adat istiadat maupun praktik ibadah keagamaan.
Mereka lebih fokus pada usaha untuk menghapus simbol-simbol pemerintahan
kolonial Belanda yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, tidak ada pengaruh yang
signifikan dari kebijakan pemerintahan Jepang terhadap perkembangan hukum
Islam.
8
Buzama, K. 2012. Pemberlakuan Teori-Teori Hukum Islam Di Indonesia. AL-‘ADALAH,
Vol. 10 No. 4: 467–472.
9
Suminto, H. A. 1985. Politik Islam Hindia Belanda. Lembaga Penelitian Pendidikan dan
Penerangan Ekonomi dan Sosial.
5
2) Penerimaan hukum Islam sebagi sumber otoritatif
Hukum islam baru menjadi sumber otoratif (sumber hukum yang telah
mempunyai kekuatan hukum) dalam hukum tata negara ketika di tempatkannya
piagam jakarta dalam Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959 sebagaimana dapat di
simak dalam konsideran dekrit tersebut berikut ini: bahwa kami berkeyakinan
bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945 adalah
merupakan suatu rangkaian kesatuan dalam konstitusi terebut.
10
Arifin, B. 1999. Dimensi Hukum Islam dalam Hukum Nasional. Gema Insani Press,
Jakarta.
6
negara. Di sini tampak bahwa peradilan agama merupakan salah satu unsur
pokoknya.
2) UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan.
3) Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam yang
terdiri dari tiga buku, yakni Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, dan
Hukum Pewakafan.
4) UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang semakin memperkuat
kedudukan kegiatan ekonomi syari’ah di Indonesia.
5) Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 Tentang Perbankan syari’ah.
6) UU No. 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Haji.
7) UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, dan Undang-
Undang No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
8) UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, diubah dengan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
9) UU No. 18 Tahun 2001 tentang Nanggroe Aceh Darussalam yang memberi
otonomi khusus kepada daerah Istimewa Aceh untuk menerapkan syari’at
Islam.
10) UU No. 3 Tahun 2006 sebagai hasil amandemen UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang memberikan kewenangan baru berupa penyelesaian
sengketa ekonomi syari’ah.
11) Undang-undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
12) Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dengan PP. No. 42 Tahun
2006 tentang Pelaksanaan UndangUndang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,
dan sebagainya.11
Meski dirasa hukum Islam memberikan pengaruh yang signifikan dalam
perundang-undangan dan hukum nasional, nyanya terdapat beberapa kendala dalam
mempertemukan hukum Islam yang ideal sebagai hasil pemikiran dengan realitas
11
Utama, S. M. 2018. Eksistensi Hukum Islam Dalam Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia Perjuangan umat Islam Indonesia. Wawasan Yuridika, Vo. 2 No.1: 57–66.
7
perubahan masyarakat. Kendala tersebut disebabkan kondisi internal masyarakat
juga pengaruh eksternal. Dari sisi kondisi internal masyarakat, masih sulit
mendapatkan keseragaman hukum pada tataran persepsi karena kondisi pluralitas
masyarakat dari segi budaya. Pemahaman masyarakat Indonesia terhadap agama
yang masih rendah, sebab mayoritas umat Islam dalam memeluk Islam masih
bersifat tradisi atau turun temurun sehingga ada istilah Islam abangan.12 Masih
lemah dan kurangnya sumber daya umat Islam dalam bidang hukum, hal ini karena
kesempatan umat Islam mengkaji lebih dalam hukum Islam melalui lembaga
pendidikan terkendala kondisi ekonomi yang rendah. Selain itu, kajian-kajian
hukum Islam juga masih terbatas pada pesantren-pesantren yang masih tradisional
dengan kitab klasik yang memerlukan perubahan dan pembaharuan.
Sementara pengaruh eksternal yakni pluralisme hukum yang terdiri dari
hukum adat dan hukum Islam tidak mudah untuk diseragamkan. Dibutuhkan upaya
merekonstruksi hukum Islam agar tidak terjadi perselisihan dalam
pengimplementasiannya pada masyarakat. Keragaman diantara rakyat Indonesia ini
riskan terjadi perselisihan utamanya menyangkut pada hal kepercayaan atau agama.
Oleh karenanya baik peradilan atau pihak-pihak berwenang secara adil harus dapat
membuat putusan atau penyelesaian masalah yang tepat dalam hal-hal berkaitan
dengan pemutusan perkara dengan menggunakan hukum adat, Islam maupun
hukum nasional.
12
Clifford Geertz. 2016. Tafsir Kebudayaan, Terjemahan Francisco Budi Hardiman.
Yogyakarta: Kanisius.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum Islam yaitu aturan-aturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis
guna mengatur perilaku umat muslim. Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7
M atau abad ke-1 Hijriyah. Eksistensi penyebaran Islam dan implementasi
hukumnya sangat nampak terlihat dengan berdirinya kerjaan-kerajaan Islam di
Nusantara. Perkembangan hukum islam di Indonesia pada masa penjajahan
Belanda dapat diklasifikan pada dua fase, yaitu fase pertama Belanda menoleransi
hukum Islam untuk berkembang secara penuh (Receptio In Complexu) dan fase 2
dimana Belanda mengintervensi hukum Islam dengan mengdahapkan pada hukum
adat (Receptie). Kemudian pada masa penjajahan Jepang, hukum Islam masih dapat
berkembangan dan eksis tanpa adanya intervensi dari pemerintah Jepang. Jepang
tidak mencampuri sama sekali baik adat istiadat maupun praktik ibadah keagamaan.
Di masa kemerdekaan, perkembangan hukum Islam melewati dua periode,
yakni periode 1 penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasif dan periode 2
penerimaan hukum Islam sebagi sumber otoritatif. Implementasi-institusionalisasi
Hukum Islam di Indonesia termanifestasi dari pergulatan hukum dalam upaya
perumusan perundang-undangan dan tata hukum di Indonesia. Meski hukum Islam
memberikan pengaruh yang signifikan, terdapat beberapa kendala dalam
mempertemukan hukum Islam yang ideal sebagai hasil pemikiran dengan realitas
perubahan masyarakat.
3.2 Saran
Dalam masyarakat modern terjadi perubahan mengenai pola persepsi
masyarakat terhadap kebiasaan juga hukum yang berlaku. Masyarakat kini lebih
berani dalam menentang kebijakan dan ketidak sesuaian hukum. Oleh karenanya
implementasi hukum islam juga perlu dilakukan pembaharuan yang disesuaikan
dengan perubahan masyarakat kini, sehingga penerapan hukum Islam masih dapat
eksis dan berperan dalam keteraturan kehidupan baik bermasyarakat dan bernegara.
9
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad Daud. 2015. Hukum Islam Pengantar Hukum Dan Tata Hukum:
Islam Di Indonesia. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Aris. 2015. Penegakan dan Penerapan Hukum Islam di Indonesia (Sebuah Analisis
Pertimbangan Sosiologis dan Historis). Diktum: Jurnal Syariah dan Hukum,
Vol. 13 No.1: 40-47.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru.
Suma, Muhammad Amin. 2009. Fenomena Perkembangan Islam dan Hukum Islam
di Indonesia. Jurnal Hukum Prioris, Vol. 2 No.2: 68-83.
10
Schacht, Josept. 1971. An Introduction to Islamic Law. London: Oxford University
Press.
Syifa’, & Haq, N. S. N. N. 2017 Politik Hukum Islam Era Kesultanan. Jurnal
Reflektika, Vol.13 No.1: 1–19.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2001. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ed. III. Cet. I.
11