Anda di halaman 1dari 18

BAB I.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan yang sedang digalakkan perlu sebuah paradigma, yaitu sebuah kerangka
berpikir atau sebuah model mengenai bagaimana hal-hal yang sangat esensial dilakukan.
Pembangunan itu meliputi beberapa aspek, salah satunya adalah pembangunan hukum. Pancasila
merupakan hasil berfikir secara kefilsafatan, suatu hasil pemikiran yang mendalam dari para
pendiri Negara Indonesia, yang disyahkan sebagai dasar filsafat negara pada tanggal 18 Agustus
1945. Dengan demikian, pancasila merupakan konsensus filsafat yang akan melandasi dan
memberikan arah bagi sikap dan cara hidup bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi negara berisikan ajaran mengenai Ketuhanan YME,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan bagi permusyawaratan/ perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh warga
Indonesia. Nilai-nilai itu berpangkal dari pangkal alam pikiran budaya Indonesia dan terkait
dengan perjuangan bangsa (Pranarka, 1985).
Pancasila sebagai ideologi berarti suatu pemikiran yang memuat pandangan dasar dan
cita-cita mengenai sejarah manusia, masyarakat dan negara Indonesia yang bersumber dari
kebudayaan Indonesia. Oleh karena itu pengertian ideologi ini sama artinya dengan pandangan
hidup bangsa atau biasa disebut falsafah hidup bangsa.
Jika dilihat dari nilai-nilai dasarnya, Pancasila dapat dikatakan sebagai ideologi terbuka.
Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai yang mendasar, bersifat tetap dan tidak
berubah. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pancasila layak menjadi paradigma atau kerangka
berpikir untuk pembangunan hukum.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka Kami merumuskan masalah
sbb:
Bagaimana peran Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui peran Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum?
1.4 Manfaat
Mengetahui peran Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum?

BAB II.PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pancasila
Secara arti kata pancasila mengandung arti, panca yang berarti lima lima dan sila yang
berarti dasar. Dengan demikian pancasila artinya lima dasar.Tetapi di sini pengertian pancasila
berdasarkan sejarah pancasila itu sendiri. Apabila kita ingin benar-benar melaksanakan UndangUndang Dasar 1945 secara murni dan konsekuan, maka kita tidak saja harus melaksanakan
ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal dari Batang Tubuh atau lebih dkenal isi dari UUD 1945
itu, tetapi juga ketentuan-ketentuan pokok yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945. Oleh
karena pembukaan UUD 1945 (walaupun tidak tercantum dalam satu dokumen dengan Batang
Tubuh UUD 1945, seperti konstitusi (RIS) atau UUDS 1950 misalnya), adalah bagian mutlak
yang tidak dipisahkan dari Konstitusi Republuk Indonesia Tahun 1945, pembukaan dan Batang
Tubuh kedua-duanya telah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945.
Apabila kita berbicara tentang UUD 1945. maka yang dimaksud ialah Konstitusi (UUD)
yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tersebut pada tanggal 18 Agustus
1945 yang diumumkan dalam Berita Republik Indonesia Tahun 1946 No. 7 halaman 45-48, yang
terdiri atas : Pembukaan yang meliputi 4 alinea ; Batang Tubuh atau isi UUD 1945, yang
meliputi; Penjelasan Adapun Pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas emapt bagian itu yang
amat penting ialah bagian/alinea ke 4 yang berbunyi sebagai berikut: Kemudian dari pada itu
untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Dalam penjelasan resmi dari pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa dalam Pembukaan
UUD 1945 terkandung emapt pokok-pokok pikiran sebagai berikut: Negara melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasar atas Persatuan; Negara hendak
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; Negara Indonesia adalah Negara
yang berkedaulatan rakyat dan berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/ perwakilan;
Negara Indonesia berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil
dan beradab. Khusus bagian/alinea ke -4 dari pembukaan UUD 1945 adalah merupakan asas
pokok Pemebentukan pemerintah Negara Indonesia. Isi bagian ke 4 dari Pembukaan UUD 1945
itu dibagi ke dalam 4 hal: 1. Tentang hal tujuan Negara iondonesia, tercantum dalam kalimat
Kemudian daripada itu dan seluruh tumpah darah indinesia, yang; Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; Memajukan kesejahteraan rakyat; Mencerdaskan
kehidupan bangsa; Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2. Tentang hal ketentuan diadakanya Undang-Undang
Dasar tarcantum dalam kalimat yang berbunyi: maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia; 3. Tentang hal
bentuk Negara dalam kalimat: yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat; 4. Tentang hal Dasar Falsafah Negara Pancasila. Adapun Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 yang telah disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 itu sebagian besar bahan-bahanya berasal dari Naskah
Rancangan Pembukaan UUD yang disusun oleh Panitia Perumus (panitia kecil) yang
beranggotakan 9 orang yang diketua oleh Ir. Soekarno pada tanggal 22 Juni 1945 di Jakarta.
Sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, naskah politik yang bersejarah itu dijadikan
Rancangan Pembukaan UUD sebagai bahan pokok dan utama bagi penyusunan/penetapan
Pembukaan UUD yang akan ditetakan itu. Naskah politik yang bersejarah yang disusun pada
tanggal 22 Agustus 1945 itu, di kemudian hari oleh Mr. Muhamad Yamin dalam pidatonya di
depan sidang Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) pada tanggal 11 Juni 1945
dinamakan Piagam Jakarta dan baru beberapa tahun kemudian dimuat dalam bukunya yang
berjudul Prokalmasi dan Konstitusi pada tahun 1951. Dalam naskah politik yang di sebut dengan
Piagam Jakarta 22 Juni 1945 inilah untuk pertama kali dasar falsafah Negara pancasila ini
dicantumkan secara tertulis, setelah diusulkan oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1
Juni 1945. Adapun panitia perumus yang beranggotakan 9 orang yang telah menyusun Piagam

Jakarta itu adalah salah satu panitia kecil dari Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK)
yang dibentuk pada tanggal 29 April 1945. Di atas telah dijelaskan tentang pentingnya
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Adapun besar arti pentingnya Pembukaan Undang-Undang Daar itu ialah karena pada
aline ke 4 itu tercantum ketentuan pokok yang bersifat fundamental, yaitu dasar falsafah Negara
Republik Indonesia yang dirumuskan dalam kata-kata berikut: .maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Indonesia yang
terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada: Ketuhanan Mang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia,

Kerakyatan

yang

dipimpin

oleh

hikmat

kebijaksanaan

dalam

permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelima dasar ini
tercakup dalam satu nama/istilah yang amat penting bagi kita bangsa Indonesia yaitu pancasila.
Istilah atau perkataan pancasila ini memang tidak tercantum dalam Pembukaan maupun dalam
Batang Tubuh UUD 1945. Di alinea ke 4 dari Pembukaan UUD 1945 hanyalah disebutkan
bahwa, Negara Republik Indonesia berdasarkan kepada lima prinsip atau asas yang tersebut di
atas, tanpa menyebutkan pancasila. Bahwa kelima prinsip atau dasar tersebut adalah pancasila,
kita harus menafsirkan sejarah (maupun penafsiran sistematika) yakni menghubungkanya dengan
sejarah lahirnya pencasila itu sendiri pada tanggal 1 Juni 1945, seperti yang telah diuraikan
sebelumnya. Berkenaan dengan perkataan pancasila, menurut Prof. Mr. Muhamad Yamin
(Pembahasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia) pada halaman 437 antara lain sebagai
berikut perkataan Pancasila yang kini telah menjadi istilah hukum, mula-mula ditempa dan
dipakai oleh Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk menamai paduan sila
yang lima. Perkataan itu diambil dari peradaban Indonesia lama sebelum abad XIV. Kata kembar
itu keduanya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu panca dan sila yang memiliki arti yang berbeda.
Pancasila dengan huruf i biasanya memiliki arti berbatu sendi yang lima. Pancasila dengan huruf
i yang panjang bermakna 5 peraturan tingkah laku yang penting. Kata sila juga hidup dalam
kata kesusilaan dan kadang-kadang juga berarti etika. Dalam bahasa Indonesia kedua pengertian
di atas dirasakan sudah menjadi satu paduan antara sendi yang lima dengan lima tingkah laku
yang senonoh. Dari uraian di atas dapatlah kiranya kita menarik kesimpulan bahwa pancasila
sebagai istilah perkataan Sanskerta yang sudah dikenal di tanah air kita sejak abad XIV.
Sedangkan pancasila dalam bentuk formalnya sebagai dasar Falsafah Negara Republik Indonesia

baru diusulkan pada tanggal 1 Juni 1945. Pengertian Pancasila ini mudah mudahan bermanfaat
untuk anda semua.
2.2 Fungsi dan Kedudukan Pancasila
2.2.1 Pancasila Sebagai Dasar Negara
Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan
kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada
suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara,
merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia, termasuk di
dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh
kehidupan negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti menjadikan Pancasila sebagai dasar untuk
mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber
dari segala sumber hukum. Hal ini menempatkan Pancasila sebagai dasar negara yang berarti
melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan di negara Republik
Indonesia bersumber pada Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
mempunyai implikasi bahwa Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh
struktur kekuasaan secara formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang
menguasai dasar negara (Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut
terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di mana
keempatnya sama hakikatnya dengan Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945. Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke dalam banyak
peraturan perundang-undangan lainnya, seperti misalnya ketetapan MPR, undang-undang,
peraturan pemerintah dan lain sebagainya.

2.2.2 Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa


Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup adalah suatu
wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur.
Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan manusia dengan sesama,
lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.
Pandangan hidup yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang secara dinamis
dan menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa adalah kristalisasi
nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu bangsa sehingga darinya
mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam sikap hidup sehari-hari.
Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang dijadikan
acuan di dalam hidup bermasyarakat. Demikian juga dengan bangsa Indonesia. Bagi bangsa
Indonesia, sikap hdup yang diyakini kebenarannya tersebut bernama Pancasila. Nilai-nilai yang
terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut berasal dari budaya masyarakat bangsa
Indonesia sendiri. Oleh karena itu, Pancasila sebagai inti dari nilai-nilai budaya Indonesia maka
Pancasila dapat disebut sebagai cita-cita moral bangsa Indonesia. Cita-cita moral inilah yang
kemudian memberikan pedoman, pegangan atau kekuatan rohaniah kepada bangsa Indonesia di
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia, juga sebagai
perjanjian luhur bangsa Indonesia. Pancasila sebagaimana termuat dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945 adalah hasil kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang pada waktu itu
diwakili oleh PPKI. Oleh karena Pancasila merupakan kesepakatan bersama seluruh masyarakat
Indonesia maka Pancasila sudah seharusnya dihormati dan dijunjung tinggi.
2.2.3 Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
A. Pengertian Ideologi
Berdasarkan etimologinya, ideologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata
yaitu idea berarti raut muka, perawakan, gagasan buah pikiran dan logika berarti ajaran. Dengan
demikian ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang gagasan dan buah pikiran. Pengertian ideologi

secara umum adalah suatu kumpulan gagasan, ide, keyakinan serta kepercayaan yang bersifat
sistematis yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang kehidupan seperti:
1. Bidang politik termasuk bidang hukum, pertahanan dan keamanan.
2. Bidang social
3. Bidang kebudayaan
4. Bidang keagamaan
Maka ideologi negara dalam arti cita-cita negara atau cita-cita yang menjadi basis bagi
suatu teori atau sistem kenegaraan untuk seluruh rakyat dan bangsa yang bersangkutan pada
hakekatnya merupakan asas kerohanian yang antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Mempunyai derajad yang tinggisebagai nilai hidup kebangsaan dan kenegaraan.
b. Oleh karena itu mewujudkan suatu asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup,
pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dilestarikan
kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan
berkorban.
B. Ideologi Terbuka dan Tertutup
a) Aspek Ideologi Terbuka Tertutup
Ciri khas
Hubungan Rakyat dan Penguasa
Nilai-nilai dan cita-cita digali dari kekayaan adat istiadat, budaya dan religius
masyarakatnya
Menerima reformasi.
Penguasa bertanggung jawab pada masyarakat sebagai pengemban amanah rakyat.
Nilai-nilai dan cita-cita dihasilkan dari pemikiran individu atau kelompok yang berkuasa
dan masyarakat berkorban demi ideologinya.

Menolak reformasi
Masyarakat harus taat kepada ideologi elite penguasa.
Totaliter
C. Ideologi Partikular dan Ideologi Komprehensif
Menurut Karl Manheim yang beraliran Mark secara sosiologis ideologi dibedakan
menjadi dua yaitu: ideologi yang bersifat partikular dan ideologi yang bersifat komprehensif.
b) Aspek Ideologi Partikular Komprehensif
Ciri Khas
Hubungan Rakyat dan penguasa
Nilai-nilai dan cita merupakan suatu keyakinan-keyakinan yang tersusun secara
sistematis dan terkait erat dengan kepentingan kelas sosial tertentu.
Negara komunis membela kaum proletar.
Negara liberal membela kebebasan individu - Mengakomodasi nilai-nilai dan cita-cita
yang bersifat menyeluruh tanpa berpihak pada golongan tertentu atau melakukan
transformasi sosial secara besar-besaran menuju untuk tertentu.
Negara mengakomodasi berbagai idealisme yang berkembang dalam masyarakat yang
bersifat majemuk seperti indonesia dengan ideologi pancasila.
Menurut Alfian kekuatan ideologi tergantung pada kualitas tiga dimensi yang ada pada
ideologi tersebut,yaitu
1. Dimensi realita, yaitu bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung didalam ideologi tersebut
secara riil hidup didalam serta bersumber dari budaya dan pengalaman sejarah
masyarakat atau bangsa dimensi idealisme.
2. DimensiIdealisme, yaitu bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme
yang memberi harapan pengalaman dalam praktek kehidupan bersama sehari-hari.

3. Dimensi fleksibel/dimensi pengembangan, yaitu ideologi tersebut memiliki keluwesan


yang memungkinkan kepada generasi penerus bangsa, diperjuangkan dan dipertahankan
dengan semangat nasionalisme.
Dalam proses reformasi, MPR melalui sidang istimewa tahun1998, kembali menegaskan
kedudukan pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia yang tertuang dalam TAP MPR
No.XVIII/MPR/1998.
Oleh karena itu segala agenda dalam proses reformasi,yang meliputi rakyat (sila 4) juga
harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandungdalam pancasila. Reformasi tidak mungkin
menyimpang dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Pancasila
sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis dan
terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah bersifat aktual, dinamis,
antisipatif dan senantiasa mampu menyelesaikan dengan perkembangan jaman ilmu pengetahuan
dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat.
Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yany
terkandung didalamnya, namun mengekplisitkan wawasannya secara lebih konkrit, sehingga
memiliki kemampuan yang reformatif untuk memecahkan masalah aktual yang selalu
berkembang.
2.3 Pengertian Paradigma
Awalnya istilah Paradigma berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang
kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam
dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure of
Scientific Revolution (1970: 49). Inti sari paradigma adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan
asumsi teoritis yang umum dan dijadikan sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu
pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, cirri dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dengan adanya kajian paradigma ilmu pengetahuan sosial kemudian dikembangkanlah
metode baru yang berdasar pada hakikat dan sifat paradigma ilmu, yaitu manusia yang disebut
metode kualitatif. Kemudian berkembanglah istilah ilmiah tersebut dalam bidang manusia serta
ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-bidang lainya.

Dalam kehidupan sehari hari paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung arti
sebagai sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter serta
arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu termasuk
bidang pembangunan, reformasi, maupun pendidikan. Dengan demikian paradigma menempati
posisi dan fungsi yang strategis dalam proses kegiatan. Perencanaan, pelaksanaan dan hasilhasilnya dapat diukur dengan paradigma tertentu yang diyakini kebenaranya.
2.4 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan
bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan
mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu
pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu
pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak,
acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma
berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari
sebuah kegiatan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam
melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.
Pancasila sebagai paradigma artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi
dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di
Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif
bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau
persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok
ukurpenyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat
manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis
tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:

1. Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga.


2. Sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial.
3. Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat
dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan.
Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup
seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang politik, ekonomi, sosial
budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan mempertahanan keamanan.
2.5 Arah dan Kebijaksanaan Pembangunan Hukum
Pembangunan dalam bidang hukum adalah salah satu bidang pembangunan yang sangat
penting, hal ini dikarenakan hukum dilihat dari fungsinya tidak hanya berfungsi sebagai
pengendali sosial terhadap berbagai macam bentuk penyimpangan prilaku yang dinilai tidak
produktif dalam proses pembangunan, tetapi hukum juga memiliki kemampuan melakukan
perubahan sosial yaitu sebuah fungsi yang dapat dimainkan oleh hukum dalam melakukan
berbagai perubahan atau rekayasa sosial. Di samping kedua fungsi tersebut, pembangunan
bidang hukum juga diarahkan pada upaya pemberian perlindungan hukum kepada rakyat agar
tercipta rasa ketentraman, kenyamanan, keamanan dan ketertiban umum bagi masyarakat,
dimana ketiga kondisi tersebut merupakan prasyarat bagi keterlibatan dan partisipasi publik
secara aktif dalam proses pembangunan yang berbasiskan pada nilai-nilai HAM. Ketiga fungsi
hukum tersebut, dalam konteks pembangunan tentunya diarahkan bagaimana agar seluruh aspek
dan komponen yang ada pada daerah ini diarahkan pada upaya percepatan keberhasilan
pembangunan itu sendiri.
Arah Kebijakan pembangunan bidang hukum ini dititik beratkan kepada upaya
penegakan supremasi hukum yang berbasiskan serta menjunjung tinggi HAM guna pencapaian
kesejahteraan, keamanan dan ketentraman masyarakat, dengan tentunya tetap berpegang pada

prinsip demokrasi melalui berbagai tahapan pembangunan hukum seperti tahap formulasi
berbagai kebijakan yang akan dituangkan kedalam produk hukum berupa Peraturan Derah, tahap
aplikasi yaitu tahap penerapan dan pelaksanaan hukum yang merupakan hasil kesepakatan
bersama antara eksekutif (pemerintah daerah) dengan Legislatif (DPRD), serta tahap evaluasi,
monitoring dan pengawasan jalannya pelaksanaan dan penerapan hukum tersebut.
Mendasarkan pada pemahaman tersebut di atas, maka secara konsepsional penegakan
hukum pada jangka menengah di diarahkan pada empat tipe penegakan hukum yaitu:
a. Penegakan hukum formulatif, yaitu proses penegakan hukum yang diawali dengan
penyusunan program legislasi daerah yang isinya memuat prioritas pembangunan hukum
di daerah ini, yang disertai dengan penyusunan draft perda yang memenuhi pilar hukum
yang baik berupa terpenuhinya prinsip-prinsip filosifis, sosiologis (living law) maupun
yuridis. Penyusunan program legislasi daerah yang memuat prioritas pembangunan
hukum ini tentunya tetap memperhatikan hak inisiatif yang ada pada lembaga legislatif.
Termasuk juga di dalam penegakan hukum formulatif ini adalah melakukan penataan
berbagai macam peraturan daerah sebagai produk hukum agar prinsip sinergisitas dan
sinkronisasi baik vertikal maupun horizontal terpenuhi.
b. Penegakan hukum aplikatif yaitu proses penegakan hukum yang dilakukan oleh institusi
yang memiliki kewenangan untuk melaksanakan peraturan daerah tersebut melalui
prosedur kelembagaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu secara formal. Penegakan
hukum aplikatif ini dalam pelaksanaannya tetap memperhatikan nilai dan prinsip HAM,
keadilan, moralitas serta mampu memberikan perlindungan dan pencerahan masyarakat.
c. Penegakan hukum represif dan keorsif, yaitu penegakan hukum dengan mengambil
tindakan yang tegas terhadap subyek hukum yang dinilai telah melanggar peraturan
daerah. Tidak hanya terhadap subyek hukum saja yang diambil tindakan tegas, tetapi juga
para aparat pelaksana hukum juga akan diambil tindakan tegas jika terbukti secara hukum
telah melanggar, mengabaikan atau menyalahgunakan tugas, fungsi dan kewenangan
yang ada.
d. Penegakan hukum preventif, yaitu proses penegakan hukum yang dilakukan melalui
kegiatan sosialisasi semua peraturan daerah kepada masyarakat dimana tujuan dari

penegakan hukum preventif ini adalah tidak terjadinya pelanggaran hukum yang
merupakan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif sebagai presentasi dari rakyat
karena diketahuinya produk hukum tersebut oleh masyarakat.
Untuk arah kebijakan bidang penataan Peraturan Daerah (PERDA) dititik beratkan ada
upaya peninjauan kembali berbagai produk hukum daerah yang dinilai tidak lagimemenuhi rasa
keadilan masyarakat, serta dinilai tidak sesuai lagi dengan tujuan pembangunan. Peninjauan
kembali berbagai produk hukum daerah ini tentunya akan dibarengi dengan tindakan berupa
pencabutan dengan menggantikan peraturan daerah baru atau melakukan revisi peraturan daerah
jika peraturan daerah yang lama tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan-tujuan
pembangunan yang telah ditetapkan. Penataan ini juga dilakukan dengan melakukan kajian dan
analisis isi dari masing-masing peraturan daerah agar tidak saling bertentangan satu dengan yang
lainnya, sehingga prinsip sinkronisasi baik vertikal maupun horizontal dalam hukum bisaterjaga
dan terpenuhi.
Untuk mampu melaksanakan penataan seperti tersebut di atas, maka peningkatan kualitas
aparatur bidang hukum menjadi penting. Peningkatan ini tidak hanya upaya memahami dengan
baik berbagai asas dan prinsip hukum yang ada, tetapi juga peningkatan pemahaman akan nilainilai yang ada pada masyarakat, baik nilai filosofis, sosilogis maupun yuridis serta tanggap dan
responsif terhadap perkembangan yang ada. Peningkatan kualitas aparatur bidang hukum ini
tentunya akan berpengaruh secara langsung kepada kualitas materi produk hukum daerah yang
akan dikeluarkan.
Pada akhirnya partisipasi aktif masyarakat dalam proses penegakan hukum merupakan
kata kunci dari keberhasilan pembangunan dalam bidang hukum, dan partisipasi aktif masyarakat
ini bisa dicapai jika masyarakat secara pasti mengetahui hak dan kewajibannya yang ada dalam
hukum. Oleh karena itu, penataan berupa pendokumentasian hukum serta informasi hukum
merupakan suatu kegiatan pembangunan dalam bidang hukum yang perlu direncanakan dan
dilaksanakan dengan baik. Adanya fiksi hukum yang mengatakan bahwa: masyarakat harus
mengetahui hukum menjadikan fungsi pendokumentasi dan informasi hukum menjadi penting.

Landasan dan arah pembangunan dibidang hukum menyatakan bahwa:


1. Pembangunan dan pembinaan hukum Indonesia didasarkan atas pancasila dan UUD 1945
2. Tujuan dari pembangunan dan pembinaan hukum yaitu:
a. Memantapkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai oleh indonesia selama ini.
b. Menciptakan kondisi yang lebih mantap sehingga segenap masyarakat dapat
menikmati ketertiban, kepastian hikum dan keadilan.
c. Memberi dukungan dan pengamanan kepada upaya pembangunan untuk mencapai
kemakmuran.
2.6 Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab
tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan.
Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh
komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Sistem pertahanan yang bersifat
semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta
dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan
berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada
kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, dimana pemerintahan dari
rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan
bela negara. Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima
bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di
dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu: (1) adanya
perlindungan terhadap HAM, (2) adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar, dan (3)
adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai
dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila.
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari
hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif.
Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya,
Pembukaan dapat diubah oleh MP sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Hukum tertulis
seperti UUD termasuk perubahannya, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan
lainnya, harus mengacu pada dasar negara (sila-sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan , Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum, hukum
(baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan
beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan
atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum
merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan
perwujuan aspirasi rakyat).

BAB III. PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa nila-nilai, arti atau makna yang
terdapat dalam sila Pancasila merupakan landasan kerangka berpikir untuk mencapai tujuan
bersama, sehingga layak disebut sebagai paradigma dalam pembangunan, lebih khususnya
adalah pembangunan hukum.
Pancasila sebagai sumber nilai perubahan hukum dalam ilmu hukum tata negara disebut
staats fundamentalnorm dalam negara Indonesia staats fundamentalnorm tersebut intinya
tidak lain adalah pancasila. Pancasila di pandang sebagai cita-cita hukum yang berkedudukan
sebagai staats fundamentalnorm dalam negara Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian :
1) Sumber formal hukum, yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan
hukum.
2) Sumber metrial hukum.
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum pancasila merupakan sumber dari
segala hukum.
Pembukaan UUD 1945 mengandung 4 (Empat) pokok pikiran sebagai berikut :
a. Pokok pikiran pertama menyatakan bahwa negara persatuan adalah negara yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b. Bahwa negara bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
c. Dalam hal ini negara berkewajiban memajukan kesejahteraan hukum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
d. Bahwa negara kedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan /
perwakilan.

DAFTAR PUSTAKA
http://my.opera.com/marik24/blog/2012/01/03/psebagai-paradigma-pengembangan-hukum
(Diunduh pada Tanggal 14 Mei 2012 18.00 WIB)
Prof. Dr. Kaelan, M.S., Pendidikan pancasila, paradigm pengembangan hukum : Yogyakarta.
Tasir Arafat, Undang-undang, Permata Press: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai