Anda di halaman 1dari 29

HUKUM ISLAM DAN HAM

DALAM ISLAM
Persoalan hukum Islam dan Hak Asasi Manusia menjadi
persoalan yang serius dalam kehidupan sehari-hari.
Karena aktualisasi terhadap pelaksanaan Hukum Islam dan
HAM di masyarakat masih sangat jauh dari harapan.
Ruang lingkup pembahasan :
 Pengertian Hukum Islam
• Sumber Hukum Islam
• Ruanglingkup Hukum Islam
• HAM
Hukum Islam
1. Pengertian Hukum Islam
Hukum Islam baik dalam pengertian syari‘at maupun fiqih dibagi
ke dua bagian besar, yakni bidang ibadah dan bidang muamalah.
Ibadah adalah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan
seorang muslim dalam berhubungan dengan Allah seperti
menjalankan shalat, membayar zakat, menjalankan ibadah
puasa dan haji.
Tata cara upacara ini tetap, tidak dapat ditambah-tambah dan
dikurangi. Ketentuannya telah diatur dengan pasti oleh Allah
dan dijelaskan oleh Rasul-Nya
Dengan demikian tidak mungkin ada proses
yang membawa perubahan dan perombakan
secara asasi mengenai hukum, susunan, cara
dan tata cara ibadah itu sendiri.
Yang mungkin berubah hanyalah penggunaan
alat-alat modern dalam pelaksananya.
Adapun muamalah dalam pengertian yang luas
adalah ketetapan Allah yang langsung berhubungan
dengan kehidupan sosial manusia walaupun
ketetapan tersebut terbatas pada yang pokok-pokok
saja.
Oleh karena itu perlu kiranya dikembangkan melalui
ijtihad manusia, dengan syarat-syarat tertentu
(Mohammad Daud Ali, 1998:49)
Jika diperhatikan dengan sungguh-sungguh hukum
Islam yang ditetapkan oleh Allah adalah untuk
memenuhi keperluan hidup manusia itu sendiri, baik
keperluan hidup yang bersifat primer, skunder maupun
tetier (Praja, 1988:196).
Oleh karena itu apabila seorang muslim mengikuti
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah, maka
ia akan selamat baik dalam hidupnya didunia maupun
di akhirat kelak.
2. Sumber Hukum Islam
Dari hadits yang ada, para ulama menyimpulkan bahwa sumber hukum
Islam ada tiga, yakni al-Qur’an, as sunnah dan Ijtihad Ulama, yakni
sebuah ijtihad jika di dalam al-Qur’an dan as-sunnah tidak memuat
permasalahan tersebut, ijtihad para ulama ini biasanya menggunakan
qowaid ushulul fiqh.
Ketiga sumber itu merupakan rangkaian kesatuaan dengan urutan
seperti yang sudah di sebutkan, al-Qur’an dan al-sunnah merupakan
sumber utama ajaran Islam.
Sedangkan “Ijtihad” merupakan sumber tambahan atau sumber
pengembangan.
Akan tetapi, jika sesuatu tersebut sudah terdapat dalam al-Qur’an dan
al-Hadits, maka ijtihad tersebut tidak berlaku.
3. Tujuan Hukum Islam
Tujuan hukum Islam secara khusus dapat dilihat dari dua segi
yaitu:
1. Pembuat hukum Islam itu sendiri yaitu Allah dan Rosulnya, Tujuan
hukum Islam pertama : Untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
yang bersifat primer (untuk terwujudnya kemaslahatan hidup
manusia), skunder (kemerdekaan, persamaan, dsb), kedua : untuk
ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
ketiga : untuk dilaksanakan dengan benar.
2. Pelaku hukum Islam yakni manusia itu sendiri, tujuannya untuk
mencapai kehidupan yang berbahagia dan mempertahankan
kehidupan itu. (Muhammad Daud Ali, 1993:54)
Tujuan hukum Islam secara umum
Tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah
kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan
bagi mereka, mengarahkan mereka kepada kebenaran untuk
mencapai kebahagiaan hidup manusia didunia ini dan di akhirat
kelak, dengan jalan mengambil segala manfaat dan mencegah
atau menolak yang madharat, yakni yang tidak berguna bagi
kehidupan manusia.
Abu Ishaq al-Shatibi merumuskan lima tujuan hukum Islam,
yakni memelihara: (1) agama (2) jiwa (3) akal (4) keturunan dan
(5) harta, istilah tersebut dikenal dengan sebutan maqashid al-
khamsah.
Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan
Sistem Hukum Nasional
Kontribusi umat Islam dalam perumusan dan penegakan hukum di Indonesia
nampak jelas setelah Indonesia merdeka .
Muncul pemikir hukum Islam terkemuka di Indonesia seperti Hazahirin dan Hasbi
as-Sidhiqqi, mereka berbicara tentang pengembangan dan pembaharuan hukum
Islam bidang mu’amalah di Indonesia.
Hasbi misalnya menghendaki fiqih Islam dengan pembentukan fiqih Indonesia
(1962).
Syafrudin Prawiranegara (1997) mengemukakan idenya pengembangan “sistem”
ekonomi Islam yang diatur oleh hukum Islam.
Gagasan kemudian melehirkan Bank Islam dalam bentuk Bank Muamalat
Indonesia (BMI) tahun 1992 yang beroprasi menurut prinsip-prinsip hukum Islam
dalam pinjam-meminjam, jual-beli, sewa-menyewa dan sebagainya, dengan
mengindahkan hukum dan peraturan perbankan yang berlaku di Indonesia.
Beberapa kontribusi lainya dalam perumusan dan penegakan hukum
Nasional seperti: di undangkannya beberapa peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan hukum Islam, seperti misalnya
(1). Undang-undang Republik Indonesia Nomor; 1 tahun1974; tentang
perkawinan;
(2). Peraturan pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang perwakafan tanah
Milik;
(3). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1989 tentang
peradilan agama;
(4). Intruksi presiden nomor 1 tahun 1991 tentang komplikasi hukum Islam;
(5). Undang-undang Republik Indonesia nomor 38 tahun 1999 tentang
pengolahan zakat, dan
(6). Undang-undang Republik Indonesia nomor 1999 tentang
penyelenggaraan haji.
Hak Asasi Manusia (HAM)
Dalam Islam
A. Hak Asasi Manusia
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara
kodrati dianugrahi hak dasar yang disebut hak asasi, tanpa
perbedaan antara satu dengan yang lainnya.
Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat
mengembangkan diri, dan memiliki peranan dan
sumbangan bagi kesejahteraan hidup manusia.
Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai suatu hak dasar yang
melekat pada setiap diri manusia.
B. Perbedaan Prinsip antara Konsep HAM
dalam Pandangan Islam dan Barat
Ada perbedaan prinsip antara hak-hak asasi manusia dilihat
dari sudut pandangan Barat dan Islam.
Hak asasi manusia menurut pemikiran Barat semata-mata
bersifat antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat
kepada manusia. Dengan demikian, manusia sangat
dipentingkan.
Sebaliknya hak-hak asasi manusia ditilik dari sudut pandangan
Islam bersifat Teosentris, artinya segala sesuatu berpusat
kepada Tuhan. Dengan demikian Tuhan sangat dipentingkan.
Dalam hubungan ini A.K Brohi menyatakan:
Berbeda dengan pendekatan barat, strategi
Islam sangat mementingkan penghargaan
kepada hakhak asasi dan kemerdekaan dasar
manusia sebagai aspek kualitas dari kesadaran
keagamaan yang terpatri di dalam hati,
pikiran dan jiwa penganut-penganutnya.
Pemikiran barat menempatkan manusia pada posisi bahwa
manusialah yang menjadi tolak ukur segala sesuatu, maka di dalam
Islam melalui firman-NYA, Allahlah yang menjadi tolok ukur segala
sesuatu.
sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi
kepadaNya.
Disinilah letak perbedaan fundamental antara hak-hak
asasi manusia menurut pola pemikiran barat dengan hak-
hak asasi manusia menurut pola pemikiran ajaran Islam .
Maka teosentris bagi orang Islam adalah manusia
pertama-tama harus meyakini ajaran pokok Islam
yang dirumuskan dalam dua kalimat syahadat yakni
pengakuan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad
sebagai utusan-Nya.
Baru setelah itu manusia melakukan perbuatan-
perbuatan yang baik menurut keyakinannya
Pandangan Islam, konsep HAM bukanlah hasil
evolusi dari pemikiran manusia, namun
merupakan hasil dari wahyu ilahi yang
diturunkan melalui para Nabi-Nabi dan Rasul
dari sejak permulaan eksistensi umat manusia
diatas bumi .
Menurut ajaran Islam, manusia diciptakan oleh Allah hanya
untuk mengabdi kepada Allah.
Tugas manusia untuk mengabdi kepada Allh dengan tegas
dinyatakan -Nya dalam Al-Qur’an surat Az-Zariyat: 56, yang
artinya sebagai berikut: Tidak Kujadikan jin dan manusia
kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.
Oleh karena itu manusia mempunyai kewajiban mengikuti
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah .
Aspek khas dalam konsep HAM Islam adalah tidak adanya
orang lain yang dapat memaafkan pelanggaran hak-hak jika
pelanggaran itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi
haknya.
Bahkan suatu negara Islampun tidak dapat memaafkan
pelanggaran hak-hak yang dimiliki seseorang.
Negara harus terikat memberi hukuman kepada pelanggar
HAM dan memberi bantuan kepada pihak yang dilanggar
HAM-nya, kecuali pihak yang dilanggar HAM-nya telah
memaafkan pelanggar HAM tersebut.
Prinsip-Prinsip HAM yang tercantum dalam Universal
Declaration of Human Rights dilukiskan dalam berbagai ayat.
Apabila prinsip-prinsip human rights yang terdapat dalam
Universal Declaration of Human Rights dibandingkan dengan
hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam ajaran Islam
maka akan dijumpai antara lain sebagai berikut:
a. Martabat Manusia : dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa
manu sia mempunyai kedudukan tinggi yang tidak dimiliki
oleh mahkluk lain.
Martabat tinggi yang telah di anugrahkan Allah kepada manusia,
pada hakikatnya merupakan fitrah yang tidak dapat dipisahkan dari
diri manusia (Q.S.17:70; 17:33; 5:32 dan lainlain).
Prinsip-prinsip Al-Qur’an yang telah menempatkan manusia pada
martabat yang tinggi dan mulia dapat dibandingkan dengan prinsip
yang digariskan dalam Universal Declaration of Human Rights antara
lain terdapat dalam pasal 1 dan pasal 3
b. Prinsip Persamaan : Pada dasarnya semua manusia sama, karena
semuanya adalah hamba Allah.
Hanya satu kriteria (ukuran) yang dapat membuat seseorang lebih
tinggi derajatnya dari yang lain yakni ketakwaanya (QS. 49:13).
Prinsp persamaan ini dalam Universal Declaration of Human Rights
terdapat dalam pasal 6 dan pasal 7.
c. Prinsip Kebebasan : al-Qur’an memerintahkan kepada manusia agar
berani menggunakan akal pikiran mereka terutama untuk menyatakan
pendapat mereka yang benar.
Perintah ini secara Khusus ditujukan kepada manusia yang beriman
agar berani menyatakan kebenaran.
Ajaran Islam sangat menghargai akal pikiran, oleh karena itu, setiap
manusia sesuai dengan martabat dan fitrahnya sebagai makhluk yang
berfikir mempunyai hak untuk menyatakan pendapat dengan bebas,
asal tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan dapat
dipertanggungjawabkan.
Hak untuk menyatakan pendapat dengan bebas dinyantakan dalam
Universal Declaration of human Rights pasal 19.
d. Prinsip Kebebasan Beragama : Prinsip kebebasan
beragama ini dengan jelas disebutkan dalam al-Qur’an Surat
2: 256, yang menjelaskan bahwa Tidak boleh ada paksaan
dalam agama.
Prinsip ini mengandung makna bahwa manusia sepenuhnya
mempunyai kebebasan untuk menganut suatu keyakinan
atau akidah agama yang disenanginya.
Ayat lain yang berkenaan dengan prinsip kebebasan
beragama terdapat dalam Al-Qur’an surat 88: 22 dan 50: 45.
Dari ayat-ayat tersebut dapat di simpulkan bahwa agama
Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan beragama.
Hal ini sejalan dengan pasal 18 dari Universal Declaration of
human Rights
e. Hak atas Jaminan Sosial : di dalam al-Qur’an banyak di jumpai ayat-
ayat yang menjamin tingkat dan kualitas hidup minimum bagi seluruh
masyarakat.
Ajaran tersebut antara lain adalah Kehidupan fakir miskin harus di
perhatikan oleh masyarakat, teru tama oleh mereka yang punya, (Q.S.
51: 19, 70: 24);
Kekayaan tidak boleh dinikmati dan hanya berputar di antara orang-
orang kaya saja, (Q.S. 104:2);
Jaminan sosial itu harus di berikan, sekurang-kurangnya kepada
mereka yang di sebut dalam AlQur’an sebagai pihak-pihak yang berhak
atas jaminan sosial (Q.S. 2:273, 9: 60 dan lain-lain).
Jaminan sosial yang ada dalam Al-Qur’an di
perhatikan sesuai dengan pasal 22 dari Universal
Declaration of human Rights, yang bunyinya Setiap
orang sebagai anggota masyarakat mempunyai hak
atas jaminan social…
F, Hak atas Harta Benda : dalam hukum Islam hak
milik seseorang sangat di junjung tinggi.
Sesuai dengan harkat dan martabat, Jaminan dan
perlindungan terhadap milik seseorang merupakan
kewajiban penguasa.
Oleh karena itu, Siapapun juga bahkan penguasa
sekalipun, tidak diperbolehkan merampas hak milik
orang lain, kecuali untuk kepentingan umum menurut
tata cara yang di tentukan lebih dulu (Ali, 1998: 316).

Anda mungkin juga menyukai