Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

HADIS KESEHATAN REPRODUKSI

DISUSUN OLEH :
TASHA NABILA RAMADHANI (0801213279)
ELSA ALELGA (0801213283)
SALWA LUTHFIYYAH NOVI (0801212345)

KELAS : IKM – 7
DOSEN : FAUZI ANANDA,M.Pdi

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kmi ucapkan kehadirat Allah yang maha esa yang telah memberi Rahmat dan
karunia-Nya,sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktunya.

Shalawat serta salam tidak lupa penyusun hanturkan kepada junjungan kita,nabi Muhammad
Saw yang telah membawa kita dari zaman jahiliah menuju ke zaman Islamiyyah,dari zaman
kegelapan menuju zaman terang benderang ini.karena beliaulah satu satunya nabi pembawa
sekali Gus pemberi syafaat kepada seluruh umat kelak di Yaumil qiyamah.

Penyusunan makalah ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas ilmu tauhid.

Tak lupa juga kami ucapakan terima kasih kepada orang tua kami yang telah mendukung kami
dalam pembuatan makalah ini dan ucapan terima kasih kepada dosen bidang studi ilmu tauhid
Bapak Alkausar Saragih Yang telah memberikan arahan kepada kami, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik.Dan kmi ucapkan terima kasih kami untuk semua yang tidak
bisa kmi sebut satu persatu

Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan maupun kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang dari seluruh pembaca.

Akhir kata, penyusun berharap dengan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi smua
pembaca dan para mahasiswa kelas 7. Penyusun mengucapkan banyak terimakasih dan mohon
maaf jika terdapat kesalahan dalam penyampaian makalah ini.

Medan, 15 September 2021

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................ ii
BAB I ............................................................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 1
BAB II .......................................................................................................................................................... 2
A. Asal-Usul Reproduksi Manusia ..................................................................................................... 2
B. Hak-Hak Reproduksi Manusia ...................................................................................................... 4
C. Upaya Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi ........................................................................ 10
D. Konsep Hukum Kekeluargaan .................................................................................................... 11
E. Tahapan Kehamilan ..................................................................................................................... 13
BAB III....................................................................................................................................................... 18
A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak dan kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus setelah dilaksanakannya
Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International Conference on
Population and Development atau ICPD) di Kairo pada tahun 1994. Hal penting dalam
konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah
kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas
menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak
reproduksi.
Aspek hak dan kesehatan reproduksi sangat luas, karena hak dan kesehatan reproduksi
menyangkut seluruh siklus kehidupan manusia selama hidupnya, yaitu mulai dari kehamilan,
kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa sampai dengan masa usia lanjut.
Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai keadaan fisik, mental, sosial yang utuh dan aman
dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi-fungsi dan proses reproduksi. Pengertian
kesehatan reproduksi yang demikian luas, akan membawa berbagai persoalan yang luas pula. Ia
antara lain menyangkut kesehatan alat-alat reproduksi perempuan pra produksi (masa remaja),
produksi (masa hamil dan menyusui) dan pasca produksi (masa menopause).
Persoalan lain yang acap tertinggal dalam kajian atasnya adalah tentang kehidupan seksual
perempuan secara memuaskan, aman, dan tidak dipaksa. Hak-hak perempuan untuk mengatur
kelahiran, menentukan jumlah anak, hak-haknya untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari
semua pihak baik dalam sektor domestik maupun publik, hak untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan yang benar dan lain-lain

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asal usul reproduksi manusia ?
2. Apa saja hak hak reproduksi manusia ?
3. Bagaimana upaya menjaga kebersihan organ reproduksi ?
4. Apa itu konsep hukum keleuarga ?
5. Bagaimana tahapan kehamilan ?

1
2

BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal-Usul Reproduksi Manusia


Proses kelanjutan dan perkembangan manusia, yang biasa disebut reproduksi,
dijelaskan dengan beberapa ayat, diantaranya adalah surat al Mukminun ayat 14:
”Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpaldarah itu kami
jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk
yang berbentuk lain. Maka Maha Suci Allah Pencipta yang Paling Baik.”
Dalam proses reproduksi manusia, unsur air lebih dominan disebutkan dalam al-
Qur’an dari pada unsur tanah. Kata nuthfah dalam bahasa Arab berarti setetes yang
dapat membasahi. Ada juga yang memahami kata itu dalam arti hasil pertemuan sperma
dan ovum. Penggunaan kata ini menyangkut proses kejadian manusia sejalan dengan
penemuan ilmiah yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang menyembur dari
alat kelamin pria mengandung sekitar dua ratus juta benih manusia, sedang yang
berhasil bertemu dengan indung telur perempuan hanya satu.
Kata ’alaqah pada awalnya dipahami dengan segumpal darah, tetapi setelah
kemajuan ilmu pengetahuan dan maraknya penelitian, para embriolog enggan
menafsirkannya dengan arti tersebut. Mereka lebih cenderung memahaminya dalam
arti sesuatu yang bergantung atau yang menempel di dinding rahim. Setelah terjadi
pembuahan, maka terjadi proses dimana hasil pembuahan itu menghasilkan zat baru,
yang kemudian terbelah menjadi dua, lalu yang dua menjadi empat, empat menjadi
delapan, demikian seterusnya berkelipatan dua. Dalam proses itu, ia bergerak menuju
ke dinding rahim dan akhirnya bergantung atau berdempet di sana. Inilah yang dinamai
’alaqah.
Asal-usul manusia yang bersifat lebih substansial seperti nyawa atau roh tidak
diuraikan secara terperinci dalam al-Qur’an. Roh manusia adalah urusan Tuhan.
Eksistensi manusia dalam al-Qur’an lebih ditekankan kepada kapasitasnya sebagai
hamba dan sebagai wakil Tuhan di bumi. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang
eksistensialis, karena hanya makhluk ini yang bisa turun naik derajatnya di sisi Tuhan.
Dalam kapasitasnya sebagai hamba dan dan khalifah, jenis kelamin tidak pernah
dipersoalkan.
Asal-usul kejadian manusia tidak diceritakan secara kronologis dalam al-Qur’an.
Cerita penciptaan manusia banyak diketahui melalui hadis, israiliyyat dan riwayat-
riwayat yang bersumber dari Taurat dan Injil. Menurut Ibn Katsir, ada empat konsep
penciptaan manusia yaitu: 1) Penciptaan Adam dari tanah tanpa ayah dan ibu, 2)
Penciptaan Hawa dari laki-laki tanpa perempuan, 3) Penciptaan Isa dari seorang
perempuan tanpa laki-laki, 4) Penciptaan manusia dari proses pembuahan.
Dalam proses reproduksi, juga tidak ditemukan perbedaan secara khusus antara
laki-laki dan perempuan. Sedikitpun tidak ditemukan perbedaan antara laki-laki dan
3

perempuan dalam proses dan mekanisme secara biologis. Dengan demikian proses dan
mekanisme biologis tidak bisa dijadikan alasan untuk memojokkan atau
mengistimewakan salah satu jenis kelamin.
Dalam hal reproduksi, baik al-Qur’an maupun hadis, telah menempatkan
perempuan dan laki-laki pada posisi yang sama, tetapi karena pandangan mitologis
terhadap fisik biologi manusia merugikan kaum perempuan, karena laki-laki cendrung
dikultuskan, mengingat Adam (ketika itu Hawa belum tercipta) pernah menjadi objek
sujud kedua sesudah Tuhan, sementara perempuan dimitoskan sebagai makhluk
penggoda yang dilukiskan sebagai setan betina, karena godaannya menyebabkan
manusia jatuh ke bumi.
Al-Quran sebagai rujukan prinsip masyarakat Islam, pada dasarnya mengakui
bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama. Keduanya diciptakan dari satu
nafs (living entity), dimana yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain.
Ayat Al-Quran yang teramat sering dijadikan dalih atas pelegalan dominasi laki-laki
atas perempuan yakni QS. An-Nisa’ (4) : 34, yang menyatakan:
“Laki-laki adalah pelindung (pemimpin, pengayom) bagi perempuan, oleh karena
Allah telah memberikan kelebihan di antara mereka di atas sebagian yang lain, dan
karena mereka telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…”
Islam telah menetapkan batas kekuasaan laki-laki dalam institusi keluarga ketika
meletakkan perkataan qawwâmûn (pemimpin) atau yang melaksanakan urusan rumah
tangga (al-qa’im ‘ala syu’ûn al-usrah) sebagai kata kunci dalam ayat itu.
Kepemimpinan tersebut memerlukan sikap adil terhadap orang-orang yang
dipimpinnya. Hal ini akan sangat berbeda bila ayat itu menyatakan dengan perkataan
kekuasaan (sulthân) atau kata-kata yang lainnya, yang mengandung pengertian
kebebasan untuk bertindak secara mutlak, yang bertentangan dengan konsep yang
terkandung di dalam ayat Al-Quran.
Terdapat dua persoalan penting yang berada di bawah rentetan penggunaan kata
qawwâm, yaitu: 1) Kaum laki-laki harus bertanggung jawab untuk menyediakan segala
keperluan material dan spiritual perempuan dalam bentuk yang memuaskan sesuai
dengan kesenangan dan perasaannya sehingga dia merasa tenang dan tenteram, 2)
Kaum laki laki memberikan perlindungan dan penjagaan terhadap anggota
keluarganya dalam batas-batas kekuasaan terhadap keluarganya.
Meskipun konteks ayat ini menjelaskan kekuasaan laki-laki atas perempuan dalam
lingkup domestik (rumah tangga), namun sebagian ulama menggeneralisasikan dalam
lingkup yang lebih luas, dalam urusan sosial dan politik (mu’amalah al-madaniyyah).
Teologi patriarkat seperti ini lalu berkembang menjadi istilah bagi semua sistem
kekeluargaan maupun sosial. Konsekuensi pandangan ini sangat jelas, bahwa peran-
peran perempuan dalam dunia publik dan wilayah domestik menjadi tersubordinasi
oleh laki-laki. Yang harus diperhatikan, laki-laki yang menjadi “pelindung” (protector,
maintainers, menurut terjemahan Abdullah Yusuf Ali dalam The Holy Qur’an) atau
“pemimpin” (menurut terjemahan Departemen Agama RI.) ialah laki-laki yang
mempunyai keutamaan. Sesuai dengan sabab nuzul ayat ini, keutamaan laki-laki
dihubungkan dengan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Oleh karena
4

itu, hendaknya ayat ini dipahami sebagai deskripsi keadaan struktur dan norma sosial
pada saat itu, dan bukan suatu doktrin ajaran.

B. Hak-Hak Reproduksi Manusia


Islam memberikan hak-hak reproduksi yang seimbang antara laki laki dan
perempuan. Berbeda dengan tradisi jahiliyah di kawasan Timur Tengah yang seolah-
olah menganggap reproduksi sebagai domain laki laki. Dalam masyarakat jahiliyah
perempuan dikonsepsikan sebagai the second creation yang harus diperlakukan sebagai
the second sex. Mitologi perempuan pra Islam di kawasan ini mempersepsikan
perempuan tidak layak menyejajarkan diri dengan laki-laki. Hak-hak reproduksi adalah
hak preogatif laki-laki dan menjadi kewajiban suci perempuan melayani hak hak laki-
laki tersebut.
Ketika Islam datang, kaum perempuan memperoleh kemerdekaan sejati. Urusan
reproduksi berangsur-angsur menjadi hal bersama antara laki-laki dan perempuan.
Kaum laki-laki tidak dapat lagi seenaknya memilih pasangan dan menentukan jodoh
karena dibatasi oleh keserasian dan keselarasan. Laki-laki juga tidak seenaknya
mengawini perempuan tanpa batas, tetapi harus dibatasi hanya sampai empat orang dan
itupun setelah memenuhi kriteria yang amat ketat. Hak-hak seksual tidak lagi
merupakan hak utama laki-laki.
Keseimbangan hak-hak reproduksi laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam
beberapa konsep hukum kekeluargaan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Menentukan Perkawinan
Perkawinan adalah sebuah perjanjian dipandang dari seluruh sistem hukum, tetapi
merupakan jenis khusus dari perjanjian karena syarat-syaratnya telah dibuat sebelum
memasuki perkawinan. Tidak ada ruang bagi persyaratan individual kecuali jika hukum
membolehkannya. Fikih juga tidak mempunyai pengecualian terhadap generalisasi ini.
Namun demikian, di dunia Islam, fikih bukanlah satu-satunya hukum, tetapi ada juga
hukum adat yang terkadang harus pula dihadapi, terutama dalam urusan kewajiban
kaum perempuan dan hak-hak mereka terhadap harta.
Demikian halnya dalam menentukan perkawinan. Perkawinan tidak hanya menjadi
kewenangan laki-laki, termasuk wali mujbir, tetapi perempuan juga berhak
menentukan perkawinannya sendiri, kapan dan dengan siapa akan menikah. Sebab hal
ini sangat terkait dengan kesiapan lahir batin, dan yang lebih mengetahui hal itu adalah
dirinya sendiri.
Dalam konsep fikih, wali dalam sebuah perkawinan merupakan hal yang sangat
penting karena ada tidaknya wali akan berpengaruh kepada sah tidaknya akad
perkawinan yang telah dilakukan. Walaupun wali mempunyai arti penting dalam akad
perkawinan, tetapi wali tidak boleh memaksa anak yang dibawah perwaliannya untuk
menikah tanpa persetujuan dari anaknya.
Praktek yang dilakukan oleh wali untuk menikahkan sering disalahgunakan untuk
memenuhi kepentingan wali, mungkin untuk tujuan mendapatkan harta, kedudukan,
5

dan tujuan lainnya. Sebaliknya perempuan tidak didorong untuk menggunakan hak
pilih agar timbul rasa cinta kasih dan sayang kepada pria pilihan yang sudah
dikenalnya.

2. Menikmati Hubungan Seksual


Kenikmatam seksual tidak hanya untuk kaum laki-laki dengan anggapan bahwa
perempuan atau istri hanya untuk melayani keinginan seksual kali-laki/suami. Seks
bagi perempuan tidak sekedar kewajiban, tetapi adalah hak untuk memperoleh
kenikmatan atau menolak manakala ia tidak siap untuk hubungan tersebut sehingga ia
tidak harus melakukan hubungan seks secara terpaksa.
Secara normatif Rasulullah saw. bersabda: ”Jika seorang suami memanggil istrinya
untuk menunaikan hajatnya, hendaklah dia mendatanginya meskipun ia sedang berada
di depan tungku” (H. R Turmudzi). Atau dalam riwayat lain ia wajib memenuhi
panggilan suaminya meskipun ia sedang berada di atas punggung unta.
Memaksa seorang istri melayani suami di atas punggung binatang, menuntut
kepatuhan total atau ketaatan membabi buta, tidak selaras dengan konsep cinta, kasih
sayang, persahabatan, kesalehan, atau ketaatan kepada Tuhan. Konsep al-Qur’an
tentang pernikahan tidak didasarkan kepada pengabdian membabi buta, tetapi pada
kasih sayang dan kemitraan.
Selain hadis tersebut, kepatuhan mutlak istri terhadap suami sering didasarkan
kepada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas dari Anas yang menyatakan
bahwaseorang suami bepergian dan melarang istri untuk keluar rumah. Tiba-tiba
ayahnya jatuh sakit, lalu ia meminta izin kepada Rasulullah untuk menengoknya, maka
Rasul bersabda: takutlah kepada Allah dan jangan menkhianati suamimu. Kemudian
ayahnya meninggal. Namun karena suaminya belum juga pulang, ia lalu minta izin
untuk melayatnya, maka Rasul pun bersabda: takutlah kepada Allah dan jangan
mengkhianati suamimu, kemudian Allah mewahyukan kepada Rasul:
Sesungguhnya aku telah mengampuni dosa ayahnya karena ketaatannya kepada
suaminya.
Hadis ini hanyalah satu di antara sekian banyak versi hadis yang sejenis yang
muaranya melarang perempuan untuk tidak mematuhi suami. Misalnya sabda Nabi:
hak suami terhadap istrinya adalah tidak menghalangi permintaan suaminya kepadanya
sekalipun sedang di atas punggung unta. Tidak boleh berpuasa sunnah tanpa seizin
suami, jika dia tetap berpuasa justru malah berdosa. Tidak boleh menyedekahkan
sesuatu tanpa izinnya dan bila ia memberi, maka pahalanya bagi suaminya dan dosanya
untuk dirinya sendiri. Tidak boleh keluar rumah tanpa izinnya dan bila ia berbuat
demikian, maka Allah akan melaknatnya sementara malaikat memarahinya sampai ia
bertaubat dan pulang kembali sekalipun suaminya itu zhalim (H.R. Abu Daud).
Terlepas dari validitasnya, bila dicermati dengan seksama, maka yang paling
menarik dalam hadis tersebut adalah kata terakhir ”sekalipun suaminya itu zhalim.”
Menarik karena suaminya menjadi sangat istimewa. Pertanyaannya adalah benarkah
kekerasan suami terhadap istri serba halal karena posisi suami yang sangat diuntungkan
itu? Tidakkah kezhaliman terhadap istri sangat bertentangan dengan firman Allah
6

dalam surat an-Nisa’ ayat 19 dan bukankah dalam batas-batas tertentu perempuan
memiliki hak untuk mengadukan nasibnya ke pengadilan atas perlakuan suami
terhadapnya?
Sekurangnya terdapat empat faktor penyebab peran dan kedudukan suami yang
serba superior dalam keluarga:

 Ketidaktahuan suami istri bahwa perempuan memiliki kebebasan


Ketidaktahuan selalu menjadi kendala substansial dalam kehidupan manusia.
Sebenarnya sejarah telah mengajarkan jauh sebelum Islam datang, perempuan telah
memainkan peran yang cukup signifikan dalam bidang sosial ekonomi seperti sosok
konglomerat perempuan Khadijah, istri pertama Nabi saw. Sebelum menjadi istri Nabi,
Muhammad bekerja untuk Khadijah. Sehingga sulit dipahami bila Islam tidak
mengenal gambaran tentang perempuan yang bekerja. Apalagi jika dikatakan bahwa
Islam melarang perempuan keluar rumah tanpa izin suami atau harus ditemani
mahramnya.
 Kemandegan tafsir ayat al-Qur’an dan hadis
Faktor lain yang diduga berpengaruh terhadap makna ketaatan istri kepada suami
adalah kemadegan tafsir terhadap surat al-Nisa’ ayat 34. Penafsiran yang banyak
berkembang adalah suami sebagai pemimpin keluarga yang otomatis merupakan
penegasan terhadap keunggulan laki laki atas perempuan. Kata qawwamun biasa
diartikan sebagai penanggung jawab, penguasa, pemimpin, penjaga, atau pelindung
perempuan. Kata qawwamun diartikan demikian karena laki-laki memiliki kelebihan
penalaran, kesempurnaan akal, kejernihan pikiran, kematangan dalam perencanaan,
kelebihan dalam beribadah kepada Allah, keteguhan tekad, kemampuan menulis, dan
lain-lain dibandingkan perempuan.
 Pengabaian konteks sebab turun ayat dan sebab disabdakan sebuah hadis
Dalam menanggapi penafsiran terhadap surat al-Nisa’: 34, Ashghar Ali Enginer
menyarankan agar orang tidak mengambil pandangan yang semata-mata teologis.
Orang harus menggunakan pandangan sosio teologis. Sebab selain bersifat normatif,
al-Qur’an pun terdiri dari ajaran yang bersifat kontekstual. Konteks ayat tersebut
berlaku karena laki-laki yang mencari nafkah dan membelanjakannya untuk
kepentingan istrinya. Sementara kesadaran perempuan pada saat itu sangat rendah dan
pekerjaan domestik dianggap sebagai kewajiban perempuan.
 Normalisasi relasi jender yang bersifat patriarkis
Penafsiran kaum muslim terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan relasi laki-laki-
perempuan pada dasarnya dapat dipilah menjadi dua macam. Pertama, penafsiran yang
dilandasi oleh kerangka pendekatan patriarkis, dan kedua penafsiran yang dilandasi
pendekatan feminis. Dalam penafsiran pertama biasanya dilakukan secara eksklusif
oleh kaum laki-laki, bahkan hanya oleh laki-laki. Dengan demikian hanya laki-laki dan
pengalaman laki-laki saja yang dimasukkan ke dalam penafsiran, sementara perempuan
dan pengalaman kehidupannya dinafikan.
Dalam surat al-Baqarah ayat 223 Allah berpesan kepada para suami:
7

”Istri-istri kamu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah
tempat kamu bercocok tanam itu kapan dan bagaimana saja kamu kehendaki.”
Tentu saja tidak bijaksana apabila seseorang menanam benih di tanah yang buruk,
karena itu ia harus pandai-pandai memilih tanah garapan, dalam arti harus pandai-
pandai memilih pasangan. Tanah yang suburpun harus diatur masa dan musim
penanamannya, jangan setiap saat ia dipaksa untuk berproduksi. Seorang petani tidak
selesai tugasnya dengan menanam benih, tetapi harus berlanjut dengan memperhatikan
ladangnya, jangan sampai ditumbuhi alang-alang atau dihinggapi hama. Buah setelah
dipetikpun harus dibersihkan terlebih dahulu. Di sisi lain, jangan mempersalahkan
ladang jika buah tidak sesuai dengan keinginan petani. Yang salah bukan istri jika anak
yang lahir perempuan sedang yang diharapkan laki-laki. Demikianlah makna
permisalan di atas dalam konteks penyamaan istri dengan ladang.

3. Menentukan Tata Cara Mengatur Reproduksi


Kehamilan hingga melahirkan adalah rangkaian proses reproduksi yang sangat
berat yang harus dipikul oleh perempuan, karena itu perempuan berhak menentukan
jarak dan waktu kehamilannya demi alasan kesehatan fisik maupun mental ibu ataupun
anak yang dikandungnya. Salah satu di antara pengaturan reproduksi adalah dengan
mengikuti program KB dengan memakai alat kontrasepsi yang lebih banyak
dibebankan kepada istri. Hal ini antara lain disebabkan karena program ini lebih banyak
diikuti oleh istri dengan segala kerepotan dan konsekwensinya, sedang peran yang
dilakukan oleh suami hanyalah mengizinkan atau paling tinggi mendukung. Hampir
tidak ada di antara suami yang bersedia menggunakan alat kontrasepsi, kecuali kalau
sudah terdesak dan tidak ada jalan yang dapat ditempuh oleh istri.
Uraian menyangkut KB, dalam pandangan agama tidaklah mengharuskan
menggunakan ayat-ayat al-Qur’an apalagi memaksakan penafsirannya. Tetapi cukup
dengan memperhatikan tujuan kehadiran agama. Segala petunjuk agama, baik perintah
maupun larangan, pada dasarnya mengantarkan pada satu dari lima tujuan utama, yaitu:
pemeliharaan agama, akal, jasmani, harta, dan keturunan. Semua langkah kebijaksaan
yang bermuara kepada salah satu dari kelima hal di atas dapat menjadi tuntunan agama.
Dari lima prinsip tersebut, dan secara khusus, prinsip ”pemeliharaan terhadap
keturunan” kebijaksanaan kependudukan mendapat pijakan agama yang kokoh.
Berkaitan dengan hal diatas, hadis Nabi yang menganjurkan untuk memperbanyak
anak: ”kawinilah perempuan yang berpotensi melahirkan banyak anak dan yang mesra,
karena aku akan berbangga dengan kamu di hadapan umat-umat yang lain pada hari
kiamat,” tidak bisa dipedomani. Kebanggaan yang dimaksud RasuL tentu saja tidak
bisa dilepaskan dari kualitas yang dibanggakan, karena kualitas inilah yang harus
diutamakan. Jika banyak tanpa kualitas, maka hal tersebut tidak akan mungkin
membanggakan, tetapi justru sebaliknya. Kemajuan dan kesejahteraan bangsa-bangsa
dewasa ini tidak ditentukan oleh kuantitasnya, tetapi kualitasnya. Alangkah banyaknya
kelompok kecil yang berkualitas mampu mengalahkan kelompok besar yang tidak
berkualitas. Atas dasar inilah pengaturan kelahiran dapat dibenarkan demi kualitas
8

pendidikan anak, bahkan imam Ghazali membenarkan ’azl walaupun dengan alasan
memelihara kecantikan perempuan.

4. Mengasuh dan Mendidik Anak


Sebagai ibu, seorang isteri adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya,
khususnya pada masa-masa balita. Keibuan adalah rasa yang dimiliki oleh seorang
perempuan, karena perempuan selalu mendambakan seorang anak untuk menyalurkan
rasa keibuan tersebut. Mengabaikan potensi ini berarti mengabaikan jati diri
perempuan. Pakar pakar ilmu jiwa menekankan bahwa anak pada periode pertama
kelahirannya sangat membutuhkan kehadiran ibu bapaknya. Anak yang merasa
kehilangan perhatian atau merasa diperlakukan tidak wajar, dengan dalih apapun, dapat
mengalami ketimpangan kepribadian.
Rasul pernah menegur seorang ibu yang merenggut anaknya secara kasar dari
pangkuan Rasulullah karena sang anak mengencingi Rasul sehingga membasahi
pakaian beliau. Oleh karena itu, dalam rumah tangga dibutuhkan seorang penanggung
jawab utama terhadap perkembangan jiwa dan mental anak, khususnya saat usia dini.
Di sini pula agama menoleh kepada seorang ibu, yang memiliki keistimewaan yang
tidak dimiliki oleh ayah, bahkan tidak dimiliki oleh perempuan perempuan selain ibu
kandung seorang anak. Menjaga rumah merupakan tugas dasar seorang perempuan,
dan rumah adalah tempat seorang perempuan mengasah secara fitrah dan asasi, sebuah
madrasah yang melahirkan tokoh-tokoh besar.
Seorang ibu adalah madrasah pertama dalam pendidikan bangsa, dan dia adalah
guru pertama bagi generasi-generasi cerdas, pencipta peradaban, sebagaimana yang
diungkapkan oleh penyair Hafiz Ibrahim yang mengatakan bahwa seorang ibu adalah
madrasah, apabila engkau mempersiapkannya, berarti telah menyiapkan generasi muda
yang baik dan gagah berani. Seorang ibu adalah guru pertama, yang pengaruhnya
menyentuh seluruh jagad raya.
Mengasuh anak adalah tugas reproduksi yang bersifat non kodrati. Ia bisa dilakukan
oleh ayah ataupun ibu, sehingga pengasuhan anak pada dasarnya merupakan tanggung
jawab bersama ayah dan ibunya. Bahkan secara psikologis seorang anak yang tidak
mendapatkan perhatian seimbang dari ayah dan ibunya, maka perkembangan
mentalnya cenderung tidak seimbang. Oleh karena itu, tidak bisa dikatakan tugas
pengasuhan anak adalah tanggung jawab ibu semata-mata. Harta dan anak adalah
perhiasan kehidupan, begitu firman Allah dalam surat al-Kahfi ayata 46. Namun anak-
anak baru menjadi hiasan hidup bila ia terdidik dengan baik. Ayah dan ibu diberi
tanggung jawab oleh Allah untuk membesarkan anak-anaknya serta mengembangkan
potensi-potensi positif yang dimilikinya.
Pendidikan harus dapat menyiapkan anak agar mampu hidup menghadapi segala
tantangan masa depan. Pendidikan antara lain dilakukan dengan pembiasaan, sedang
pembiasaan terhadap anak sangat ampuh melalui keteladanan. Dari sini contoh
keteladanan ibu dan ayah akan sangat menentukan kadar keberhasilan mereka. Jika
seorang ayah memahami bahwa tingkah lakunya memiliki pengaruh yang amat kuat,
maka ia tidak akan membiasakan pada tingkah laku yang tidak disetujui anak. Jika ia
9

tahu bahwa maksud dari membesarkan anak bukanlah memaksanya utuk patuh pada
segala perintahnya tetapi lebih pada membiasakannya untuk membangun pengendalian
dirinya, ia akan menghindari perintah, ancaman, atau pukulan terhadap anaknya.
Prilaku kasar seperti itu ridak membantu anak untuk memahami pengendalian diri. Di
sinilah dibutuhkan upaya orang tua untuk menerangkan signifikansi pengendalian diri,
dan 11 konsekwensi tingkah laku anak, hingga ia menyadari dengan sendirinya bahwa
apapun yang baik dan buruk akan menimpanya pada responsibilitas yang ia jalani
nantinya.

5. Menentukan Perceraian
Fikih sebagai sebuah aturan formal, memberikan kewenangan yang cukup besar
kepada laki-laki dalam hal menentukan perceraian, sekalipun istri menolaknya. Tetapi,
dari sudut moral, ajaran Islam menegaskan bahwa perceraian adalah sesuatu yang harus
dihindari dalam sebuah perkawinan dengan menyebutnya sebagai ” yang halal tetapi
tidak disukai Allah”. Untuk itu untuk sampai kepada perceraian mutlak (talak tiga)
ajaran Islam memberikan stasiun-stasiun untuk instropeksi diri baik laki-laki maupun
perempuan. Selain itu, hak talak sesungguhnya bukan hanya dimiliki oleh kaum laki-
laki, namun perempuan pun memiliki hak yang sama meskipun dengan bobot yang
berbeda. Hak istri itu disebut dengan khulu’ yang artinya melepas. Jika seorang istri
merasa tidak cocok dengan suaminya, lalu ia meminta cerai ke pengadilan dengan
alasan yang jelas, maka pengadilan tidak dapat menolak permintaan tersebut.
UU Indonesia pada prinsipnya memberikan kekuasaan kepada pengadilan untuk
memutuskan perceraian. Dengan ungkapan lain, suami istri hanya mempunyai hak
mengajukan permohonan perceraian. Pengadilan adalah satu-satunya institusi yang
berhak menetapkan apakah perceraian sebagai jalan terbaik dalam menyelesaikan
masalah perkawinan atau tidak. Dengan demikian, meskipun ikrar talak tetap hak
suami, ikrar talak diizinkan kalau sudah ada ketetapan dari pengadilan.
Sedikitnya ada sepuluh alasan kenapa penetapan ikrar talak harus di depan
pengadilan; 1) Islam sangat menganjurkan perkawinan dan pelestariannya; 2)
Pengadilan merupakan lembaga kekuatan pelindung; 3) Kehadiran pengadilan adalah
untuk meluruskan setiap tindakan yang menlenceng untuk disesuaikan dengan ajaran
Islam; 4) Dengan berhasilnya pengadilan menyelamatkan perkawinan, sama artinya
dengan menyelamatkan keluarga dan masyarakat dari kehancuran; 5) Pengadilan
diharapkan agar penggunaan hak talak tidak menyimpang dari ajaran syari’ah; 6)
Pengadilan diharapkan dapat menjamin ketentraman para istri; 7) Pengadilan
merupakan perwujudan dari juru damai; 8) Pengadilan diharapkan dapat berperan
memberikan pelajaran kepada pihak-pihak yang berperkara; 9) Pengadilan dapat
diharapkan dapat mencatat sebab-sebab perceraian yang nantinya akan dapat dijadikan
kajian sosial yang amat penting untuk mengetahui sumber sumber kegagalan
perkawinan; 10) Pengadilan dapat berperan menjamin hak masing-masing sebagai
akibat dari perceraian.
Masalah talak memang terdapat kontroversi di kalangan ulama, tetapi ada satu hal
yang disepakati, hukum Islam dalam masalah talak memperlakukan perempuan jauh
10

lebih baik, lebih manusiawi, lebih berkeadilan dari pada ajaran agama dan kebudayaan
lain. Sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW., perempuan tidak berhak menalak
dan juga tidak berhak menceraikan dirinya dari suaminya kecuali suami memberikan
hak itu. Dengan kedatangan Islam, terjadilah perubahan yang tujuannya untuk
membatasi hak-hak talak suami, dan selanjutnya memberikan hak kepada istri untuk
mendapatkan hak talak berdasarkan perimbangan logis, bukan bersifat sepihak.

C. Upaya Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi

Pentingnya merawat dan menjaga kesehatan reproduksi kita agar kita selalu
terhindar dari berbagai penyakit yang akan menyerang. Tentunya dalam hal menjaga
dan merawat kita perlu pengetahuan atau informasi mengenai cara menjaga dan
merawatnya, agar kita tidak salah dalam merawat dan menjaganya. Pengetahuan yang
seperti apa yang harus kita ketahui, yaitu pengetahuan yang benar dan baik tentang cara
merawatnya agar tujuan yang kita inginkan tercapai. Dan juga jika informasi yang kita
dapat dari orang yang kurang dipercaya, maka kita harus menelaah terlebih dahulu,
apakah informasi yang diberikan itu benar atau tidak.

Kesehatan reproduksi umumnya merujuk pada kondisi kesejahteraan fisik, mental,


dan sosial secara utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses
reproduksi termasuk hak dan kebebasan untuk bereproduksi secara aman, efektif, tepat,
terjangkau dan tidak melawan hukum.

Berikut ialah beberapa upaya menjaga kebersihan organ reproduksi :

1. Melakukan sunat bagi laki laki


Laki laki sangat dianjurkan untuk menjalani sunat atau khitan. Dalam hadits agama
juga sudah dicantumkan anjuran untuk sunat. Disamping itu, tujuan sunat adalah
untuk menghindari risiko infeksi yang disebabkan oleh kotoran menumpuk di
bawah kulit kulup (ujung penis).

2. Menghindari rokok dan alcohol


Rokok dan alkohol tidak hanya menyebabkan berbagai gangguan kesehatan kronis,
tapi juga mempengaruhi tingkat kesuburan pria maupun wanita. Terlalu banyak
merokok juga bisa menyebabkan impotensi pada laki-laki.

3. Mengonsumsi makanan yang sehat


Kesehatan reproduksi juga dapat ditunjang dengan mengonsumsi makanan sehat.
Nutrisi yang diperlukan untuk kesehatan organ intim pria dan wanita di antaranya
serat, protein, vitamin, antioksidan, serta folat. Kandungan ini bisa diperoleh dari
kacang kacangan, daging, ikan, susu, telur, sayur, dan buah-buahan.
11

4. Sering mengganti celana dalam


Malas mengganti celana dalam juga dapat memicu timbulnya gatal-gatal dan jamur.
Segera ganti jika celana dalam terasa lembap atau kotor. Penting juga memilih
celana dalam dari bahan yang dapat menyerap keringat dengan baik.

5. Bersihkan organ intim dengan benar


Kebiasaan sepele ini ternyata berdampak besar terhadap kesehatan organ
reproduksi. Bersihkan organ intim dari depan ke belakang, bukan sebaliknya,
terutama bagi wanita. Membersihkan organ intim dari belakang ke depan akan
menyebabkan terbawanya bakteri anus ke vagina/penis yang menjadi pemicu
infeksi. Selain itu, disarankan untuk tidak menggunakan sabun khusus kewanitaan
yang mengandung alkohol, pewangi, atau antiseptik. Sabun jenis tersebut dapat
menyebabkan iritasi dan membunuh bakteri normal di vagina.

6. Cukup istirahat dan kelola stress


Mengistirahatkan sementara sebagian organ di tubuh agar fungsinya terjaga dengan
baik. Anda disarankan untuk beristirahat setidaknya 7-9 jam setiap malamnya. Stres
berlebihan dapat berdampak pada depresi, gangguan cemas, hingga gangguan
kesuburan. Oleh karena itu, penting untuk mengurangi stres agar tidak berdampak
lebih lanjut pada kesehatan reproduksi.
Jika Anda sering merasa stres, coba lakukan relaksasi atau hal-hal yang membuat
Anda senang. Misalnya, jalan-jalan, olahraga, atau mencoba pijatan, atau yoga.

7. Jaga berat badan


Jagalah agar berat badan tetap ideal atau sesuai dengan indeks massa tubuh (IMT).
Berat badan berlebih (obesitas) atau justru terlalu rendah dapat mengganggu
ovulasi dan produksi hormon yang mengatur kesuburan.

8. Mengurangi konsumsi makanan dengan indeks glikemik yang tinggi


Indeks glikemiks adalah nilai yang menggambarkan kemampuan sebuah makanan
maupun minuman dalam meningkatkan kadar gula darah di dalam tubuh. Semakin
tinggi indeks glikemiknya, maka semakin mudah pula asupan tersebut memicu
kenaikan gula darah.
Dengan menghindari makanan dengan indeks glikemik yang tinggi, maka risiko
Anda mengalami gangguan kadar gula darah, bisa berkurang.

D. Konsep Hukum Kekeluargaan

Istilah hukum keluarga berasal dari terjemahan kata familierecht (belanda) atau law
of family (inggris). Istilah keluarga dalam arti sempit adalah orang seisi rumah, anak
istri, sedangkan dalam arti luas keluarga berarti sanak saudara atau anggota kerabat
dekat.
12

Ali Afandi mengatakan bahwa bahwa hukum keluarga diartikan sebagai


keseluruhan ketentuan yang mengatur hubungan hukum yang bersangkutan dengan
kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan (perkawinan, kekuasaan
orang tua, perwalian, pengampuan, keadaan tidak hadir).

Adapun pendapat-pendapat lain mengenai hukum keluarga yaitu :


 Van Apeldoorn
Hukum keluarga adalah peraturan hubungan hukum yang timbul dari hubungan
keluarga.
 C.S.T. Kansil
Hukum keluarga memuat rangkaian peraturan hukum yang timbul dari pergaulan hidup
kekeluargaan.
 R. Subekti
Hukum keluarga adalah hukum yang mengatur perihal hubungan-hubungan hukum
lyang timbul dari hubungan kekeluargaan.
 Rachmadi Usman
Hukum kekeluargaan adalah ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur mengenai
hubungan antar pribadi alamiah yang berlainan jenis dalam suatu ikatan kekeluargaan.
 Djaja S. Meliala
Hukum keluarga adalah keseluruhan ketentuan yang mengatur hubungan hukum antara
keluarga sedarah dan keluarga karena terjadinya perkawinan.
 Sudarsono
Hukum kekeluargaan adalah keseluruhan ketentuan yang menyangkut hubungan
hukum mengenai kekeluargaan sedarah dan kekeluargaan karena perkawinan.
 Salim Hs
Hukum Keluarga adalah keseluruhan dari kaidah (norma) hukum (baik tertulis maupun
tidak tertulis) yang mengatur mengenai hubungan hukum atas pernikahan, perceraian,
harta benda di dalam pernikahan, kekuasaan orang tua, perwalian dan pengampuan.
Terdapat 2 (dua) hal yang termuat dalam definisi menurut Salim ini, yaitu kaidah
hukum dan substansi (ruang lingkup) hukum. Kaidah hukum ini meliputi hukum
keluarga tertulis dan hukum keluarga tidak tertulis. Hukum keluarga tertulis adalah
kaidah (norma) hukum yang bersumber dari UU, Traktat dan yurisprudensi. Hukum
keluarga tidak tertulis ialah kaidah (norma) hukum keluarga yang timbul, tumbuh dan
berkembang di dalam kehidupan masyarakat.
 Tahir Mahmoud
Hukum keluarga adalah prinsip-prinsip hukum yang diterapkan atas dasar ketaatan
beragama, berkaitan dengan hal-hal yang secara umum diyakini memiliki aspek
religius menyangkut peraturan keluarga, pernikahan, perceraian, hubungan di dalam
keluarga, kewajiban di dalam rumah tangga, pemberian mas kawin, warisan, perwalian
dan lain-lain.
13

Berdasarkan definisi hukum keluarga yang diungkapkan oleh para ahli di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Hukum Keluarga pada dasarnya merupakan
keseluruhan dari kaidah (norma) hukum; baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur hubungan hukum yang timbul dari ikatan keluarga yang meliputi antara lain:
1. Peraturan perkawinan dengan segala hal yang lahir dari perkawinan.
2. Peraturan mengenai perceraian.
3. Peraturan mengenai kedudukan anak.
4. Peraturan mengenai pengampuan (curatele).
5. Peraturan mengenai perwalian (voogdij).

Ada dua pokok kajian dalam definisi hukum keluarga yang dikemukakan oleh Ali
Afandi :
1. Kelurga sedarah dan
2. Perkawinan

Perkawinan pertalian keluarga karena keturunan disebut keluarga sedarah, artinya


sanak saudara yang se-nenek moyang. Keluarga sedarah ini ada yang ditarik menurut
garis bapak yang disebut matrilineal dan ada yang ditarik menurut garis ibu dan bapak
yang disebut parental atau bilateral.
Pertalian keluarga karena perkawinan disebut keluarga semenda artinya sanak
saudara yang terjadi karena adanya ikatan perkawinan yang terdiri dari sanak saudara
suami dan sanak saudara istri. Sedangkan pertalian keluarga karena adat disebut
keluarga adat, artinya yang terjadi karena adanya ikatan adat misalnya saudara.

E. Tahapan Kehamilan

1. PROSES DAN PERKEMBANGAN JANIN DI RAHIM


Saat yang dinanti sepasang suami-isteri, dari perwujudan buah percintaan kasih-
sayang sekian waktu, yaitu ketika rahim sang isteri mengandung janin calon bayi.
Sungguh terasa sebagai anugerah indah tiada tara dari Allah Azza wa Jalla. Gerakan-
gerakan kecil menyentak dinding perut sang ibu. Betapa bahagia calon orang tuanya.
Ingin segera mengasuh dan merawatnya.
Itulah kebesaran Allah Azza wa Jalla sebagai bukti kekuasaan Nya kepada manusia.
Agar mereka banyak bersyukur. Di dalam al-Qur’an Allah Azza wa Jalla telah
berfirman

‫سنَ الَّذِي‬ َ ْ‫ش ْيء ُك َّل أَح‬ َ ُ‫ان خ َْلقَ َوبَدَأ َ ۖ َخلَقَه‬
ِ ‫س‬ َ ‫اْلن‬ِ ْ ‫س ََللَة ِمن نَ ْسلَهُ َجعَ َل ث ُ َّم ِطين ِمن‬ ُ ‫س َّواهُ ث ُ َّم َّم ِهين َّماء ِ ِّمن‬
َ ‫فِي ِه َونَفَ َخ‬
‫وح ِه ِمن‬
ِ ‫س ْم َع لك ُم َو َجعَ َل ۖ ُّر‬ ُ َ َّ ‫ار ال‬َ ‫ص‬ َ ْ ْ َ ْ ً َ ُ ْ ُ َ َ َ
َ ‫ضللنَا أإِذا َوقالوا تَشك ُرونَ َّما ق ِليَل ۚ َواْلفئِدَة َ َواْل ْب‬ ْ َ َ ‫ض فِي‬ ِ ‫خ َْلق لَ ِفي أَإِنا اْل ْر‬
َ ْ َّ
‫اء هُم َب ْل ۚ َجدِيد‬ ِ َ‫كَافِ ُرونَ َر ِِّب ِه ْم ِب ِلق‬

Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang
memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari
14

saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke
dalam (tubuh)nya ruh (ciptaan)Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. Dan mereka berkata,
“Apakah bila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami benar-benar akan berada
dalam ciptaan yang baru?” Bahkan (sebenarnya) mereka ingkar akan menemui
Rabbnya. [As Sajdah : 7-10]

Firman Allah yang lain tentang penciptaan manusia ialah :

‫ط َفة ِمن ث ُ َّم ت ُ َراب ِ ِّمن َخلَ َق ُكم الَّذِي ه َُو‬ ْ ‫شدَّ ُك ْم ِلتَ ْبلُغُوا ث ُ َّم ِط ْف ًَل ي ُْخ ِر ُج ُك ْم ث ُ َّم َعلَقَة ِم ْن ث ُ َّم ُّن‬
ُ َ ‫شيُو ًخا ِلت َ ُكونُوا ث ُ َّم أ‬
ُ ‫َو ِمن ُكم‬
‫س ًّمى أ َ َج ًَل َو ِلتَ ْبلُغُوا قَ ْب ُل ِمن يُت ََوفَّى َّمن‬
َ ‫تَ ْع ِقلُونَ َولَ َعلَّ ُك ْم ُّم‬

Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes mani, sesudah itu
dari segumpal darah, kemudian dilahirkanNya kamu sebagai seorang anak, kemudian
(kamu dibiarkan hidup) supaya kamu sampai kepada masa (dewasa), kemudian
(dibiarkan hidup lagi) sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu.
(Kami perbuat demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya
kamu memahami(nya). [Al Mu’min : 67].

2. TAHAPAN PERKEMBANGAN JANIN


Setelah terjadi pembuahan yang ditakdirkan oleh Allah Azza wa Jalla hingga
berproses menjadi seorang anak, mulailah sang ibu mengalami perubahan-perubahan
di rahimnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam satu hadits shahih
bersabda.

َّ ‫ط ِن فِ ْي خلقُهُ يُجْ َم ُع أَ َحدَ ُكم‬


‫إن‬ ْ ‫ط َفةً َي ْو ًما أ َ ْر َب ِعيْنَ أ ُ ِ ِّم ِه َب‬
ْ ُ‫ن‬، ‫ذَلِكَ ِمثْ َل َع َل َقةً َي ُك ْونُ ث ُ َّم‬، ‫ض َغةً َي ُك ْونُ ث ُ َّم‬
ْ ‫ذَلِكَ ِمث َل ُم‬،
ُ‫س ُل ث َّم‬ ْ
َ ‫الر ْو َح فِ ْي ِه فيَ ْنفُ ُخ ال َملَكُ ِإلَ ْي ِه ي ُْر‬، َ
ُّ ‫ َك ِل َمات ِبأ ْربَعِ َويُؤْ َم ُر‬: ‫ب‬ ِ ْ‫ر ْزقِ ِه ِب َكت‬، َ
ِ ‫وأ َج ِل ِه‬، َ ‫و َع َم ِل ِه‬،
َ ‫ش ِقي‬ َ
َ ‫س ِعيْد أ ْو َو‬
َ ،

Sesungguhnya salah seorang diantara kalian dipadukan bentuk ciptaannya dalam


perut ibunya selama empat puluh hari (dalam bentuk mani) lalu menjadi segumpal
darah selama itu pula (selama 40 hari), lalu menjadi segumpal daging selama itu pula,
kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, lalu
ditetapkan baginya empat hal: rizkinya, ajalnya, perbuatannya, serta kesengsaraannya
dan kebahagiaannya.” [Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu
‘anhu].
Dilihat dari perkembangan ilmu medis sekarang ini, jelas hadits tersebut akan
dibenarkan para ilmuwan, karena tidaklah jauh berbeda dengan penemuan-penemuan
mereka. Disebutkan pula, bahwa pada kehamilan antara 8 sampai 10 pekan (sekitar 56-
70 hari) pembuluh darah janin mulai terbentuk. Dengan alat-alat modern seperti alat
perekam jantung bayi (elektrokardiografi/EKG untuk bayi) dan ultrasonografi (USG)
dapat diketahui sedini mungkin, apakah jantung bayi sudah berdenyut atau belum.
Umumnya denyut jantung bayi dapat diketahui dan dicatat pada pekan ke 12 (lebih
kurang 84 hari). Tetapi dengan alat sederhana, baru terdengar pada kehamilan 20 pekan
15

(kira-kira 140 hari). Dibuktikan bahwa kira-kira pada kehamilan 10 pekan (kira-kira 70
hari) sudah mulai terbentuk sistem jantung dan pembuluh darah.
Sejak umur kehamilan 8 pekan (kira-kira 56 hari) mulai terbentuk hidung, telinga,
dan jari-jari dengan kepala membungkuk ke dada.
Setelah 12 pekan (84 hari) telinga lebih jelas, tetapi mata masih melekat. Leher
sudah mulai terbentuk, alat kelamin sudah terbentuk tetapi belum begitu nampak. Baru
setelah 16 pekan (112 hari) alat kelamin luar terbentuk, sehingga dapat dikenali dan
kulit janin berwarna merah tipis sekali. Pada umumnya plasenta atau ari-ari sudah
terbentuk lengkap pada 16 pekan.
Menginjak kehamilan 24 pekan (168 hari), kelopak mata sudah terpisah. Ditandai
dengan adanya alis dan bulu mata. Maha luas ilmu Allah Azza wa Jalla dalam segala
penciptaanNya.
Apa yang disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits
tersebut memang benar adanya. Manusia baru membuktikannya pada abad ini. Padahal
kebenaran ayat-ayat Allah Azza wa Jalla sudah disampaikan puluhan abad lalu; sebagai
bukti, bahwa Allah Azza wa Jalla telah menciptakan manusia dari segumpal darah
(alaqah) 40 hari, setelah terbentuknya air mani. Hal ini bisa diketahui oleh ahli medis,
bahwa kurang lebih umur 56-70 hari pembuluh darah janin mulai terbentuk..Kemudian
ada gerakan-gerakan. Gerakan inilah yang mungkin terdeteksi oleh alat-alat kedokteran
modern sebagai denyut jantung janin. Namun berdasarkan dhohir hadits, bahwa ruh
ditiupkan pada saat janin berumur lebih dari 120 hari. Wallahu a’lam

3. MENENTUKAN USIA KEHAMILAN


Seringkali ibu hamil tidak mengetahui secara pasti berapa usia kehamilannya. Ini
dapat dimaklumi, mengingat waktu terjadinya pembuahan sering tidak dapat diketahui
secara pasti. Tidak demikian halnya, bila sepasang suami-isteri terakhir berhubungan
tanpa melakukannya lagi, dan diketahui sang isteri langsung terlambat haid, serta
mendapatkan tanda-tanda kehamilan. Maka, usia kehamilannya langsung dapat
diketahui.
Rahim (uterus) wanita yang tidak hamil kira-kira sebesar telur ayam. Bila terjadi
kehamilan, rahim tumbuh secara teratur. Kecuali jika ada gangguan pada kehamilan
tersebut.
Pada kehamilan 8 pekan (kurang lebih 2 bulan), rahim membesar sebesar telur
bebek, kemudian pada kehamilan 12 pekan kira-kira 3 bulan membesar seperti telur
angsa. Pada saat inilah puncak rahim atau fundus uterus dapat diraba dari luar.
Secara syariat tidak ada cara khusus untuk menentukan umur kehamilan wanita.
Namun secara medis ada cara-cara tertentu, untuk mengetahui usia kehamilan
walaupun hanya perkiraan.
Ada tiga cara untuk memperkirakan usia kehamilan. Dengan mengukur tinggi dari
puncak rahim. Yaitu bagian tertinggi puncak rahim yang menonjol di dinding perut.
Kadang terasa keras karena terasa kepala, atau lunak apabila teraba pantat janin.
Pertama : Menggunakan Ukuran Sentimeter. Apabila jarak dari tulang kemaluan
sampai puncak rahim menunjukkan lebih kurang 25 cm, berarti usia kehamilan 28
16

pekan (kira-kira 7 bulan). Apabila 27 cm, lebih kurang 32 pekan (kira-kira 8 bulan).
Terukur 30 cm, menunjukkan umur 36 pekan (kira-kira 9 bulan).
Pada kehamilan 40 pekan (lebih kurang 9 bulan lebih), puncak rahim turun kembali
dan terletak kira-kira 3 jari di bawah tulang dada, yang terletak di tengah-tengah
melekatnya beberapa tulang rusuk. Ukuran ini tidak akan bertambah, walau usia
kehamilan mencapai 40 pekan. Jika tingginya bertambah, kemungkinan bayi besar,
kembar atau cairan tubuh berlebih.
Kedua : Menghitung Dengan 2 Jari Tangan. Setiap pertambahan selebar 2 jari
tangan menunjukkan pertumbuhan 2 pekan. Perhitungan ini digunakan jika jarak antara
tulang kemaluan dengan puncak rahim masih di bawah pusar. Sebaliknya, jika jarak
tulang kemaluan dengan puncak rahim sudah di atas pusar perhitungan 2 jari,
menunjukkan pertambahan 4 pekan.
Ketiga : Memperkirakan kalau tinggi puncak rahim sudah tepat di pusar, itu
menunjukkan usia kehamilan 5 bulan-6 bulan. Sementara, jika puncak rahim sudah
sampai di tengah antara tulang dada dan pusar, menunjukkan usia kehamilan kira-kira
7 bulan. Apabila puncak rahim sudah mencapai dada, diperkirakan usia kehamilan 9
bulan. Hasil pengukuran ini akan meragukan, jika ibu hamil terlalu gemuk atau otot
perut tegang.
Jika calon ibu sudah mulai dapat merasakan gerakan janin, diperkirakan usia
kehamilan mencapai 18 pekan (kira-kira 4,5-5 bulan). Tetapi pada kehamilan kedua,
gerakan janin sudah terasa pada usia kehamilan 16 pekan.

4. GANGGUAN PADA PEMBENTUKAN JANIN


Terkadang seorang wanita yang positif hamil, hasil pembuahannya bisa mengalami
gangguan. Atau pembentukan janin tidak berlanjut. Ada beberapa jenis gangguan yang
berhubungan dengan hasil pembuahan. Sebagian besar dengan keluhan pendarahan.
Macam-macam gangguan pada pembentukan janin diantaranya ialah

1. Abortus (Keguguran).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan, sebelum janin mampu hidup di dunia luar.
Rata-rata dengan umur kehamilan kurang dari 22 pekan (kurang dari 5 bulan), dengan
berat badan kurang dari 500 gr. Sebab-sebab terjadinya keguguran, bisa diakibatkan
karena kelainan zigote. Yaitu kelainan hasil penyatuan dari sel sperma (sel kelamin
laki-laki) dan ovum (sel kelamin perempuan).
Adanya gangguan di selaput lendir dalam rahim (endometrium), juga bisa
mengakibatkan keguguran. Hal ini karena masuknya ovum yang telah dibuahi ke dalam
rahim tersebut, mengalami gangguan. Atau gangguan tersebut terjadi dalam
pertumbuhan embrio.
Faktor-faktor yang menyebabkan gangguan fungsi selaput lendir rahim tersebut
ialah kelainan hormonal, gangguan nutrisi. Contohnya, anemia berat, penyakit
menahun, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi gizi penderita. Juga penyakit infeksi,
kelainan imunologik (misalnya gangguan darah, faktor rhesus, dsb.). Selain itu, faktor
psikologis (mental) seorang wanita juga dapat mempengaruhi gangguan di rahimnya.
17

2. Kehamilan Diluar Kandungan (Kehamilan Ektopik)


Kehamilan ini terjadi, apabila ovum yang dibuahi masuk dan tumbuh tidak di
tempat yang normal di dalam rahim. Tempat-tempat tersebut bisa di saluran telur,
rahim yang bukan tempat kebiasaan janin untuk tumbuh, di tempat indung telur (organ
penghasil telur), diantara jaringan ikat yang berbentuk seperti tali penghubung organ-
organ tertentu dengan rahim.
Kehamilan diluar kandungan bisa juga terjadi di dalam rongga perut. Tempat
pertumbuhan janin yang tidak sempurna menyebabkan kematian janin. Atau janin tidak
tumbuh secara normal. Kondisi seperti inilah oleh tim medis harus dilakukan operasi
segera; apalagi untuk janin yang masih hidup. Mengingat resiko pendarahan bagi
wanita yang mengalami kehamilan ektopik tersebut. Biasanya kehamilan seperti ini
sering berakhir setelah umur 6-8 pekan. Ada yang sampai 10 pekan, dan ada juga yang
berakhir sampai pada umur 5-6 bulan pada janin yang berkembang di perut (abdomen).
Tetapi biasanya meninggal atau cacat.

3. Kehamilan Anggur (Mola Hidatidosa)


Kehamilan ini adalah kehamilan abnormal. Pada kehamilan biasa, embrio tumbuh
terus menjadi janin dan kemudian dapat dilahirkan sebagai bayi. Adapun pada
kehamilan anggur ini, perkembangan sel ovum bukan menjadi embrio. Tetapi menjadi
bentuk seperti anggur. Biasanya tidak ada tanda-tanda kehidupan pada janin.
Kehamilan anggur ini bisa berkembang menjadi tumor ganas. Kelainan bentuk rahim
juga dapat menghalangi berkembangnya janin secara sempurna.
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Islam sebagai pedoman hidup tentunya memiliki kaitan erat dengan kesehatan
reproduksimengingat Islam memiliki aturan-aturan dalam kehidupan manusia yang bertujuan
untuk mencapai kondisi yang sesuai dengan persyaratan kesehatan reproduksi. Sejak
berabad-abad yang lalu, sebenarnya aturan-aturan dalam Islam di Al Quran telah
mengajarkan berbagai hal mengenai kesehatan reproduksi antara lain mengenai seksualitas,
kontrasepsi, kehamilan, menyusui dan juga mengenai aborsi. Jika aturan-aturan tersebut
dipatuhi oleh umat Muslim, maka kesejahteraan umat manusia dapat tercapai dengan baik.
Dalam menjaga kesehatan reproduksi umat Muslim, Islam telah lama melarang hubungan
seksual pra nikah, hubungan seksual melalui dubur dan mulut. Hubungan seksual antara
pasangan sejenis dan juga hubungan seksual dengan binatang. Dalam rangka menjaga
kesehatan reproduksi, hubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti juga sangat
tidak diperbolehkan di dalam Islam.
Kepatuhan akan segala larangan tersebut dapat membuat kesehatan reproduksi umat
Muslim terjaga begitu pula kesehatan fisik dan mentalnya serta hubungan sosial antar umat.
Larangan-larangan tersebut telah dijelaskan secara detail lewat surat-surat di dalam Al
Quran, hadist dan melalui para ulama.
Kesehatan reproduksi dalam pandangan Islam diakui oleh dunia sangat jelas dan detail
namun disampaikan dengan cara yang simple sehingga dapat dimengerti dengan mudah oleh
umat Muslim. Misalnya dalam masalah kehamilan, dijelaskan dengan gamblang bagaimana
sebuah kehamilan bisa terjadi. Informasi mengenai kesehatan reproduksi berupa perawatan
genital juga disampaikan dengan baik melalui banyak ayat. Selain itu, hak-hak perempuan
dalam kesehatan reproduksi juga sangat diperhatikan dalam agama Islam.

18
DAFTAR PUSTAKA

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Vol.
9, (Jakarta: Lentera Hati, 2002)

Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur’an

Abu al-Fida’ Ismail Ibn Katsir, tafsir Ibnu Katsir, Jilid I, (Bairut : dar al-Fikr, 1986)

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Soial, ( Jakarta: Pustaka Pelajar,
1996), h. 128. Lihat juga Nasarudin Umar, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif
AlQur’an, (Jakarta: Paramadina, 2001)

Nasaruddin Umar, Teologi Reproduksi dalam Sri Suhandjati Sukri, ed, Bias Jender
Dalam Pemahaman Islam, ( Yogyakarta: Gama Media, 2002)

MB. Hooker, Islam Mazhab Indonesia Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial,


Penerjemah Iding Rosyidin Hasan, (Jakarta: Teraju, 2003)

At-Thahir al-Haddad, Wanita dalam Syariat dan Masyarakat, Terj. M.Adib Bisri,
(Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993)

Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi Terhadap


Perundang Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan
Malaysia, (Jakarta: INIS, 2002)

Khaled M. Abou El Fadl, Atas Nama Tuhan Dari Fikih Otoriter ke Fikih Otoritatif,
(Jakarta: Serambi, 2003)

Abdurrahman al-Baghdadi, Emansipasi, Adakah Dalam Islam, Terj. Muhammad


Usman Hatim, (Jakarta: Gema Insani Pers, 1998)

Abdul Sattar, Batas Kepatuhan Istri Kepada Suami, dalam Sri Suhandjati Sukri,
Bias Jender Dalam Pemahaman Islam

M.Quraish Shihab, Kesetaraan Jender Dalam Islam, dalam Nasaruddin Umar,


Argumen Kesetaraan Jender Perspektif al-Qur’an

Abu al-Qasim Jar Allah al-Zamakhsyari, Al-Kassyaf ’an al-Haqaiq al-Tanzil wa


’Uyun al-Aqawil fi Wujuh al-Ta’wil, (Bairut : Dar al-Fikr, 1977)

19
20

Abdul Mustaqim, Tafsir Feminis Versus Tafsir Patriarki: Telaah Kritis Atas
Penafsiran Dekonstruktif Riffat Hasan, (Yogyakarta: Sabda Persada, 2003)

M.Quraish Shihab, Perempuan, (Jakarta: Lentera Hati, 2005)

https://www.sehatq.com/artikel/cara-menjaga-kesehatan-reproduksi-wanita-dan-
pria-agar-tetap-subur

Djamali, Abdoel R. 1984. Pengantar Hukum Indonesia . Jakarta : PT. Grafindo


Persada.

Anda mungkin juga menyukai