Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FIQIH

Tentang

Sholat Jenazah

OLEH

KELOMPOK 4

MUHAMMAD SALEH ABDAL LUBIS 1816010005

RANI AGNESTI 1816010028

TARI OKTAVIA 1816010119

DOSEN PEMBIMBING

ALMIZAN S.H.I.,M.A

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVESITAS ISLAM IMAM BONJOL PADANG


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Seringkali kita sebagai orang Islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai makhluk
yang paling sempurna yaitu salat, atau terkadang tau tentang kewajiban tetapi tidak mengerti
terhadap apa yang dilakukan. Dalam istilah lain salat adalah suatu macam atau bentuk ibadah
yang diwujudkan dengan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu disertai ucapan-ucapan
tertentu dengan syarat-syarat tertentu pula. Istilah salat ini tidak jauh berbeda dari arti yang
digunakan oleh bahasa di atas, karena didalamnya mengandung doa-doa, baik yang berupa
permohonan, rahmat, ampunan dan lain sebagainya.
            Salah satu kajian fiqih yang paling sering dipraktekkan di tengah-tengah masyarakat
adalah kajian masalah salat jenazah, kita memandang dari aspek teori salat jenazah
merupakan salah satu masalah ibadah yang amat gampang jika dibayangkan bahkan kita
menyepelekan masalah tersebut. Namun jika kita melihat dari aspek praktek masih banyak
kesalahan-kesalahan yang dilakukan dimasyarakat dalam masalah pengurusan jenazah. Untuk
itu dalam makalah ini mengangkat sebuah tema yang berkaitan dengan menyolatkan jenazah
dengan tujuan sebagai pandangan bagaimana seharusnya  menyolatkan jenazah dengan baik
dan benar. Kemudian dalam makalah ini juga membahas bagaimana pengertian salat jenazah
itu sendiri, syarat dan rukunnya termasuk kaifiat dalam salat jenazah

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.      Apa yang dimaksud shalat jenazah?
2.      Apa saja syarat shalat jenazah?
3.      Apa saja rukun shalat jenazah?
4.      Bagaimana kaifiat shalat jenazah?

C.    Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut :
1.      Menjelaskan apakah yang dimaksud dengan shalat jenazah
2.      Menjelaskan apa saja yang menjadi syarat shalat jenazah
3.      Menjelaskan apa saja yang menjadi rukun shalat jenazah
4.      Mengetahui kaifiat shalat jenazah
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Shalat Jenazah dan Hukumnya


Shalat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah shalat yang dilakukan umat
muslim jika ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat jenazah ini
adalah fardhu kifayah. Artinya apabila sebagian kaum muslimin telah melaksanakan
pengurusan jenazah orang muslim yang meninggal dunia maka tidak ada lagi kewajiban
kaum muslim yang lainnya untuk melaksanakan pengurusan jenazah tersebut (Musthafa,
2003 hal: 94).

B.     Dasar Hukum Shalat Jenazah


Jenazah seorang muslim  yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka
terus disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu hukumnya
fardu kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW :
:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ ْم قَا َل‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫َع ِن اب ِْن ُع َم َررضي هللا عنه اَ َّن النَّب‬
‫(رواه‬.ُ‫صلُّ ْوا َو َرا َء َم ْن قَا َل اَل اِلهَ اِاَّل هللا‬
َ ‫صلُّ ْوا َعلَى َم ْن قَا َل اَل اِلهَ اِاَّل هللاُ َو‬
َ
)‫الطبران‬
Artinya:
“Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang yang
mengucapkan kalimat Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang yang
mengucapkan kalimat Lailaha illallah.” (HR. At Tabrani)

Juga hadis Nabi SAW :


َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ ْم َك‬
‫ان‬ َ ‫ي‬ َّ ِ‫ اَ َّن لنَّب‬:‫ال‬
َ َ‫ت رضي هللا عنه ق‬ َ ‫ب هُ َري َْر‬ِ َ‫َع ْن ا‬
َ ‫ي ُْؤتى با ِ ل َّرج ُِل ْال ُمتَ َوفَّى َعلَ ْي ِه ال ِّدي ُْن فَيَ ْسا َ ُل هَلْ تَ َر‬
َ ‫ك لِ ِد ْينِ ِه فَضْ الً؟ فَاِ ْن ُح ِّد‬
‫ث‬
‫احبُ ُك ْم (رواه} البخاري‬ ِ ‫ص‬َ }‫صلُّ ْوا َعلَى‬ َ ‫ال لِ ْل ُم ْسلِ ِمي َْن‬
َ َ‫صلَّى َواِاَّل ق‬ َ ‫ك َوفَا ًء‬ َ ‫اَنَّهُ تَ َر‬
)‫ومسلم‬
Artinya :
“Dari Abu Hurairah r.a. katanya, “Bahwa seorang laki-laki yang meninggal dalam keadaan
berhutang dan hal itu disampaikan kepada Nabi SAW. Maka Nabi menanyakan apakah ia
meninggalkan kelebihan harta untuk membayar hutangnya. Jika dikatakan orang bahwa ia
meninggalkan harta untuk membayarnya, maka beliau akan menyalati jenazah itu. Jika tidak
beliau akan memesankan kepada kaum muslimin, “Salatkanlah teman sejawatmu.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Jika jenazah itu tidak utuh, misalnya tinggal sebagian anggota tubuhnya saja yang
dapat ditemukan, maka anggota tubuh yang ada itulah yang harus dimandikan, dikafani, dan
disalatkan. Hal ini pernah dilakukan sahabat Nabi SAW. yang menyalatkan tangan
Abdurrahman yang dijatuhkan oleh seekor burung. Mereka mengenal tangan Abdurrahman
dengan melihat cincinnya.
Apabila jenazah itu berupa bayi yang gugur dalam kandungan tetapi tampak tanda-
tanda hidup sebelum gugur, hukum memandikannya sama seperti jenazah biasa. Tetapi jika
tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan hidup, maka tidak perlu disalatkan. Jadi, yang wajib
disalatkan adalah jenazah muslim, yaitu manusia yang hidup, memiliki roh sekalipun masih
dalam kandungan.
Adapun jenazah yang bukan muslim tidak boleh disalatkan hanya boleh dimandikan,
dikafani kemudian dikuburkan, karena Rasulullah SAW. Pernah menyuruh Ali bin Abi Talib
memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja tanpa menyalatkan.
Firman Allah SWT. juga menegaskan sebagai berikut :
)84:‫(التوبة‬...‫اواَل تَ ُك ْم َع َل قَب ِْر ِه‬ َ ‫ُصلِّ َع َل اَ َح ٍد ِم ْن ُح ْم َم‬
َ ‫ات اَبَ ًد‬ َ ‫َواَل ي‬
Artinya :
“Dan janganlah engkau sekali-kali menyalatkan jenazah seseorang diantara mereka yang
mati (dalam keadaan kufur kepada Allah dan Rasul Nya) dan jangan engkau berdiri
dikuburnya...” (QS. At Taubah : 84)
Khusus bagi jenazah yang mati syahid karena gugur dalam peperangan melawan
orang kafir untuk meninggikan agama Allah SWT. maka ia tidak dimandikan dan tidak pula
disalatkan, hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang berlumuran darahnya, kemudian
dimakamkan. Imam Syafi’i berkata dalam kitabnya al Um bahwa telah diterima berita seolah-
olah ia disaksikan secara mutawatir bahwa Nabi SAW. tidak menyalatkan korban-korban
perang uhud.
Dalam salat jenazah disunatkan membentuk tiga shaf yang masing-masing terdiri dari
dua orang minimal dan dalam shaf lurus. Imam ahmad berkata, “jika jumlah pengikutnya
sedikit, lebih baik mereka dibagi tiga shaf.“ Selanjutnya ia berkata, “jika mereka hanya terdiri
dari empat orang, maka dijadikan dua shaf yang masing-masing shaf terdiri dari dua orang,
kalau dibentuk tiga shaf hukumnya makruh, karena ada shaf yang hanya terdiri dari satu
orang.” Disunatkan pula dalam salat jenazah dengan pengikut yang banyak jumlahnya.

C.    Syarat Shalat Jenazah


Shalat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya tidak
dipenuhi, maka shalatnya tidak sah menurut  syara’. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai
berikut. Shalat jenazah termasuk dalam ibadah shalat, maka syarat-syaratnya pun sama
dengan yang telah diwajibkan pada shalat fardu lainnya, seperti :
1.      Beragama Islam
2.      Sudah baligh dan berakal
3.      Suci dari hadis atau najis
4.      Suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat
5.      Menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai
seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan
6.      Menghadap kiblat (Samsuri, 1998: 29).
Perbedaanya dengan shalat fardu yang lain adalah mengenai waktu, karena shalat jenazah
ini ia dapat dilakukan pada waktu kapan saja ketika ada jenazah. Bahkan menurut golongan
Hanafi dan Syafi’i salat ini boleh dilaksanakan pada waktu-waktu terlarang. Akan tetapi
Ahmad dan Ibnu Mubarak, dan Ishak memandang makruh melakukan salat jenazah pada
waktu terbitnya matahari, waktu istiwa dan saat terbenamnya, kecuali jika dikhawatirkan
jenazah akan membusuk.

D.    Rukun Shalat Jenazah


1.      Niat melaksanakan shalat jenazah

ِ ‫ض ْال ِكفَايَ ِة َمأْ ُم ْو ًماهّلِل‬


َ ْ‫ت فَ}}ر‬ ِ َ‫ت(ه } ِذ ِه ْال َميِّت‬
َ }‫ت)اَرْ بَ } َع تَ ْكبِ ْي‬
ٍ ‫}را‬ ِ ِّ‫صلّ ِى َعلى ه َذ ْاال َمي‬
َ ُ‫ا‬
‫تَ َعالَى‬
Artinya  :
“Saya niat salat atas mayat ini empat takbir fardlu kifayah, karena Allah. Allahhu Akbar.”
2.      Berdiri bagi yang mampu. Ini merupakan pendapat jumhur ulama, maka tidak sah
menyalatkan jenazah sambil duduk atau berkendaraan kalau tidak ada uzur. Dalam kitab al
Mugni dikatakan, “Tidak boleh menyalatkan jenazah ketika sedang berkendaraan, karena itu
menghalangi sikap berdiri yang diwajibkan”. Imam Syafi’i juga berpendapat demikian,
termasuk Abu Hanifah dan Abu Saur tanpa ada menentangnya. Disunatkan menggenggam
tangan kiri dengan tangan kanan pada saat berdiri sebagaimana yang dilakukan salat fardu
biasa.
3.      Membaca takbir empat kali, seperti yang tersebut dalam hadis Nabi SAW.

ِ ‫صلَّى َعلَى انَّ َج‬


‫اش ِّي فَ َكب ََّراَرْ بَعًا‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َّ ِ‫َع ْن َجابِرْ اَ َّن انَب‬
َ ‫ي‬
 (‫)رواه البخاري ومسلم‬  
Artinya :
“Dari jabir r.a bahwa Nabi SAW. menyalatkan Najasi (raja Habsyi), maka beliau membaca
takbir empat kali.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Turmudzi berkata bahwa hal itu telah diamalkan oleh kebanyakan ulama dari para
sahabat Nabi SAW. dan lainnya. Mereka berpendapat bahwa takbir dalam salat jenazah itu
sebanyak empat kali. Demikian juga pendapat Syafi’i, Sufyan, Ahmad, Ibnul Mubarak, dan
Ishak.
4.      Membaca surat al Fatihah, dilanjutkan denngan takbir yang kedua.
5.      Membaca salawat atas Nabi Muhammad SAW. dilanjutkan dengan takbir ketiga. Membaca
surat al Fatihah dan salawat Nabi dalam jenazah, sebaiknya dengan cara sirri (bisik-bisik).
Jumhur ulama berpendapat bahwa, baik membaca al Fatihah atau membaca salawat Nabi,
berdoa serta memberi salam disunatkan secara sirri kecuali bagi imam, maka baginya sunat
jahar pada takbir dan taslim untuk pemberitahuan kepada makmum. Membaca salawat
sekurang-kurangnya dengan mengucapkan Allahumma shalli ‘ala Muhammad itu sudah
cukup. Sedangkan yang lebih utama adalah mengikuti apa yang diajarkan oleh nabi sebagai
berikut :
‫ْت َعلَى اِب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى اَ ِل‬َ ‫اصلَي‬ َ ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َم‬ َ ‫اَللّهُ َّم‬
‫ت َعلَى اِب َْرا ِه ْي َم َو َعلَى‬َ ‫ار ْك‬
َ َ‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ِل ُم َح َّم ٍد َك َماب‬ ِ َ‫اِب َْرا ِه ْي َم َوب‬
َّ َّ‫اَ ِل اِب َْرا ِه ْي َم فِى ْال َعالَ ِمي َْن اِن‬
‫ك َح ِم ْي ُد َّم ِج ْي ٌد‬
Artinya :
“Ya Allah limpahkanlah karunia atas Nabi Muhammad serta keluarga Muhammad
sebagaimana telah Engkau limpahkan atas Nabi Ibrahim dan berilah berkah kepadA
Muhammad serta keluarga Muhammad sebagaimana telah Engkau berikan kepada Ibrahim
di antara seluruh penduduk alam, sungguh engkau ya Allah Mahaterpuji lagi Mahamulia.”
6.      Mendoakan jenazah, dilanjutkan dengan takbir keempat.

ِ ِّ‫اصلَّ ْيتُ ْم َعلَى ْال َمي‬


  ُ‫ت فَا َ ْخلِص ُْوالَه‬ َ ‫ اِ َذ‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫ق‬
َ ُ‫ال َرس ُْو ُل هللا‬
)‫ال ُّد َعا َء (رواه ابوداودوالبيحقي وابن حبان وصححه‬
Artinya :
Rasulullah SAW. bersabda, “Jika kamu menyalatkan jenazah, maka berdoalah untuknya
dengan tulus ikhlas.” (HR. Abu Dawud dan Baihaqi, juga Ibnu Hibban yang menyatakan
sahihnya)
Doa dianggap sah walaupun hanya secara singkat. Akan tetapi yang lebih utama adalah
membaca doa berikut :
ُ‫ف َع ْنهُ َواَ ْك ِر ْم نُ ُزلَهُ َو َو ِّس ْع َم ْد َخلَهُ َواَ ْغ ِس ْله‬ ُ ‫اَللّهُ َّم ا ْغفِرْ لَهُ َوارْ َح ْمهُ َو َعافِ ِه َوا ْع‬
}ُ‫س َواَ ْب ِد ْله‬ َّ َ‫ج َوبَ َر ٍد َونَقِّ ِه ِم َن ْال َخطَا يَا َك َمايُن‬
ِ َ‫ق الثَّ ْوبُاااْل َ ْبيَضُ ِم َن ال َّدن‬ ٍ ‫بِ َما ٍء َوثَ ْل‬
َ ‫ار ِه َواَ ْهاًل َخ ْيرًا ِم ْن اَ ْهلِ ِه َو َز ْوج‬
‫ًاخ ْيرًا ِم ْن َز ْو ِج ِه َوقِ ِه‬ ِ ‫ًاخ ْيرًا ِم ْن َد‬ َ ‫َدار‬
)‫ار (رواه مسلم‬ ِ َّ‫ِف ْتنَةَ ْالقَب ِْر َو َع َذابَاالن‬
Artinya :
“Ya Allah ampunilah dia, kasihanilah dia, mafkanlah dia, muliakanlah dia, lapangkanlah
tempatnya dan bersihkanlah dia dengan air, air salju, dan air embun. Sucikanlah dia dari
dosa sebagaimana kain yang putih bila disucikan dari noda. Dan gantilah rumahnya dengan
tempat kediaman yang lebih baik, begitu pun keluarga serta istrinya dengan yang lebih
berbakti, serta lindungilah dia dari bencana kubur dan siksa neraka.” (HR. Muslim)
7.      Membaca doa setelah takbir keempat
Disunatkan membaca doa setelah takbir keempat, seperti yang dijelaskan dalam hadis nabi
SAW. riwayat Ahmad dari Abdullah bin Abi Aufa :
‫ت لَهُ اِ ْبنَةٌ فَ َكب ََّر َعلَ ْيهَااَرْ بَعًاثُ َّم قَا َم بَ ْع َدالرَّابِ َع ِة قَ ْد َر َمابَي َْن التَّ ْكبِي َْرتَي ِْن‬ْ َ‫أَنَّهُ َمات‬
‫از ِة هَا َك َذا‬ َ َ‫ص َّل هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَصْ نَ ُع فِى ْال َجن‬ َ ‫هللا‬ِ ‫ان َرس ُْو ُل‬ َ ‫ َك‬:‫ال‬ َ َ‫يَ ْد ُع ْوثُ َّم ق‬
Artinya :
“Ketika putrinya meninggal dunia, Abdulah bin Aufa menyalaatkan dengan membaca empat
kali takbir, kemudian setelah takbir keempat ia masih berdiri selama kira-kira antara dua
takbir membaca doa. Kemudian katanya, “Rasulullah SAW. selalu melakukan seperti ini
terhadap jenazah.”
Imam Syafi’i berkata, “Setelah takbir keempat, hendaklah membaca doa sebagai berikut :
ِ ‫ك يَااَرْ َح َم الر‬
‫َّاح ِمي َْن‬ َ َ‫اَللّهُ َّم اَل تَحْ ِر ْمنَااَجْ َرهُ َواَل تَ ْفتِنَّابَ ْع َدهُ َوا ْغفِرْ لَن‬
َ ِ‫اولَهُ} بِ َرحْ َمت‬
Artinya :
“Ya Allah janganlah Engkau tidak memberikan pahala kepadanya dan janganlah Engkau
menjadikan fitnah kepada kami setelahnya, berilah ampunan kepada kami dan kepadanya
dengan rahmatMu wahai Dzat Yang memberi Rahmat.”
Sedangkan Abu Hurairah berkata, “Orang-orang dulu biasanya membaca setelah takbir
keempat itu, dan sebagai berikut :

ِ َّ‫اح َسنَةً َوفِى ااْل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َدابَالن‬


‫ار‬ َ َ‫َربَّنَااتِنَافِى ال ُّد ْني‬
Artinya :
“Ya Allah Tuhan kami, berilah kami di dunia kebaikan dan juga di akhirat dan lindungilah
kami dari siksa neraka.”
8.      Mengucapkan Salam
Salam pada shalat jenazah menurut para fuqaha termasuk fardu, kecuali Abu Hanifah yang
mengatakan bahwa salam kesebelah kanan dan kiri hukumnya wajib, tetapi bukan termasuk
rukun dengan alasan bahwa salat jenazah termasuk salah satu macam shalat dan untuk
mengakhiri shalat adalah dengan membaca salam. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Mengucapkan
salam ketika salat jenazah seperti salam waktu salat biasa, sekurang-kurangnya
Assalamu’alikum, tetapi Ahmad berpendapat membaca satu kali salam itu adalah sunah
dengan menghadapkan mukanya kesebelah kanan, boleh juga ke arah depan berdasarkan
perbuatan Rasulullah dan para sahabat. Mereka hanya memberi salam hanya satu kali, tidak
ada yang membantah pada waktu itu. Imam Syafi’i berkata bahwa hukum mengucapkan
salam dua kali adalah sunah, yaitu dimulai dengan menghadapkan muka kesebelah kanan,
kemudian salam yang kedua kesebelah kiri, sedangkan Ibnu Hazmin menganggap bahwa
salam yang kedua termasuk dzikir dan amalan yang baik (Abidin dan Suyono, 1998: 168).

E.     Kaifiat Shalat Jenazah


Setelah syarat-syarat dipenuhi, maka orang yang mengerjakan shalat jenazah berdiri lurus
di depannya, lalu mengangkat kedua tangan sambil membaca takbiratul ihram. Letakkan
tangan kanan di atas tangan kiri kemudian membaca surat al Fatihah diikuti
dengan takbir lagi dan membaca  salawat Nabi, kemudian takbir yang ketiga diikuti membaca
doa kepada jenazah, lalu takbir keempat dan berdoa lagi kemudian salam.
1.      Apabila jenazah ada di depan tempat Salat
Letakkanlah jenazah orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan
kepala jenazah sebelah utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat (imam) berdiri
sejajar dengan kepala. Jika perempuan maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan
tengah-tengah badan jenazah. Apabila jenazah lebih dari satu orang, boleh disalatkan sendiri-
sendiri atau bersama-sama dengan ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan lebih dekat dengan
imam dan jenazah perempuan lebih dekat dengan arah kiblat, semuanya didepan imam
dengan yang lebih utama di dekatnya, kemudian disalatkan bersama-sama. Boleh juga
menyalatkan yang laki-laki terlebih dahulu, baru kemudian yang perempuan.
2.      Apabila jenazah ada di tempat yang jauh
Seseorang boleh menyalatkan jenazah yang berada di tempat yang jauh, yang disebut salat
gaib. Cara melaksanakannya sama dengan melaksanakan salat jenazah biasa dengan niat salat
gaib dan wajib menghadap kiblat. Ibnu Hazmin berkata bahwa jenazah gaib itu disalatkan
secara berjamaah. Rasulullah SAW. telah menyalatkan Raja Najasyi yang meninggal di
Habsyi bersama sahabat yang berdiri bersaf-saf. Ini merupakan Ijma yang tak di ingkari.
3.      Apabila jenazah telah dikubur
Menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum
dikubur (Abidin dan Suyono, 1998: 172).
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Shalat jenazah merupakan salah satu praktik ibadah salat yang dilakukan umat muslim jika
ada muslim lainnya yang meninggal dunia. Hukum melakukan salat jenazah ini adalah fardhu
kifayah.
2.      Jenazah seorang muslim  yang sudah dimandikan dan dikafani dengan baik, maka terus
disalatkan. Para Imam ahli fiqih telah sepakat bahwa menyalati jenazah itu hukumnya fardu
kifayah. Kewajiban menyalati jenazah berdasarkan hadis Nabi SAW : Dari Ibnu Umar r.a.
bahwa Nabi SAW. Bersabda, “Salatkanlah olehmu orang-orang yang mengucapkan kalimat
Lailaha illallah dan salatlah kamu di belakang orang yang mengucapkan kalimat Lailaha
illallah.”
3.      Shalat jenazah mempunyai beberapa syarat yang bila salah satu di antaranya tidak dipenuhi,
maka salatnya tidak sah menurut  syara’. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut. Shalat
jenazah termasuk dalam ibadah shalat, maka syarat-syaratnya pun sama dengan yang telah
diwajibkan pada shalat-shalat fardu lainnya. Syarat-syaratnya adalah: beragama Islam, sudah
baligh dan berakal, suci dari hadis atau najis suci seluruh anggota badan, pakaian dan tempat,
menutup aurat, laki-laki auratnya antara pusat sampai lutut, sedang wanita auratnya sampai
seluruh anggota badan, kecuali muka dan telapak tangan, menghadap kiblat.
4.      Rukun shalat jenazah yaitu: Niat, Berdiri bagi yang mampu, Membaca takbir empat kali,
membaca surat al Fatihah, membaca salawat atas nabi Muhammad SAW, Mendoakan
jenazah, membaca membaca doa setelah takbir ke empat, mengucapkan salam.
5.      Kaifiat shalat jenazah: Apabila jenazah ada di depan tempat Shalat, Letakkanlah jenazah
orang yang menyalatkan atau di depan imam jika berjamaah dengan kepala jenazah sebelah
utara. Jika jenazah itu laki-laki maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan kepala.
Jika perempuan maka orang yang salat (imam) berdiri sejajar dengan tengah-tengah badan
jenazah. Apabila jenazah ada di tempat yang jauh. Seseorang boleh menyalatkan jenazah
yang berada di tempat yang jauh, yang disebut salat gaib. Apabila jenazah telah dikubur,
menyalatkan jenazah di atas kuburan hukumnya mubah walaupun ia telah disalatkan sebelum
dikubur

B.     Saran-saran
1.      Dengan adanya pembahasan tentang tata cara pengurusan jenazah ini pemakalah berharap
kepada kita semua agar selalu ingat akan kematian dan mempersiapkan diri untuk menyanbut
kematian itu.
2.      Pemakalah juga berharap dengan adanya pembahasan ini dapat dijadikan pembelajaran bagi
guru pendidikan Islam untuk mendidik dan memberitahukan pada siswa sejak dini bagaimana
cara menyalati jenazah dengan baik.
3.      Dan juga kepada seluruh umat muslim dalam memperlakukan jenazah hendaknya benar-
benar memperhatikan aturan-aturan Islam yang berlaku agar ia diterima di sisi Allah.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan Moh. Suyono. 1998. Fiqih Ibadah. Bandung: Pustaka Setia.
Pasha, Mustafa Kamal. 2003. Fiqih Islam. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri.
Samuri, M. 1998. Penuntun Shalat lengkap. Surabaya: Apollo Lestari

Anda mungkin juga menyukai