Anda di halaman 1dari 90

Mata Kuliah : Wajib

Universitas : Bengkulu
Fakultas : Hukum
Program Studi : Ilmu Hukum
Jumlah SKS : 3 SKS
Dosen Pengajar : Dr. Sirman Dahwal, S.H., M.H. dan
Kiki Amaliah, S.H., M.H.
I

INTRODUCTION

Nama : Kiki Amaliah, S.H., M.H.


Bagian : Hukum Perdata dan Ekonomi Saturn

(HPE)
TTL : Ketahun, 11 April 1990
Alamat : Jl. WR. Supratman, Villa
Pematang Indah Blok C2 No. 7
RT. 18 RW. 02 Talang Kering,
Kel. Pematang Gubernur Kota
Bengkulu.
No. Hp : 081274813580
Instagram (IG) : Kiki_amaliah90
Nama Suami : Fadhli Ilhami, S.Ip
Nama Anak : Alea Agnandhira Ilhami
Tujuan Mata Kuliah Hukum Islam
1. Mahasiswa mengerti dan memahami Hukum Islam,
dapat menyebutkan dan menjelaskan sumber, asas-asas
Hukum Islam dan al-ahkam al-khamsah, serta mampu
melukiskan dan memaparkan sejarah pertumbuhan dan
perkembangan Hukum Islam dari dahulu sampai
sekarang.
2. Mahasiswa memahami dan mampu menjelaskan
hubungan Hukum Islam dengan hukum-hukum lain di
tanah air kita dan menunjukkan dengan tepat
kedudukan Hukum Islam dalam sistem hukum di
Indonesia dan tempatnya dalam pembinaan hukum
nasional.
Hukum yang bersumber dari dan menjadi
bagian agama Islam

Sumber Hukum Islam:


1. Al-Qur’an
2. Sunnah Nabi (Hadis)
3. Ijtihad.
Apa sebabnya Hukum Islam ada di dalam
Kurikulum Fakultas Hukum ?
Karena Alasan Sejarah,
Karena Alasan Penduduk,
Karena Alasan Yuridis,
Karena Alasan Konstitusional,
Karena Alasan Ilmiah.
Alasan Sejarah
Di semua Sekolah Tinggi Fakultas Hukum yang didirikan
oleh Pemerintah Belanda dahulu, diajarkan Hukum Islam
yang disebut Mohammedaansch Recht.
Tradisi ini dilanjutkan oleh FH yang didirikan setelah
Indonesia merdeka.
Istilah Mohammedaansch Rech untuk Hukum Islam,
tidaklah tepat, sebab berbeda dengan hukum-hukum yang
lain,
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari agama
Islam yang berasal dari Allah, Tuhan YME.
Dan berbeda juga dengan agama-agama yang lain, agama
Islam bukanlah agama yang didasarkan pada pribadi
penyebarnya, tetapi pada Allah sendiri.
Di dalam Islam, Tuhanlah yang menjadi pusat segala-
galanya. Peranan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah
hanyalah menyampaikan ajaran dan pokok-pokok hukum
yang berasal dari Allah.
Lanjutan
Oleh karena itu, tidaklah benar kalau orang
menyebut agama Islam sebagai Mohammedanism
dan Hukum Islam sebagai Mohammedan Law
seperti yang terdapat di dalam kepustakaan
berbahasa Inggris, misalnya.
Tidaklah pula tepat, karenanya, menyebut
Hukum Islam sebagai Mohammedaansch Recht
seperti yang terdapat dalam Kurikulum Perguruan
Tinggi Hukum sebelum perang dunia kedua
dahulu.
Alasan Penduduk
Menurut sensus 1980, hampir 90 % penduduk Indonesia
mengaku beragama Islam.
Ini, berarti bahwa mayoritas manusia yang mendiami
kepulauan nusantara ini adalah pemeluk agama Islam.
Kalau dibandingkan dengan negara-negara lain yang juga
penduduknya beragama Islam, jumlah pemeluk agama
Islam di tanah air kita ini, adalah juga yang terbesar.
Karena penduduk Indonesia ini mayoritas beragama
Islam, maka sejak dahulu, para pegawai, para pejabat
pemerintahan dan atau para pemimpin yang akan bekerja
di Indonesia selalu dibekali dengan pengetahuan
keislaman, baik mengenai lembaganya maupun mengenai
hukumnya yang tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat muslim Indonesia.
Alasan Yuridis
Hukum Islam berlaku (a) secara normatif, dan (b) secara
formal yuridis.
Yang berlaku (a) secara normatif adalah (bagian) hukum
Islam yang mempunyai sanksi kemasyarakatan apabila
norma-normanya dilanggar. Contoh : ibadah salat, puasa,
zakat (UU No.38/1999 jo UU No. 23/2011), haji (UU
No.17/1999 jo UU No.13/2008).
Demikian pula dengan kejahatan perzinaan (Q.s.17:32),
pencurian (Q.s.5:38), pembunuhan (Q.s.17:33), penipuan
(Q.s.4:29), penggelapan (Q.s.4:58), perampasan (Q.s.5:33),
riba (Q.s.2:178-179), khamar (Q.s.5:90), dan sebagainya.
Dipatuhi tidaknya hukum Islam yang berlaku secara
normatif tergantung kesadaran umat Islam itu sendiri.
Lanjutan
Hukum Islam yang berlaku (b) secara formal yuridis adalah
(bagian) hukum Islam yang mengatur hub manusia dgn
manusia lain dan benda dlm masyarakat.
Berlakunya berdasarkan atau karena ditunjuk oleh per-uu.
Seperti : Hukum Perkawinan (UU No.1/1974 jo PP No.9/1975),
Hukum Kewarisan (Inpres No.1/1991), Hukum Wakaf (UU
No.41/2004), Hukum Zakat (UU No.38/1999 jo UU No. 23/2011),
Hukum Haji (UU No 17/1999 jo UU No.13/2008), Hukum
Perbangkan (UU Perbangkan Syari’ah No.23/2008) dan UU
Surat Berharga Syari’ah Negara (UU No.19/2008), dsb.
Utk menegakkan hukum Islam yang telah menjadi bagian
hukum positif itu, sejak tahun 1882 didirikan PA di Jawa dan
Madura.
PA ini smkn kokoh, terutama semenjak UU No.14/1970 jo UU
No. 35/ 1999 jo UU No. 4/2004 dan UUP, berlaku. Utk
menyemprnkn pelaksanaan PA, mk Pmrnth mengeluarkan UU
No.7/1989 jo UU No.3/2006 jo UU No.50/2009.
Alasan Konstitusional
 Di bawah Bab Agama, dalam Pasal 29 ayat (1) UUD Negara RI Tahun
1945, dinyatakan bahwa Negara (Republik Indonesia) berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa.
 Menurut Prof. Hazairin dalam bukunya Demokrasi Pancasila (1981 :
18), norma dasar yang tersebut dalam Pasal 29 ayat (1) itu tafsirannya
hanya mungkin, antara lain :
(1) Dalam Negara RI tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang
bertentangan dengan kaidah-kaidah Islam bagi umat Islam, atau yang
bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Nasrani bagi umat
Nasrani, atau yang bertentangan dengan kaidah-kaidah agama Hindu-
Bali bagi orang Hindu Bali atau yang bertentangan dengan kesusilaan
agama Budha bagi orang-orang Budha. Ini berarti bahwa di dalam
Negara RI tidak boleh berlaku atau diberlakukan hukum yang
bertentangan dengan norma-norma (hukum) agama dan norma
kesusilaan bangsa Indonesia.
(2) Negara RI wajib menjalankan syari’at Islam bagi orang Islam, syari’at
Nasrani bagi orang Nasrani dan syari’at Hindu Bali bagi orang Bali,
sekedar menjalankan syari’at tersebut memerlukan perantaraan
kekuasaan Negara.
Lanjutan
Negara RI wajib menjalankan dalam makna menyediakan
fasilitas agar hukum yang berasal dari agama yang dipeluk
bangsa Indonesia dapat terlaksana sepanjang pelaksanaan
hukum agama itu memerlukan bantuan alat kekuasaan
atau penyelenggara negara.
Artinya, penyelenggara negara berkewajiban menjalankan
syari’at agama yang dipeluk oleh bangsa Indonesia untuk
kepentingan pemeluk agama bersangkutan.
Syari’at yang berasal dari agama Islam, misalnya, yang
disebut syari’at Islam, tidak hanya memuat hukum-hukum
salat atau sembahyang, zakat atau puasa,
Tetapi juga mengandung hukum dunia baik perdata
maupun publik yang memerlukan kekuasaan negara
untuk menjalankannya secara sempurna. Misalnya :
hukum harta kekayaan, hukum wakaf, haji, perkawinan,
kewarisan, dan pelanggaran pidana (Islam) seperti zina,
penipuan, pembunuhan dll.
Lanjutan

(3) Syari’at yang tidak memerlukan bantuan kekuasaan


negara untuk melaksanakannya karena dapat dijalankan
sendiri oleh setiap pemeluk agama yang bersangkutan,
menjadi kewajiban pribadi pemeluk agama itu sendiri
menjalankannya menurut agamanya masing-masing.
Ini berarti bahwa hukum yang berasal dari suatu agama
yang diakui di negara kita ini yang dapat dijalankan
sendiri oleh masing-masing pemeluk agama bersangkutan,
misalnya hukum-hukum yang berkenaan dengan ibadah,
Yaitu hukum yang pada umumnya mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan, biarkan pemeluk agama itu
sendiri melaksanakannya menurut kepercayaan agamanya
masing-masing.
Lanjutan
Sebagai bidang ilmu, hukum Islam telah lama
dipelajari secara ilmiah, bukan saja oleh orang-
orang Islam sendiri, tetapi juga oleh orang-orang
non-Islam (Orientalist).
Islam dipelajari untuk berbagai tujuan:
1. Mempertahankan kesatuan wilayah,
2. Menyerang Islam dari dalam,
3. Politik, mengukuhkan jajahannya,
4. Kerjasama hub. ekonomi dan perdagangan,
5. Kajian ilmiah lainnya tentang nilai-nilai Islam.
Islam
Perkataan Islam trdpt dlm Al-Qur’an, kata benda yg brsl
dari kata kerja salima. Akarnya adl sin lam mim: s- l- m.
Dari kata ini terbentuk kata-kata salm, silm, dsbnya.
Arti yang dikandung perkataan Islam adalah kedamaian,
kesejahteraan, keselamatan, penyerahan (diri) dan
kepatuhan.
Dari kata salm tsb, timbul ungkapan assalamu’alaikum yg
tlh membudaya dlm masyarakat Indonesia. Artinya
semoga Anda selamat, damai, sejahrtera.
Orang yg scr bebas tlh memilih untuk patuh dlm makna
menyesuaikan kehendaknya dgn kehendak Allah dsbt
muslim.
Seorang muslim adl orang yg menerima petunjuk Tuhan
dan menyerahkan diri utk mengikuti kemauan Ilahi.
Artinya seorang muslim adl orang yg melalui penggunaan
akal dan kebebasannya, menerima dan mematuhi
kehendak atau petunjuk Tuhan.
Kerangka Dasar Agama Islam
Terdiri dari :
(1) Akidah,
(2) Syari’ah,
(3) Akhlak.
Pada komponen syari’ah dan akhlak ruang
lingkupnya jelas mengenai ibadah, muamalah dan
sikap terhadap Khalik (Allah) serta makhluk.
Pada komponen akidah, ruang lingkup itu akan
tampak pula jika dihubungkan dengan iman
kepada Allah dan para Nabi serta Rasul-Nya.
Yang dimaksud dengan Akidah
Secara etimologis (menurut ilmu bahasa yang
menyelidiki asal-usul kata serta perubahan-
perubahan dalam bentuk dan makna) adalah
ikatan, sangkutan.
Dalam pengertian teknis, makna akidah adalah
iman, keyakinan yang menjadi pegangan hidup
setiap pemeluk agama Islam.
Akidah, karena itu, selalu ditautkan dengan
rukun iman atau arkanul iman yang merupakan
asas seluruh ajaran Islam.
Yang dimaksud dengan Syari’ah
Dalam pengertian etimologis adalah jalan yang harus
ditempuh (oleh setiap umat Islam).
Dalam arti teknis, syari’ah adalah seperangkat norma Ilahi
yang mengatur hubungan manusia dengan Allah,
hubungan manusia dengan manusia lain dalam kehidupan
sosial, hubungan manusia dengan benda dan alam
lingkungan hidupnya.
Norma Ilahi yang mengatur tata hubungan itu berupa (a)
kaidah ibadah dalam arti khusus atau yang disebut juga
kaidah murni mengatur cara dan upacara hubungan
langsung manusia dengan Tuhan, dan (b) kaidah
muamalah (t) yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia lain dan benda dalam masyarakat.
Yang dimaksud dengan Akhlak
Akhlak berasal dari khuluk yang berarti perangai, sikap,
tingkah laku, watak, budi pekerti.
Perkataan itu mempunyai hubungan dengan sikap,
perangai, tingkah laku atau budi pekerti manusia
terhadap Khalik (pencipta alam semesta) dan makhluk
(yang diciptakan).
Karena itu, sama halnya dengan syari’ah, dalam garis-garis
besarnya ajaran akhlak juga dapat dapat dibagi dua yakni
yang berkenaan dengan sikap dan perbuatan manusia
terhadap (a) Khalik, Tuhan Maha Pencipta, dan (b)
terhadap sesama makhluk (segala yang diciptakan oleh
Khalik itu).
Sistem Hukum Islam
Untuk memudahkan memahami Hukum Islam, maka
perlu kita mengetahui beberapa istilah kunci yang
terdapat dalam Hukum Islam,
Hal itu bertujuan agar tidak menimbulkan kebingungan
dalam memahami maknanya.
Istilah-istilah itu adalah :
(1) hukum,
(2) hukm dan ahkam,
(3) syari’ah atau syari’at,
(4) fikih atau fiqh,
dan beberapa kata lain yang berkaitan dengan istilah-
istilah tersebut.
Hukum
Secara sederhana, hukum adalah peraturan atau
seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia
dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu
berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat maupun peraturan atau norma yang dibuat
dengan cara-cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa.

Bentuknya, berupa hukum yang tidak tertulis, seperti


Hukum Adat, dan berupa hukum tertulis dalam peraturan
perundang-undangan seperti Hukum Barat. Di samping
itu, ada konsep Hukum Islam.
Hukm dan Ahkam
Perkataan hukum yang kita pergunakan sekarang dalam
bahasa Indonesia berasal dari kata hukm (tanpa u antara
huruf k dan m) dalam bahasa Arab.
Artinya, norma atau kaidah, yakni ukuran, tolok ukur,
patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai
tingkah laku atau perbuatan manusia dan benda.
Hubungan antara perkataan hukum dalam bahasa
Indonesia tersebut di atas dengan hukm dalam pengertian
norma dalam bahasa Arab itu, memang erat sekali, sebab,
setiap peraturan, apa pun macam dan sumbernya
mengandung norma atau kaidah sebagai intinya.
Dalam Hukum Islam kaidah itu disebut hukm.
Ahkam
Dalam istilah bahasa Indonesia ahkam (Arab), diartikan
sebagai hukum.
Dalam sistem hukum Islam ada lima hukm atau kaidah
yang dipergunakan sebagai patokan mengukur perbuatan
manusia baik bidang ibadah maupun bidang muamalah.
Kelima jenis kaidah tersebut, disebut al-ahkam al-
khamsah atau penggolongan hukum yang lima, yaitu : (1)
ja’iz atau mubah atau ibahah, (2) sunnat, (3) makruh, (4)
wajib, dan (5) haram.
Kelima jenis kaidah hukum itu, dalam kepustakaan
hukum Islam disebut juga Hukum Taklifi.
Lanjutan
Selain Hukum Taklifi, ada pula Hukum Wadh’i, yakni
hukum yang mengandung sebab, syarat, dan halangan
(mani’) terjadinya hukum dan hubungan hukum.
Ketiga kandungan hukum wadh’i itu adalah (1) sebab, yaitu
sesuatu yang tampak yang dijadikan tanda adanya hukum.
Misalnya, kematian menjadi sebab adanya hukum
kewarisan, akad nikah menjadi sebab halalnya hubungan
suami isteri.(2) Syarat sesuatu yang kepadanya tergantung
suatu hukum. Misalnya, syarat wajib mengeluarkan zakat
harta adalah kalau telah mencapai nisab (jumlah tertentu)
dan haul (waktu tertentu), berwudu dan menghadap
kiblat, syarat sempurnanya salat seseorang muslim. Dan,
(3) Halangan (mani’) adalah sesuatu yang dapat
menghalangi hubungan hukum. Misalnya, pembunuhan
menghalangi hubungan kewarisan, keadaan gila
merupakan halangan bagi seseorang melakukan tindakan
atau hub hkm, dll sebagainya.
Syari’at
Yang dimaksud dengan syari’at atau ditulis
syari’ah, secara harfiah adalah jalan ke sumber
(mata) air yakni jalan lurus yang harus diikuti
oleh setiap muslim.
Syari’at merupakan jalan hidup muslim.
Syari’at memuat ketetapan-ketetapan Allah dan
ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan
maupun berupa suruhan, meliputi seluruh aspek
hidup dan kehidupan manusia. Hudan/petunjuk.
Lanjutan
Dilihat dari segi ilmu hukum, syari’at merupakan norma
hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti
oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan
akhlak, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun
dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat.
Norma dasar ini dijelaskan dan atau dirinci lebih lanjut
oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya.
Karena itu, syari’at terdapat dalam Al-Qur’an dan Kitan-
kitab Hadis.
Ilmu yang mempelajari atau memahami syari’at dengan
memusatkan perhatiannya pada perbuatan (hukum)
manusia mukallaf disebut Ilmu Fikih. Orang yang paham
tentang ilmu fikih disebut fakih atau fukaha (jamak).
Fikih
Di dalam bahasa Arab, perkataan fiqh yang ditulis fikih
atau fiqih atau kadang-kadang fekih setelah
diindonesiakan, artinya paham atau pengertian.
Ilmunya disebut ilmu fikih, ilmu yang berusaha
memahami hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan dalam
perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya
yang berkewajiban melaksanakan hukum Islam.
Hasil pemahaman tentang hukum Islam itu disusun
secara sistematis dalam kitab fikih dan disebut hukum
fikih. Contoh : Fiqh Islam karya H. Sulaiman Rasjid (1954),
Al-Umm (kitab induk) karya Moh. Idris as-Syafi’i, alih
bahasa oleh Tengku Ismail Ya’cub. Dll.
Lanjutan
Ada dua istilah kunci yang dipergunakan untuk
menunjukkan hukum Islam, yakni (1) Syari’at Islam, dan
(2) Fikih Islam.
Dalam kepustakaan hukum Islam berbahasa Inggris,
syari’at Islam disebut Islamic Law, sedangkan fikih Islam
disebut Islamic Jurisprudence.
Dalam bahasa Indonesia, syari’at Islam, sering
dipergunakan kata-kata hukum syari’at atau hukum syara’.
Untuk fikih Islam dipergunakan istilah hukum fikih atau
kadang-kadang hukum (fikih) Islam.
Perkataan syari’at dan fikih terdapat dalam Al-Qur’an
surat Al-Jatsiah (45) : 18, dan fikih dalam surat At-Taubah
(9) : 122.
Hukum Islam
Hukum Islam, baik dalam pengertian syari’at maupun
dalam pengertian fikih, dapat dibagi 2 (dua), yakni (1)
bidang ibadah, dan (2) bidang muamalah.
Mengenai (1) ibadah yakni cara dan tata cara manusia
berhubungan langsung dengan Tuhan, tidak boleh
ditambah-tambah atau dikurangi. Tata hubungan itu
tetap, tidak mungkin dan tidak boleh diubah-ubah.
Ketentuannya telah pasti diatur oleh Allah sendiri dan
dijelaskan secara rinci oleh Rasul-Nya.
Sprt, kwjbn mendirikan (melakukan) salat, mengeluarkan
zakat (UU No.38/1999 jo UU No. 23/2011), berpuasa
Ramadhan (Q.s.2: 183-188) dan menunaikan ibadah haji
(Q.s.2: 196-203), UU No.17/1999 jo UU No.13/2008, wasiat
(Q.s. 2: 180-182), Inpres No.1/1991), beberapa hukum
mengenai Jihad dan infaq fii sabilillah ( Q.s. 2 : 189-195).
Lanjutan
 Mengenai (2) muamalah dalam pengertian yang luas, yakni ketetapan
yang diberikan oleh Tuhan yang langsung berhubungan dengan
kehidupan sosial manusia, terbatas pada yang pokok-pokok saja.
Penjelasan Nabi, kalaupun ada, tidak pula terinci seperti halnya dalam
bidang ibadah. Karena itu, terbuka sifatnya untuk dikembangkan
melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan
usaha itu.
 Karena sifatnya yang demikian, dalam soal muamalah berlaku asas
umum yakni pada dasarnya semua perbuatan boleh dilakukan, kecuali
kalau mengenai perbuatan itu ada larangan di dalam Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi Muhammad Saw.
 Contoh : Larangan membunuh (Q.s. An-Nisaa’ (4) : 92-93), Q.s. Al-
Baqarah (2) : 178-179, qishosh), mencuri (Q.s. Al-Maidah (5) : 38-39),
berzina (Q.s. (Al-Isra’ (17): 32), Q.s. An-Nuur (24) : 2-3), menuduh
orang lain melakukan perzinahan (Q.s. An-Nuur (24) : 4-5), meminum
minuman yang memabukkan (Q.s. Al-Baqarah (2) : 219) khamar (Q.s.
Al-Maidah (5) : 90), memakan riba (Q.s. Al-Baqarah (2) : 275, 276 dan
278, 279, Q.s. Ali Imran (3): 130), penipuan (Q.s. An-Nisaa’ (4): 29),
penggelapan (Q.s. An-Nisaa’ (4): 58), perampasan (Q.s. Al-Maidah (5):
33).
Ruang Lingkup Hukum Islam
Jika dibandingkan hukum Islam bidang muamalah ini
dengan hukum Barat yang membedakan antara hukum
privat (hukum perdata) dengan hukum publik,
Maka sama halnya dengan hukum adat di tanah air kita,
hukum Islam tidak membedakan (dengan tajam) antara
hukum perdata dengan hukum publik.
Ini disebabkan karena menurut sistem hukum Islam pada
hukum perdata terdapat segi-segi publik dan pada hukum
publik ada segi-segi perdatanya.
Itulah sebabnya maka dalam hukum Islam tidak
dibedakan kedua bidang hukum itu.
Lanjutan
Bagian-bagian Hukum (perdata) Islam itu
adalah : (1) munakahat, (2) wirasah, (3) muamalat
(h) dalam arti khusus, (4) jinayat atau ukubat, (5)
al-ahkam as-sulthaniyah (khilafah), (6) siyar, dan
(7) mukhasamat.
Kalau bagian-bagian hukum Islam itu disusun
menurut sistematik hukum Barat yang
membedakan antara hukum perdata dengan
hukum publik, maka susunan hukum muamalah
dalam arti luas itu adalah sebagai berikut :
Hukum Perdata (Islam) Muamalah dalam arti
luas
Hukum Perdata (Islam) adalah :
(1) munakahat mengatur segala sesuatu yang berhubungan
dgn perkawinan, perceraian, serta akibat-akibatnya (UU
No.1/1974, PP No.9/1975);
(2) wirasah mengatur segala masalah yang berhubungan
dgn pewaris, ahli waris, harta peninggalan serta
pembagian warisan (Inpres No.1/1991 tentang KHI).
Hukum kewarisan Islam ini dsbt juga hkm fara’id.
(3) muamalat dalam arti khusus, mengatur masalah
kebendaan dan hak-hak atas benda, tata hubungan
manusia dalam soal jual beli, sewa-menyewa, pinjam
meminjam, hutang piutang, gadai, pinjam pakai,
perserikatan, perbangkan (syari’ah), peransuransian dan
sebagainya.
Lanjutan
Hukum Publik (Islam) adalah :
(4) jinayat atau ukubat, yang memuat aturan-aturan
mengenai perbuatan-perbuatan yang diancam dgn
hukuman baik dalam jarimah hudud maupun dalam
jarimah ta’zir.
Jarimah hudud adalah perbuatan pidana yang telah
ditentukan bentuk dan batas hukumannya dalam Al-
Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad (hudud jamak dari
hadd = batas).
Jarimah ta’zir adalah perbuatan pidana yang bentuk dan
ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa sebagai
pelajaran bagi pelakunya (ta’zir = ajaran atau pengajaran).
Lanjutan
(5) al-ahkam as-sulthaniyah membicarakan soal-soal yang
berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan, baik
pemerintah pusat maupun daerah, tentara, pajak dan
sebagainya;
(6) Siyar mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan
dengan pemeluk agama dan negara lain;
(7) mukhasamat mengatur soal peradilan, kehakiman dan
hukum acara.
Al-ahkam as-sulthaniyah, lazim juga disebut lapangan fiqh
syiasah. Atau lapangan HTN dan HAN.
Siyar, lapangan Hukum Internasional.
Mukhasamat, lapangan Hukum Acara baik pidana
maupun perdata, dan agama, serta tata usaha negara.
Ciri-ciri Hukum Islam
1. Merupakan bagian dan bersumber dari agama Islam;
2. Mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dipisahkan dari
iman atau akidah dan kesusilaan atau akhlak Islam;
3. Mempunyai dua istilah kunci, yakni (a) syari’at dan (b) fikih;
4. Terdiri dari dua bidang utama, yakni (a) ibadah, dan (b) muamalah
dalam arti luas;
5. Strukturnya berlapis, terdiri dari (a) nas atau teks Al-Qur’an, (b)
sunnah Nabi Muhammad (untuk syari’at), (c) hasil ijtihad manusia
yang memenuhi syarat tentang wahyu dan sunnah, (d)
pelaksanaannya dalam praktik baik (i) berupa keputusan hakim,
maupun (ii) berupa amalan-amalan umat Islam dlm masyarakat utk
fikih);
6. Mendahulukan kewajiban dari hak, amal dari pahala;
7. Dapat dibagi menjadi (a) hukum taklifi atau hukum yg lima, (b) hkm
wadh’i, yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau
terwujudnya hubungan hukum.
Lanjutan
Dalam bukunya Falsafah Hukum Islam, T.M. Hasbi Ash
Shieddieqy (1975 : 156-212), menyebut ciri-ciri khas hukum
Islam.
Yang relevan adalah :
8. Berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam di
mana pun mereka berada, tidak terbatas pada umat
Islam di suatu tempat atau negara pada suatu masa
saja;
9. Menghormati martabat manusia sebagai kesatuan jiwa
dan raga, rohani dan jasmani serta memelihara kemuliaan
manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan;
10. Pelaksanaannya dalam praktik digerakkan oleh iman
(akidah) dan akhlak umat Islam.
Tujuan Hukum Islam
Secara umum, tujuan hukum Islam adalah kebahagiaan
hidup manusia di dunia ini dan akhirat kelak.
Abu Ishaq al Shatibi (m.d. 790/1388) merumuskan lima
tujuan hukum Islam, yakni memelihara :
(1) agama,
(2) jiwa,
(3) akal,
(4) keturunan, dan
(5) harta.
Kelima tujuan hukum Islam itu di dalam kepustakaan
disebut al-maqasid al-khamsah atau al-maqasid al-
shari’ah.
Salah Paham Terhadap Islam dan Hukum Islam
Islam sebagai agama dan sebagai hukum, sering
disalahpahami bukan hanya oleh orang-orang
non-muslim, tetapi juga oleh orang-orang Islam
itu sendiri.
Kesalahpahaman itu terjadi karena :
(1) Salah memahami ruang lingkup ajaran Islam,
(2) Salah menggambarkan kerangka dasar ajaran
Islam, dan
(3) Salah mempergunakan metode mempelajari
Islam.
Mengkaji dan Memahami Ajaran Islam dan Hukum Islam
(1) Harus dipelajari dalam kerangka dasar ajaran Islam, yang
menempatkan hkm Islam sbg slh satu bagian agama Islam,
(2) Hrs dihubkn dgn iman (akidah) dan kesusilaan (akhlak,
etika atau moral), krn dlm sistem hkm Islam, iman, hukum
dan kesusilaan tidak dapat diceraipisahkan. Karena itu,
(3) Tdk dpt dikaji dan dipahami dgn memprgnkn ilmu hkm Brt
(Kontinental maupun Anglosakson) yg sifatnya sekuler,
(4)Hrs dikaitkan dgn bbrp istilah kunci, di antaranya syari’ah
dan fikih yg dpt dibedakan ttp tdk mungkin diceraipisahkan,
(5) Mengatur seluruh tata hubungan manusia, baik dengan
Tuhan, dengan diri sendiri, dengan manusia lain dan benda
dalam masyarakat serta alam sekitarnya,
(6) Dikaji dan dipelajari dgn mempergunakan metodologi hkm
Islam sendiri yg disebut usul fikih.
Sumber Hukum Islam
1. Al-Qur’an,
2. As-Sunnah (Hadis Nabi),
3. Ar-Ra’yu (akal pikiran) yang memenuhi syarat untuk
berijtihad karena pengetahuan dan pengalamannya,
dengan mempergunakan berbagai jalan (metode) atau
cara, di antaranya adalah :
(a) ijmak,
(b) qiyas,
(c) istidal,
(d) al-masalih al-mursalah,
(e) istihsan, dan
(f) ‘urf.
Al-Qur’an
30 juz (bagian), berbahasa Arab,
114 surah (surat: bab),
Lebih dari 6.000 ayat, atau 6666 ayat (perhitungan
Muhammadiyah, 6236 ayat perhitungan Masjid Agung al-
Azhar sesuai dengan jumlah ayat di dalam Al-Qur’an yang
dicetak di Mesir (Gazalba, 1976:54),
74.499 kata, atau
325.345 huruf (atau lebih tepat dikatakan 325.345 suku
kata, kalau dilihat dari segi bahasa Indonesia,
Turun di dua tempat, Mekah dan Medinah,
Berisi ayat makkiyah (pendek) dan madaniyah (panjang),
Menyeru orang beriman (Medinah) dan menyeru sekalian
manusia (Mekah),
Mengandung ayat muhkamat dan mutasyabihat,
Bersifat qath’i dan zhanni.
Garis-garis Besar Isi Al-Qur’an
(1) akidah,
(2) syari’ah (ibadah maupun muamalah),
(3) akhlak,
(4) kisah-kisah umat manusia di masa lalu,
(5) berita-berita tentang zaman yang akan datang
(kehidupan akhirat), dan
(6)benih atau perinsip-perinsip ilmu
pengetahuan, dasar-dasar hukum atau hukum-
hukum dasar yang berlaku bagi alam semesta,
termasuk manusia di dalamnya.
Hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an
(1) hukum-hukum i’tiqadiyah yaitu hukum-hukum yang
berkaitan dengan kewajiban para subyek hukum untuk
mempercayai Allah, Malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
Nya, hari pembalasan (akhirat/kiamat), kada dan kadar,
(2) hukum-hukum akhlak yaitu hukum-hukum Allah yang
berhubungan dengan kewajiban seorang subyek hukum
untuk “menghiasi” dirinya dengan sifat-sifat keutamaan
dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang tercela,
(3) hukum-hukum amaliyah yakni hukum-hukum yang
bersangkutan dengan perkataan, perbuatan, perjanjian
dan hubungan kerja sama antar sesama manusia. Dibagi
ke dalam (a) hukum ibadah, dan (b) hukum-hukum
muamalah.
Lanjutan
Menurut surat al-Imran (3) ayat (7), ayat-ayat Al-Qur’an
ada yang (a) muhkam(at) dan ada pula yang (b)
mutasyabih(at).
Ayat muhkam(at) adalah ayat yang memuat ketentuan-
ketentuan pokok yang jelas artinya, dapat dipahami
dengan mudah oleh semua orang yang mempelajarainya.
Ayat mutasyabih(at) adalah ayat perumpamaan, yang
mengandung kiasan. Ia hanya dapat dipahami oleh orang-
orang yang mempunyai pengetahuan yang luas dan
mendalam tentang Al-Qur’an.
Nas atau teks Al-Qur’an bersifat, menunjukkan pengertian
yang qath’i (jelas artinya), dan zhanni (belum jelas artinya,
masih samar-samar, perlu penafsiran).
Al-Qur’an
adalah sumber nilai dan norma agama dan ajaran Islam.
Ia menjadi pedoman hidup setiap muslim, yang harus
dikaji, dipahami makna yang dikandungnya.
Timbullah gerakan untuk mempelajari Al-Qur’an secara
baik dan benar.
Muncul ilmu tersendiri yang khusus mempelajari Al-
Qur’an yang disebut ‘Ulum al-Qur’an (baca : ‘Ulumul
Qur’an, artinya ilmu-ilmu Al-Qur’an),
Yakni ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan Al-
Qur’an, seperti ilmu yang berkenaan dengan ilmu sebab-
sebab turunnya ayat-ayat, ilmu tentang cara membaca Al-
Qur’an dengan baik dan benar, ilmu tentang penafsiran
Al-Qur’an, dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan Al-
Qur’an.
Al-Qur’an
Memuat firman Tuhan sendiri dalam kata-kata yang padat
dan mengandung makna yang tidak mudah dipahami.
Karena itu, ia memerlukan penjelasan dan penafsiran.
Penjelasan yang terbaik, otentik dan sempurna adalah
penjelasan yang diberikan oleh Nabi Muhammad dengan
sunnahnya.
Penjelasan mengenai makna yang dikandung oleh Al-
Qur’an dilakukan melalui tafsiran orang-orang yang
memenuhi syarat.
Selain dengan bahasa Arab sendiri, ditafsirkan dengan
bahasa-bahasa lain, seperti bahasa Indonesia, Inggris,
Jepang, china, dll.
Tafsir Al-Qur’an berkembang dari masa ke masa.
Contoh Tafsir Alqur’an
Tafsir Jalalainy (baca Jalalen), ditulis oleh dua Jalaluddin
yaitu Jalaluddin al Mahally dan Jalaluddin as-Suyuthy.
Tafsir al-Manar oleh Muhammad Rasyid Rida, murid
Muhammad Abduh,
Tafsir al-Jawahir oleh Thanthawi Jauhari,
Tafsir al-Maragi oleh Ahmad Mustafa al-Maraghi, dan
yang baru Tafsir Fi Zilalil Qur’an (Di bawah Naungan al-
Qur’an) oleh Said Qutub,
Tafsir The Holy Qur’an karya A. Yusuf Ali,
Tafsir Al-Qur’an bahasa Melayu oleh Abdul Ra’uf as-
Singkili (ulama Aceh), dalam bahasa Sunda oleh KH
Iskandar Idris (Tafsir Hibana),
Qur’an Kejawen oleh Kemajuan Islam Yogyakarta.
Tafsir Al-Qur’an (lanjutan)
Pada awal tahun 1980-an terbit pula terjemahan Al-Qur’an
dalam bahasa Jawa oleh Bakri Syahid,
Tafsir Qur’an bahasa Indonesia oleh Mahmud Yunus
(1935), kemudian disusul oleh A.Halim Hasan dan kawan-
kawan (1936),
Tafsir al-Furqan oleh A. Hasan (1956),
Tafsir al-Azhar oleh Hamka (1966),
Al-Qur’an dan Terjemahnya oleh Tim Ahli Departemen
Agama (1971), Al-Qur’an dan Tafsirnya (1984),
Tafsir an-Nur oleh Tengku Hasbi Ash-Shiddieqy (1972),
Terjemahan secara puitis oleh H.B. Jassin dengan nama al-
Qur’anu’l Karim Bacaan Mulya (1978).
Tafsir al-Misbah oleh Quraisy Shihab (sekarang). Dll.
As-Sunnah atau al-Hadits
 Adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an, berupa
perkataan (sunnah qauliyah), perbuatan (sunnah fi’liyah) dan sikap
diam (sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah) Rasulullah yang
tercatat (sekarang) dalam kitab-kitab hadis.
 Ucapan, perkataan dan sikap diam Nabi dikumpulkan tepat pada awal
penyebaran Islam.
 Hasilnya, di kalangan (a) Sunni terdapat enam kumpulan hadis
utama, disebut al-kutub as-sittah, baca kutubus sittah (enam kitab
hadis), yaitu : (1) Bukhari, m.d. 870 M, (2) Muslim, m.d. 875 M, (3)
Ibnu (Ibn) Majah, m.d. 886 M, (4) Abu Daud, m.d. 888 M, (5) at-
Tarmizi, m.d. 892 M, dan (6) an-Nisa’i, m.d. 915 M.
 Di kalangan (b) Syi’ah juga terdapat proses serupa tetapi ditambahkan
pula ucapan para Imam Syi’ah, yang menjelaskan arti petunjuk Nabi
itu dan menjadi bagian kumpulan hadis. Salah satu kumpulan hadis
yang menonjol di kalangan Syi’ah adalah Usul il-Kafi (Usulil Kufi)
karya Kulaini.
Penggolongan Hadis
1. Menurut jumlah orang yang meriwayatkan atau memberitakannya,
2. Menurut kualitas pribadi (kepribadian) perawinya.
 Menurut jumlah orang yang meriwayatkan, dibagi tiga, yaitu (a)
sunnah atau hadis mutawatir, (b) sunnah atau hadis masyhur, dan (c)
sunnah atau hadis ahad.
 Hadis Mutawatir, yaitu segala sesuatu yang datang dari Rasulullah
yang diriwayatkan oleh sekian banyak sahabat, sehingga, karena
banyaknya, mustahil mereka akan bersepakat untuk berdusta
bersama-sama.
 Hadis Masyhur, yaitu segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah
diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau lebih sahabat, namun
jumlahnya tidak sebanyak yang meriwayatkan hadis mutawatir.
 Hadis Ahad, yaitu segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah yang
diriwayatkan oleh seorang, dua orang atau lebih sahabat, tetapi
jumlahnya tidak sama dengan yang meriwayatkan hadis mutawatir.
Lanjutan
 Menurut kualitas atau integritas pribadi orang-orang yang
meriwayatkan hadis secara lisan, dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu
(1) hadis sahih, (2) hadis hasan, dan (3) hadis da’if (lemah).
 Hadis sahih, adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil
yaitu orang yang senantiasa berkata benar dan menjauhi perbuatan
terlarang, mempunyai ketelitian yang sempurna, sanad (mata rantai
yang menghubungkannya) bersambung sampai kepada Nabi
Muhammad, tidak mempunyai cacat dan tidak pula berbeda dan
bahkan bertentangan dengan periwatan orang-orang yang terpercaya,
 Hadis hasan ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil
(dapat dipercaya), tetapi kurang ketelitiannya, sanadnya bersambung
sampai pada nabi Muhammad, tidak mempunyai cacat dan tidak pula
berbeda atau bertentangan dengan periwayatan yang disampaikan
oleh orang yang terpercaya,
 Hadis da’if (lemah) adalah hadis yang tidak memenuhi syarat yang
dipunyai oleh hadis sahih dan hadis hasan.
Lanjutan
 Sunah atau hadis, yang sekarang trdpt dlm kitab hadis terdiri dua
bagian, yaitu (1) bagian isnad atau sanad, (2) bagian matan (matn).
 Isnad atau sanad adalah sandaran untuk menentukan kualitas suatu
hadis, merupakan rangkaian orang-orang yang menyampaikan
(meriwayatkan) sunnah secara lisan turun temurun dari generasi ke
generasi (sampai sunnah dibukukan),
 Matan atau matn adalah materi atau isi sunnah.
 Sebagaimana halnya dengan ayat Al-Qur’an, Sunnah Nabi yang
terdapat dalam kitab-kitab hadis, mungkin bersifat (1) qath’i, yaitu
baik sanad maupun matannya sudah jelas dan terinci sehingga tidak
memungkinkan perbedaan dalam memahaminya.
 Mungkin pula bersifat (2) zhanni atau kalau masih umum, belum jelas
dan terinci. Oleh karena itu, ia memerlukan penjelasan.
 Penjelasan tentang Sunnah Nabi dinamakan syarah. Contoh : Syarah
Bukhari dan Syarah Muslim.
Akal Pikiran (al-Ra’yu atau Ijtihad)
 Sumber hukum Islam ketiga adalah akal pikiran manusia yang
memenuhi syarat untuk berusaha, berikhtiar dengan seluruh
kemampuan yang ada padanya memahami kaidah-kaidah hukum
yang fundamental yang terdapat dalam Al-Qur’an, kaidah-kaidah
hukum yang bersifat umum yang terdapat dalam Sunnah Nabi dan
merumuskannya menjadi garis-garis hukum yang dapat diterapkan
pada suatu kasus tertentu.
 Atau berusaha merumuskan garis-garis atau kaidah-kaidah hkm yang
“pengaturannya” tdk terdapat di dlm kedua sumber utama hkm Islam.
 Akal adalah kunci untuk memahami agama, ajaran dan hukum Islam.
 Kita tidak akan dapat memahami Islam tanpa mempergunakan akal.
Oleh karena itu, Nabi menyatakan dengan jelas bahwa agama adalah
akal, tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal.
 Akal adl ciptaan Allah utk mengembangkan dan menyempurnakan
sesuatu.
Lanjutan
Di dalam bahasa Arab, perkataan al-’aql yang kemudian
menjadi akal dalam bahasa Indonesia, mempunyai
beberapa makna.
Selain berarti pikiran dan intelek, kata itu juga bermakna
sesuatu yang mengikatkan manusia dengan Tuhan, sebab
arti lain perkataan a-’aql dalam bahasa Arab adalah ikatan.
Di dalam Al-Qur’an, dijumpai perkataan ya’qilun, artinya
mereka yang berakal, ta’qilun, artinya kamu (yang) berakal
dan ayat-ayat yang menyuruh orang mempergunakan
akalnya.
Mereka yang ingkar yakni orang-orang yang tidak bisa
berpikir disebut oleh Al-Qur’an la ya’qilun, artinya mereka
yang tidak dapat mempergunakan akalnya dengan baik.
Menurut Al-Qur’an, runtuhnya iman tidak sama dengan
timbulnya kehendak yang buruk, tetapi karena tidak
adanya atau tdk dipergunakannya akal scr baik dan benar.
Bagaimana Posisi dan Peranan Akal dalam Ajaran Islam
Bhw akal tdk blh bergerak dan berjalan tnp bimbingan,
tnp petunjuk.
Petunjuk itu datang dari Allah berupa wahyu yang
membetulkan akal dalam geraknya kalau ia menjurus ke
jln yg nyata-nyata slh krn pengaruh lingkungan, misalnya.
Sesungguhnya manusia yg mempunyai akl mmbutuhkan
ptnjk Tuhan.
Sebabnya adalah karena selain manusia itu lemah, pelupa
dan acuh tak acuh, pd dirinya sendiri ada hambatan-
hambatan yang menyebabkan ia tdk mampu
mempergunakan akalnya scr baik dan benar.
Sifat-sifat itu, menyebabkan manusia terlena dalam
impian, lupa diri dan lalai tidak melakukan apa yang harus
dia kerjakan di dunia ini. Karena itulah Allah menurunkan
petunjuk-Nya berupa wahyu untuk membangunkan
manusia dari impiannya dan mengingatkannya akan arti
eksistensinya dan tugasnya sbg khalifah Allah di dunia ini.
Lanjutan (Posisi dan Peranan Akal)
Sebagai khalifah (dan sekaligus abdi) Allah di bumi,
manusia wajib mengatur kehidupan diri dan
lingkungannya sesuai dengan petunjuk Allah dn taat
patuh mengikuti petunjuk yg diberikan Allah dlm wahyu.
Dgn dmkian, akal dan wahyu, wahyu dan akal mempunyai
hub. yg erat dan merupakan soko guru ajrn, agama Islam.
Namun, wahyu dan akal tdk sama dan tidak pula
sederajat.
Wahyu mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari akal
manusia. Wahyulah yang menuntun, membimbing dan
mengukur akal manusia, bukan sebaliknbya.
Jk dihubkn dgn hkm, mk hkm Allah yg disampaikan dgn
wahyu, mempunyai kddkn lbh tinggi dan lbh utama dr
hkm ciptaan manusia.
Ini berarti pula, bahwa hkm yg dihasilkan olh akal pikiran
manusia tdk blh bertentangan dgn hukum yang
disampaikan melaui wahyu.
Lanjutan
Akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk
berijtihad yang menjadi sumber hukum Islam yang ketiga
ini, dalam kepustakaan disebut arra’yu atau ijtihad.
Secara harfiah ra’yu berarti pendapat dan pertimbangan.
Dasar hukum untuk mempergunakan akal pikiran atau
ra’yu utk berijtihad dlm pengembangan hkm Islam adalah :
(1) Al-Qur’an surat an-Nisa’ (4) ayat (59), yang mewajibkan
juga orang mengikuti ketentuan ulil amri (orang yang
mempunyai kekuasaan atau “penguasa”) mereka,
(2) Hadis Mu’az bin Jabal yang menjelaskan bahwa Mu’az sbg
penguasa (ulil amri) di Yaman dibenarkan oleh Nabi
mempergunakan ra’yunya untuk berijtihad,
(3) Contoh yang diberikan oleh ulul amri lain yakni Khalifah
II Umar bin Khattab, beberapa tahun setelah Nabi wafat,
dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang
tumbuh dalam masyarakat, pd awal perkembangan Islam.
Lanjutan
Perkataan ijtihad (Arab) berasal dari kata jahada, artinya
bersungguh-sungguh atau mencurahkan sgl daya dlm
berusaha.
Dalam hubungannya dengan hukum, ijtihad adalah usaha
atau ikhtiar yang sungguh-sunguh dgn mempergunakan
segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh orang (ahli
hukum) yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis
hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di
dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Orang yang berijtihad disebut mujtahid.
Ijtihad mrpkn dsr dan sarana pengembangan hukum Islam.
Ia adalah kewajiban umat Islam yang memenuhi syarat
untuk menunaikannya.
Apabila ijtihad itu benar, kata Nabi, akan memperoleh dua
pahala.
Kalau ijtihadnya salah, dia juga akn mendapat satu pahala.
Syarat-syarat Berijtihad
1. Menguasai bahasa Arab untuk dapat memahami Al-Qur’an dan kitab-
kitab hadis yang tertulis dalam bahasa Arab,
2. Mengetahui isi dan sistem hukum Al-Qur’an serta ilmu-ilmu untuk
memahami Al-Qur’an,
3. Mengetahui hadis-hadis hukum dan ilmu-ilmu hadis yang berkenaan
dengan pembentukan hukum,
4. Menguasai sumber-sumber hukum Islam dan cara-cara (metode)
menarik garis-garis hukum dari sumber-sumber hukum Islam,
5. Mengetahui dan menguasai kaidah-kaidah fikih (qawa’id al-fiqhiyyah,
baca: qawaidul fikkiyah),
6. Mengetahui rahasia dan tujuan-tujuan hukum Islam,
7. Jujur dan ikhlas,
8. Menguasai ilmu-ilmu sosial (antropologi, sosiologi, sejarah) dan
ilmu-ilmu yang relevan dengan masalah yang diijtihadi,
9. Serta dilakukan secara kolektif (jama’i) bersama para ahli (disiplin
ilmu) lain.
Metode-metode Berijtihad
Ada beberapa metode atau cara untuk melakukan ijtihad,
baik ijtihad fardi (ijtihad yang dilakukan oleh seorang
mujtahid saja) maupun ijtihad jama’i (ijtihad yang
dilakukan bersama-sama oleh banyak ahli tentang satu
persoalan hukum tertentu.
Di antara metode atau cara berijtihad adalah:
(1) ijmak,
(2) qiyas,
(3) istidal,
(4) al-masalih al-mursalah,
(5) istihsan,
(6) istishab, dan
(7) ‘urf.
Uraian
 Ijmak adlh persetujuan atau kesesuaian pndpt ahli mengenai suatu
masalah pada suatu tmpt di suatu masa.
 Qiyas adlh menyamakan hkm suatu yg tdk trdpt ktntnnya di dlm Al-
Qur’an dan Sunnah Nabi dgn hal lain yg hkmnya disbt dlm Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi krn persamaan illat (penyebab atau alasan) nya.
 Istidal adlh menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan.
 Masalih al-mursalah atau disbt juga maslahat mursalah adlh cara
menemukan hkm sesuatu hal yg tdk terdpt ketentuannya baik di dlm
Al-Qur’an maupun dlm kitab-kitab hadis, berdasarkan pertimbangan
kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
 Istihsan adlh cara menentukan hkm dgn jln menyimpang dari
ketentuan yg sdh ada demi keadilan dan kepentingan sosial.
 Istihsab adlh menetapkan hkm sesuatu hal mnrt keadaan yg terjadi
sblmnya, smpi ada dalil yg mengubahnya.
 Adat-istiadat atau ‘urf yang tdk bertentangan dgn hkm Islam dpt
dikukuhkan tetap trs berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan.
Lanjutan
 Contoh ijmak : Di Indonesia misalnya, ijmak mengenai kebolehan
beristeri lebih dari seorang berdasarkan ayat Al-Qur’an surat an-
Nisaa’ (4) ayat (3), dengan syarat-syarat tertentu, selain kewajiban
berlaku adil yang disebut dalam ayat tersebut, dituangkan dalam UU
Perkawinan.
 Contoh qiyas : larangan meminum khamar, yang terdapat dalam Al-
Qur’an surat Al-Maidah (5) ayat (90). Yang menyebabkan minuman
itu dilarang adalah illatnya yakni memabukkan. Sebab minuman yang
memabukkan, dari apapun ia dibuat, hukumnya sama dengan khamar
yaitu dilarang untuk diminum.
 Contoh istidal : harta gono gini atau harta bersama, baik menurut
hukum adat maupun hukum Islam ditarik kesimpulannya sama baik.
 Contoh masalah al-mursalih : pembenaran pemungutan pajak
penghasilan untuk kemaslahatan atau kepentingan masyarakat dalam
rangka pemerataan pendapatan atau pengumpulan dana yang
diperlukan untuk memelihara kepentingan umum, yang sama sekali
tidak disinggung di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Lanjutan
Contoh istihsan : Hukum Islam melindungi dan menjamin
hak milik seseorang. Hak milik seseorang hanya dapat
dicabut kalau disetujui oleh pemiliknya. Dalam keadaan
tertentu, untuk kepentingan umum yang mendesak,
penguasa dapat mencabut hak milik seseorang dengan
paksa, dengan ganti kerugian tertentu kecuali kalau ganti
rugi itu tidak dimungkinkan. Contohnya adalah
pencabutan hak milik seseorang atas tanah untuk
pelebaran jalan, pembuatan irigasi untuk mengairi sawah-
sawah dalam rangka meningkatkan kesejahreraan sosial.
Contoh istisab : (1) A (pria) mengawini B (wanita) secara
sah. A kemudian meninggalkan isterinya tanpa proses
perceraian. C (pria) melamar B yang menurut
kenyataannya tidak mempunyai suami. Walaupun B
menerima lamaran itu, perkawinan antara C dan B tidak
dapat dilangsungkan karena status B adalah (masih) isteri
A. Selama tidak dapat dibuktikan bahwa B telah diceraikan
oleh A selama itu pula status hukum B adalah isteri A.
Lanjutan
Contoh (2) istisab : A mengadakan perjanjian utang-
piutang dengan B. Menurut A utangnya telah dibayar
kembali, tanpa menunjukkan suatu bukti atau saksi.
Dalam kasus sprt ini berdasarkan istisab dapat ditetapkan
bhw A masih blm membayar utangnya dan perjanjian itu
msh tetap berlaku selama blm ada bukti yg menyatakan
bhw perjanjian utang-piutang tsb telah berakhir.
Cth Adat-istiadat atau ‘urf : Biasanya berkenaan dengan
muamalah, misalnya kebiasaan yang berlaku di dunia
perdagangan pada masyarakat tertentu melalui inden
misalnya, jual beli buah-buahan di pohon yang dipetik
sendiri oleh pembelinya, melamar wanita dengan
memberikan sebuah tanda (pengikat), pembayaran mahar
scr tunai atau utang atas persetujuan kedua blh pihak dll.
Contoh-contoh ‘urf di atas, selama tidak bertentangan
dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, dapat dijadikan
sebagai hukum “al-’adatu muhakkamah (t), hkm adat yg
demikian dpt berlaku bagi umat Islam.
Hukum Islam dan Perkembangan Masyarakat
Jika ijtihad dgn brbgi metodenya tsbt di atas mampu
dikmbngkn oleh ra’yu mnsia muslim yg mmnhi syarat scr
baik dan benar, tdk ada mslh yg tmbl dlm msyrkt yg tdk
dpt dipchkn dan ditntkn hkmnya.
Mslh bayi tabung, pencakokan kornea mata, ginjal,
misalnya dan mslh-mslh baru yg tmbl sbgi akbt prkmbngn
IPTEK dpt saja ditntkn hkmnya brdsrkn hkm Islm.
Hkm Islm, yaitu hkm Allah yg mecptkn alam semesta ini,
trmsk manusia di dlmnya.
Hkm Allah itu, ada yg bersifat tersurat dlm Al-Qur’an,
tersirat di balik hkm yg tersurat dlm Al-Qur’an, dan
tersembunyi di balik Al-Qur’an. Olh krn itu, hrs dicari,
digali dan ditemukan melalui penalaran manusia yang
memenuhi syarat.
Asas-Asas Hukum Islam
Perkataan asas berasal dari bahasa Arab, asasun. Artinya
dasar, basis, pondasi.
Kalau dihubungkan dengan sistem berpikir, yang
dimaksud dengan asas adalah landasan berpikir yang
sangat mendasar.
Oleh karena itu, di dalam bahasa Indonesia, asas
mempunyai arti :
(1) dasar, alas, pondamen (Poerwadarminta, 1976:60),
misalnya : …”batu ini baik benar untuk pondamen atau
pondasi rumah”.
(2) kebenaran yang menjadi tumpuan berpikir atau
pendapat, misalnya : “pernyataan itu bertentangan dengan
asas-asas hukum pidana”
(3) cita-cita yang menjadi dasar organisasi atau negara. Hal
ini jelas dalam kalimat: “Dasar Negara Republik
Indonesia adalah Pancasila”
Lanjutan
Jika kata asas dihubungkan dengan hukum, yang dimaksud
dengan asas adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai
tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama dalam
penegakan dan pelaksanaan hukum.
Asas hukum pidana, misalnya, seperti disinggung di atas
adalah tolok ukur dalam pelaksanaan hukum pidana.
Asas hukum, pada umumnya, berfungsi sebagai rujukan
untuk mengembalikan segala masalah yang berkenaan
dengan hukum.
Asas hukum Islam berasal dari sumber hukum Islam
terutama Al-Qur’an dan Hadis yang dikembangkan oleh
akal pikiran orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
Asas-asas hukum Islam banyak, di samping asas-asas yang
berlaku umum, masing-masing bidang dan lapangan
mempunyai asasnya sendiri-sendiri.
Beberapa Asas Hukum Islam
Yang dibicarakan hanya beberapa asas hukum Islam.
Tim Pengkajian Hukum Islam Badan Pembinaan Hukum
Nasional Departemen Kehakiman, dalam laporannya
tahun 1983/1984, hal. 14-17, menyebut beberapa asas
hukum Islam yang :
(1) bersifat umum,
(2) dalam lapangan hukum pidana, dan
(3) dalam lapangan hukum perdata.
Sedangkan asas-asas hukum di lapangan tata negara,
internasional dan lapangan-lapangan hukum Islam lainnya
tidak disebutkan dalam laporan itu.
Sebagai sumbangan dalam penyusunan asas-asas hukum
nasional, Tim itu hanya mengedepankan
 1. Asas-asas umum
Asas-asas umum hukum Islam yang meliputi semua
bidang dan segala lapangan hukum Islam adalah :
(1) asas keadilan,
(2) asas kepastian hukum, dan
(3) asas kemanfaatan.
2. Asas-asas dalam lapangan hukum pidana
Asas-asas dalam lapangan hukum pidana Islam
antara lain adalah :
(1) asas legalitas,
(2) asas larangan memindahkan kesalahan pada
orang lain,
(3) asas praduga tidak bersalah.
3. Asas-asas dalam lapangan hukum
perdata
Asas-asas dalam lapangan hukum perdata Islam antara
lain adalah :
(1) asas kebolehan atau mubah,
(2) asas kemaslahatan hidup,
(3) asas kebebasan dan kesukarelaan,
(4) asas menolak mudarat, mengambil manfaat,
(5) asas kebajikan,
(6) asas kekeluargaan,
(7) asas adil dan berimbang,
(8) asas mendahulukan kewajiban dari hak,
(9) asas larangan merugikan diri sendiri dan orang lain,
Lanjutan (Asas-asas dalam Lapangan Hukum
Perdata Islam)
(10) asas kemampuan berbuat,
(11) asas kebebasan berusaha,
(12) asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa,
(13) asas perlindungan hak,
(14) asas hak milik berfungsi sosial,
(15) asas yang beritikad baik harus dilindungi,
(16) asas resiko dibebankan pada benda atau harta,
tidak pada tenaga atau pekerja,
(17) asas mengatur, sebagai petunjuk, dan
(18) asas perjanjian tertulis atau diucapkan di depan
saksi.
Asas-asas Hukum Perkawinan
(1) kesukarelaan,
(2) persetujuan kedua belah pihak,
(3) kebebasan memilih,
(4) kemitraan suami isteri,
(5) untuk selamanya,
(6) monogami terbuka, poligami tertutup.
Asas-asas Hukum Kewarisan
(1) asas ijbari (wajib dilaksanakan),
(2) asas bilateral,
(3) asas individual,
(4) asas keadilan berimbang,
(5) asas akibat kematian.
Kaidah-kaidah Fikih
Mengalirkan garis-garis hkm yg dlm kpstkaan hkm Islam
dsbt kaidah-kaidah fikih yg dpt diterapkan ke dlm kasus
tertentu dalam masyarkat.
Garis-garis hkm yg dpt diprgnkn utk mmchkn berbagai
persoalan dlm masyarakat, banyak. Sekedar contoh :
(1) hkm berputar di sekitar illat-nya. Ada illat ada hkm,
tidak ada illat, tidak ada hukumnya,
(2) hkm brbh krn perobahan wkt dan perbedaan tmpt,
(3) adat yang baik dapat dijadikan hukum (Islam),
(4) org yg mnntut sesuatu hak atau mndh seseorang
mlkkn sesuatu hrs mmbktkn hak atau tdhnnya itu,
(5) tertuduh dpt mengingkari tdhn yg ditujukan padanya
dengan sumpah.
Al-Ahkam Al-Khamsah
Ahkam adalah jamak perkataan hukm.
Khamsah artinya lima.
Jadi, al-ahkam al-khmasah (disebut hukum taklifi) adalah
lima macam kaidah atau lima kategori penilaian mengenai
benda dan tingkah laku manusia dalam Islam.
Yaitu :
(1) ja’iz atau mubah,
(2) sunnat,
(3) makruh,
(4) wajib,
(5) haram.
Hubungan antara Kesusilaan dan Hukum
Hukum dan kesusilaan (moral) tidak dapat dipisahkan.
Hukum tanpa kesusilaan (moral) adalah kezaliman.
Moral tnp hkm adlh anarkhi dan utopi yg dpt menjurus
kepada perikebinatangan.
Hanya hkm yang dipeluk oleh kesusilaan atau moral dan
berakar kepada kesusilaan atau moral dpt mendirikan
perikemanusiaan.
Keinsafan persenyawaan antara hukum dan kesusilaan
atau moral terpampang dalam UUD 1945 dalam Pasal 29
ayat (1): Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa.
Ayat ini mngndng arti bhw ngr, bngs dan msyrkt mmtuhi
nrm-nrm Ilahi, yang mlipti nrm-nrm hukum dan nrm-nrm
kesusilaan atau moral.
Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan
Hukum Islam
1. Masa Nabi Muhammad (610 M - 632 M)
2. Masa Khulafa Rasyidin (632 M - 662 M)
3. Masa Pembinaan, Pengembangan dan
Pembukuan (abad VII - X M)
4. Masa Kelesuan Pemikiran (abad X M - XIX M)
5. Masa Kebangkitan Kembali (abad XIXM sampai
sekarang)
Klasifikasi Ayat Hukum dalam Al-Qur’an Menurut
Prof. Abdul Wahab Khallaf

1. Mengenai ibadah jumlahnya 140 ayat. Ayat-ayat


ibadah ini berkenaan dengan soal salat, zakat,
puasa dan haji.
2. Mengenai muamalah jumlahnya 228 ayat, lebih
kurang 3 % dari jumlah seluruh ayat-ayat yang
terdapat dalam Al-Qur’an.
Metode Terbaik Memahami Ayat-ayat
Hukum dalam Al-Qur’an
Metode otentik, yakni metode perbandingan
langsung antara semua ayat-ayat yang ada
sangkut-pautnya satu dengan yang lain dengan
persoalan pokok masalah yang dibicarakan,
Misalnya: ayat-ayat mengenai perkawinan,
warisan dan sebagainya dihubungkan sedemikian
rupa walaupun letaknya berbeda dalam jarak yang
jauh di dalam konteks ayat-ayat yang
bersangkutan (Hazairin, 1975:3).
Dalam kepustakaan disebut metode tematik atau
madhu’i, orang akan mudah memahami ayat-ayat
Al-Qur’an.
Klasifikasi 228 Ayat Hukum tentang
Muamalah
1. Hukum Keluarga :
Hukum Perkawinan, Q.s.(2) ayat 221, 230, 232, 235;
Q.s.(4) ayat 3, 4, 22, 23, 24 dan 25, 129; Q.s.(24) ayat 32,
33: Q.s.(60) ayat 10 dan 11; Q.s.(65) ayat 1 dan 2.
Hukum Kewarisan, Q.s.(2) ayat 180 dan 240; Q.s.(4)
ayat 7 sampai 11, 12, 33 dan 176; Q.s.(33) ayat 6.
Klasifikasi (lanjutan)

2.Hukum Perdata lainnya, di antaranya Hukum


Perjanjian (perikatan) terdapat 70 ayat. Contohnya :
Q.s.(2) ayat 280, 282, 283; Q.s.(8) ayat 56 dan 58.
3. Hukum Ekonomi Keuangan termasuk Hukum Dagang
terdiri dari 10 ayat, antara lain : Q.s.(2) ayat 275, 282, 284;
Q.s.(3) ayat 130; Q.s.(4) ayat 29; Q.s.(83) ayat 1-3.
4. Hukum Pidana terdiri dari 30 ayat, antara lain : Q.s.(2)
ayat 178 dan 179; Q,s.(4) ayat 92 dan 93; Q.s.(5) ayat 33,
38 dan 39; Q.s.(24) ayat 2; Q.s (42) ayat 40.
Lanjutan
5. Hukum Tata Negara ada 10 ayat, antara
lain,Q.s.(3) ayat 110, 159; Q.s.(3) ayat 104; Q.s.(4)
ayat 59; Q.s.(42) ayat 38.
6. Hukum Internasional terdapat 25 ayat, antara
lain, Q.s.(2) ayat 190-193; Q.s. (8) ayat 39 dan
41; Q.s.(9) ayat 29 dan 123; Q.s.(22) ayat 39 dan 40.
7. Hukum Acara dan Peradilan, terdapat 13 ayat,
antara lain, Q.s.(2) ayat 282; Q.s.(4) 65 dan 105;
Q.s.(5) ayat 8; Q.s.(38) ayat 26.
Ciri-ciri Ayat yang Turun di Mekah dan Madinah
1. Di Mekah, didahului dgn ya ayyuhan nas (hai, manusia),
sdg di Medinah, didahului dgn kata-kata ya ayyuhal lazi
na amanu (hai orang-orang yang beriman).
2. Di Mekah, sekarang terdapat di bagian belakang Al-
Qur’an, sdg di Medinah, trdpt di bagian dpn Al-Qur’an.
3. Di Mekah, kalimatnya pendek-pendek, penuh dengan
sanjak-sanjak, dgn irama kata yang kuat sekali, sdg di
Medinah, kalimatnya panjang-panjang, dan bahasanya
tenang, dlm bhs hk.
4. Di Mekah, pada umumnya berisi soal-soal iman, keesaan
Tuhan, hari kiamat dan akhlak, sdg di Medinah, pada
umumnya memuat soal-soal hukum, sosial, politik, dan
soal-soal kemasyarakatan lainnya.
Masa Khulafa Rasyidin (632-662 M)
Sebagai pengganti Nabi Muhammad sebagai kepala negara
dan pemimpin umat Islam disebut khalifah, suatu kata
yang dipinjam dari Al-Qur’an (surat 2: 30), yang
berhubungan dengan pengangkatan Adam menjadi
khalifah (Tuhan) di muka bumi.
Kata khalifah di dalam Al-Qur’an tersebar dalam sebelas
ayat.
Ide yang dapat disimpulkan dari ayat-ayat tersebut adalah
bahwa manusia harus mempunyai tujuan hidup menata
dunia ini.
Sebagai khalifah, manusia harus menerjemahkan segala
sifat-sifat Tuhan ke dalam kenyataan hidup dan
kehidupan dan wajib mengatur bumi ini sesuai dengan
pedoman yang telah ditetapkan-Nya.
Tugas Utama Seorang Khalifah
Abu Hasan al-Mawardi dalam bukunya al-ahkam as-
Sultaniyah (Hukum Pemerintahan) menyatakan bahwa
tugas utama seorang khalifah adalah menjaga kesatuan
umat dan pertahanan negara. Untuk itu, Ia :
Berhak memaklumkan perang dan membangun tentera
untuk menjaga keamanan dan batas negara.
Harus menegakkan keadilan dan kebenaran.
Harus berusaha agar semua lembaga-lembaga negara
memisahkan antara yang baik dengan yang tidak baik,
melarang hal-hal yang tercela menurut ketentuan Al-
Qur’an.
Mengawasi jalanya pemerintahan dan menarik pajak
sebagai sumber keuangan negara.
Lanjutan (Tugas Khalifah)
Menjadi hakim yang mengadili sengketa hukum.
Menghukum mereka yang melanggar hukum, dan
Melarang segala macam penindasan.
Mensahkan soal-soal akidah dan hukum yang
sudah disepakati oleh ahli-ahli hukum.
Tidak berhak mencampuri kekuasaan legislatif.
Dengan kekuasaan eksekutif yang dimilikinya ia
melakukan sentralisasi untuk menjaga persatuan
umat.
Pengangkatan Seorang Khalifah
1. Dengan persetujuan masyarakat sebagaimana terjadi
dalam kasus Abu Bakar, atau dengan
2. Penunjukan khalifah sebelumnya, seperti dalam kasus
Umar.
Jika diperlukan pemilihan, dapat dibentuk suatu badan
khusus menyelenggarakan pemilihan itu.Sprt : KPU
Sesudah dipilih, khalifah harus berjanji bahwa ia akan
mematuhi kewajiban yang dipercayakan kepadanya.
Ia harus melaksanakan janjinya dengan setia, sebab
tanggung jawab dan kewajibannya sbgi kepala negara,
jauh lebih berat dari hak-hak istimewa yang ada pdnya. Ia
mendapat janji setia (bay’at) dari rakyat atau wklnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, H.A. Malik, Tauhid Membina Pribadi Muslim
dan Masyarakat, Jakarta: Al-Hidayah, 1980.
Ali, Muhammad Daud, Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.
-----, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002.
Hafid, Dasuki A, Ensiklopedia Islam, 1-5, Jakarta:
Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1993.
Iqbal, Muhammad, Membangun Kembali Pikiran
Agama dalam Islam, Jakarta: Tintamas, 1966.

Anda mungkin juga menyukai