ABSTRAK.
PENDAHULUAN.
PEMBAHASAN.
Dalam menentukan bagaimana bentuk atau struktur tanah tersebut, dan bagaimana cara
pemanfaataanya oleh masyarakat, Masyarakat Minangkabau mempunyai cara tersendiri
dalam hal tersebut. Sesuai degan falsafahnya Alam takambang jadi guru, merekan akan
memerhatikan dan menganalisa bagaimana lingkungan alam tersebut, alam akan memberikan
gambaran bagi masyarakat Minangkabau dan menggunakan akalnya ( Rasio ) untuk
meneapkan gambaran yang diberikan alam, lalu mengungkapkannya dalam sebuah falsafah,
baik itu berbentuk Tambo, Kaba, ataupun Pantun, yang akan diwariskan agar dapat
dipedomani oleh generasi selanjutnya berdasarkan pengalaman pendahulunya.
Dalam ungkapan tersebut lahan ada yang digunakan untuk bertani dan beternak,
masyarakat Minangkabau mampu mengelompokkan lahan tersebut dengan memperhatikan
alam sekitarnya. Karena masyarakat Minangkabau dapat menentukan bentuk lahan yang akan
digarap, Tanah yang merupakan salah satu faktor produksi tadi dapat menjadi penunjang
4
Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, Cetakkan Ke-6, ( Jakarta; PT. Sumber
Widya). 2007, Hal, 92.
dalam perekonomian minangkabau, bentuk pengelolahan tanah yang akan digarap bukan lagi
masalah utama perekonomian, namun ada faktor lain yang akan mempengaruhinya seperti
iklim dan lain-lain. Masyarakat Minangkabau juga mengelompokkan menanam tanaman
berdasarkan struktur tanahnya. Seperti yang terdapat dalam ungkapan diatas, serta bagaimana
cara beternak yang baik.
Dalam ungkapan diatas setiap orang mempunyai manfaat, dalam segi ekonomi
ungkapan diatas didalamnya terdapat Spesialisasi ( pola kegiatan perekonomian ).
5
Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, Cetakkan Ke-6, ( Jakarta; PT. Sumber
Widya). 2007, Hal, 111.
Spesialisasi ialah ciri utama dari kegiatan perekonomian pasar modern dimana setiap pelaku
kegiatan ekonomi menumpukan kegiatannya kepada menjalankan suatu kegiatan tertentu
(sesuai keahliannya).6 Alasan dikatakan adanya spesialisasi karena ungkapan terebut ada
yang menunjukkan pengkhususan pekerjaan atau melakukan suatu kegiatan sesuai dengan
keahliannya. Nan buruak palawan karajo, Nan kuek paangkuik baban, Nan tinggi jadi
panjuluak, Nan randah panyarunduak, Nan pandai tampek batanyo, Nan cadiak bakeh
baiyo, pada ungkapan tersebut meletakkan sesuatu pekerjaan sesuai bidangnya, kalau suatu
pekerjaan tidak ditempatkan pada bidangnya maka pekerjaan itu tidak akan efektif dan
efesien.
Misalkan pada ungkapan Nan tinggi jadi panjuluak, Nan randah panyarunduak,jika
kitak balikkan menjadi Nan tinggi panyarunduak, Nan randah panjuluak, kalau orang yang
pendek ( randah ) yang jadi panjaluak maka pekerjaan itu tidak sesuai, karena yang jadi
panjuluak itu harus orang yang tinggi, pekerjaan itu tidak efektif dan efesien karena adanya
ketidak cocokkan, walaupun pekerjaan itu dapat dilakukan maka akan membutuhkan waktu
dan tenaga yang banyak.
Spesiasialisasi muncul pada saat pasar modern ini, namun masyarakat Minangkabau
sudah mengenal adanya Spesialisasi ini sejak dahulu, atau dikenal juga dengan The Right
Man In The Right Place. 7 Dengan cara demekian akan tercapai efesiensi maksimal dan
efektivitas yang tinggi.
Efesien dalam kesehariannya yaitu bisa dikatakan sebagai hemat, budaya hemat sudah
melekat pada diri masyarakat Minangkabau. Sesuai pada ungkapan pepatah dibwah ini.
6
Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, ( Jakarta; Rajawali Pers), 2009. Hal 48.
7
Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, Cetakkan Ke-6, ( Jakarta; PT. Sumber
Widya). 2007, Hal, 110.
8
H. Mas’oed Abidin, Adat dan syarak di Minangkabau, cetakkan 1 (Padang; PPIM Sumbar), 2004. Hal, 193.
Dalam Ilmu Ekonomi efesiensi biasanya dihubungkan dengan hasil dan biaya output
dan cost, atau lebih dikenal dengan istilah Zero Based Output.9 Zero based output ialah
memakai bahan baku sampai tuntas, tanpa adanya sisa, jadi semua bahan baku tersebut
termanfaatkan. Pada masyarakat Minangkabau pola produksi ini sudah diterapkan sejak
dahulu,misalnya pada pepatah dibawah ini.
Dalam memproduksi kayu semuanya termanfaatkan, mulai dari kayu yang besar
besar, kecil, lurus, lengkung, bahkan sampai abu kayu tersebut, semuanya termanfaatkan. Ini
mencerminkan bahwasanya masyarakat Minangkabau telah mengenal teori itu terlebih
dahulu dengan adanya petatah serta dipraktekan , sementara teori ini mulai populer pada abad
XX ini.10
9
Amir M.S, Adat Minangkabau Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang, Cetakkan Ke-6, ( Jakarta; PT. Sumber
Widya). 2007, Hal, 110.
10
Ibid,.110.
Elizabeth E. Graves, Asal-Usul Elite Minangkabau Modern; Respon Terhadap Kolonial Belanda
11
Namun pada akhir tahun 1930-an rezim belanda akhirnya berakhir juga, karena kopi
mengalami kejatuhan harga atau dikenal dengan Depresi Ekonomi, dan masyarakat
Minangkabau mulai kembali menanam padi dengan bebas, dan padi mulai mendominan
sektor pertanian kembali, yang dikenal dengan istilah Back To Rice.13
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
12
Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, ( Jakarta; Rajawali Pers), 2009. Hal 266.
Sabar, Kebijakan beras pemerintah Belanda di Sumatera Barat tahun 1930-1942 ( Padang ;
13
Sukirno Sadono, Mikro Ekonomi Teori Pengantar, ( Jakarta; Rajawali Pers), 2009.
Sabar, Kebijakan beras pemerintah Belanda di Sumatera Barat tahun 1930-1942 ( Padang ;
Andalas University Press), 2006.
H. Abidin Mas’oed, Adat dan syarak di Minangkabau, cetakkan 1 (Padang; PPIM Sumbar),
2004.