Anda di halaman 1dari 6

NAMA : MALVI DINA DALIMUNTHE

NIM : 0203183134

JURUSAN : SIYASAH 3’C

FAKULTAS : SYARIAH DAN HUKUM

MATA KULIAH : FIQIH JINAYAH

1. Prospek pelembagaan hukum pidana islam di Indonesia


A. Prospektif hukum islam

Prospektif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti kemungkinan yang terjadi atau
harapan, demikian pula menurut Pius dalam Kamus llmiah Populer. Dalam hal ini ada
harapan bahwa di masa yang akan datang semakin banyak lagi muatan-muatan Hukum Islam
bisa masuk dan mewarnai perundang-undangan nasional. Beberapa indikasi itu adalah
sebagai berikut:

1. Undang-undang yang sudah ada dan berlaku saat ini,antara lain seperti UU Perkawinan,
UU Peradilan Agama, UU Penyelenggaraan Ibadah Haji, UU Pengelolaan Zakat,UU
tentang Wakaf , UU Penyelenggaraan Keistimewaan DI Aceh, UU Pemerintahan Aceh
dan UU Perbankan yang juga memuat prinsip ekonomi Islam, merupakan modal bagi
terbentuknya undang-undang yang lain.
2. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai lebih kurang 90 persen beragama Islam akan
memberi pertimbangan yang signifikan dalam mengakomodasi kepentingannya. Demi
terselenggaranya pelaksanaan hukum yang lebih efektif dan efisien, maka solusi yang
tepat adalah memenuhi aspirasi mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam ini.
3. Kesadaran umat Islam dalam praktek sehari-hari. Banyak aktifitas keagamaan
masyarakat yang terjadi selama ini merupakan cerminan kesadaran mereka menjalankan
syari'at atau hukum Islam. Seperti ibadah haji, umroh, pembagian zakat dan waris.
4. Politik pemerintah ataupun political will dari pemerintah dalam hal ini sangat
dibutuhkan. Tanpa adanya kemauan politik dari pemerintah, mustahil Hukum Islam
menjadi bagian dari tata hukum di Indonesia.
Lebih spesifik lagi, ke depan diperlukan keterlibatan para akademisi di
perguruan-perguruan tinggi, baik dari Fakultas Hukum di Perguruan Tinggi Umum
maupun dari Fakultas Syari'ah di IAIN, dengan mengembangkan Iem baga-lembaga
penelitiannya, diharapkan bisa memberikan bahan rujukan bagi para praktisi hukum,
dalam mengambil keputusan yang terkait hukum yang hidup di tengah masyarakat. Maka
sangat tepat bila pakar hukum Islam Prof. Dr. H. Bustanul arifin, S.H. mengatakan
prospek Hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional sangat positif karena secara
Kultural, yuridis, dan sosiologis memiliki akar kuat. Hukum Islam menurutnya
menawarkan konsep hukum yang lebih universal dan mendasarkan pada nilai-nilai
esensial manusia sebagai khalifatullah, bukan sebagai homo economicus. Namun
demikian, dalam prakteknya efektifitas pelaksanaan hukum tetap tergantung kepada tiga
komponen seperti yang disampaikan Robert B Seidman dalam Model of Law and
Development, yaitu peraturan perundang-undangan itu sendiri, aparat pelaksana penegak
hukum dan masyarakat sebagai pelaksana atau yang dikenai hukum.
A. Islam Kaffah

Di dalam ajaran agama Islam, manusia diciptakan semata-mata untuk mengabdi atau
beribadah kepada sang pencipta, Allah SWT. Sebagaimana dalam kitab suci Al- Qur'an Surat
Adza-Dzariyat, ayat 56 :

ِ ‫ و ﻣَ ﺧَ ﺎ ﻠَ ﻘَ اﻟْﺠﺖْ ﻦِ و ﱠ اﻹَ ﻧِْ إ َﺲْ ﻻِ ﱠ ﻟ ﻴـ ِ ﻌَ ﺒْ ﺪ ون‬Artinya: "Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku." Melaksanakan ajaran agama Islam haruslah
secara menyeluruh (Kaffah) atau sempurna, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat
AlBaqarah, ayat 208 :

ِ ْ‫ﻳ ﱡﻬ ﻳـ َﺎأ َ َ اﻟﱠﺬ ﺎ آﻣَﻳﻦِ ﻨَ اد ﺧْﻮا ﻠ ﻓ اﻟﺴِﻮا ﱢﻠ ﻲ ﻢْ ﻛِ َ ﺎﻓﱠﺔ و ﻻَ ﺗـ َ ﺘَ ﱠﺒ ﻌِ ﺧ ﻮﻄﻮا اﻟ ِﺸاتَ ﱠﻴ ﺎنَ ﻄ‬
‫ ﻪ ﻟ ﻜَ ﻢ ﻋْ ﺪَ و ﱞ ﻣ ﺒ ﻴﻦِ ٌ إ ﻧِ ﱠ‬. Artinya : "Hai orang-orang yang beriman masuklah kamu dalam Islam
secara menyeluruh, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya setan
itu musuh yang nyata bagimu." Dalam konteks tersebut, pribadi muslim yang kaffah adalah
mereka yang bertakwa, yakni menjalankan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi
larangan-Nya. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan agama berarti melaksanakan
seluruh ajaran agama dengan segala konsekuensi-nya. Seperti telah disebutkan di atas, bahwa
perintah dan larangan termasuk dalam kaidah Hukum Islam, yang disebut al-Ahkam Al-
Khamsah.

B. Hukum Nasional

Ada ungkapan yang mengatakan "Ubi societas ibis lus " yang artinya di mana ada
masyarakat di sana ada hukum. Karena itu bisa dikatakan, bahwa hukum di Indonesia sudah
ada sejak adanya masyarakat yang mendiami kepulauan nusantara ini. Tentu saja hal ini
berlangsung sudah cukup lama sekali. Hanya saja, saat itu hukum yang berlaku mengikuti
perjalanan sejarah secara alami, mengikuti kebutuhan masyarakat tanpa ada perencanaan
yang matang tentang hukum sebagaimana saat ini. Barulah setelah Negara Indonesia
merdeka dan berdiri sendiri, mulai terpikirkan perlunya suatu Hukum Nasional yang akan
mengatur perjalanan bangsa Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945, sebagai dasar Negara
kita telah memberikan arah yang mendasar bagaimana seharusnya hukum di Indonesia.
Kemudian muncul konsep hukum dalam pola fikir wawasan nusantara yang mengatakan,
bahwa seluruh kepulauan nusantara merupakan satu kesatuan hukum dalam arti hanya ada
satu Hukum Nasional yang mengabdi kepada kepentingan Nasional.

Namun demikian, untuk membentuk satu system Hukum Nasional diperlukan usaha yang
serius dan terus menerus. Sebab dalam kenyataannya, bahwa sebagian besar hukum yang
berlaku belum membentuk satu system karena adanya pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
yang menyebutkan : "Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku,
selama belum diadakan yang baru menurut UndangUndang Dasar ini" Akibatnya adalah,
bahwa tata hukum kita masih beragam, misalnya: 1. Ada Hukum Barat dari zaman
penjajahan yang individualistik 2. Ada Hukum Adat yang bersifat komunal dan 3. Ada
Hukum Islam yang religius.
C. Hukum Barat Sebagai Sumber Hukum Nasional

Tidak dapat dipungkiri, bahwa perjalanan hukum di Indonesia tidak lepas dari perjalanan
panjang bangsa Indonesia. Berbicara tentang sejarah bangsa berarti berbicara tentang
kemerdekaan bangsa itu sendiri dari penjajahan. Negara Indonesia lebih dari tiga abad dijajah
oleh Negara-negara Barat, seperti Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda. Bahkan Belanda
menduduki Indonesia selama 350 tahun. Sebuah kurun waktu yang sangat panjang yang
melahirkan beberapa generasi dan diikuti munculnya perundang-undangan yang mengatur
tata kehidupan kawasan jajahan. Melihat kenyataan itu, tidak pelak lagi kalau hukum
kolonial masih begitu banyak yang terdapat di dalam perundang-undangan di Negara kita.

D. Hukum Adat sebagai Sumber Hukum Nasional

Adat merupakan cerminan kepribadian suatu bangsa dan penjelmaan jiwa bangsa yang
bersangkutan dari abad ke abad. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adat berarti
kebiasaan, aturan atau perbuatan yang lazim ditutur atau dilakukan sejak dahulu kala.
Sedangkan Prof. Kusumadi Pudjosewojo mengartikan adat sebagai tingkah laku yang oleh
dan dalam suatu masyarakat (sudah, sedang, akan) diadakan. Hukum Adat pertama kali
diperkenalkan oleh C Snouck Hurgronje di

Indonesia dari bahasa Belanda "adatrecth", yang selanjutnya dipakai oleh Van
Vollenhoven dengan Istilah tehnis-juridis. Istilah Hukum Adat baru muncul dalam
perundang- undangan pada tahun 1920, yaitu dalam UndangUndang Belanda mengenai
perguruan tinggi di negeri Belanda. Dalam bukunya De Atjehers, yang menampilkan Istilah
Adatrecht pada tahun 1893, Snouck menunjukkan hukum yang mengendalikan kehidupan
masyarakat Aceh adalah adat yang mempunyai konsekuensi hukum. Karena itu, dalam teori
Receptie yang diberlakukan Belanda menegaskan Hukum Islam hanya berlaku bagi orang
Indonesia bila ia telah diterima oleh hukum adat. Hukum adat adalah non-statutair, dimana
sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil Hukum Islam. Karena itu dalam
seminar Hukum Adat dan Pembinaan Hukum Nasional di Yogyakarta pada tahun 1975
berpendapat, bahwa hukum adat merupakan hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam
bentuk perundang-undangan Republik Indonesia, yang di sana-sini mengandung unsur
agama.
E. Hukum Islam sebagai Sumber Hukum Nasional

Menurut sejarahnya, sebelum penjajahan Belanda datang ke Indonesia mereka mengira


Indonesia (Hindia Belanda) masih berupa hutan belantara, hanya dihuni satwa dan tidak ada
hukum didalamnya. Padahal kenyataannya, sudah ada hukum yang berlaku, yaitu hukum
Islam. Islam telah diterima oieh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang ke
Indonesia. Ada yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia pada abad I Hijriyah ada pula
yang mengatakan pada abad ke-7 Hijriah atau abad ke-13 Masehai. Yang jelas Islam datang
sekaligus hukum Islam telah diikuti dan dilaksanakan oleh pemeluknya di Indonesia. Fakta
sejarah menunjukkan pada pertengahan abad ke 14 Masehi telah muncul seorang ahli agama
dan hukum Islam dari Samudra Pasai, yaitu Sultan Malik Zahir. Bahkan pada zaman itu, para
ahli hukum Kerajaan Malaka datang ke Samudra Pasai untuk memecahkan
permasalahanpermasalahan hukum. Ada juga ahli Hukum Islam, Nuruddin Ar-Raniri
menulis sebuah buku yang berjudul as Sirath al-Mustaqim pada tahun 1628. juga pada abad
ke 16

Masehi sudah muncul kerajaan-kerajaan Islam, seperti Mataram, Banten dan Cirebon
yang lambat laun bisa mengislamkan penduduknya. Bahkan kenyataan lain telah diakui oleh
Belanda, setelah melihat banyak pemberontakan terhadap penjajahannya. Perang Diponegoro
yang begitu dahsyat ternyata merupakan perlawanan untuk menegakkan Hukum Islam. Hal
ini terkuak dari memori seorang Letnan Kolonel Belanda pada masa Perang Diponegoro
yang mengisahkan bahwa tujuan perlawanan orang jawa terhadap Belanda sebenarnya adalah
agar hukam Islam berlaku untuk orang Jawa (Belanda menyebut Perang Diponegoro sebagai
Perang Jawa). Tapi sebenarnya, sejak VOC, Belanda sudah mengakui Hukum Islam di
Indonesia. Adanya Regerings Reglemen, mulai tahun 1855 Belanda mempertegas
pengakuannya terhadap Hukum Islam di Indonesia. Apalagi diperkuat dengan teori Receptio
in Complexu oleh Lodewijk Willem Christian van den Berg. Meskipun pada akhirnya ada
penyimpangan, namun teori tersebut telah menyatakan bahwa Hukum Islam berlaku untuk
keseluruhan umat Islam. Meskipun pada mulanya kedatangan Belanda tidak ada kaitannya
dengan agama, namun dalam perkembangannya demi kepentingan penjajahan, tidak bisa
dihindari terjadi pergesekan dengan masalah hukum penduduk pribumi. Dengan berlakunya
hukum adat bagi bangsa Indonesia dan hukum agama bagi pemeluknya muncul beberapa
teori, seperti teori Receptio in Complexu, Receptie, Receptie Exit, Receptio A Contrario dan
Eksistensia

Anda mungkin juga menyukai