Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH SOSIAL MASYARAKAT MINANG KABAU

Erpinda : 1613060224

Febry Adelia Putri : 1613060189

Silvia Rahma :1613060185

Nadia Mega Riana :1613060186

Satriyola Yusmanda : 1613060194

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam

Universitas Islam Negeri Imam Bonjol


Abstrak

Adat dapat berdampingan dengan agama, dan konflik menjadi spirit integrasi
adalah karena sikap adat sendiri di Minangkabau sangat elastis dan fleksibel “sakali
aia gadang, sakali tapian barubah” meskipun begitu adat bukan mudah tercerabut dari
masyarakat “tak lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan” dengan demikian, secara
implisit dalam adat harus dilakukan pembaharuan serta penyesuaian terhadap keadaan
using-usang dipabarui. Dalam menghadapi perubahan yang terjadi dan menyikapi
keadaan yang bertentangan, system diatur sedemikian rupa, sehingga revaluasi yang
tak dapat dicegah dapat berjalan lancar. Dalam menghadapi perubahan yang terjadi
dan menyikapi keadaan yang bertentangan, system diatur sedemikian rupa, sehingga
revaluasi yang tak dapat dicegah dapat berjalan lancar.
A. Latar Belakang
Manusia adalah makluk yang diciptakan tuhan sebagai satu-satunya makhluk
yang berbudaya,dimana kebudayaan memeiliki pengartian sebagai seluruh system
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan manusia dalam proses belajar. sebelum datangnya bangsa-bangsa lain ke
wilayah minangkabau , adat adalah satu-satunya system yang mengatur masyarakat
dan pemerintahan. Agama islam pada umumnya terintegrasi dengan adat-adat yang
dipakai, adat minangkabau pada dasarnya sama seperti suku-suku lain tetapi dengan
beberapa kekhasan yang membedakannya. Kekhasan ini terutama disebabkan karena
masyarakat minangkabau sudah menganut system garis keturunan menurut ibu atau
matrilineal. Sejak datangnya kewilayah minangkabau sekarang ini. Kekhasan lain
yang sanagt penting ialah bahwa adat minagkabau merata dipakai oleh setiap orang
diseluruh pelosok.

B. Pembahasan
1. Persinggungan Islam dengan Adat Minang Kabau
Adat merupakan hukum kebiasaan, aturan sopan santun (tata krama),
kesusilaan dan rasa kepatutan dalam masyarakat. Sedangkan agama merupakan
sumber untuk menemukan asal, hakikat dan tujuan hidup, adat dipergunakan untuk
merealisasikan diri dalam kehidupan dan budaya adalah sarana untuk mendapatkan
nilai kehidupan di dunia.
Dalam kontek relasi agama dan ada di minangkabau keduanya terlihat
memeiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, simbiosis mutualisme. Bagi
masyarakat minangkabau, agama merupakan suatu pegangan dan panutan bagi
masyarakat, sedangkan adat merupakan penguat system yang ada di dalam agama.
Bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau, agama yang dianut adalah Islam. Tak
heran jika orang Minang memiliki slogan, “adat basandi syara’, syara’ basandi
kitabullah”, adat bersandar syara’, syara’ bersandar kitabullah (Al-Qur’an)”.
Di dalam Islam, merupakan suatu kewajiban bagi setiap penganutnya untuk
menuntut ilmu, di dalam Islam sendiri, ilmu adalah pengetahuan yang tersebar
diseluruh alam semesta yang mana setiap umat Islam wajib mencari pemahamannya
sendiri untuk membedakan kebaikan dan keburukan. Kewajiban menuntut ilmu pun
tertuang di dalam masyarakat Minangkabau, yaitu mengadakan upacara semasa
remaja yang bertujuan agar remaja memiliki pegangan ilmu, baik itu ilmu agama dan
ilmu adat. Tujuan para remaja menuntut ilmu adalah agar mereka memiliki pegangan
hidup yaitu ilmu agama dan adat, agar mereka memiliki ilmu ketika mereka berada di
perantauan.1
Sebelum masuknya Islam, masyarakat minangkabau lebih mempercayai ajaran
yang berhubungan dengan pemujaan terhadap roh nenek moyang maupun benda-
benda keramat seperti pohon-pohon, kuburan, gunung, dan benda-benda lain yang
mempunyai roh. Oleh karena itu hampir seluruh masyarakat minangkabau mengenali
tempat-tempat sakti. Misalnya Pariaman adalah salah satu Kota yang berada di
Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, tepatnya di pesisir pantai (Laut Hindia)
sebelah utara Kota Padang. Pariaman, yang berarti “daerah yang aman”, memiliki luas
wilayah 73,36 kilometer persegi. Di daerah ini ada suatu pesta adat yang disebut
dengan Tabuik. Kata Tabuik yang berasal dari bahasa Arab dapat mempunyai
beberapa pengertian. Pertama, Tabuik diartikan sebagai ‘keranda’ atau ‘peti mati’.
Sedangkan, pengertian yang lain mengatakan bahwa Tabuik artinya adalah peti
pusaka peninggalan Nabi Musa yang digunakan untuk menyimpan naskah perjanjian
Bani Israel. Tabuik Pariaman sudah ada pada abad ke-19 Masehi. Ketika masa
penjajahan Belanda dan dikembangkan oleh bekas tentara Inggris yang datang dari
Bengkulu. Di Pariaman, Inggris memberikan kekuasaan kepada Belanda. Di Pariaman
di Pantai Barat berkembang menjadi Tabuik. Perayaan Tabuik yang di selenggarakan
setiap 1-10 Muharam adalah suatu upacara untuk memperingati meninggalnya Husein
(Cucu Nabi Muhamad SAW) pada 61 Hijriah yang bertepatan dengan 680 Masehi.
Cucu Nabi Besar Muhammad ini dipenggal kepalanya oleh tentara Muawiyah dalam
perang Karbala di Padang Karbala, Irak. Kematian tersebut diratapi oleh kaum Syiah
di Timur Tengah dengan cara menyakiti tubuh mereka sendiri. Akhirnya tradisi
mengenang kematian cucu Rasulullah tersebut menyebar kesejumlah negara dengan
cara yang berbeda-beda. Dalam perayaan memperingati wafatnya Husein bin Ali,
Tabuik melambangkan janji Muawiyah untuk menyerahkan tongkat kekhalifahan

1
Menurut Silvia Rahma
kepada umat Islam setelah Imam Husain meninggal. Namun,janji itu ternyata
dilanggar dan malah mengangkat Jazid yaitu anaknya sebagai putera mahkota.
Sebagian Muslim percaya jenazah Husen diusung ke langit menggunakan Bouraq
dengan peti jenazah yang disebut Tabuik. Kendaraan Buraq yang disimbolkan dengan
wujud kuda gemuk berkepala wanita cantik menjadi bagian utama bangunan Tabuik.
Tabuik diterima secara turun-temurun yang diperkirakan muncul di Pariaman
sekitar tahun 1826-1828 Masehi. Tabuik pada masa itu masih kental dengan pengaruh
timur tengah. Pada tahun 1910, muncul kesepakatan antar nagari untuk menyesuaikan
perayaan tabuik dengan adat istiadat Minangkabau sehingga berkembang menjadi
seperti yang ada sampai saat sekarang ini. Sehingga menjadi salah satu tradisi tahunan
di dalam masyarakat di Pariaman. Tabuik memiliki tiga fase prosesi dalam
pelaksanaannya. Fase pertama adalah pra Tabuik meliputi pembentukan panitia,
pengumpulan dana dan proses pengumpulan bahan-bahan pembuatan Tabuik. Fase
kedua adalah proses pembuatan Tabuik meliputi mambuek daraga (membuat daraga),
maambiak tanah (mengambil tanah), manabang batang pisang (menebang batang
pisang), maatam (ekspresi kesedihan), maarak panja atau jari (mengarak jari-jari),
maarak sorban (mengarak sorban). Fase ketiga adalah hari H (Acara puncak) meliputi
Tabuik naiak pangkek (Tabuik naik pangkat), pesta hoyak Tabuik (tanggal 10
muharam), mambuang Tabuik (membuang Tabuik). Perayaan Tabuik ini hanya
dilaksanakan di Kota Pariaman yang berada di pesisir pantai Sumatera Barat.
Perayaaan ini diselanggarakan dari pusat Kota Pariaman hingga Pantai Gandoriah.
Tradisi ini sudah seharusnya dilestarikan dan tetap dijaga kaidah-kaidah Islam yang
terdapat pada tradisi Tabuik ini. Tabuik mempunyai banyak makna. Banyak sekali
makna simbol komunikasi yang dapat diambil dari nilai-nilai agama, moral dan
budaya yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan kita.Dalam pelaksanaan Tabuik ini
banyak masyarakat yang menyaksikan tradisi Tabuik, tetapi tidak semua masyarakat
mengetahui makna simbol komunikasi yang terdapat pada prosesi tradisi Tabuik.
Secara garis besar banyak makna simbol komunikasi yang terdapat dalam perayaan
Tabuik. Tabuik merupakan bagian integral sosial dan kultural yang memiliki sejarah
panjang dalam masyarakat Pariaman. Melalui Tabuik masyarakat bisa menyatu
(bersosialisasi), melalui Tabuik mereka dapat mengekspresikan kristalisasi kultural
Pariaman. Tabuik tidak dilihat seperti sebuah menara yang terbuat dari konstruksi
bambu, kayu dan rotan yang dilapisi dengan kertas warna-warni, tetapi ia menjadi
simbol identitas masyarakat Pariaman, menjadi simbol pemersatu, dan perekat
emosional dengan kampung halaman. Spirit Tabuik mampu membangun aktualisasi
identitas yang lebih kuat bagi masyarakat Pariaman. Mereka melalui perayaan
Upacara Tabuik dan Oyak Tabuik memiliki kepercayaan diri yang kuat sebagai
pemilik tradisi budaya Tabuik. Oleh karena itu, tradisi ini sudah seharusnya
dilestarikan dan tetap dijaga kaidah-kaidah Islam yang terdapat pada tradisi Tabuik.
Banyak makna simbol komunikasi yang bisa diambil, seperti: nilai agama, moral dan
budaya yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan kita.
Adanya Tabuik menjadi perhelatan akbar bagi masyarakat Pariaman, karena
kini Tabuik bukan hanya semata-mata menjadi tradisi masyarakat setempat saja.
Namun telah menjadi festival atau event tahunan bagi kota Pariaman. Puncak dari
pesta Tabuik ini menyedot puluhan ribu pengunjung baik itu dari dalam maupun luar
kota, bahkan menarik wisatawan mancanegara. Dengan dijadikannya Tabuik sebagai
sebagai salah satu event di Kota Pariaman, maka terjadi pergeseran waktu
pelaksaannya yang seharusnya puncak Tabuik dilaksanakan pada tanggal 10
Muharam menjadi berubah-ubah setiap tahun antara tanggal 10-15 Muharam, karena
disesuaikan dengan akhir pekan. Tabuik yang awalnya hanya merupakan tradisi kini
bergeser menjadi Perhelatan Akbar yang menyedot perhatian masyarakat baik lokal
maupun mancanegara, hingga menjadikan Pantai Gandoriah seakan menjadi lautan
manusia. Fenomena ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek yang
ada di Pantai Gandoriah, Pariaman. Seperti dapat memajukan pembangunan daerah
setempat, membuat Kota Pariaman lebih dikenal oleh wisatawan dan karena festival
Tabuik ini menyedot hingga puluhan ribu masyarakat, maka tentu saja dapat
mendukung pergerakan perekonomian masyarakat. Keberadaan event Tabuik dapat
dikembangkan menjadi destinasi wisata Kota Pariaman, sehingga hal ini bukan hanya
mendukung perekonomian masyarakat tetapi juga dapat memajukan Kota Pariaman.2
Selanjutnya ada taradisi ziarah ke makam Syech Burhanuddin. Syekh
Burhanuddin merupakan ulama yang pertama mengembangkan ajaran Islam di
Minangkabau yang baru pulang dari Aceh. Di Aceh, dia berguru dengan sufi dari
Persia bernama Syekh abd. Al Ra‟uf Al Sinkili2. Dibawah ajaran Syekh Burhanuddin
inilah Islam yang hanya terkonsentrasi sekitar Pariaman kemudian meluas ke seluruh
wilayah Minangkabau. Pada masa itu, Islam berkembang dengan cepat. Tingginya
minat orang Minang untuk memeluk agama Islam yang diajarkan Syekh Burhanuddin

2
Menurut Febry Adelia
karena adanya unsur mistik dan animisme yang terkandung dalam ajarannya. Sebelum
Islam masuk, dalam bidang akidah, adat Minangkabau tidak menampakkan bentuknya
yang nyata . Dengan kata lain, pada waktu Islam masuk, masyarakat Minangkabau
belum mempunyai keyakinan ( agama ) tertentu. Akan tetapi , keyakinan ( agama)
mereka diliputi oleh pemujaan terhadap roh-roh yang dianggap mendiami benda-
benda, seperti gunung, batu besar, dan tumbuhan. Keyakinan yang seperti itu dikenal
dengan animisme. Hal itulah yang membuat agama Islam yang diajarkan oleh Syekh
Burhanuddin mudah diterima oleh masyarakat. Dalam mengajarkan dan
mengembangkan Islam, Syekh Burhanuddin dengan karismanya dan sosoknya yang
adil dan bijaksana mensosialisasikan azas-azas dan aturan- aturan yang berlaku dalam
organisasi tarekat yang ia kreasikan, yaitu Tarekat Syattariyah.
Dalam tradisi ziarah makam para wali Allah, terdapat beberapa keyakinan
konsep, pandangan dan nilai seperti keyakinan adanya Allah, yakin akan adanya nabi-
nabi, yakin adanya tokoh-tokoh Islam yang keramat dimana dengan dengan berziarah
ke makamnya kita bisa mendapatkan berkah. Menurut Ruslan dan Suryo (2007: 35)
hal itu bisa terjadi karena ada tiga hal yang menonjol dalam diri seorang wali atau
guru yaitu karamah, barakah dan syafaat. Ketiga hal itu melekat dan menjadikan
sosok wali seorang yang luar biasa, baik ketika dia masih hidup maupun setelah
kematiannya. Ziarah ke makamnya merupakan cara untuk mendapatkan hal tersebut.
Tradisi ziarah ke makam Syekh Burhanuddin menampilakan sebuah kegiatan yang
mempunyai makna bagi peziarahnya. Sebuah kegiatan yang sengaja dilakukan oleh
para jamaah Syattariyah dari dalam maupun dari luar daerah Minangkabau. Tradisi
ziarah ke makam Syekh Burhanuddin merupakan suatu hal yang dilakukan oleh
pengikut tarekat syatariyah untuk mencari keberkahan hidup, dikarenakan beliaulah
guru atau wali yang mengajarkan ajaran agama Islam.Guru sangat berjasa besar dalam
membentuk karakteristik masyarakat. Apalagi guru pengajian oleh kaum tarikat ada
silsilahnya sejak dari yang mengajar mereka saat ini, hingga jauh keatasnya sampai ke
Nabi Muhammad Saw. Sehingga keberadaan guru dalam suatu tarekat sangat
dihormati dan dijunjung tinggi. Peziarah yang datang ke Makam Syekh Burhanuddin
percaya bahwa makam tersebut keramat dan dapat mendatangkan berkah. Makanya
banyak peziarah yang datang berdo‟a dan bersedekah di Makam tersebut. Air cucuran
atap dari makam Syekh Burhanuddin yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
Jadi setiap harinya, makam syekh Burhanuddin selalu didatangi peziarah yang datang
dari berbagai daerah Sumatera Barat, ada juga yang datang dari luar provinsi
Sumatera Barat, bahkan ada yang datang dari luar negeri seperti Malaysia, Brunai
Darussalam dan Singapura. Tradisi ziarah ke makam Syekh Burhanuddin merupakan
suatu hal yang tidak boleh dilewatkan oleh pengikut tarekat syatariah sebagai
penghormatan atau bentuk terima kasih atas jasanya dalam mengembangkan Islam di
Minangkabau. Hal itu merupakan suatu bentuk kepatuhan terhadap guru atau wali
Allah. Tradisi itu semakin kuat eksistensinya di kalangan masyarakat sekarang. Pada
saat ini berziarah ke Makam Syekh Burhanuddin memberikan pengaruh terhadap
sistem ekonomi di tempat ziarah tersebut. Dengan adanya ziarah tersebut dapat
meningkatkan roda perekonomian masyarakat sekitar. Masyarakat yang berjualan
disekitar makam mengalami peningkatan penjualan karena adanya peziarah yang
datang. Bukan hanya penjual yang ada disekitar makam, namun banyak pedagang-
pedagang yang datang untuk berjualan hanya pada saat-saat adanya peziarah yang
berziarah. Jadi ziarah ini bukan hanya mengandung nilai agama dan tradisi, tetapi juga
memiliki pengaruh terhadap si.stem ekonomi masyarakat sekitar.
Setiap orang yang berziarah sebanyak 7 kali dianggap sudah menunaikan
ibadah haji dan jika ada yang sakit masyarakat minangkabau juga mempercayai
bahwa makam tersebut dapat memberi kesembuhan kepada orang yang sakit dan hal
tersebut masih berlanjut sampai sekarang.3
Dari penjelasan diatas terlihat bahwa masyarakat minangkabau sangat kental
dengan hal-hal yang berbau mistis. Sebelum islam masuk ke Minangkabau adat
minangkabau berada pada tingkat kedua, namun setelah masuknya islam adat
minangkabau berada pada tingkat pertama hal ini dikarenakan islam yang mempunyai
kitab suci Al-qur’an yang banyak menyatakan bahwa alam merupakan ayat Allah
yang dapat dipelajari dengan mudah oleh manusia dan itu merupakan penyempurnaan
adat minangkabau yang mengenal pepatah adat “alam takambang jadi guru” setelah
islam masuk ke Minangkabau, adat Minangkabau berpedoman pada Al-Quran dan
hadis. Pedoman ini tidak terlepas dari alam takambang jadi guru yang membuat
masyarakat minangkabau tidak berhenti berfikir untuk mempelajari alam sebagai
sumber utama kehidupan di dunia. Salah satu contohnya adalah ketika dalam islam
menyuruh manusia yang berilmu itu rendah hati, di dalam adat minangkabau terkenal
pepatah adat yang berbunyi “samakin barisi samakin marunduak “. Dalam
menyelesaikan masalah adat minangkabau mengenal barundiang untuk

3
Menurut Satriyola Yusmanda
menyelesaikan masalah dan dalam agama islam mengenal dengan musyawarah
”bermusyawarahlah kamu dalam setiap urusan” (QS.Ali imran 159) .
Islam masuk keminangkabau secara bergelombang sejak abad ke-7 hingga
akhir abad ke-17. Penyebaran islam di minangkabau ini dilakukan melalui proses
integrasi damai yang disebut juga istilah Islamisasi Cultural Proses Islamisasi berjalan
terus secara damai melalui pengaruh yang tidak dipaksakan dan behasil dengan baik.
Setelah masuknya Islam ke Minangkabau, agama ini tidak serta merta menajadi
agama masyarakat. Islam berkembang secara perlahan-lahan. Cara ini dilakakukan
karena tidak mudah mengubah keyakinan suatu masyarakat dengan cepat, mengingat
masuknya Islam ke Minangkabau dengan cara damai, bukan dengan cara paksaan.
Para mubaligh menyebarkan Islam di Minangkabau dengan jalan menanamkan budi
dan memperlihatkan akhlak yang baik kepada yang masyarakat. Masyarakat
minangkabau yang terkesan dengan sifat-sifat mubaligh tersebut kemudian
mengikutinya. Dengan proses islamisasi yang damai maka percampuran antara ajaran
islam dan aturan adat hanya menyesuaikan aturannya dengan aturan Islam. Salah
satunya dapat dlihat pada susunan pemerintahan istana yang mulai diatur dengan
berdasarkan pada hukuman islam dan hukum adat.
Kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18,
telah menghapus adat budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hokum Islam.
Budaya menyambung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan
dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang. Para ulama yang dipelopori oleh Haji
Piobang, Haji Miskin dan Tuanku Nan Renceh mendesak kaum adat untuk mengubah
pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya
animism daN Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada Syariat Islam.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah perang paderi yang berakhir
pada tahun 1837. Hal ini ditandai denganm adanya perjanjian di Bukit Marapalam
antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai. Mereka bersepakat untuk
mendasarkan adat budaya Minang pada syariat Islam. Hal ini tertuang dalam adagium
Adat basandi Syara’, Syara’ basandi Kitabullah”.
Kuatnya hubungan antara adat dan islam, islam pun kemudian menjadi
“identitas etnis “orang minangkabau”, Artinya jika seorang mengaku sebagai orang
minang, pasti ia Islam, sebaliknya jika tidak islam jangan mengaku sebagai orang
minang.hal ini tertuang dalam pepatah adat, adat basandi syara’, syara’ basandi
kitabullah; syarat mangato, adat mamakai.4

2. Integrasi Islam dan Adat Minang Kabau


Integrasi Islam dalam Budaya Minangkabau berarti kesempurnaan dan
keselarasan yang terjadi di dalamnya .Banyak hal yang memperkuat agama Islam,
Islam sebagai salah satu bagian unsure penting pembentuk karakter atau identitas
masyarakat Minangkabau seringkali diasosiasikan sebagai sesuatu yang bertentangan
atau dipertentangan dengan adat. Asumsinya adalah adat sebagai suatu kebiasaan
setempat mengatur interaksi masyarakat dalam suatu komunitas, sedangkan Islam
sendiri juga suatu system yang mengatur pola relasi dan integrasi suatu masyarakat.
Memang, adat bagi masyarakat Minangkabau mempunyai arti ganda, di satu sisi adat
berarti kumpulan kebiasaan setempat, ada juga dianggap sebagai keseluruhan system
structural masyarakat. Dalam konteks ini, adat adalah seluruh system nilai, dasar dari
keseluruhan penilaian etis dan hukum dan juga harapan social yang mewujudkan pola
perilaku ideal.Integrasi Islam dalam Budaya Minangkabau berarti kesempurnaan dan
keselarasan yang terjadi didalamnya.
Dengan masuknya Islam ke Minangkabau aturan adat Minangkabau yang
bertentangan dengan ajaran Islam dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat
Minangkabau diganti dengan aturan agama Islam. Banyak hal yang memperkuat
agama Islam, bahwa semenjak agama Islam masuk ke Minangkabau terjadi
pengokohan dan kesempurnaan serta terdapat nya keselarasan antara agama Islam dan
adat Minangkabau. Hal yang menyebabkan nya ialah di Minangkabau terkenal
dengan Alam takambang jadi guru”, maksudnya bahwa di Minangkabau berpatokan
pada alam, yaitu nya berguru pada alam dan begitu pula dengan Islam bahwa di dalam
kitab suci Al-quran ada terdapat ayat yang menerangkan keterikatan Islam dengan
alam.5
Falsafah adat Minangkabau" Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi
Kitabullah" yang artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam,
sedangkan agama Islam bersendikan pada Al-Qur'an. Pengaruh ajaran Islam terhadap
adat Minangkabau sangatlah besar. Ajaran Islam melengkapi kekurangan yang ada

4
Menurut Erpinda

5
Menurut Nadia Mega Riana
pada adat Minangkabau, membetulkan yang salah, mengulas yang singkat,
mengurangi yang berlebih.Sehingga adat Minangkabau tidak menyimpang dari
kebenaran sejati dan adat yang seperti itulah yang dijalankan di Sumatera Barat
hingga saat ini.
Adat dapat berdampingan dengan agama, dan konflik menjadi spirit integrasi
adalah karena sikap adat sendiri di Minangkabau sangat elastis dan fleksibel “sakali
aia gadang, sakali tapian barubah” meskipun begitu adat bukan mudah tercerabut dari
masyarakat “tak lakang dek paneh, tak lapuak dek hujan” dengan demikian, secara
implisit dalam adat harus dilakukan pembaharuan serta penyesuaian terhadap keadaan
using-usang dipabarui. Dalam menghadapi perubahan yang terjadi dan menyikapi
keadaan yang bertentangan, system diatur sedemikian rupa, sehingga revaluasi yang
tak dapat dicegah dapat berjalan lancar.
Adat Minangkabau tidak bertentangan dengan agama Islam. Sebagian orang
berpendapat bahwa adat Minangkabau bertentangan dengan agama Islam, yaitu
masalah system kekerabatan bahwa di Minangkabau memakai system matrelineal
sedangkan di agama Islam memakai patrilineal. Hal ini tidak bisa didudukkan pada
agama Islam, jika kita masyarakat mudah terpedaya dengan makna yang terkandung
mungkin saja kita akan menelan habis - habis. Pada dasarnya, adat Minangkabau tidak
bertentangan dengan Islam, karena Islam memperkuat dan memperkokoh serta
menyempurnakan adat Minangkabau, sedangkan masalah system yang
mengakibatkan pembenturan adat dan agama, hal ini bisa terselesaikan dikarenakan
adanya ketabahan dan kebesaran antara kedua belah pihak, maka tersimpulkan kata
sepakat, yaitu bahwa adat dan agama yang saling mempengaruhi di dalam keidupan
masyarakat Minangkabau bahwa dalam menjalankan dalam bidang aqidah dan ibadah
sedangkan masalah sosial adat masih dipakai.
Peluang inilah sebenarnya dilihat oleh Islam, di mana dalam ada terdapat
beberapa kategori :
1. Adat sabana adat
2. Adat istiadat
3. Adat nan taadat
4. Adat nan diadatkan
Budaya yang ada di ranah Minang yang dikenal dengan Adat Minangkabau
dikelompokkan dalam kategori pertama adat yang sebenar adat, kedua adat istiadat,
ketiga adat yang diadatkan, dan terakhir adat yang teradat.Dari kategori adat di atas
yang punya potensi kecenderungan dinamika perubahan sesuai dengan nafas dan
tuntutan perkembangan zaman adalah adat istiadat. kebiasaan yang berlaku di tengah
masyarakat umum atau setempat, seperti acara seremoni atau tingkah laku pergaulan
yang dilakukan akan dianggap baik dan bila tidak dilakukan tidak apa-apa. Adat
dalam memangan diibaratkan :pohon sayuran nan gadang dek diambiak, tinggi dek
dianjuang yang artinya adat itu dapat tumbuh hanya karena dirawat dengan baik.
Karena pangkal utama falsafah hidup orang Minang bersumber pada kitabullah,
kebiasaan pergaulan dan tingkah lakunya mencerminkan nuansa dan cerminan
Islami.6
Kemudian dalam modifikasi adat ditambahkan satu dimensi yaitu syari’ah,
karena meskipun doktrin islam tidak dimaksud untuk menggantikan kebiasaan
setempat, dari awalnya ia telah ditempatkan dalam kategori yang tertinggi. Al-Qur’an
dan Hadist serta hukum-hukum alam oleh karenanya dipandang sebagai suatu prinsip
yang abadi dan seharusnya membimbing kegiatan manusia. Jika membahas tentang
sejarah Minangkabau, maka pasti kita akan menemukan berbagai kekayaan alam, adat
dan budaya negeri ini. Kearifan adat, alam dan budaya Minangkabau yang dilandasi
dengan nilai-nilai keislaman telah menjadi ciri khas negeri ini. Maka salah satu
falsafah yang dikenal dari masyarakat Minangkabau adalah “Adat Basandi Syara’,
Syara’ Basandi Kitabullah”, syara’ mangato adaik mamakai. Falsafah ini seolah telah
mengukuhkan eksistensi Islam dalam kehidupan social bermasyarakat dan menjadi
hal yang tak terpisahkan dalam keseharian orang minang. Kemudia diteruskan dengan
budaya marantau dengan tujuan hakiki memperbaiki ekonomi personal dan keluarga
hingga pulang dari rantau membawa hasil jerih payah kekampung kembali, ini telah
menjadi jati diri dan warisan terhormat dari tradisi nenek moyang Minangkabau yang
zaman dulu sangat menonjol di bidang perniagaan yang tidak bias dihilangkan lagi
pada diri orang Minangkabau. Adanya falsafah Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi
Kitabullah (ABS SBK), syara’ mangato, Adat mamakai. Ini merupakan suatu hal yang
sangat mudah untuk menanamkan dan menguatkan system dan prinsip-prinsip
Ekonomi Islam di Minangkabau, karena ABS SBK bisa menjadi sendi yang jelas
untuk mengembangkan Ekonomi Islam di Sumatera Barat.7

6
Menurut Silvia Rahma

7
Menurut Febry Adelia
C. Simpulan
Dengan masuknya Islam ke Minangkabau aturan adat Minangkabau yang
bertentangan dengan ajaran Islam dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat
Minangkabau diganti dengan aturan agama Islam. Banyak hal yang memperkuat
agama Islam, bahwa semenjak agama Islam masuk ke Minangkabau terjadi
pengokohan dan kesempurnaan serta terdapat nya keselarasan antara agama Islam dan
adat Minangkabau. Hal yang menyebabkan nya ialah di Minangkabau terkenal
dengan Alam takambang jadi guru”, maksudnya bahwa di Minangkabau berpatokan
pada alam, yaitu nya berguru pada alam dan begitu pula dengan Islam bahwa di dalam
kitab suci Al-quran ada terdapat ayat yang menerangkan keterikatan Islam dengan
alam.

D. Referensi
Esten, Mursal. 1993. Minangkabau Tradisi dan Perubahan. Padang: Angkasa Raya
Hasrifendi, Lindo Karsyah. 2003. Utopia Nagari MinangKabau. Padang: IAIN IB
Press
Zulfahmi. 2005. Islam dan Budaya Minangkabau. Padang: IAIN IB Press
Kompasiana. Islam dan Minangkabau dalam Perpaduan
Digilib.uinsby.ac.id
Adat dan Islam di Minangkabau. UIN Suska Riau
Dalmenda, M.A & Elian, Novi (2017). Makna Tradisi Tabuik Olah Masyarakat Kota
Pariaman. Jurnal Antropolog: Isu-isu Sosial Budaya 18(2):135-15
Mas’oed, Abidin. 2004. Adat dan Syara’ di Minangkabau. Sumatera Barat. Pusat
Pengkajian Islam dan Minangkabau (PPIM)

Anda mungkin juga menyukai