DISUSUN OLEH :
TASHA NABILA RAMADHANI (0801213279)
ELSA ALELGA (0801213283)
SALWA LUTHFIYYAH NOVI (0801212345)
KELAS : IKM – 7
DOSEN : FAUZI ANANDA,M.Pdi
Puji syukur kmi ucapkan kehadirat Allah yang maha esa yang telah memberi Rahmat dan
karunia-Nya,sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktunya.
Shalawat serta salam tidak lupa penyusun hanturkan kepada junjungan kita,nabi Muhammad
Saw yang telah membawa kita dari zaman jahiliah menuju ke zaman Islamiyyah,dari zaman
kegelapan menuju zaman terang benderang ini.karena beliaulah satu satunya nabi pembawa
sekali Gus pemberi syafaat kepada seluruh umat kelak di Yaumil qiyamah.
Penyusunan makalah ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas ilmu tauhid.
Tak lupa juga kami ucapakan terima kasih kepada orang tua kami yang telah mendukung kami
dalam pembuatan makalah ini dan ucapan terima kasih kepada dosen bidang studi ilmu tauhid
Bapak Alkausar Saragih Yang telah memberikan arahan kepada kami, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik.Dan kmi ucapkan terima kasih kami untuk semua yang tidak
bisa kmi sebut satu persatu
Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan maupun kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang dari seluruh pembaca.
Akhir kata, penyusun berharap dengan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi smua
pembaca dan para mahasiswa kelas 7. Penyusun mengucapkan banyak terimakasih dan mohon
maaf jika terdapat kesalahan dalam penyampaian makalah ini.
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 1
BAB II .......................................................................................................................................................... 2
A. Asal-Usul Reproduksi Manusia ..................................................................................................... 2
B. Hak-Hak Reproduksi Manusia ...................................................................................................... 4
C. Upaya Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi ........................................................................ 10
D. Konsep Hukum Kekeluargaan .................................................................................................... 11
E. Tahapan Kehamilan ..................................................................................................................... 13
BAB III....................................................................................................................................................... 18
A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak dan kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus setelah dilaksanakannya
Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on
Population and Development atau ICPD) di Kairo pada tahun 1994. Hal penting dalam
konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah
kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas
menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak
reproduksi.
Aspek hak dan kesehatan reproduksi sangat luas, karena hak dan kesehatan reproduksi
menyangkut seluruh siklus kehidupan manusia selama hidupnya, yaitu mulai dari kehamilan,
kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa sampai dengan masa usia lanjut.
Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai keadaan fisik, mental, sosial yang utuh dan aman
dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Pengertian
kesehatan reproduksi yang demikian luas, akan membawa berbagai persoalan yang luas pula. Ia
antara lain menyangkut kesehatan alat-alat reproduksi perempuan pra produksi (masa remaja),
produksi (masa hamil dan menyusui) dan pasca produksi (masa menopause).
Persoalan lain yang acap tertinggal dalam kajian atasnya adalah tentang kehidupan seksual
perempuan secara memuaskan, aman, dan tidak dipaksa. Hak-hak perempuan untuk mengatur
kelahiran, menentukan jumlah anak, hak-haknya untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari
semua pihak baik dalam sektor domestik maupun publik, hak untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan yang benar dan lain-lain
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal usul reproduksi manusia ?
2. Apa saja hak hak reproduksi manusia ?
3. Bagaimana upaya menjaga kebersihan organ reproduksi ?
4. Apa itu konsep hukum keleuarga ?
5. Bagaimana tahapan kehamilan ?
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
perempuan dalam proses dan mekanisme secara biologis. Dengan demikian proses dan
mekanisme biologis tidak bisa dijadikan alasan untuk memojokkan atau
mengistimewakan salah satu jenis kelamin.
Dalam hal reproduksi, baik al-Qur’an maupun hadis, telah menempatkan
perempuan dan laki-laki pada posisi yang sama, tetapi karena pandangan mitologis
terhadap fisik biologi manusia merugikan kaum perempuan, karena laki-laki cendrung
dikultuskan, mengingat Adam (ketika itu Hawa belum tercipta) pernah menjadi objek
sujud kedua sesudah Tuhan, sementara perempuan dimitoskan sebagai makhluk
penggoda yang dilukiskan sebagai setan betina, karena godaannya menyebabkan
manusia jatuh ke bumi.
Al-Quran sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya mengakui
bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama. Keduanya diciptakan dari satu
nafs (living entity), dimana yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain.
Ayat Al-Quran yang teramat sering dijadikan dalih atas pelegalan dominasi laki-laki
atas perempuan yakni QS. An-Nisa’ (4) : 34, yang menyatakan:
“Laki-laki adalah pelindung (pemimpin, pengayom) bagi perempuan, oleh karena
Allah telah memberikan kelebihan di antara mereka di atas sebagian yang lain, dan
karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…”
Islam telah menetapkan batas kekuasaan laki-laki dalam institusi keluarga ketika
meletakkan perkataan qawwâmûn (pemimpin) atau yang melaksanakan urusan rumah
tangga (al-qa’im ‘ala syu’ûn al-usrah) sebagai kata kunci dalam ayat itu.
Kepemimpinan tersebut memerlukan sikap adil terhadap orang-orang yang
dipimpinnya. Hal ini akan sangat berbeda bila ayat itu menyatakan dengan perkataan
kekuasaan (sulthân) atau kata-kata yang lainnya, yang mengandung pengertian
kebebasan untuk bertindak secara mutlak, yang bertentangan dengan konsep yang
terkandung di dalam ayat Al-Quran.
Terdapat dua persoalan penting yang berada di bawah rentetan penggunaan kata
qawwâm, yaitu: 1) Kaum laki-laki harus bertanggung jawab untuk menyediakan segala
keperluan material dan spiritual perempuan dalam bentuk yang memuaskan sesuai
dengan kesenangan dan perasaannya sehingga dia merasa tenang dan tenteram, 2)
Kaum laki laki memberikan perlindungan dan penjagaan terhadap anggota
keluarganya dalam batas-batas kekuasaan terhadap keluarganya.
Meskipun konteks ayat ini menjelaskan kekuasaan laki-laki atas perempuan dalam
lingkup domestik (rumah tangga), namun sebagian ulama menggeneralisasikan dalam
lingkup yang lebih luas, dalam urusan sosial dan politik (mu’amalah al-madaniyyah).
Teologi patriarkat seperti ini lalu berkembang menjadi istilah bagi semua sistem
kekeluargaan maupun sosial. Konsekuensi pandangan ini sangat jelas, bahwa peran-
peran perempuan dalam dunia publik dan wilayah domestik menjadi tersubordinasi
oleh laki-laki. Yang harus diperhatikan, laki-laki yang menjadi “pelindung” (protector,
maintainers, menurut terjemahan Abdullah Yusuf Ali dalam The Holy Qur’an) atau
“pemimpin” (menurut terjemahan Departemen Agama RI.) ialah laki-laki yang
mempunyai keutamaan. Sesuai dengan sabab nuzul ayat ini, keutamaan laki-laki
dihubungkan dengan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Oleh karena
4
itu, hendaknya ayat ini dipahami sebagai deskripsi keadaan struktur dan norma sosial
pada saat itu, dan bukan suatu doktrin ajaran.
1. Menentukan Perkawinan
Perkawinan adalah sebuah perjanjian dipandang dari seluruh sistem hukum, tetapi
merupakan jenis khusus dari perjanjian karena syarat-syaratnya telah dibuat sebelum
memasuki perkawinan. Tidak ada ruang bagi persyaratan individual kecuali jika hukum
membolehkannya. Fikih juga tidak mempunyai pengecualian terhadap generalisasi ini.
Namun demikian, di dunia Islam, fikih bukanlah satu-satunya hukum, tetapi ada juga
hukum adat yang terkadang harus pula dihadapi, terutama dalam urusan kewajiban
kaum perempuan dan hak-hak mereka terhadap harta.
Demikian halnya dalam menentukan perkawinan. Perkawinan tidak hanya menjadi
kewenangan laki-laki, termasuk wali mujbir, tetapi perempuan juga berhak
menentukan perkawinannya sendiri, kapan dan dengan siapa akan menikah. Sebab hal
ini sangat terkait dengan kesiapan lahir batin, dan yang lebih mengetahui hal itu adalah
dirinya sendiri.
Dalam konsep fikih, wali dalam sebuah perkawinan merupakan hal yang sangat
penting karena ada tidaknya wali akan berpengaruh kepada sah tidaknya akad
perkawinan yang telah dilakukan. Walaupun wali mempunyai arti penting dalam akad
perkawinan, tetapi wali tidak boleh memaksa anak yang dibawah perwaliannya untuk
menikah tanpa persetujuan dari anaknya.
Praktek yang dilakukan oleh wali untuk menikahkan sering disalahgunakan untuk
memenuhi kepentingan wali, mungkin untuk tujuan mendapatkan harta, kedudukan,
5
dan tujuan lainnya. Sebaliknya perempuan tidak didorong untuk menggunakan hak
pilih agar timbul rasa cinta kasih dan sayang kepada pria pilihan yang sudah
dikenalnya.
dalam surat an-Nisa’ ayat 19 dan bukankah dalam batas-batas tertentu perempuan
memiliki hak untuk mengadukan nasibnya ke pengadilan atas perlakuan suami
terhadapnya?
Sekurangnya terdapat empat faktor penyebab peran dan kedudukan suami yang
serba superior dalam keluarga:
”Istri-istri kamu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah
tempat kamu bercocok tanam itu kapan dan bagaimana saja kamu kehendaki.”
Tentu saja tidak bijaksana apabila seseorang menanam benih di tanah yang buruk,
karena itu ia harus pandai-pandai memilih tanah garapan, dalam arti harus pandai-
pandai memilih pasangan. Tanah yang suburpun harus diatur masa dan musim
penanamannya, jangan setiap saat ia dipaksa untuk berproduksi. Seorang petani tidak
selesai tugasnya dengan menanam benih, tetapi harus berlanjut dengan memperhatikan
ladangnya, jangan sampai ditumbuhi alang-alang atau dihinggapi hama. Buah setelah
dipetikpun harus dibersihkan terlebih dahulu. Di sisi lain, jangan mempersalahkan
ladang jika buah tidak sesuai dengan keinginan petani. Yang salah bukan istri jika anak
yang lahir perempuan sedang yang diharapkan laki-laki. Demikianlah makna
permisalan di atas dalam konteks penyamaan istri dengan ladang.
pendidikan anak, bahkan imam Ghazali membenarkan ’azl walaupun dengan alasan
memelihara kecantikan perempuan.
tahu bahwa maksud dari membesarkan anak bukanlah memaksanya utuk patuh pada
segala perintahnya tetapi lebih pada membiasakannya untuk membangun pengendalian
dirinya, ia akan menghindari perintah, ancaman, atau pukulan terhadap anaknya.
Prilaku kasar seperti itu ridak membantu anak untuk memahami pengendalian diri. Di
sinilah dibutuhkan upaya orang tua untuk menerangkan signifikansi pengendalian diri,
dan 11 konsekwensi tingkah laku anak, hingga ia menyadari dengan sendirinya bahwa
apapun yang baik dan buruk akan menimpanya pada responsibilitas yang ia jalani
nantinya.
5. Menentukan Perceraian
Fikih sebagai sebuah aturan formal, memberikan kewenangan yang cukup besar
kepada laki-laki dalam hal menentukan perceraian, sekalipun istri menolaknya. Tetapi,
dari sudut moral, ajaran Islam menegaskan bahwa perceraian adalah sesuatu yang harus
dihindari dalam sebuah perkawinan dengan menyebutnya sebagai ” yang halal tetapi
tidak disukai Allah”. Untuk itu untuk sampai kepada perceraian mutlak (talak tiga)
ajaran Islam memberikan stasiun-stasiun untuk instropeksi diri baik laki-laki maupun
perempuan. Selain itu, hak talak sesungguhnya bukan hanya dimiliki oleh kaum laki-
laki, namun perempuan pun memiliki hak yang sama meskipun dengan bobot yang
berbeda. Hak istri itu disebut dengan khulu’ yang artinya melepas. Jika seorang istri
merasa tidak cocok dengan suaminya, lalu ia meminta cerai ke pengadilan dengan
alasan yang jelas, maka pengadilan tidak dapat menolak permintaan tersebut.
UU Indonesia pada prinsipnya memberikan kekuasaan kepada pengadilan untuk
memutuskan perceraian. Dengan ungkapan lain, suami istri hanya mempunyai hak
mengajukan permohonan perceraian. Pengadilan adalah satu-satunya institusi yang
berhak menetapkan apakah perceraian sebagai jalan terbaik dalam menyelesaikan
masalah perkawinan atau tidak. Dengan demikian, meskipun ikrar talak tetap hak
suami, ikrar talak diizinkan kalau sudah ada ketetapan dari pengadilan.
Sedikitnya ada sepuluh alasan kenapa penetapan ikrar talak harus di depan
pengadilan; 1) Islam sangat menganjurkan perkawinan dan pelestariannya; 2)
Pengadilan merupakan lembaga kekuatan pelindung; 3) Kehadiran pengadilan adalah
untuk meluruskan setiap tindakan yang menlenceng untuk disesuaikan dengan ajaran
Islam; 4) Dengan berhasilnya pengadilan menyelamatkan perkawinan, sama artinya
dengan menyelamatkan keluarga dan masyarakat dari kehancuran; 5) Pengadilan
diharapkan agar penggunaan hak talak tidak menyimpang dari ajaran syari’ah; 6)
Pengadilan diharapkan dapat menjamin ketentraman para istri; 7) Pengadilan
merupakan perwujudan dari juru damai; 8) Pengadilan diharapkan dapat berperan
memberikan pelajaran kepada pihak-pihak yang berperkara; 9) Pengadilan dapat
diharapkan dapat mencatat sebab-sebab perceraian yang nantinya akan dapat dijadikan
kajian sosial yang amat penting untuk mengetahui sumber sumber kegagalan
perkawinan; 10) Pengadilan dapat berperan menjamin hak masing-masing sebagai
akibat dari perceraian.
Masalah talak memang terdapat kontroversi di kalangan ulama, tetapi ada satu hal
yang disepakati, hukum Islam dalam masalah talak memperlakukan perempuan jauh
10
lebih baik, lebih manusiawi, lebih berkeadilan dari pada ajaran agama dan kebudayaan
lain. Sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW., perempuan tidak berhak menalak
dan juga tidak berhak menceraikan dirinya dari suaminya kecuali suami memberikan
hak itu. Dengan kedatangan Islam, terjadilah perubahan yang tujuannya untuk
membatasi hak-hak talak suami, dan selanjutnya memberikan hak kepada istri untuk
mendapatkan hak talak berdasarkan perimbangan logis, bukan bersifat sepihak.
Pentingnya merawat dan menjaga kesehatan reproduksi kita agar kita selalu
terhindar dari berbagai penyakit yang akan menyerang. Tentunya dalam hal menjaga
dan merawat kita perlu pengetahuan atau informasi mengenai cara menjaga dan
merawatnya, agar kita tidak salah dalam merawat dan menjaganya. Pengetahuan yang
seperti apa yang harus kita ketahui, yaitu pengetahuan yang benar dan baik tentang cara
merawatnya agar tujuan yang kita inginkan tercapai. Dan juga jika informasi yang kita
dapat dari orang yang kurang dipercaya, maka kita harus menelaah terlebih dahulu,
apakah informasi yang diberikan itu benar atau tidak.
Istilah hukum keluarga berasal dari terjemahan kata familierecht (belanda) atau law
of family (inggris). Istilah keluarga dalam arti sempit adalah orang seisi rumah, anak
istri, sedangkan dalam arti luas keluarga berarti sanak saudara atau anggota kerabat
dekat.
12
Berdasarkan definisi hukum keluarga yang diungkapkan oleh para ahli di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Hukum Keluarga pada dasarnya merupakan
keseluruhan dari kaidah (norma) hukum; baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur hubungan hukum yang timbul dari ikatan keluarga yang meliputi antara lain:
1. Peraturan perkawinan dengan segala hal yang lahir dari perkawinan.
2. Peraturan mengenai perceraian.
3. Peraturan mengenai kedudukan anak.
4. Peraturan mengenai pengampuan (curatele).
5. Peraturan mengenai perwalian (voogdij).
Ada dua pokok kajian dalam definisi hukum keluarga yang dikemukakan oleh Ali
Afandi :
1. Kelurga sedarah dan
2. Perkawinan
E. Tahapan Kehamilan
سنَ الَّذِي َ ْش ْيء ُك َّل أَح َ ُان خ َْلقَ َوبَدَأ َ ۖ َخلَقَه
ِ س َ اْلنِ ْ س ََللَة ِمن نَ ْسلَهُ َجعَ َل ث ُ َّم ِطين ِمن ُ س َّواهُ ث ُ َّم َّم ِهين َّماء ِ ِّمن
َ فِي ِه َونَفَ َخ
وح ِه ِمن
ِ س ْم َع لك ُم َو َجعَ َل ۖ ُّر ُ َ َّ ار الَ ص َ ْ ْ َ ْ ً َ ُ ْ ُ َ َ َ
َ ضللنَا أإِذا َوقالوا تَشك ُرونَ َّما ق ِليَل ۚ َواْلفئِدَة َ َواْل ْب ْ َ َ ض فِي ِ خ َْلق لَ ِفي أَإِنا اْل ْر
َ ْ َّ
اء هُم َب ْل ۚ َجدِيد ِ َكَافِ ُرونَ َر ِِّب ِه ْم ِب ِلق
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
14
saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. Dan mereka berkata,
“Apakah bila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami benar-benar akan berada
dalam ciptaan yang baru?” Bahkan (sebenarnya) mereka ingkar akan menemui
Rabbnya. [As Sajdah : 7-10]
ط َفة ِمن ث ُ َّم ت ُ َراب ِ ِّمن َخلَ َق ُكم الَّذِي ه َُو ْ شدَّ ُك ْم ِلتَ ْبلُغُوا ث ُ َّم ِط ْف ًَل ي ُْخ ِر ُج ُك ْم ث ُ َّم َعلَقَة ِم ْن ث ُ َّم ُّن
ُ َ شيُو ًخا ِلت َ ُكونُوا ث ُ َّم أ
ُ َو ِمن ُكم
س ًّمى أ َ َج ًَل َو ِلتَ ْبلُغُوا قَ ْب ُل ِمن يُت ََوفَّى َّمن
َ تَ ْع ِقلُونَ َولَ َعلَّ ُك ْم ُّم
Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu
dari segumpal darah, kemudian dilahirkanNya kamu sebagai seorang anak, kemudian
(kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian
(dibiarkan hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu.
(Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya
kamu memahami(nya). [Al Mu’min : 67].
(kira-kira 140 hari). Dibuktikan bahwa kira-kira pada kehamilan 10 pekan (kira-kira 70
hari) sudah mulai terbentuk sistem jantung dan pembuluh darah.
Sejak umur kehamilan 8 pekan (kira-kira 56 hari) mulai terbentuk hidung, telinga,
dan jari-jari dengan kepala membungkuk ke dada.
Setelah 12 pekan (84 hari) telinga lebih jelas, tetapi mata masih melekat. Leher
sudah mulai terbentuk, alat kelamin sudah terbentuk tetapi belum begitu nampak. Baru
setelah 16 pekan (112 hari) alat kelamin luar terbentuk, sehingga dapat dikenali dan
kulit janin berwarna merah tipis sekali. Pada umumnya plasenta atau ari-ari sudah
terbentuk lengkap pada 16 pekan.
Menginjak kehamilan 24 pekan (168 hari), kelopak mata sudah terpisah. Ditandai
dengan adanya alis dan bulu mata. Maha luas ilmu Allah Azza wa Jalla dalam segala
penciptaanNya.
Apa yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
tersebut memang benar adanya. Manusia baru membuktikannya pada abad ini. Padahal
kebenaran ayat-ayat Allah Azza wa Jalla sudah disampaikan puluhan abad lalu; sebagai
bukti, bahwa Allah Azza wa Jalla telah menciptakan manusia dari segumpal darah
(alaqah) 40 hari, setelah terbentuknya air mani. Hal ini bisa diketahui oleh ahli medis,
bahwa kurang lebih umur 56-70 hari pembuluh darah janin mulai terbentuk..Kemudian
ada gerakan-gerakan. Gerakan inilah yang mungkin terdeteksi oleh alat-alat kedokteran
modern sebagai denyut jantung janin. Namun berdasarkan dhohir hadits, bahwa ruh
ditiupkan pada saat janin berumur lebih dari 120 hari. Wallahu a’lam
pekan (kira-kira 7 bulan). Apabila 27 cm, lebih kurang 32 pekan (kira-kira 8 bulan).
Terukur 30 cm, menunjukkan umur 36 pekan (kira-kira 9 bulan).
Pada kehamilan 40 pekan (lebih kurang 9 bulan lebih), puncak rahim turun kembali
dan terletak kira-kira 3 jari di bawah tulang dada, yang terletak di tengah-tengah
melekatnya beberapa tulang rusuk. Ukuran ini tidak akan bertambah, walau usia
kehamilan mencapai 40 pekan. Jika tingginya bertambah, kemungkinan bayi besar,
kembar atau cairan tubuh berlebih.
Kedua : Menghitung Dengan 2 Jari Tangan. Setiap pertambahan selebar 2 jari
tangan menunjukkan pertumbuhan 2 pekan. Perhitungan ini digunakan jika jarak antara
tulang kemaluan dengan puncak rahim masih di bawah pusar. Sebaliknya, jika jarak
tulang kemaluan dengan puncak rahim sudah di atas pusar perhitungan 2 jari,
menunjukkan pertambahan 4 pekan.
Ketiga : Memperkirakan kalau tinggi puncak rahim sudah tepat di pusar, itu
menunjukkan usia kehamilan 5 bulan-6 bulan. Sementara, jika puncak rahim sudah
sampai di tengah antara tulang dada dan pusar, menunjukkan usia kehamilan kira-kira
7 bulan. Apabila puncak rahim sudah mencapai dada, diperkirakan usia kehamilan 9
bulan. Hasil pengukuran ini akan meragukan, jika ibu hamil terlalu gemuk atau otot
perut tegang.
Jika calon ibu sudah mulai dapat merasakan gerakan janin, diperkirakan usia
kehamilan mencapai 18 pekan (kira-kira 4,5-5 bulan). Tetapi pada kehamilan kedua,
gerakan janin sudah terasa pada usia kehamilan 16 pekan.
1. Abortus (Keguguran).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan, sebelum janin mampu hidup di dunia luar.
Rata-rata dengan umur kehamilan kurang dari 22 pekan (kurang dari 5 bulan), dengan
berat badan kurang dari 500 gr. Sebab-sebab terjadinya keguguran, bisa diakibatkan
karena kelainan zigote. Yaitu kelainan hasil penyatuan dari sel sperma (sel kelamin
laki-laki) dan ovum (sel kelamin perempuan).
Adanya gangguan di selaput lendir dalam rahim (endometrium), juga bisa
mengakibatkan keguguran. Hal ini karena masuknya ovum yang telah dibuahi ke dalam
rahim tersebut, mengalami gangguan. Atau gangguan tersebut terjadi dalam
pertumbuhan embrio.
Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan fungsi selaput lendir rahim tersebut
ialah kelainan hormonal, gangguan nutrisi. Contohnya, anemia berat, penyakit
menahun, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi gizi penderita. Juga penyakit infeksi,
kelainan imunologik (misalnya gangguan darah, faktor rhesus, dsb.). Selain itu, faktor
psikologis (mental) seorang wanita juga dapat mempengaruhi gangguan di rahimnya.
17
A. Kesimpulan
Islam sebagai pedoman hidup tentunya memiliki kaitan erat dengan kesehatan
reproduksimengingat Islam memiliki aturan-aturan dalam kehidupan manusia yang bertujuan
untuk mencapai kondisi yang sesuai dengan persyaratan kesehatan reproduksi. Sejak
berabad-abad yang lalu, sebenarnya aturan-aturan dalam Islam di Al Quran telah
mengajarkan berbagai hal mengenai kesehatan reproduksi antara lain mengenai seksualitas,
kontrasepsi, kehamilan, menyusui dan juga mengenai aborsi. Jika aturan-aturan tersebut
dipatuhi oleh umat Muslim, maka kesejahteraan umat manusia dapat tercapai dengan baik.
Dalam menjaga kesehatan reproduksi umat Muslim, Islam telah lama melarang hubungan
seksual pra nikah, hubungan seksual melalui dubur dan mulut. Hubungan seksual antara
pasangan sejenis dan juga hubungan seksual dengan binatang. Dalam rangka menjaga
kesehatan reproduksi, hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti juga sangat
tidak diperbolehkan di dalam Islam.
Kepatuhan akan segala larangan tersebut dapat membuat kesehatan reproduksi umat
Muslim terjaga begitu pula kesehatan fisik dan mentalnya serta hubungan sosial antar umat.
Larangan-larangan tersebut telah dijelaskan secara detail lewat surat-surat di dalam Al
Quran, hadist dan melalui para ulama.
Kesehatan reproduksi dalam pandangan Islam diakui oleh dunia sangat jelas dan detail
namun disampaikan dengan cara yang simple sehingga dapat dimengerti dengan mudah oleh
umat Muslim. Misalnya dalam masalah kehamilan, dijelaskan dengan gamblang bagaimana
sebuah kehamilan bisa terjadi. Informasi mengenai kesehatan reproduksi berupa perawatan
genital juga disampaikan dengan baik melalui banyak ayat. Selain itu, hak-hak perempuan
dalam kesehatan reproduksi juga sangat diperhatikan dalam agama Islam.
18
DAFTAR PUSTAKA
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.
9, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)
Abu al-Fida’ Ismail Ibn Katsir, tafsir Ibnu Katsir, Jilid I, (Bairut : dar al-Fikr, 1986)
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Soial, ( Jakarta: Pustaka Pelajar,
1996), h. 128. Lihat juga Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif
AlQur’an, (Jakarta: Paramadina, 2001)
Nasaruddin Umar, Teologi Reproduksi dalam Sri Suhandjati Sukri, ed, Bias Jender
Dalam Pemahaman Islam, ( Yogyakarta: Gama Media, 2002)
At-Thahir al-Haddad, Wanita dalam Syariat dan Masyarakat, Terj. M.Adib Bisri,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993)
Khaled M. Abou El Fadl, Atas Nama Tuhan Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif,
(Jakarta: Serambi, 2003)
Abdul Sattar, Batas Kepatuhan Istri Kepada Suami, dalam Sri Suhandjati Sukri,
Bias Jender Dalam Pemahaman Islam
19
20
Abdul Mustaqim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarki: Telaah Kritis Atas
Penafsiran Dekonstruktif Riffat Hasan, (Yogyakarta: Sabda Persada, 2003)
https://www.sehatq.com/artikel/cara-menjaga-kesehatan-reproduksi-wanita-dan-
pria-agar-tetap-subur