Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Makalah Nilai Dan Norma Konstitusional UUD 1945


Dan Konstitusional Peraturan Perundang-Undangan
Di Bawahnya

DISUSUN OLEH
ANUL HIDAYATULLAH
A42120055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN DAN


REKREASI
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis sampaikan kepada kehadirat allah swt karena atas
kehendaknyalah penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul makalah nilai dan
norma konstitusional UUD 1945 dan konstitusional peraturan perundang-undangan di
bawahnya. Salawat berangkaikan salam kita hadiahkan kepada junjungan nabi besar
muhammad saw yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam terang
benderang seperti saat ini.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memberitahukan kepada pembaca
khususnya penulis mengenai makalah nilai dan norma konstitusional UUD 1945 dan
konstitusional peraturan perundang-undangan di bawahnya. Makalah ini disusun atas
motifasi dan semangat yang diberikan oleh orang-orang yang ada disekitar penulis.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam penulisan makalah ini
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari banyak kekurangan dimana-
mana, dengan tangan terbuka penulis menharap kritik dan saran yang bersifat
membangun bagi penulis terutama untuk makalah ini agar kedepannya penulis lebih
baik lagi dalam pembuatan makalah-makalah yang di berikan dosen.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi para pembaca.

Palu, 13 Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Tujuan penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstitusi
B. Tujuan Konstitusi
C. Sejarah Perkembangan Konstitusi Dinegara Indonesia
D. Konstitusi Sebagai Piranti Kehidupan Negara Yang Demokrasi

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Indonesia adalah negara hukum. Terbukti dengan adanya konstitusi yang
berlaku di Indonesia yaitu Undang – Undang Dasar 1945, seperti yang kita kenal saat
ini. Tapi seolah-olah warga negara Indonesia, tidak menganggap adanya UUD 1945
tersebut. Terbukti bahwa mereka sangat tidak menghiraukan hukum, dengan
melakukan berbagai macam penyimpangan-penyimpangan hukum, baik hukum
sosial, maupun Hak Asasi Manusia (HAM).
Pengetahun ataupun materi tentang Undang-undang Dasar 1945 harus kita
pelajari sejak dini. Yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi kita. Apalagi selaku
tunas bangsa yang nantinya akan ikut memimpin negeri ini harus mengetahui segala
hal yang berkaitan dengan kenegaraan termasuk Undang-undang Dasar 1945.
Sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai sebuah
bangsa yang masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi
negaranya. Landasan berpijaknya adalah ideologi Pancasila yang diciptakan oleh
bangsa Indonesia sendiri beberapa minggu sebelumnya dari penggalian serta
perkembangan budaya masyarakat Indonesia dan sebuah Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pra Amandemen yang baru ditetapkan
keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra
Amandemen) tersebut mengatur berbagai macam lembaga negara dari Lembaga
Tertinggi Negara hingga Lembaga Tinggi Negara. Konsepsi penyelenggaraan negara
yang demokratis oleh lembaga-lembaga negara tersebut sebagai perwujudan dari sila
keempat yang mengedepankan prinsip demokrasi perwakilan dituangkan secara utuh
didalamnya. Kehendak untuk mengejawantahkan aspirasi rakyat dalam sistem
perwakilan, untuk pertama kalinya dilontarkan oleh Bung Karno, pada pidatonya
tanggal 01 Juni 1945. Muhammad Yamin juga mengemukakan perlunya prinsip
kerakyatan dalam konsepsi penyelenggaraan negara. Begitu pula dengan Soepomo
yang mengutarakan idenya akan Indonesia merdeka dengan prinsip musyawarah
dengan istilah Badan Permusyawaratan. Ide ini didasari oleh prinsip kekeluargaan,
dimana setiap anggota keluarga dapat memberikan pendapatnya.
Dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo
menyampaikan bahwa ‘’Badan Permusyawaratan’’ berubah menjadi ‘’Majelis
Permusyawaratan Rakyat’’ dengan anggapan bahwa majelis ini merupakan
penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana anggotanya terdiri atas seluruh
wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil golongan. Konsepsi Majelis
Permusyawaratan Rakyat inilahang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI pada
acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(pra Amandemen).
Salah satu wewenang MPR hingga saat ini yaitu mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mengubah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, anggota MPR tidak
dapat mengusulkan pengubahan terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota
MPR. Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara
jelas pasal yang diusulkan diubah beserta alasannya.
Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 diajukan kepada pimpinan MPR. Setelah menerima usul pengubahan, pimpinan
MPR memeriksa kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah pengusul dan pasal yang
diusulkan diubah yang disertai alasan pengubahan yang paling lama dilakukan selama
30 (tiga puluh) hari sejak usul diterima pimpinan MPR. Dalam pemeriksaan,
pimpinan MPR mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok
Anggota MPR untuk membahas kelengkapan persyaratan.
Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan
MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara tertulis kepada pihak
pengusul beserta alasannya. Namun, jika pengubahan dinyatakan oleh pimpinan MPR
memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR wajib menyelenggarakan sidang
paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari. Anggota MPR menerima salinan
usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan paling lambat 14
(empat belas) hari sebelum dilaksanakan sidang paripurna MPR.
Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan sekurang-
kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota.

Selama kurun waktu sejak negara ini berdiri, UUD 1945 telah mengalami
empat kali perubahan (amandemen).Amandemen jelas bisa saja terjadi, dikarenakan
peradaban manusia yang bisa saja berubah. Maka dari itu amandemen dilakukan demi
menyesuaikan kebutuhan manusia berdasarkan zamannya.

B. Tujuan dan Manfaat                                                    


Adapun tujuan penulisan makalahKonstitusi dan Dasar Negara  ini adalah:
1.  Lebih meningkatkan pengetahuan tentang Konstitusi.
2.  Lebih mengetahui tentang UUD 1945
3.  Mengerti dan menghayati setiap butir-butir pasal yang terdapat pada Undang-
Undang Dasar 1945.
4.   Meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme terhadap NKRI.
5. Menjadikan konstitusi NKRI (UUD 1945) menjadi konstitusi yang kuat,
kokoh, dan dapat diterapkan oleh warga negara Indonesia dalam kehidupan
sehari-hari.
6. Menyadarkan setiap warga negara agar hukum yang berlaku.
7. Menjelaskan tentang kelemahan UUD 1945 Pasca-empat kali amandemen.
8. Menjelaskan urgensi pembentukan Komisi Konstitusi sebagai upaya
penguatan UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Konstitusi
Kontitusi itu berasal dari bahasa parancis yakni constituer yang berarti
membentuk.. Dalam bahasa latin konstitusi berasal dari gabungan dua kata yaitu
“Cume” berarti bersama dengan dan “Statuere” berarti membuat sesuatu agar berdiri
atau mendirikan, menetapkan sesuatu, sehingga menjadi “constitution”.Dalam istilah
bahasa inggris (constution) konstitusi memiliki makna yang lebih luas dan undang-
undang dasar. Yakni konstitusi adalah keseluruhan dari peraturn-peraturan baik yang
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara-cara bagaimana
sesuatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat. Dalam terminilogi
hokum islam (Fiqh Siyasah) konstitusi dikenal dengan sebutan DUSTUS yang berati
kumpulan faedah yang mengatur dasar dan kerja sama antar sesame anggota
masyarakat dalam sebuah Negara.
Definisi Konstitusi menurut para ahli
 Herman Heller. Konstitusi mempunyai arti yang lebih luas daripada undang-
undang Dasar. Konstitusi tidah hanya bersifat yuridis, tetapi mengandung
pengertian sosiologisdan politis.
 Oliver Cromwell. Undang-undang Dasar itu merupakan “instrumen of
govermen”, yaitu bahwa Undang-undang dibuat sebagai pegangan untuk
memerintah. Dalam arti ini, Konstitusi identik dengan Undang-undang dasar.
 F. Lassalle. Konstitusi sesungguhnya menggambarkan hubungan antara
kaekuasaan yang terdapat didalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai
kedudukan nyata didalam masyarakat, misalnya kepala negara, angkatan perang,
partai politik, buruh tani, pegawai, dan sebagainya.
 Prayudi Atmosudirdjo. Konstitusi adalah hasil atau produk sejarah dan proses
perjuangan bangsa yang bersangkutan, Konstitusi merupakan rumusan dari
filsafat, cita-cita, kehendak dan perjuangan suatu bangsa. Konstitusi adalah
cermin dari jiwa, jalan pikiran, mentalitas dan kebudayaan suatu bangsa.
 K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu
negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur /memerintah
dalam pemerintahan suatu negara.
 L.J Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun
peraturan tak tertulis.
 Koernimanto Soetopawiro, istilah konstitusi berasal dari bahasa
latin cisme yang berarti bersama dengan dan statute yang berarti membuat
sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.

B. Tujuan Konstitusi
Tujuan konstitusi yaitu:
1. Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang – wenang
maksudnya tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan
berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan
bisa merugikan rakyat banyak.
2. Melindungi HAM maksudnya setiap penguasa berhak menghormati HAM
orang lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan
haknya.
3. Pedoman penyelenggaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman
konstitusi negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.
 Fungsi Dan Ruang Lingkup Konstitusi
.      Fungsi UUD 1945
Sebagi Konstitusi tentulah UUD 1945 memiliki fungsi, bila dijabarkan fungsi
UUD 1945 adalah sebagai berikut:
-        Sebagai sumber hukum dalam tertib hukum, merupakan perundang-undangan
yang tertinggi.
-        Sebagai alat kontrol bagi hukum yang berada di bawahnya.
-        Sebagai pedoman yang memberi arah bangsa.
-        Sebagai kerangka dasar dalam pembagian dan penyelenggaraan pemerintah
negara.
Fungsi tersebut adalah suatu acuan dalam melakukan segala kehidupan
berbangsa dan keseimbangan dalam berprilaku bila diterapkan dengan baik. Dalam
berbagai literature hokum tata Negara maupun ilmu politik ditegaskan bahwa fungsi
konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk system politik
dan hokum Negara.Oleh karena itu ruang lingkup undang-undang dasar sebagai
konstitusi tertulis sebagaimana dikemukakan oleh A.A.HY Struycken memuat
tentang :
1) Hasil perjuangan politik bangsa diwaktu lampau.
2) Tingkat-tingkat tinggi pembangunan ketatanegaraan bangsa.
3) Pandangan tokoh bangsa yang hendak di wujudkan, baik sekarang maupun masa
yang akan dating.
4) Suatu keinginan yang mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.

Nilai konstitusi yaitu:
1. Nilai normatif adalah suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa
dan bagi mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal),
tetapi juga nyata berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan
dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
2. Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetapi
tidak sempurna. Ketidaksempurnaan itu disebabkan pasal – pasal tertentu
tidak berlaku / tidsak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD itu
berlaku bagi seluruh wilayah negara.
3. Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan
penguasa saja. Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan
konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik.
Macam – macam konstitusi
1. Menurut CF. Strong konstitusi terdiri dari:
    Konstitusi tertulis (dokumentary constiutution / writen constitution)
adalah aturan – aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan tata
negara, demikian juga aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan
suatu bangsa di dalam persekutuan hukum negara.
    Konstitusi tidak tertulis / konvensi (nondokumentary constitution) adalah
berupa kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul.

Adapun syarat – syarat konvensi adalah:


1.      Diakui dan dipergunakan berulang – ulang dalam praktik penyelenggaraan
negara.
2.      Tidak bertentangan dengan UUD 1945.
3.      Memperhatikan pelaksanaan UUD 1945.
4.      Secara teoritis konstitusi dibedakan menjadi:
 Konstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam
penyelenggaraan negara, hubungan rakyat dengan pemerintah,
hubuyngan antar lembaga negara.
 Konstitusi sosial adalah konstitusi yang mengandung cita – cita sosial
bangsa, rumusan filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan
sistem politik yang ingin dikembangkan bangsa itu.
Berdasarkan sifat dari konstitusi yaitu: Konstitusi Fleksibel dan Konstitusi Kaku
1) Ciri-ciri konstitusi fleksibel yaitu
a. Elastic
b. Diumumkan dan diubah dengan cara yang sama.
2) Cirri-ciri konstitusi yang kaku
a. Mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dan peraturan undang-
undang yang lain.
b. Hanya dapat diubah dengan cara yang khusus, istimewa dan persyaratan
yang berat.
 Syarat terjadinya konstitusi yaitu:
1. Agar suatu bentuk pemerintahan dapat dijalankan secara demokrasi dengan
memperhatikan kepentingan rakyat.
2. Melindungi asas demokrasi.
3. Menciptakan kedaulatan tertinggi yang berada ditangan rakyat.
4. Untuk melaksanakan dasar negara.
5. Menentukan suatu hukum yang bersifat adil.
 Kedudukan konstitusi/UUD yaitu:
1. Dengan adanya UUD baik penguasa dapat mengetahui aturan / ketentuan
pokok mendasar mengenai ketatanegaraan.
2. Sebagai hukum dasar.
3. Sebagai hukum yang tertinggi.
 Perubahan konstitusi/UUD yaitu:
Secara revolusi, pemerintahan baru terbentuk sebagai hasil revolusi ini yang
kadang – kadang membuat sesuatu UUD yang kemudian mendapat persetujuan
rakyat. Secara evolusi, UUD/konstitusi berubah secara berangsur – angsur yang
dapat menimbulkan suatu UUD, secara otomatis UUD yang sama tidak berlaku
lagi.
 Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi yaitu:
Keterkaitan antara dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita
– cita dan tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD suatu negara.
Dasar negara sebagai pedoaman penyelenggaraan negara secara tertulis termuat
dalam konstitusi suatu negara.
 Keterkaitan konstitusi dengan UUD yaitu:
Konstitusi adalah hukum dasar tertulis dan tidak ter tulis sedangkan UUD adalah
hukum dasar tertulis. UUD memiliki sifat mengikat oleh karenanya makin elastik
sifatnya aturan itui makin baik, konstitusi menyangkut cara suatu pemerintahan
diselenggarakan.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa konstitusi memiliki dua


pengertian yaitu :
1. Konstitusi dalam arti sempit, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau
undang-undang Dasar.
2. Konstitusi dalan arti luas, yaitu sebagai hukum dasar yang tertulis atau
undang-undang Dasar dan hukum dasar yang tidak tertulis / Konvensi.
Konvensi sebagai aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan bearnegara mempunyai sifat :
 Merupakan kebiasaan yang berulangkali dalam prektek penyelenggaaraan
Negara.
 Tidak beartentangan dengan hukum dasar tertulis/Undang-Undang Dasar dan
bearjalan sejajar.
 Diterima oleh rakyat negara.
 Bersifat melengkapi sehingga memungkinkan sebagai aturan dasar yang tidak
terdapat dalam Undang-undang Dasar.
Konstitusi sebagai hukum dasar memuat aturan-aturan dasar atau pokok-pokok
penyelenggaraan bernegara, yang masih bersifat umum atau bersifat garis besar dan
perlu dijabarkan lebih lanjut kedalam norma hukum dibawahnya.
Apabila dikaitkan dengan teori jenjang norma hukum dari Hans Nawiaski, maka
dasar negara pancasila sebagai Staatfundamentalnorm/norma fundamental negara,
dan undang-undang dasar negara 1945 sebagai staatgrundgesetz atau aturan dasar
atau pokok negara.
Dahulu konstitusi digunakan sebagai penunjuk hukum penting biasanya
dikeluarkan oleh kaisar atau raja dan digunakan secara luas dalam hukum konon
untuk menandakan keputusan subsitusi tertentu terutama dari Paus.Konstitusi pada
umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan
untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian
ini, konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis
(formal). Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus
diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan
keputusan, kebijakan dan distibusi maupun alokasi Konstitusi bagi organisasi
pemerintahan negara yang dimaksud terdapat beragam bentuk dan kompleksitas
strukturnya, terdapat konstitusi politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti
konstitusi ekonomi.
Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya
suatu negara. Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written
Constitution) dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan
seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang termuat dalam undang-
undang dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat
kebiasaan. Dalam karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan
hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan
Kanada.

C. Sejarah Perkembangan Konstitusi Dinegara Indonesia


Konstitusi sebagai satu kerangka kehidupan politik telah lama dikenal yaitu
sejak zaman yunani yang memiliki beberapa kumpulan hokum (semacam kitab
hokum pada 624 – 404 SM) sehingga, sebagai Negara hokum Indonesia memiliki
konstitusi yang dikenal sebagai UUD 1945 yang telah dirancang sejak 29 Mei 1945
sampai 16 Juli 1945 oleh badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia (BPUPKU) yang mana tugas pokok badan ini sebenarnya menyusun
rancangan UUD. Namun dalam praktik persidangannya berjalan berkepanjangan
khususnya pada saat membahas masalah dasar Negara.diakhir siding I
BPUPKIberhasil membentuk panitia kecil yang disebut panitia sembilang, panitia ini
pada tanggal 22 juni 1945 berhasil mencapai kompromi untuk menyetujui sebuah
naskah mukhodimah UUD yang kemudian diterima dalam siding II BPUPKI tanggal
11 Julu 1945. Setelah itu Ir. Soekarno membentuk panitia kecil pada tanggal 16 juli
1945 yang diketuai oleh Soepomo dengan tugas menyusun rancangan UUD dan
membentuk panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang beranggotakan 21
orang. Sehingga UUD atau konstitusi Negara republic Indonesia diatukan ditetapkan
oleh PPKI pada hari sabtu tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian sejak itu
Indonesia telah menjadi suatu Negara modern karena telah memiliki suatu system
ketatanegaraan yaitu dalam UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah, konstitusi Indonesia telah mengalami beberapa
kali pergantian baik nama maupun subtansi materi yang dikandungnya, yaitu :
1) UUD 1945 yang masa berlakunya sejak 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember
1949.
2) Konstitusi republic Indonesia serikat yang lazim dikenal dengan sebutan
konstitusi RIS (17 Desember 1949 – 17 Agustus 1950).
3) UUD 1950 (17 Agustus 1950 – 05 Juli 1959).
4) UUD 1945 yang merupakan pemberlakuan kembali konstitusi pertama
Indonesia dengan masa berlakunya sejak dekrit presiden 05 Juli 1959 –
Sekarang.

D. Konstitusi Sebagai Piranti Kehidupan Negara Yang Demokrasi


Sebagaimana dijelaskan diawal, bahwa konstitusi berpesan sebagai sebuah
aturan dasar yang mengatur kehidupan dalam bernegara dan berbangsa maka
aepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara negra dan warga
Negara.
Kontitusi merupakan bagian dan terciptanya kehidupan yang demokratis
bagi seluruh warga Negara. Jika Negara yang memilih demokrasi, maka konstitusi
demokratis merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi dinegara
tersebut. Setiap konstitusi yang digolongkan sebagai konstitusi demokratis haruslah
memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri.
Amandemen UUD 1945
Konstitusi suatu negara pada hakekatnya merupakan hukum dasar tertinggi
yang memuat hal-hal mengenai penyelenggaraan negara, karenanya suatu konstitusi
harus memiliki sifat yang lebih stabil dari pada produk hukum lainnya. Terlebih lagi
jika jiwa dan semangat pelaksanaan penyelenggaraan negara juga diatur dalam
konstitusi sehingga perubahan suatu konstitusi dapat membawa perubahan yang besar
terhadap sistem penyelenggaraan negara. Bisa jadi suatu negara yang demokratis
berubah menjadi otoriter karena terjadi perubahan dalam konstitusinya.
Adakalanya keinginan rakyat untuk mengadakan perubahan konstitusi
merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Hal ini terjadi apabila mekanisme
penyelenggaraan negara yang diatur dalam konstitusi yang berlaku dirasakan sudah
tidak sesuai lagi dengan aspirasi rakyat. Oleh karena itu, konstitusi biasanya juga
mengandung ketentuan mengenai perubahan konstitusi itu sendiri, yang kemudian
prosedurnya dibuat sedemikian rupa sehingga perubahan yang terjadi adalah benar-
benar aspirasi rakyat dan bukan berdasarkan keinginan semena-mena dan bersifat
sementara atau pun keinginan dari sekelompok orang belaka.
Sejak Proklamasi hingga sekarang telah berlaku tiga macam Undang-undang
Dasar dalam delapan periode yaitu :
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober
5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8. Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang

Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia


Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945
terdiri dari :
1. Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu
Pancasila;
2. Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
1.    16 Bab;
2.    37 Pasal
3.    4 aturan peralihan;
4.    2 Aturan Tambahan.
UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi
RIS) pada 27 Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh
Undang-undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia hingga saat ini. Hingga
tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan UUD 1945 dilakukan pada:
1. Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999; Pada amandemen ini, pasal-
pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat (1), 7, 9 ayat (1) dan
(2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan (3), 20 ayat (1), (2),
(3) dan (4), 21 ayat (1). Beberapa perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undang dengan persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang
kepada DPR.
b. Pasal 7 berbunyi : Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama
masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali;
Diubah menjadi : Preseiden dan wakil presiden memegang jabatan
selama limatahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
c. Pasal 14 berbunyi : Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi
Diubah menjadi :
(1) Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung;
(2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan
DPR.
d. Pasal 20 ayat 1 : Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
2. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000;
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal
yaitu: Pasal 18 ayat (1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat
(1) s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat (1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3),
27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat (1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3),
28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d (5), 28J ayat (1)
dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.

Beberapa perubahan yang penting adalah :


a. Pasal 20 berbunyi : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR;
Diubah menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran,
dan fungsi pengawasan.
b. Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan
Negara ditetapkan dengan Undang-undang Diubah menjadi : Penduduk ialah
warga NegaraIndonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia
c. Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3. Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001;
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu:
Pasal 1 ayat (2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3) dan
(5), 7A, 7B ayat (1) s/d (7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat (4),
22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d (4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F ayat (1) dan (2),
23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat (1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4),
24C ayat (1) s/d (6). Beberapa perubahan yang penting adalah :

a. Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR
Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD
b. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat
c. Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli;
Diubah menjadi : Calon Presiden dan wakil Presiden harus warga
negara Indonesiasejak kelahirannya
d. Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
1. Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung
2. Pasal 24C : mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap
UUD (dan menurut amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi
ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas mengkaji ulang keempat amandemen
UUD 1945 pada tahun 2003
4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002 Pada amandemen IV ini,
pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu: pasal-pasal : 2 ayat (1),
6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31 ayat (1) s/d (5),
32 ayat (1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5),
Aturan Peralihan Pasal I s/d III, aturan Tambahan pasal I dan II. Beberapa
perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongan-
golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang;
Diubah menjadi : MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih
melalui Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.
b. Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus. Diubah
menjadi :Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas
memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya
diatur dalam Undang-undang
c. Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa. Pasal ini tetap tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7
kata : dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
d. Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya
pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan
oleh Mahkamah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa amandemen I,II,III dan IV
terhadap UUD 1945, maka sejak 10 Agustus 2002 Ketatanegaraan Republik
Indonesia telah mengalami perubahan sebagai berikut :
a. Pasal 1 ayat (2): MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan tertinggi)
di Indonesia, melainkan rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan, MPR
bukan Lembaga tertinggi Negara lagi. MPR, DPR, dan Presiden yang
bertanggung jawab kepada rakyat melalui Pemilihan Umum. Presiden dan
Wakil Presiden yang melangar hukum tidak akan terpilih dalam pemilihan
umum yang akan datang.
b. Pasal 2 ayat (1): MPR terdiri dari :
1. Dewan Perwakilan Rakyat (House of Representatives : di Amerika
Serikat)
2. Dewan Perwakilan Daerah (Senate : di Amerika Serikat)
MPR merupakan lembaga yang memiliki dua badan (Bicameral) seperti
di Amerika Serikat; Anggota DPR dipilih dalam pemilihan umum oleh
seluruh rakyat, sedangkan DPD dipilih oleh rakyat di daerah (Provinsi)
masing-masing. Dengan ditetapkannya DPR dan DPD sebagai anggota
MPR, maka utusan golongan termasuk TNI/POLRI dihapuskan dari
MPR. Selain itu, MPR bukan lagi pemegang kedaulatan (kekuasaan
tertinggi) di Indonesia, melainkan rakat Indonesia yang memegang
kedaulatan.
c. Pasal 5 ayat (1): Presiden bukan lagi pembentuk undang-undang, tetapi
berkedudukan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (Lembaga
Eksekutif, Pemerintahan/Pelaksana Undang-undang)
d. Pasal 6 ayat (1) dan 6A: Presiden Indonesia tidak harus orang Indonesia asli,
tetapi calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga Negara Indonesia
sejak kelahirannya. Presdien dan Wakil Presiden dipilih secara langsung
oleh rakyat (bukan secara tidak langsung oleh MPR, sedangkan DPR dipilih
rakyat)
e. Pasal 7: Presiden dan Wakil Presiden hanya dapat memegang jabatan selama
paling lama 2 x 5 tahun : 10 tahun (dahulu Presiden memegang jabatan
selama lebih dari 30 tahun, bahkan seumur hidup).
f. Pasal 14: Presiden memberi : 
    Grasi dan Rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung
Kelemahan Hasil Amandemen UUD 1945
Setelah empat kali melakukan amandemen UUD 1945, yang sejatinya
dilakukan untuk menutupi kelemahan sebelumnya namun ternyata hasil dari
amandemen tersebut menimbulkan beberapa kelemahan lagi. Hal ini
menyebabkan terjadi pengelompokan sikap masyarakat. Satu kelompok menghendaki
UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnya menginginkan
diadakan lagi perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan kelompok terakhir
tetap pada UUD 1945 pasca-amendemen.
Ada beberapa faktor menyangkut kelemahan UUD 1945 pasca-amendemen.
Pertama, adanya kekaburan dan inkonsistensi teori dan materi muatan UUD 1945.
Kedua, kekacauan struktur dan sistematisasi pasal-pasal UUD 1945. Ketiga,
ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang multi-interpretatif, yang
menimbulkan instabilitas hukum dan politik.
Dalam hal ini, Komisi Konstitusi yang dibentuk berdasarkan Ketetapan MPR
No 1/2002 dan Keputusan MPR No 4/2003 dengan tugas melakukan pengkajian
secara komprehensif tentang perubahan UUD NKRI Tahun 1945 oleh MPR, juga
menyebutkan hal sama. Setelah bertugas selama tujuh bulan dan menyerahkan hasil
kerjanya, berupa Naskah Kajian Akademis Perubahan UUD NKRI Tahun 1945 dan
Naskah Perubahan UUD NKRI Tahun 1945 kepada Ketua MPR Amien Rais pada 24
April 2003, Komisi Konstitusi menyatakan terdapat 31 butir kekurangan, kelemahan,
dan ketidaksempurnaan UUD 1945 pasca-amendemen.
Dimulai dengan tawar-menawar atau bargaining, kompetisi, dan kompromi
politik berdasarkan kepentingan politik fraksi-fraksi di MPR dalam empat kali
amandemen UUD 1945. Contohnya ketika MPR mulai membicarakan lembaga DPD,
tanggal 7 November 2001, sebanyak 190 anggota MPR menyatakan tidak setuju
terhadap lembaga DPD. Mereka lebih memilih untuk tetap pada struktur
ketatanegaraan UUD 1945 yang berdasarkan negara kesatuan dengan sistem satu
kamar atau uni-cameral.
Ketidaksetujuan itu disebabkan adanya kekhawatiran bahwa lembaga DPD
akan merubah struktur negara kesatuan menjadi negara federal dengan sistem dua
kamar atau bi-cameral. Padahal, banyak negara kesatuan atau unitary state di dunia
mempunyai sistem perwakilan dua kamar. Lalu, kompromi politik menghasilkan
rumusan Pasal 22D UUD 1945 di mana kewenangan dan kekuasaan DPD, sebagai
spatial representation, tidak seimbang dan bersifat asimetrik dengan kewenangan
DPR. Hal ini disebut sistem dua kamar yang lunak atau soft bi-cameral.z
Kewenangan dan kekuasaan DPD, sesuai dengan sistem checks and balances
seharusnya bersifat seimbang dan simetrik dengan DPR dalam sistem perwakilan dua
kamar yang seimbang atau balanced bi-cameral. Dengan pertimbangan bahwa DPD,
yang anggotanya dipilih melalui sistem distrik dengan keanggotaan majemuk atau
multi-member district, dapat menjalankan fungsi integrasi sesuai Sila Ketiga
Pancasila, yakni Persatuan Indonesia, dengan memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan daerah dalam koridor NKRI.
Selanjutnya, ketidaksempurnaan UUD 1945 pascaperubahan, berdasarkan
fenomena dominasi kekuasaan DPR atau legislative heavy. Salah satu bukti adalah
Pasal 13 ayat (3) UUD 1945, yakni Presiden menerima penempatan duta negara lain
dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Biasanya kewenangan menerima duta
negara lain adalah domain eksekutif atau Presiden, maka ketentuan adanya
pertimbangan DPR menunjukkan dominasi kekuasaan DPR yang telah memasuki
domain Presiden.
Kemudian inkonsistensi dan kekaburan teori UUD 1945 yang berhubungan
dengan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 20 ayat (5)
UUD 1945 yang berisikan, “Dalam hal rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari
semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang
tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan”.
Pasal ini, bersifat inkonsisten dan kabur, sebab dalam sistem pemerintahan
presidensial segenap legislasi (pembuatan UU) merupakan wewenang badan
legislatif. Sehingga Presiden tidak mengambil keputusan terhadap hasil akhir legislasi
walaupun Presiden berhak mengajukan suatu RUU kepada DPR dan DPD untuk
sektor hubungan pusat dan daerah.
Oleh karena itu, Presiden berhak menolak RUU atau hak veto, dengan
ketentuan bahwa bobot keputusan parlemen yang menentukan validitas dari RUU
tersebut. Misalnya, dengan 2/3 dukungan suara di DPR atau 2/3 suara pada masing-
masing kamar untuk menghasilkan rancangan undang-undang yang tidak boleh
ditolak oleh Presiden. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa Pasal 20 ayat (5) UUD
1945 adalah legislative heavy.
Selanjutnya, masalah penyebutan dengan perubahan atau amandemen UUD
1945 yang berarti mengubah pasal-pasal tertentu tanpa mengubah teks asli, tetapi
memberi tambahan terhadap pasal-pasal yang sudah ada. Seperti diketahui, setelah
dilakukan perubahan oleh MPR, dari 37 Pasal UUD 1945, ditambah empat pasal
Aturan Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan serta Penjelasan Umum dan
Penjelasan Pasal demi Pasal UUD 1945 yang diputuskan oleh Sidang Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, hanya 6 pasal
(sekitar 16,21%) yang belum diubah.
Pasal-pasal tersebut adalah, 1) Pasal 4 tentang Presiden memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang Undang Dasar; 2) Pasal 10 tentang Presiden
memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara; 3) Pasal 12 tentang kewenangan Presiden menyatakan keadaan
bahaya; 4) Pasal 22 tentang kewenangan Presiden mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang Undang; 5) Pasal 25 tentang syarat-syarat untuk
menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim; dan 6) Pasal 29 tentang agama.
Sedangkan pasal-pasal yang diubah berjumlah 31 Pasal (83,79%) ditambah
dengan pasal-pasal baru dengan sistem penomoran pasal lama ditambah huruf A, B,
C, D, dan seterusnya beserta ayat-ayat yang baru dalam pasal-pasal lama. Dengan
pasal-pasal baru yang berjumlah 36 pasal atau 97,30% dari UUD 1945 asli, patut
dipersoalkan bahwa MPR telah mengganti konstitusi lama dengan yang baru, dan
bukan amandemen UUD 1945.
Kemudian, masalah inkonsistensi yang menyangkut bagian mana dari UUD
1945 pasca-amandemen yang tidak dapat diubah atau dapat diubah dengan
persyaratan tertentu. Dalam UUD 1945 pasca-amandemen yang tidak dapat diubah
adalah hanya bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini berarti bahwa
terhadap landasan dasar filosofis kehidupan bangsa dan negara yakni Pembukaan
UUD 1945 dan Pancasila, secara teoritis, terbuka penafsiran untuk dapat diubah
sekalipun diperlukan persyaratan sesuai Pasal 37 ayat (1) UUD 1945, karena Pasal 37
ayat (5) UUD 1945 tidak mencantumkannya. Sedangkan, Pembukaan UUD 1945
yang berisikan Pancasila, adalah perjanjian luhur bangsa atau pacta sunt seranda.
Kelemahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan yang bersifat mendasar dari
UUD 1945 pasca-amandemen itulah yang menyebabkan UUD 1945 tidak bisa
berlaku sebagai konstitusi yang hidup, yang berlaku puluhan tahun ke depan. Oleh
karena itu dibutuhkan sebuah solusi untuk mencegah kelemahan-kelemahan ini
kembali bermunculan di masa yang akan datang, karena tidak menutup kemungkinan
amandemen UUD 1945 kembali akan dilakukan. Salah satu solusi yang bisa
dilakukan adalah dengan membentuk Komisi Konstitusi dalam membuat draft
konstitusi sebelum dibahas dalam rapat paripurna MPR.
Pembentukan Komisi Konstitusi Sebagai Upaya Penguatan UUD 1945
Selama ini MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD
1945sebelumnya tidak membuat dan memilikicontent draft konstitusi secara utuh
sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary) yang dapat
ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan. Content draft yang
didasari paradigma yang jelas yang menjadi kerangka (overview) tentang eksposisi
ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai hubungan Negara dengan
warga negara, negara dan agama, negara dengan Negara hukum, negara dalam
pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya. Juga eksposisi yang mendalam tentang
esensi demokrasi, apa syaratnya dan prinsip-prinsipnya serta check and  balancesnya
bagaimana dilakukan secara mendalam.
MPR lebih menekankan perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan
memakai kerangka yang sudah ada dalam UUD 1945. Cara semacam ini membuat
perubahan itu menjadi parsial, sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya.
MPR tidak  berani keluar dari kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang
relevansinya sudah tidak layak lagi dipertahankan. Proses Amandemen secara parsial
seperti diatas tidak dapat memberikan kejelasan terhadap konstruksi nilai dan
bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk. Sehingga terlihat adanya paradoks dan
inkonsistensi terhadap hasil-hasilnya yang telah diputuskan. Hal ini bisa dilihat dari
pasal-pasal yang secara redaksional maupun sistematikanya yang tidak konsisten satu
sama lain. Seperti misalnya, penetapan prinsip sistem Presidensial namun dalam
elaborasi pasal-pasalnya menunjukkan sistem Parlementer yang memperkuat posisi
dan kewenangan MPR/DPR.
Selain itu MPR yang dikarenakan keanggotaannya terdiri dari fraksi-
fraksi politik menyebabkan dalam setiap pembahasan dan keputusanamat kental
diwarnai oleh kepentingan politik masing-masing.Fraksi-fraksi politik yang ada lebih
mengedepankan kepentingandan selera politiknya dibandingkan kepentingan bangsa
yang lebihluas. Hal ini dapat dilihat dari pengambilan keputusan finalmengenai
Amandemen UUD 1945 dilakukan oleh sekelompok kecil elit fraksi dalam rapat Tim
Lobby dan Tim Perumus tanpaadanya risalah rapat.
Mengapa hal itu terjadi? Penulisberpendapat, di samping kepentingan politik
fraksi-fraksi di MPR ditambah beberapa faktor seperti minimnya pengalaman para
anggota MPR, juga akibat tidak adanya kerangka acuan dan/atau naskah akademik
yang dipersiapkan dengan matang oleh suatu Tim Pembuat Draft Amandemen yang
terdiri dari para ahli konstitusi dan ahli-ahli lainnya serta wakil-wakil dari daerah.

K.C. Wheare, seorang ahli hukum konstitusi Inggris, menjelaskan tentang arti
penting konstitusi berderajat tertinggi atau supreme constitution. Pada intinya,
kedudukan konstitusi dilihat dari aspek hukum mempunyai derajat tertinggi atau
supremasi. Dasar pertimbangan supremasi konstitusi terdapat beberapa hal, yakni: 1)
konstitusi dibuat oleh Badan Pembuat Undang-Undang Dasar; 2) konstitusi dibentuk
atas nama rakyat, berasal dari rakyat, kekuatan berlakunya dijamin oleh rakyat, dan ia
harus dilaksanakan langsung kepada masyarakat untuk kepentingan mereka; dan 3)
konstitusi ditetapkan oleh lembaga atau badan yang diakui keabsahannya.
Mencermati diktum pertama dasar pertimbangan supremasi konstitusi di atas,
bahwa untuk melakukan perubahan UUD 1945 merupakan sesuatu yang bersifat
spesifik. Untuk membuatnya haruslah ditangani oleh orang-orang yang mempunyai
kemampuan dan kompetensi untuk itu, dilakukan seleksi yang ketat oleh MPR secara
terbuka, transparan, dan diketahui oleh publik. Jadi perubahan UUD 1945 tidak
ditangani oleh MPR, karena keterlibatan unsur partisan akan menjadikan setiap
proses pembicaraan sebagai wahana untuk mendesakkan kepentingan masing-masing.
Mereka lupa untuk memikirkan kepentingan rakyat, dan tak jarang pula menimbulkan
berbagai konflik. Sebagai solusi terhadap perubahan konstitusi haruslah deserahkan
kepada Komisi Konstitusi atau Constitutional Commission yang independen,
sehingga kata “dibuat” dalam diktum pertama akan terpenuhi.
Sejalan dengan adanya Komisi Konstitusi, Haysom mengemukakan adanya
empat proses pembuatan konstitusi yang demokratis, yaitu: 1) by a democratically
constituted assembly; 2) by a democratically elected parliament; 3) by a popular
referendum; dan 4) by a popularly supported constitutional commission.

Dengan cara keempat, sebagai salah satu proses pembuatan konstitusi di atas,
merupakan konstitusi yang kokoh bagi suatu negara konstitusional (constitutional
state) yang mampu menjamin suatu demokrasi yang berkelanjutan (a sustainable
democracy), juga harus merupakan konstitusi yang legitimate, dalam arti proses
pembuatannya harus secara demokratis, diterima dan didukung sepenuhnya oleh
seluruh komponen masyarakat dari berbagai aliran dan faham, aspirasi, dan
kepentingan.
Untuk dapat menjalankan tugasnya dengan efektif, Komisi Konstitusi harus
memiliki tugas dan wewenang, yaitu: a) melakukan penyelidikan dalam rangka
penyusunan naskah konstitusi; b) melakukan upaya-upaya untuk memperoleh
masukan dari publik dan lembaga-lembaga negara; c) menyusun masukan di
masyarakat menjadi naskah rancangan konstitusi secara komprehensif untuk
disahkan; dan d) melakukan sosialisasi naskah rancangan konstitusi kepada publik.
Dimasukkannya tugas dan wewenang Komisi Konstitusi untuk melakukan
penyelidikan dalam rangka penyusunan konstitusi dan untuk merumuskan naskah
konstitusi, merupakan tujuan utama dari pembentukan komisi ini. Tugas dan
wewenang untuk melakukan upaya guna menerima masukan dan sosialisasi naskah
pada publik, dimaksudkan untuk melibatkan secara aktif peran-serta masyarakat
dalam penyusunan konstitusi.
Sementara itu, keanggotaan Komisi Konstitusi harus terdiri atas: 1) pakar dari
berbagai disiplin ilmu; 2) perwakilan dari tiap daerah di Indonesia. Secara
keseluruhan, anggota Komisi Konstitusi haruslah non-partisan, dengan komposisi
yang mencerminkan kesetaraan jender, keadilan agama dan etnis, serta
mengakomodasi unsur dan kepentingan daerah.

Keanggotaan Komisi Konstitusi di atas, diyakini dapat menjembatani secara


optimal mayoritas kepentingan-kepentingan rakyat Indonesia terhadap materi muatan
konstitusi yang akan dibuat, sekaligus meminimalisasi materi muatan konstitusi yang
berorientasi jangka pendek dan sarat kepentingan sekelompok orang atau golongan.
Komisi Konstitusi harus mendapatkan legitimasi yang kuat, baik secara
konstitusional maupun oleh rakyat, demikian pula hasilnya. Seleksi Ketua dan
Angota Komisi Konstitusi – diangkat oleh MPR dalam Sidang Tahunan – melalui
proses yang transparan, partisipatif, dan akuntabel. Waktu pelaksanaan seleksi harus
memadahi, tidak terlalu singkat, untuk mengoptimalkan partisipasimasyarakat.
 Komisi Konstitusi ini diangkat oleh MPR dengan pertimbangan, bahwa MPR
merupakan lembaga yang berwenang untuk mengubah dan menetapkan Undang-
Undang Dasar, berdasarkan atas ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUD 1945 setelah
perubahan.

           
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
  Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
        Konstitusi adalah hukum dasar tertulis ataupun hukum dasar tak tertulis.
Konstitusi yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Undang-undang 1945 yang
dibentuk sejak Indonesia sukses memproklamasikan kemerdekaannya. Karena
Indonesia ingin berdiri sendiri sebagai suatu negara yang mengurus rumah
tangganya sendiri tanpa campur tangan negara lain.            Dengan terjadinya
perkembangan sistem kenegaraan, maka baik perubahan, pertambahan, maupun
pengurangan, atau yang biasa disebut amandemenpun dilakukan terhadap isi
UUD 1945. Hingga akhirnya menjadi Undang-undang Dasar 1945 Hasil
Amandemen.1.      Setelah empat kali melakukan amandemen UUD 1945, yang
sejatinya dilakukan untuk menutupi kelemahan sebelumnya namun ternyata hasil
dari amandemen tersebut menimbulkan beberapa kelemahan lagi. Hal ini
menyebabkan terjadi pengelompokan sikap masyarakat. Satu kelompok
menghendaki UUD 1945 dikembalikan kepada yang asli, kelompok lainnya
menginginkan diadakan lagi perubahan atau amendemen kelima UUD 1945, dan
kelompok terakhir tetap pada UUD 1945 pasca-amendemen.
                        Ada beberapa faktor menyangkut kelemahan UUD 1945 pasca-amendemen.

Pertama, adanya kekaburan dan inkonsistensi teori dan materi muatan UUD
1945. Kedua, kekacauan struktur dan sistematisasi pasal-pasal UUD 1945.
Ketiga, ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang multi-interpretatif,
yang menimbulkan instabilitas hukum dan politik.
`   Selama ini MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD
1945sebelumnya tidak membuat dan memilikicontent draft konstitusi secara utuh
sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary) yang dapat
ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan.
 Sebagai solusi terhadap perubahan konstitusi haruslah deserahkan kepada

Komisi Konstitusi atau Constitutional Commission yang independen, sehingga


kata “dibuat” dalam diktum “konstitusi dibuat oleh Badan Pembuat Undang-
Undang Dasar”akan terpenuhi.

Anda mungkin juga menyukai