Dosen Pengampu:
PROF.DR.SALMADANIS,MA
Disusun Oleh :
Diana Aviolla(2214050056)
Ginna Oriza(2214050055)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada Bapak
Prof. Dr. Salmadanis, MA. selaku dosen mata kuliah Islam dan Budaya Minangkabau
dan teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide- idenya sehingga
makalah ini dapat di susun dengan baik dan rapi Judul dari tugas makalah yang
dibahas ini adalah tentang "Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Islam dan Budaya Minangkabau dan untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan tentunya untuk kami maupun pembaca. Kami berharap tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan juga kami sebagai
mahasiswa.Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada
semua pihak yang telah berperan dalam menyusun makalah ini
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
B. Tujuan .............................................................................................................2
C. Rumusan Masalah............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpukan ....................................................................................................13
C.Saran...................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB 2
PEMBAHASAN
1 Amir, Syarifuddin,
Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Hal.24
2 Koentjaraningrat,
Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia,Jakarta Hal.25
3
Dari sisi mata pecaharian,dalam studi-studi yang dilakukan oleh para
sarjana, menyebutkan bahwa hampir 60% orang Minangkabau di perantauan
adalah sebagai wirausaha (informal).27Keberadaan bisnis orang Minangkabau
di perantauan didukung oleh kekuatan nilai-nilai yang bersumber dari sosial
budaya daerah asal yang dilandasi ajaran Islam.
4
India Amerika yang pada gilirannya terjadi konflik di antara keluarga.6 Dalam
adat Minangkabau, ketegangan ini juga tidak dapat ter-elakkan dengan
terjadinya pergolakan antara respon kalangan tradisional terhadap gerakan
pembaharu. Bahkan sampai terjadi peperangan. Tetapi dalam perkembangan
selanjutnya, Islam dan adatMinangkabau justru mengalami perpaduan yang
saling menguntungkan. Islam dijadikan sebagai bagian dari identitas sosial
untuk memperkuat identitas yang sudah ada sebelumnya. Kesatuan Islam dan
adat Minangkabau pada proses berikutnya melahirkan makna khusus yang
berasal dari masa lalu dengan menyesuaikan kepada prinsip yang diterima
keduanya. Pertemuan arus kebudayaan melahirkan model adaptasi yang
berbeda, atau bahkan sama sekali baru dengan yang sudah ada sebelumnya.
5
dan pengakuan kebenaran agama yang diterima. Kemudian budaya
Minangkabau hadir dalam bentuk nilai dan standar yang baru pula sesuai
dengan hasil pertemuan dua budaya. Keselarasan dan sinkronisasi yang terjadi
karena antara agama Islam dan budaya Minangkabau dapat digandengkan
dengan terbukanya pertimbangan para pelakunya. Walaupun wujud
diferensiasi, tetapi ada identitas kolektif yang bermakna kemudian digunakan
untuk memaknai tradisi masa lalu dengan kehadiran Islam sebagai agama
yang baru diterima. Temuan Irfan Ahmad menunjukkan adanya kritik yang
tidak menempatkan tradisi sebagai bagian beragama. Padahal dalam
pembentukan nilai selalu saja masa lalu masih memiliki posisi yang khas
dalam setiap kebaruan yang muncul. 7 Secara fungsional, tradisi bisa saja
menolak perubahan dan menggantinya dengan ajaran agama yang datang.
Pada sisi lain, justru legitimasi untuk kemudian mengikat budaya yang ada
dengan legitimasi pandanganhidup, keyakinan, pranata dan aturan dengan
kerangka Islam terbentuk menjadi sebuah kesatuan yang baru.
Dua pola yang muncul dalam akulturasi budaya dengan agama adalah
bentuk dialogis dan integratif. Jika dalam budaya Jawa, Islam dan budaya
mengambil pola dialogis, maka sebaliknya dalam tradisi Melayu mengambil
bentuk integratif. Pada budaya Jawa, Islam berhadapan dengan budaya
Kejawen bahkan muncul dalam bentuk ketegangan ketika Islam mulai
menyebar di masa kolonial. Ada pula resistensi dari budaya lokal dan tradisi
yang sudah mengakar. Sehingga muncul perbedaan pandangan antara
penafsiran legal dengan penafsiran mistis. Respon terhadap keyakinan dalam
budaya senantiasa menunjukkan toleransi yang memadai, kalau tidak
dikatakan sebagai penerimaan. Sementara pola integrasi, Islam berkembang
dan masuk menjadi penyanggah terpenting dalam struktur masyarakat,
termasuk dalam urusan politik. Gambaran bentuk integratif ini seperti dalam
budaya Melayu dan Islam. Islam terbentuk menjadi karakter bagi
kelangsungan budaya di lapisan masyarakat. Ini semakin dipermudah dengan
tersedianya struktur kerajaan dan kesultanan yang masih tetap berdiri
berdampingan dengan nilai demokrasi. Secara kultur kemudian terjadi model
yang berjalan sebagaimana struktur masyarakat yang ada. Sebagaimana
6
diajukan pertama kali oleh Durkheim dengan melihat posisi agama dan
masyarakat. Dalam perkembangan masyarakat Australia, situasi ini berada
dalam kondisi dimana arus modernisme berlangsung. Agama tetap menjadi
salah satu tumpuan, termasuk dalam kondisi ketika tidak menerima salah satu
agama apapun.
Adapun dalam budaya Minangkabau, Islam melembaga menjadi kekuatan
sosial. Penghargaan terhadap pribadi orang Minangkabau ditentukan pada
kemauan dan kemampuannya menjaga Kato nan Ampek; Raso, Pareso, Malu,
dan Sopan (Kata yang Empat; Rasa, Periksa, Malu, dan Sopan). Pelembagaan
Kato nan Ampek ke dalam kehidupan sosio kultural dan kemudian
mengamalkan secara intens yang pada gilirannya melahirkan harmoni
kehidupan. Gambaran ini menegaskan bahwa citra orang Minangkabau
sebagai penganut agama yang fanatik sekaligus memegang teguh ajaran adat
yang telah diwariskan leluhur secara turun temurun. Mulder memandang
bahwa ini dapat saja terjadi karena adanya keserasian dalam tradisi
keagamaan sehingga terserap dalam tradisi yang sudah mapan. Sekaligus
menolak adanya sinkretisasi dalam ajaran agama. Melainkan ajaran agama
yang datang dalam status asing menemukan lahannya dalam budaya lokal.
7
yang dikenal dengan sebutan Buya(orang-orang terpilih). Status Buya, apalagi
yang sudah dikenal kualitas keulamaannya, mempunyai kharisma yang tinggi
di hadapan mereka, melebihi posisi pemimpin formal sekalipun. Karena
kedekatan dengan Buya, terutama bagi mereka yang pernah di didik di
Surauitulah yang banyak mempunyai jiwa wiraswasta (enterpreunership) di
perantauan. Hal ini bisa terjadi karena pendidikan Surau secara nyata mampu
mendidik manusia untuk lebih mandiri.
8
halal bi halal, dan majelis taklim. Pelaksanaan aktivitas-aktivitas keagamaan
ini, sangat terkait dengan upaya untuk mempertahankan identitas keislaman
etnis Minangkabau di tengah tengah kemajemukan daerah perantauan.
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya bahwa etnis Minangkabau
sangat terikat dengan agama Islam. 9 Selain itu, aktivitas-aktivitas ini
merupakan salah satu kesempatan bagi etnis Minangkabau untuk saling
bertemu dan saling mengenal. Dengan demikian hubungan silaturahmi di
antara mereka akan semakin dekat dan kuat.
Sebagai sebuah organisasi sosial,aktivitas-aktivitas yang
dilaksanakan juga mencakup kepada aspek sosial yang produktif dalam
kehidupan bermasyarakat di perantauan. Berbagai permasalahan yang
dihadapi etnis Minangkabau di perantauan diakomodir dan kemudian
dicarikan jalan keluarsecara bersama sama melalui musyawarah. Selain itu,
organisasi perantauan ini juga melaksanakan aktivitas-aktivitas sosiallainnya
seperti mengkoordinir pengumpulan sumbangan untuk diberikan kepada
anggota-anggota yang sedang kesusahan, pengumpulan zakat fitrahpada bulan
puasa, dan memberikankepada masyarakat Minangkabau yang membutuhkan
dan memang pantas untuk menerimanya.
Sebagai interpretasi hubungan batin terhadap kampung
halaman yang sudah lama ditinggal, para perantau yang tergabung dalam
organisasi sosial keminangkabauan ini tetap mempedulikan keadaan dan
perkembangan kampung halaman. Hal ini mereka ekspresikan dengan
mengkoordinir pengumpulan dana dan mengirimkannya ke daerah-daerah
kampung halaman yang membutuhkan. Lebih lanjut, biasanya dana ini
digunakan untuk membantu daerah yang terkena bencana alam, seperti gempa
bumi, banjir, tanah longsor, banjir bandang, dan lain-lain.
Pengorganisasian berbagai aktivitas olehorganisasi sosial
keminangkabauan ini, pada dasarnya tidak lain adalah sebagai media
keterikatan antar etnis Minangkabau. Lewat aktivitas-aktivitas yang
dilaksanakan oleh organisasi ini, orang Minangkabau yang ada di daerah
perantauan bisa saling bertemu, saling mengenal, bahkan tidak jarang di
antara mereka yang kemudian menemukan kerabatnya lewat berbagai
aktivitas itu. Pada akhirnya tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan berbagai
aktivitas ini adalah untuk menyatukan dan merekatkan hubungan silaturahmi
9
Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia,Jakarta. Hal.41
9
antar sesama orang Minangkabau.
a. Bidang Ekonomi
b. Bidang Hukum
Pada bidang hukum, organisasi perantauan orang
Minangkabau seperti BM3 di Medan, IKM di Jakartadan IKBMY di
Yogyakarta telah membentuksebuah Lembaga Bantuan Hukum
(LBH).Lembaga hukum ini beranggotakan para pengacara yang berasal dari
etnis Minangkabau. Sejak berdirinya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ini
sudah sering membantu mengatasi permasalahan hukum yang dihadapi oleh
orang Minangkabauyang ada di perantauan. Dalam setiap kasus yang dihadapi,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ini mengupayakan untuk tidak memungut
bayaran dalam bentuk apapun dari kliennya yang tidak lain adalah orang
Minangkabau juga. Ini merupakan salah satu bentuk keterikatan
keminangkabauan mereka.
11
Fukuyama. Melainkan juga mencerminkan adanya trust diantara jaringan
kelompok dan anggota-anggotanya. Jaringan kelompok memberikan jaminan
sosial kepada anggotanya sebagai timbal balik atas loyalitas kepercayaan
anggota kepada kelompok. Kebijakan jaringan organisasi kelompok di bidang
ekonomi dan hukum ini bisa dipandang sebagai instrumen dan sekaligus
parameter modal sosial yang ideal dan progesif.
12
BAB 3
A. Kesimpulan
13
ini dengan mereka. Mereka cenderung membentuk komunitas yang saling
mendukung dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Modal
sosial ini membantu mereka beradaptasi dengan lebih baik dalam
lingkungan baru dan memperkuat jaringan sosial mereka. Kebersamaan
dalam Agama: Keislaman yang kuat merupakan ciri khas orang
Minangkabau. Agama Islam memberikan landasan moral dan spiritual
yang penting dalam kehidupan mereka. Ketika berada di masyarakat
perantauan, orang Minangkabau sering membentuk kelompok-kelompok
keagamaan seperti majelis taklim, pengajian, atau lembaga sosial
keagamaan lainnya. Ini tidak hanya membantu mereka menjaga identitas
agama dan budaya mereka, tetapi juga membantu dalam berintegrasi
dengan komunitas Muslim setempat. Jaringan Sosial yang Kuat: Orang
Minangkabau memiliki jaringan sosial yang kuat, baik dalam komunitas
lokal maupun di luar daerah asal mereka. Mereka sering membentuk
perkumpulan atau organisasi yang didasarkan pada kesukuan atau asal
daerah yang sama. Jaringan ini memberikan dukungan sosial, ekonomi,
dan politik bagi mereka yang merantau. Mereka saling membantu dalam
mencari pekerjaan, perumahan, pendidikan, atau masalah lain yang
mungkin timbul. Jaringan sosial ini memainkan peran penting dalam
membantu orang Minangkabau beradaptasi dengan lingkungan baru dan
mencapai kesuksesan dalam masyarakat perantauan.Pendidikan dan
Keterampilan: Orang Minangkabau sangat menghargai pendidikan dan
keterampilan. Mereka berinvestasi dalam pendidikan anak-anak mereka
dan sering mendorong mereka untuk mendapatkan pendidikan tinggi.
Pendidikan yang baik memberikan modal sosial yang kuat bagi orang
Minangkabau untuk berintegrasi dalam masyarakat perantauan. Mereka
juga terkenal dengan keterampilan bisnis dan profesionalisme yang tinggi.
Keterampilan ini membantu mereka meraih kesuksesan ekonomi dan
mendapatkan tempat di masyarakat perantauan. Secara keseluruhan,
kontribusi modal sosial orang Minangkabau yang didasarkan pada
keislaman seperti gotong royong, kebersamaan dalam agama, jaringan
sosial yang kuat, dan pendidikan/keterampilan, sangat penting dalam
membantu mereka beradaptasi dan berintegrasi dalam masyarakat
perantau
14
Jwb:Sistem Kekerabatan: Sistem kekerabatan Minangkabau yang
terkenal adalah sistem matrilineal, di mana garis keturunan dan warisan
dihitung melalui jalur ibu. Namun, setelah adopsi agama Islam, pengaruh
patriarki mulai terlihat dalam sistem kekerabatan. Nilai-nilai Islam yang
menekankan peran kepemimpinan laki-laki dalam keluarga dan
masyarakat menyebabkan beberapa perubahan dalam struktur dan peran
keluarga.
16
4)Tridara Rizkia (0064) bisakah pemakalah menjelaskan lebih
mendalam lagi tentang jika seseorang tidak memeluk agama islam maka
juga tidak dalam etnis minangkabau lagi, pada pembahasan makalah
sebelumnya orang yg selain agama islam juga ada dalam etnis
minangkabau
18
Ajaran Keadilan dan Kebijaksanaan: Islam menekankan nilai-
nilai keadilan, kesetaraan, dan kebijaksanaan. Pemahaman ini mendorong
orang Minangkabau untuk memperlakukan semua orang dengan adil,
tanpa memandang asal usul etnis mereka. Islam mengajarkan pentingnya
menghormati hak-hak individu dan mempromosikan persamaan dalam
masyarakat, yang membantu menciptakan lingkungan yang toleran di
antara berbagai kelompok etnis. Pendekatan Islami terhadap Perbedaan:
Islam mengajarkan bahwa perbedaan dalam etnis, bahasa, dan budaya
adalah kehendak Allah yang harus dihormati. Agama Islam mengajarkan
pentingnya memahami dan menghormati perbedaan sebagai bagian dari
kekayaan dan keindahan ciptaan Allah. Hal ini mendorong orang
Minangkabau di perantauan untuk menerima dan menghargai keragaman
etnis serta menjalin hubungan harmonis dengan orang-orang dari berbagai
latar belakang etnis.
19
C. Saran
20
lebih rentan, seperti anak-anak, wanita, dan lansia, serta memperkuat
program yang membantu mereka mengatasi kesulitan hidup mereka.
21
DAFTAR PUSTAKA
Fauzan, Pengaruh Religiusitas terhadap Etika Berbisnis (Studi pada RM. Padang di
Kota Malang). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan 15(1): 53-64. 2011.