Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum. Hukum merupakan komponen
yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Semua tindakan yang
dilakukan

memiliki landasan hukum yang telah ditetapkan baik hukum

tertulis maupun tidak tidak tertulis. Ketika mendengar kata hukum, yang
langsung terlintas di benak kita yaitu peraturan atau norma-norma untuk
mengatur perilaku manusia dalam suatu kehidupan masyarakat.
Negara Indonesia juga adalah negara yang penduduknya berketuhanan
dan mayoritas beragama Islam. Hal inilah yang mempengaruhi terbentuknya
aturan hukum berlandaskan Agama Islam secara sengaja maupun tidak.
Berbeda dengan sistem hukum yang lain, hukum Islam tidak hanya
merupakan hasil pemikiran yang dipengaruhi oleh kebudayaan manusia di
suatu tempat pada suatu massa tetapi dasarnya ditetapkan oleh Allah melalui
wahyunya yang terdapat dalam Al-Quran dan dijelaskan oleh Nabi
Muhammad sebagai rasulnya melalui sunnah beliau yang terhimpun dalam
kitab dan hadits. Dasar inilah yang membedakan hukum Islam secara
fundamental dengan hukum yang lain.
Hukum Islam di Indonesia pada masa modern kini merupakan sebuah
label yang diberikan pada ketentuan-ketentuan Hukum Islam yang berlaku di
Indonesia dan sekaligus menampilkan corak khas ke-Indonesiaannya. Sistem
dan budaya Indonesia akan lebih terefleksi di dalamnya sehingga Hukum
Islam dimaksud untuk beberapa bagian tertentu baik menyangkut kaidah
hukumnya maupun pola pemikiran yang mendasarinya akan menunjukkan
beberapa perbedaan dengan Hukum Islam yang berlaku di negera lain
walaupun terkandung sifat dasar yang sama karena bersumber dari Al-Quran,
As-sunnah (hadist) dan Ijma.

Manusia sebagai makhluk serta khalifah Allah SWT secara kodrati


dianugerahi hak dasar yang disebut hak asasi, tanpa membedakan antara satu
dengan lainnya. Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangan diri
pribadi, peranan dan sumbangannya bagi kesejahteraan hidup manusia. Hak
Asasi Manusia (HAM) tebentuk sebagai suatu hak dasar yang akan melekat
pada diri tiap manusia yang telah diatur dalam hukum yang berlaku di
Indonesia baik secara umum maupun dalam konteks keagamaan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
adalah :
1. Apakah definisi Hukum Islam ?
2. Bagaimanakah HAM menurut Islam ?
3. Bagaimana cara Islam memandang demokrasi ?
4. Apa saja contoh masalah pelanggaran Hukum Islam di Indonesia ?
5. Bagaimana cara Islam mengatasi permasalan tersebut ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui definisi Hukum Islam.
2. Untuk mengetahui HAM menurut Islam
3. Untuk mengetahui cara Islam memandang demokrasi.
4. Untuk mengetahui contoh masalah pelanggaran Hukum Islam di
Indonesia.
5. Untuk mengetahui cara Islam mengatasi permasalahan tersebut.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dalam penulisan makalah ini yaitu :
-

Untuk masyarakat :
Memberikan penjelasan mengenai hukum Islam serta bagaimana cara
Islam untuk menanggapi masalah pelanggaran yang sering terjadi kini.

Selain itu, memberikan pencerahan untuk dapat lebih menaati hukum baik
hukum secara umum maupun hukum islam yang berlaku di Indonesia
-

Untuk Penulis :
Dapat memberikan manfaat berupa tambahan wawasan tentang hukum
Islam, HAM, dan demokrasi dalam Islam sehingga lebih menghargai hak
dan kewajiban sesama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari
agama Islam. Adapun konsepsi hukum Islam, dasar dan kerangka hukumnya
ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak hanya mengatur hubungan manusia
dengan manusia lain dan benda dalam masyaraka, tetapi juga hubungan manusia
Tuhan, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan
manusia lain dalam masyarakat, dan hubungan manusia dengan manusia lain
dalam masyarakat, dan hubungan manusia dengan benda serta alam sekitarnya.
Setiap peraturan, apapun macam dan sumbernya mengandung norma atau
kaidah sebagai intinya. Dalam ilmu hukum Islam, kaidah itu disebut hukum.
Sebagai sistem hukum, hukum Islam tidak boleh dan tidak dapat disamakan
dengan sistem hukum yang lain yang pada umumnya terbentuk dan berasal dari
kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan hasil pemikiran manusia serta budaya
manusia pada suatu saat disuatu masa.
Menurut Tahir Azhary. Ada tiga sifat hukum Islam, yaitu (1)
Bidimensional, artinya mengandung segi kemanusiaan dan segi ketuhanan (ilahi).
Sifat ini yang telah melekat pada hukum Islam sejak awal dan merupakan fitrah
(sifat asli) hukum Islam. Sifat bidiomensional yang dimiliki hukum Islam juga
berhubungan dengan sifatnya yang luas atau komprehensif. Hukum Islam tidak
hanya mengatur satu aspek kehidupan saja, namun mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia. (2) Adil, artinya mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan tujuan, tetapi merupakan sifat yang melekat sejak kaidah-kaidah dalam
syariah ditetapkan. Sifat Adil ini yang didambakan oleh setiap individu maupun
masyarakat. (3) Individualistik dan kemasyarakatan yang diikat oleh nilai-nilai
transdental yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.
Ketiga hukum Islam ini berhubungan erat dengan dua sifat lain, yaitu
komprehensif dan dinamis. (Mohammad Tahir Azhary, 1992: 48-49).

Hukum Islam dibagi dalam dua bagian besar, yaitu bidang ibadah dan
bidang muamalah. Ibadah adakah tata cara dan upacara yang wajib dilakukan
seorang muslim lakukan seperti dalam berhubungan dengan Allah seperti
menjalankan shalat, membayar zakat, menjalankan ibadah puasa dan dan haji.
Tata cara ibadah ini tetap, tidak boleh ditambahi ataupun dikurangi. Ketentuannya
telah diatur dengan pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh Rasul-Nya. Adapun
muamalat dalam pengertian yang luas adalah ketetapan Allag yang berhubungan
dengan kehidupan sosial manusia walaupun ketetapan tersebut terbatas pada
pokok-pokok saja. Sehingga, sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad
manusia yang memenuhi syarat untuk melakukan usaha itu. (Mohammad Daud
Ali, 1999: 49)
Adapun tujuan hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah
kerusakan pada manusia dan mendatangkan kemaslahatan bagi mereka;
mengarahkan mereka kepada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan hidup
manusia di dunia dan di akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang
manfaat dan mencegah atau menolak yang madharat, yakni yang tidak berguna
bagi hidup dan kehidupan manusia. Abu Ishaq al-Shatibi merumuskan lima tujuan
hukum Islam, yakni memlihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta yang
disebut maqashid al-khamsah. Hukum Islam ditetapkan oleh Allah untuk
memenuhi keperluan hidup manusia itu sendiri, baik keperluan hidup yang
bersifat primer, sekunder, maupun tersier. Apabila seorang muslim mengikuti
setiap ketentuan yang ditetapkan Allah SWT, maka ia akan selamat baik dalam
hidupnya di dunia maupun di akhirat.
2.2 Hak Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan suatu konsep etika politik modern
dengan gagasan pokok penghargaan terhadap manusia dan kemanusiaan. Gagasan
ini membawa kepada sebuah tuntunan moral bagaimana seharusnya manusia
memperlakukan ke sesama manusia. Tuntunan moral tersebut merupakan ajaran
inti dari semua agama. Sebab, semua agama mengajarkan pentingnya
penghargaan dan penghormatan terhadap manusia. Tuntunan moral itu diperlukan
untuk melindungi seseorang atau suatu kelompok yang lemah (al-mustadafin)
5

dari tindakan dzalim yang semena-mena yang biasanya datang dari mereka yang
kuat dan berkuasa. Hak Asasi Manusia di Indonesia tercantum dalam UUD 1945
pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1.
Adapun perbedaan prinsip antara konsep HAM dalam pandangan Islam
dan Barat yaitu :
1. HAM menurut pandangan Barat
Hak Asasi Manusia baru muncul setelah Revolusi Perancis, dimana
para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas
hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari
penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini,
muncullah perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para
raja mengakui aturan tentang hak asasi manusia. Diantaranya adalah
pengumuman hak asasi manusia dari Raja John kepada rakyat Inggris
tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi ini
lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis dalam bentuk yang lebih
jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian
deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan pada
Desember 1948. Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum
pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem
perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua
orang sesuai dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada
seluruh ummat manusia.
Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah
wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atas
sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dalam wacana ini, HAM dibagi menjadi
2 yaitu Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut
kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja
dan Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari masyarakat
sebagai anggota keluarga dan sebagai individu masyarakat, seperti: hak
memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak mendapat
keadilan dan hak persamaan dalam hak.

Adapun berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai Hak Asasi


Manusia menurut pemikiran barat, yakni : (1) Pembagian hak menurut hak
materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan
pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya:
hak beragama, hak sosial dan berserikat. (2) Pembagian hak menjadi tiga:
hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan
hak kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan. (3) Pembagian
hak menjadi dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan
terhadap negara untuk kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi
pelayanan negara kepada warganya.
Hak Asasi Manusia menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat
antroposentris, artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia. Dengan
demikian, manusia sangat dipentingkan. Manusia ditempatkan pada posisi
bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur segala sesuatu.
2. HAM menurut pandangan Islam
Hak-hak asasi manusia diliat dari sudut pandangan Islam bersifat
teosentris, artinya, segala sesuatu berpusat kepada Tuhan. Dengan
demikian Tuhan sangat dipentingkan. Allahlah yang menjadi tolok ukur
segala sesuatu, sedangkan manusia adalh ciptaan Allah untuk mengabdi
kepada-Nya. Makna teosentris bagi orang Islam adalah manusia pertamatama harus meyakini ajaran pokok Islam yang dirumuskan dalam dua
kalimat syahadat yakni pengakuan tiada Tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah utusan-Nya. Barulah setelah itu manusia melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik, menurut isi keyakinannya itu (Mohammad
Daud Ali, 1995: 304).
Hak asasi manusia dalam Islam tidak semata-mata menekankan kepada
hak asasi manusia saja, akan tetapi hak-hak itu dilandasi kewajiban asasi
manusia untuk mengabdi kepada Allah sebagai Penciptanya.
Hal ini sangat tertuang secara jelas untuk kepentingan manusia, lewat
syariah Islam yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syariah, manusia
adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas dan tanggungjawab, dan
karenanya ia juga mempunyai hak dan kebebasan. Dasarnya adalah

keadilan yang ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa


pandang bulu. Sistem HAM Islam mengandung prinsip-prinsip dasar
tentang persamaan, kebebasan dan penghormatan terhadap sesama
manusia. Persamaan, artinya Islam memandang semua manusia sama dan
mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya keunggulan yang
dinikmati seorang manusia atas manusia lainya hanya ditentukan oleh
tingkat ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Surat AlHujarat ayat 13, yang artinya sebagai berikut : Hai manusia,
sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan
Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kaum adalah
yang paling takwa.
Menurut pandangan Islam, konsep HAM bukanlah hasil evolusi dari
pemikiran manusia, namun merupakan hasil dari wahyu Ilahi yang telah
diturunkan melalu para nabi dan Rasul dari sejak permulaan eksistensi
umat manusia di atas bumi. Menurut ajaran Islam, manusia diciptakan oleh
Allah hanya untuk mengabdi kepada Allah seperti yang telah ditegaskanNya dalam al-Quran, surat az-Zariyat (51): 56, yang memiliki arti sebagai
berikut: Tidak kujadikan jin dan manusia kecuali mengabdi kepada-Ku.
Aspek khas dalam HAM Islami adalah tidak adanya orang lain yang dapat
memaafkan pelanggaran hak-hak jika pelanggaran itu terjadi atas
seseorang yang harus dipenuhi haknya.
Prinsip-prinsip HAM yang tercantum dalam Universal Declaration of
Human Rights dilukiskan dalam berbagai ayat di al-quran serta as-sunnah
seperti sebagai berikut :
(a) Martabat manusia
(b) Prinsip persamaan
(c) Prinsip kebebasan menyatakan pendapat
(d) Prinsip kebebasan beragama
(e) Hak atas jaminan sosial
(f) Hak atas harta benda

2.3 Demokrasi dalam Islam


Secara etimologi Demokrasi berarti Pemerintahan oleh Rakyat.
Inilah yang menyebabkan demokrasi dengan istilah-istilah pemerintahan
lainnya di mana tidak mempunyai hak paten dari rakyat. Amerika
mendefinisikan demokrasi sesuai dengan apa yang di ucapkan oleh
presiden ke-16 mereka, Abraham Lincoln (1809-1865): Pemerintah dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dengan kata lain di dalam
demokrasi terdapat partisipasi rakyat luas (public) dalam mengambil
keputusan yang berdampak kepada kehidupan bermasyarakat.
Secara literatur, demokrasi berarti kekuasaan dari rakyat, berasal
dari bahasa Yunani demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan).
Secara historis, istilah Demokrasi telah dikenal sejak abad ke-5
SM, yang pada awalnya sebagai respons terhadap pengalaman buruk
monarki dan kediktatoran di Negara-negara kota Yunani kuno.
Demokrasi

dalam

Islam

dianggap

sebagai

sistem

yang

mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama berakar, sebagai


berikut.

Musyawarah (syura)
Musyawarah merupakan konsekuensi politik kekhalifaan manusia.
Sebagai contoh, semua pimpinan organisasi diminta menyelesaikan
sesuatu dengan musyawarah. Dengan musyawarah diharpkan tidak
terjadi otoriter dan kesewenang-wenangan.

Ijma
Ijma (persetujuan) adalah sebuah penerimaan akan suatu hal yang
telah disepakati oleh sekelompok orang. Dalam hukum islam, ijma
adalah kepentingan yang dipahami dalam setiap sesuatu yang
berhubungan dengan syariah dan juga setiap sesuatu yang menjadi
perhatian bagi umat islam. Ada pengecualian dalam kelompok orang
yang terikat dalam kesepakatan ini, mereka adalah anak-anak dan
orang yang menderita gangguan mental.

Ada beberapa jenis ijma dan kewenangannya, yaitu :


A. Jenis Ijma
1. Eksplisit (Ijma azima atau qawli): pertanyaan yang muncul dan
banyaknya pandangan-pandangan dari orang yang berbeda.
Kemudian pandangan-pandangan ini dipertimbangkan dan
akhirnya disepakati.
2. Diam (Ijma rukhsat atau sakuti): pernyataan dinyatakan namun
tidak ada tanggapan untuk melawan atau menyetujui.
3. Oposisi yang tidak dikenal: pandangan umum namun tidak
diketahui apakah ada pakar atau ahli yang menyetujui.
4. Absolut (Ijma qati): hal yang tidak pernah telah terjadi
berkelanjutan dan seluruh generasi musim setuju tentang
masalah tersebut.
B. Kewenangan Ijma
1. Ijma memberikan bukti atas suatu pandangan.
2. Argumen atas suatu pandangan namun bukan bukti yang
meyakinkan.
3. Hanya ijma dari para sahabat yang memberikan bukti yang
meyakinkan.
4. Ijma diam bukan bukti yang meyakinkan, kecuali dalam kasus
sahabat maupun dalam kasus yang diamnya berarti merupakan
persetujuan.
Setiap persetujuan ataupun kesepakatan dalam sebuah diskusi akan
tidak luput dari berbagai masalah maupun penolakan-penolakan dari orang
yang bersangkutan, begitupun juga dengan Ijma, ada beberapa masalah
dan penolakan dari Ijma yang ada diantara para ahli hukum, sebagai
berikut.
1. Tidak mungkin bagi umat islam atau ahli hukum maupun Ijma itu
sendiri untuk menyepakati posisi dan terjadi tanpa sanad dari AlQuran, Hadits maupun qiyas.
2. Tidak mungkin bagi Ijma memiliki validitas kecuali atas dasar qiyas.

10

3. Namun mungkin juga bagi Ijma untuk terjadi tanpa sanad dari AlQuran, Hadits maupun sanad karena dalam kitab-kitab fiqh ada
banyak keputusan hukum yang sanadnya tidak ditemukan di manapun.
Terdapat dua argument dari banyak orang yang berbeda yang
memberikan prinsip ijma dari Al-Quran. Namun, Sadr Al-Syariah tidak
menemukan apa-apa dalam ayat-ayat yang ditentukan adanya Ijma,
sebagai gantinya dia menggunakan ayat-ayat yang lain. Akan tetapi,
Allamah Al-Taftazani menolak semua argument tersebut yang ditemukan
oleh Sadr Al-Syariah.

Al-Ghazali mengatakan bahwa hadits tersebut

(yang dikemukakan oleh Sadr Al-Syariah) adalah yang paling kuat untuk
bisa memperkuat prinsip Ijma. Namun shah Waliyullah mengatakan
bahwa hadits ini tidak berarti bahwa Ijma adalah hujja (bukti). Yang
benar adalah tidak ada argument yang mendukun Ijma yang didasarkan
atas Al-Quran dan Hadits yang terhadapnya para ahli hukum yang dikenal
tidak memberikan serangkaian keberatan-keberatan.

Ijtihad (Penilaian interpretative)

Ijtihad adalah mengerahkan sesuatu dengan segala kesungguhan. Atau


mengerahkan segala potensi dan kemampuan semaksimal mungkin untuk
menetapkan untuk menetapkan hukum hukum Islam.

Konsep Demokrasi dalam Islam


Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan tidak sepenuhnya
sejalan dengan Islam.

Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung agama.

Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan aspirasinya.

Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan dengan musyawarah.

Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun tetap menjadi


pertimbangan utama dalam musyawarah.

11

Musyawarah atau voting hanya berlaku pada persoalan ijtihadi; bukan


pada persoalan yang sudah ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan
Sunah.

Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak boleh keluar dari
nilai-nilai agama.

Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh semua warga.

Demokrasi dalam Islam berbeda dengan Demokrasi barat dalam beberapa hal
penting, sebagai berikut.

Islam mengakui bahwa kedaulatan hanya di tangan Allah dan para


wali-Nya yang terpilih, yaitu sebagai khalifah. Seorang khalifah
memerintah suatu negara atas nama Allah. Dia bukanlah pemimpin
yang berdiri sendiri dan bebas berkehendak sesuai kehendak hatinya.
Al-Quran menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di
bumi adalah milik Allah SWT dan tiada seorangpun yang sederajat
dengan-Nya.

Al-Quran menjelaskan : katakanlah (wahai Muhammad): Wahai


Tuhan yang mempunyai kerajaan (kedaulatan), engkau berikan
kerajaan kepada yang engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan
dari yang engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang engkau
kehendaki dan engkau hinakan orang yang engkau kehendaki (Qs. AlImran :26).

12

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Contoh kasus pelanggaran Hukum, HAM, dan Demokrasi dalam Islam

3.1.1 Pelanggaran HAM atas nama agama


Kita memiliki banyak sejarah gelap agamawi, entah itu dari
kalangan islam sendiri, Kristen, katolik, entah dari aliran lainnya. Bahwa
kadang justru dengan symbol agamawi, kita melupakan kasih, yaitu kasih
yang menjadi atribut tuhan dari setiap agama-agama.
Kita telah mengenal banyak sekelompok manusia dengan atribut
agamawi, berlindung dalam lembaga agama, namun mereka justru
melakukan kejahatan kemanusiaan (Crimes against humanity) entah itu
Kristen, islam ataupun agama lainnya. Akhir abad 20 atau awal abad 21,
akhir-akhir ini kita telah disuguhi kebobrokan-kebobrokan manusia
beragama yang melanggar hak asasi manusia, missal kelompok Al-Qaeda.
Di sisi lain Amerika Serikat yang disebut sebagai polisi dunia yang sering
memakai alasan isu terorisme yang dilakukan Al-Qaeda untuk melakukan
macam-macam agenda mereka. Invasi AS ke Iraq, penyerangan
Afghanistan ke Negara-negara lain dianggap tempat terorisme.
Memang kita akui banyak sekali kebrutalan yang dilakukan para
teroris kalangan islam fundamentais, contohnya dengan bom bali dan
kasus banyak lainnya. Namun itu tidak menutupi kebenaran bahwa
presiden Amerika Serikar Geoge Bush adalah fundamentalis terhadap
agamanya yakni Kristen. Tentu saja apapun yang mengandung
fundamentalis entah itu dalam islam maupun Kristen dan agama lainnya
bermakna tidak baik.
Bukan berniat untuk melecehkan agama kita maupun agama
lainnya, melainkan menjadikan ini sebagai perenungan apakah perlaukan
seorang melawan/menindas orang lain yang memiliki agama yang
berbedaadalah tujuannya untuk membela Allah? Membela tradisi?

13

Membela doktrin, ataukan membela diri sendiri? Kita sendiri yang bisa
menentukan jawabannya.

3.1.2 Kasus Pelanggaran HAM (Larangan Berjilbab bagi Siswi di Bali)


Kasus pelanggaram HAM yaitu larangan berjilbab bagi siswi di
Bali memang sangat terdengar memprihatinkan. Mengapa demikian ?
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, HAM menurut islam maupun
HAM yang telah ditetapkan pemerintah dan diatur oleh UU No. 39 tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 22 ayat 1 bahwa Setiap orang
bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu.
Sudah sangat jelas, larangan berjilbab dimanapun itu melanggar
Hak, jadi sangat diperlukan toleransi bagi setiap umat beragama karena
masyarakat Indonesia hidup dengan penuh keragaman. Tentu, ada yang
menjadi mayoritas dan minoritas di suatu wilayah.

14

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme pemerintahan negara yang


menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.

Demokrasi menurut Islam dapat diartikan seperti musyawarah,


mendengarkan pendapat orang banyak untuk mencapai keputusan dengan
mengedepankan nilai nilai keagamaan.

HAM adalah hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia ada di dalam
kandungan.

HAM dalam Islam didefinisikan sebagai hak yang dimiliki oleh individu
dan kewajiban bagi negara dan individu tersebut untuk menjaganya.

Hukum menurut Islam dapat diartikan sebagai hukum yang terdapat dalam
sumber-sumber seperti Al-Quran dan Al-Hadist.

4.2 Saran

Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membedakan antara


demokrasidi Indonesia dan Demokrasi islam dan dapat melihat sisi baik
dan buruknya.

Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat memahami pentingnya


HAM dalam kehidupan kita dan kewajiban kita untuk menjaganya.

Diharapkan setelah membaca makalah ini dapat membedakan antara


hukum islam dan hukum yang berlaku di Indonesia dan dapat melihat
perbedaannya.

15

DAFTAR PUSTAKA

Asiyah, Udji, dkk. Islamica Penguat Karakter Bangsa. Sidoarjo: Kelapa Pariwara.
2013.
ISLAM, M. (2012). Haryss__nasution_civic_10: MAKALAH HAM DALAM
PERSPEKTIF ISLAM. [online] Harisscivic.blogspot.com. Available at:
http://harisscivic.blogspot.com/2012/04/makalah-ham-dalam-perspektifislam_25.html [Accessed 5 Oct. 2014].
Angelfire.com, (2014). HAK ASASI MANUSIA DALAM ISLAM. [online]
Available at: http://www.angelfire.com/id/sidikfound/ham.html [Accessed 5
Oct. 2014].
Islam, M. (2013). Aiiu: Makalah ; Hukum HAM dan Demokrasi dalam Islam.
[online]

Aiiu474.blogspot.com.

Available

at:

http://aiiu474.blogspot.com/2013/06/makalah-hukum-ham-dan-demokrasidalam.html [Accessed 5 Oct. 2014].

16

Anda mungkin juga menyukai