Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

ISLAM DAN BUDAYA MINANG KABAU


TENTANG
ISLAM DAN TRADISI LOKAL MINANGKABAU

Dosen Pengampu:

PROF.DR.SALMADANIS,MA

Disusun Oleh :

Diana Aviolla(2214050056)

Ginna Oriza(2214050055)

JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1444 H/2023 M

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Terima kasih juga kami ucapkan kepada Bapak
Prof. Dr. Salmadanis, MA. selaku dosen mata kuliah Islam dan Budaya Minangkabau
dan teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide- idenya sehingga
makalah ini dapat di susun dengan baik dan rapi Judul dari tugas makalah yang
dibahas ini adalah tentang "Tujuan makalah ini dibuat adalah untuk memenuhi tugas
mata kuliah Islam dan Budaya Minangkabau dan untuk menambah wawasan dan
ilmu pengetahuan tentunya untuk kami maupun pembaca. Kami berharap tugas ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan juga kami sebagai
mahasiswa.Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan
demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami sampaikan terimakasih kepada
semua pihak yang telah berperan dalam menyusun makalah ini

dari awal sampe akhir.

Padang, 11 April 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1

B. Tujuan .............................................................................................................2

C. Rumusan Masalah............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Nilai Dasar Budaya Minangkabau....................................................................3

B. Pengaruh Islam Terhadap Modal SosialOrang Minangkabau di Perantauan...4

C. Pengaruh Islam Terhadap Modal SosialOrang Minangkabau di


Perantauan........................................................................................................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpukan ....................................................................................................13

B. Pertanyaan dan Jawaban Dari Audien.............................................................13

C.Saran...................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Minangkabau adalah sebuah suku bangsa yang berasal dari wilayah


Sumatera Barat, Indonesia. Suku Minangkabau memiliki sejarah panjang
dalam penyebaran agama Islam di Indonesia, dan kini mayoritas penduduknya
beragama Islam.Sejarah penyebaran Islam di Minangkabau dimulai pada abad
ke-13 melalui perdagangan dan dakwah yang dilakukan oleh para pedagang
Arab. Namun, pengaruh Islam semakin kuat pada abad ke-16 melalui
pengaruh kerajaan Aceh yang mempunyai kekuatan politik dan militer yang
kuat di wilayah Sumatera. Pada masa ini, para ulama dan dai dari Aceh mulai
datang ke Minangkabau untuk menyebarkan agama Islam.

Kedudukan Islam dalam sosial masyarakat Minangkabau sangat


penting, sejak awal datangnya agama ini ke wilayah tersebut. Islam
memberikan nilai-nilai yang sangat kuat bagi masyarakat Minangkabau,
seperti adat dan budaya yang diatur dalam hukum adat dan syariat Islam.
Hukum adat Minangkabau dikenal sebagai "Adat Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah" yang artinya hukum adat didasarkan pada syariat Islam,
dan syariat Islam didasarkan pada Kitabullah (Al-Quran).

Selain itu, Islam juga mempengaruhi pola pikir masyarakat


Minangkabau dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam hal perkawinan,
pemilihan pemimpin adat, dan upacara adat. Dalam masyarakat Minangkabau,
sistem kekerabatan matrilineal masih diterapkan, namun dalam
pelaksanaannya sudah disesuaikan dengan ajaran Islam.

Meskipun begitu, terdapat juga perbedaan pandangan dalam


masyarakat Minangkabau terkait agama Islam. Ada kelompok masyarakat
yang masih memegang teguh tradisi dan adat, sehingga terkadang adat dan
tradisi lebih diutamakan daripada syariat Islam. Namun, mayoritas masyarakat
Minangkabau menjunjung tinggi nilai-nilai agama Islam dan mempraktikkan
ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Nilai Dasar Budaya Minangkabau ?

2. Apa itu Perjumpaan Islam Dengan Kebudayaan Minangkabau ?

3. Apa itu Pengaruh Islam Terhadap Modal SosialOrang Minangkabau di


Perantauan?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui Nilai Dasar Budaya Minangkabau

2. Untuk mengetahui Pengaruh Islam Terhadap Modal Sosial Orang


Minangkabau di Perantauan

3. Untuk mengetahui Pengaruh Islam Terhadap Modal Sosial Orang


Minangkabau di Perantauan

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Nilai Dasar Budaya Minangkabau


Unsur budaya yang universal dan sekaligus menjadi isi dari semua
kebudayaan adalah sistem religi, sistem kemasyarakatan, sistem pengetahuan,
bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian dan sistem teknologi peralatan.
Ketujuh unsur kebudayaan ini mencakup seluruh kebudayaan manusia dan
kombinasi dari ketujuh unsur ini pula yang menentukan nilai-nilai kehidupan
dalam suatu masyarakat.1
Dalam kebudayaan Minangkabau, unsur-unsur tersebut dikemas
menjadi sebuah konsep yang disiapkan secara turun temurun oleh nenek
moyang untuk anak cucunya yang pada gilirannya konsep ini menjadi modal
sosial orang Minangkabau di manapun mereka hidup, dengan tujuan untuk
mencapai suatu kehidupan yang bahagia, sejahtera, dan harmoni. Konsep ini
sejalan dengan indikator nilai-nilai dasar budaya Minangkabau yang terdiri
dari agama, pendidikan, serta nilai kekeluargaan.

Nilai-nilai itu menyatu dalam ruang modal sosial orang Minangkabau


di perantauan. Sebagaimana studi yang dilakukan oleh Rante, menjelaskan
bahwabudaya etnis memiliki dampak terhadap kinerja karena lebih
mengutamakan kepentingan adat dan kebersamaan. Sistem Matrilineal yang
terdapat pada masyarakat Minangkabau kendati langka namun diterima oleh
masyarakat Minangkabau sampai saat ini. Sistem pengetahuan yang bertumpu
pada ajaran “Alam takambang jadiguru“ (Alam terkembang menjadi guru)
menjadi alasan utama bagi pendidikan yang logis dan rasional, serta
mendorong kearah kehidupan yang serasi secara alamidan sadar lingkungan.2
Pada gilirannya nilai kekeluargaan dalam kapital sosial orang Minangkabau
terlihat dimanapun mereka berada.3

1 Amir, Syarifuddin,
Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat Minangkabau. Jakarta: Hal.24

2 Koentjaraningrat,
Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia,Jakarta Hal.25

3 Rante, Y. Pengaruh Budaya


Etnis dan Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja Usaha Mikro Kecil Agribisnis di
Provinsi Papua. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan Hal.26

3
Dari sisi mata pecaharian,dalam studi-studi yang dilakukan oleh para
sarjana, menyebutkan bahwa hampir 60% orang Minangkabau di perantauan
adalah sebagai wirausaha (informal).27Keberadaan bisnis orang Minangkabau
di perantauan didukung oleh kekuatan nilai-nilai yang bersumber dari sosial
budaya daerah asal yang dilandasi ajaran Islam.

Praktik wirausaha adalah sebuah kegiatan pengembangan


sumberdaya manusia yang dilatarbelakangi oleh kondisi sosial-budaya seperti
yang terdapat pada masyarakat Minangkabau. Sebagaimana yang sudah
disinggung diatas bahwa kondisi geografis dan sosiologis dan ditopang oleh
budaya, antara lain menumbuhkan nilai dan perilaku merantau sebagai ciri
dan perilaku orang Minangkabau. Dalam aspek ekonomi memunculkan
wirausahawan yang tumbuh dalam beragam bentuk, seperti pengusaha kuliner,
pakaian, dan lain sebagainya. Kajian-kajian budaya memberikan kesimpulan
bahwa eksistensi bentuk-bentuk usaha tersebut ternyata ditopang oleh
kekuatan nilai budaya Minangkabau yang berhasil.4

a. memberikan landasan nilai bagi tumbuhnya etos kerja dalam


pengelolaannya. Welsa (2009) menjelaskan bahwa budaya
Minangkabau berpengaruh positif dan signifikan pada bentuk-bentuk
usaha yang ada di perantauan, kemampuan usaha disini dalam artian
kemampuan (Capabilities) yang mengacu pada keterampilan (skill).

B. Perjumpaan Islam Dengan Kebudayaan Minangkabau

Kehadiran Islam dalam masyarakat Minangkabau merupakan bentuk


penerimaan nilai yang sama sekali baru ke dalam budaya yang sudah terwujud
secara mapan.5 Namun, kehadiran budaya baru ke dalam budaya yang sudah
ada ini tidak meruntuhkan nilai-nilai dan menghilangkan jati diri budaya lama.
Dalam pertemuan dua budaya baru, memungkinkan terjadinya ketegangan.
Sebagaimana dalam akulturasi yang berproses di generasi kedua keturunan

4 Fauzan, Pengaruh Religiusitas terhadap Etika Berbisnis (Studi


pada RM. Padang di Kota Malang). Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan Hal.34

5 Darwis, R,Tranformasi Nilai-nilai Tradisi Kekeluargaan


Masyarakat Minangkabau dalam Pendidikan
Kewiraswastaan, cet. II, Bandung: Pustaka Aulia Press. Hal.29

4
India Amerika yang pada gilirannya terjadi konflik di antara keluarga.6 Dalam
adat Minangkabau, ketegangan ini juga tidak dapat ter-elakkan dengan
terjadinya pergolakan antara respon kalangan tradisional terhadap gerakan
pembaharu. Bahkan sampai terjadi peperangan. Tetapi dalam perkembangan
selanjutnya, Islam dan adatMinangkabau justru mengalami perpaduan yang
saling menguntungkan. Islam dijadikan sebagai bagian dari identitas sosial
untuk memperkuat identitas yang sudah ada sebelumnya. Kesatuan Islam dan
adat Minangkabau pada proses berikutnya melahirkan makna khusus yang
berasal dari masa lalu dengan menyesuaikan kepada prinsip yang diterima
keduanya. Pertemuan arus kebudayaan melahirkan model adaptasi yang
berbeda, atau bahkan sama sekali baru dengan yang sudah ada sebelumnya.

Model adaptasi menjadi ‘di antara bentuk akulturasi’. Dengan proses


akulturasi yang berjalan beriringan, maka dua arus kebudayaan yang bertemu
melahirkan integrasi. Jika ini disebut sebagai model, maka dapat pula menjadi
sebuah solusi. Pembentukan identitas yang sudah selesai kemudian
memerlukan klarifikasi dari unsur luar. Di tahap awal tentu akan
menimbulkan konflik. Tetapi dalam proses yang ada terjadi proses
restrukturisasi. Ini pula yang muncul dalam beberapa ritual yang ada dalam
kebudayaan Islam Minangkabau. Tradisi Islam Arab yang hadir tidak serta
merta secara utuh diterima sebagaimana apa yang sudah ada. Tetapi justru
dilakukan penyesuaian dengan ritual yang sudah ada dalam tradisi
Minangkabau. Sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip keagamaaan
dalam Islam, maka ritual tersebut tetap dipertahankan dengan melakukan
penyesuaian secara harmonis. Penerimaan Islam sebagai ajaran, tidak
menghilangkan “wajah lokal” yang diwarisi secara turun temurun. Model
adaptasi seperti ini kemudian lahir dari adanya strategi penerimaan yang
memungkinkan adanya integrasi dua budaya yang bertemu. Dengan adanya
pengakuan masing-masing kehadiran dua budaya selanjutnya memunculkan
penyatuan.

Masuknya Islam dengan membawa ajaran “baru” bagi kebudayaan


Minangkabau kemudian mempengaruhi tradisi yang sudah ada. Namun
berubahnya budaya yang sudah ada merupakan penyesuaian atas pandangan

6 Darwis, R,Tranformasi Nilai-nilai Tradisi Kekeluargaan


Masyarakat Minangkabau dalam Pendidikan
Kewiraswastaan, cet. II, Bandung: Pustaka Aulia Press. Hal.30

5
dan pengakuan kebenaran agama yang diterima. Kemudian budaya
Minangkabau hadir dalam bentuk nilai dan standar yang baru pula sesuai
dengan hasil pertemuan dua budaya. Keselarasan dan sinkronisasi yang terjadi
karena antara agama Islam dan budaya Minangkabau dapat digandengkan
dengan terbukanya pertimbangan para pelakunya. Walaupun wujud
diferensiasi, tetapi ada identitas kolektif yang bermakna kemudian digunakan
untuk memaknai tradisi masa lalu dengan kehadiran Islam sebagai agama
yang baru diterima. Temuan Irfan Ahmad menunjukkan adanya kritik yang
tidak menempatkan tradisi sebagai bagian beragama. Padahal dalam
pembentukan nilai selalu saja masa lalu masih memiliki posisi yang khas
dalam setiap kebaruan yang muncul. 7 Secara fungsional, tradisi bisa saja
menolak perubahan dan menggantinya dengan ajaran agama yang datang.
Pada sisi lain, justru legitimasi untuk kemudian mengikat budaya yang ada
dengan legitimasi pandanganhidup, keyakinan, pranata dan aturan dengan
kerangka Islam terbentuk menjadi sebuah kesatuan yang baru.

Dua pola yang muncul dalam akulturasi budaya dengan agama adalah
bentuk dialogis dan integratif. Jika dalam budaya Jawa, Islam dan budaya
mengambil pola dialogis, maka sebaliknya dalam tradisi Melayu mengambil
bentuk integratif. Pada budaya Jawa, Islam berhadapan dengan budaya
Kejawen bahkan muncul dalam bentuk ketegangan ketika Islam mulai
menyebar di masa kolonial. Ada pula resistensi dari budaya lokal dan tradisi
yang sudah mengakar. Sehingga muncul perbedaan pandangan antara
penafsiran legal dengan penafsiran mistis. Respon terhadap keyakinan dalam
budaya senantiasa menunjukkan toleransi yang memadai, kalau tidak
dikatakan sebagai penerimaan. Sementara pola integrasi, Islam berkembang
dan masuk menjadi penyanggah terpenting dalam struktur masyarakat,
termasuk dalam urusan politik. Gambaran bentuk integratif ini seperti dalam
budaya Melayu dan Islam. Islam terbentuk menjadi karakter bagi
kelangsungan budaya di lapisan masyarakat. Ini semakin dipermudah dengan
tersedianya struktur kerajaan dan kesultanan yang masih tetap berdiri
berdampingan dengan nilai demokrasi. Secara kultur kemudian terjadi model
yang berjalan sebagaimana struktur masyarakat yang ada. Sebagaimana

7 Darwis, R,Tranformasi Nilai-nilai Tradisi Kekeluargaan


Masyarakat Minangkabau dalam Pendidikan
Kewiraswastaan, cet. II, Bandung: Pustaka Aulia Press,Hal.35

6
diajukan pertama kali oleh Durkheim dengan melihat posisi agama dan
masyarakat. Dalam perkembangan masyarakat Australia, situasi ini berada
dalam kondisi dimana arus modernisme berlangsung. Agama tetap menjadi
salah satu tumpuan, termasuk dalam kondisi ketika tidak menerima salah satu
agama apapun.
Adapun dalam budaya Minangkabau, Islam melembaga menjadi kekuatan
sosial. Penghargaan terhadap pribadi orang Minangkabau ditentukan pada
kemauan dan kemampuannya menjaga Kato nan Ampek; Raso, Pareso, Malu,
dan Sopan (Kata yang Empat; Rasa, Periksa, Malu, dan Sopan). Pelembagaan
Kato nan Ampek ke dalam kehidupan sosio kultural dan kemudian
mengamalkan secara intens yang pada gilirannya melahirkan harmoni
kehidupan. Gambaran ini menegaskan bahwa citra orang Minangkabau
sebagai penganut agama yang fanatik sekaligus memegang teguh ajaran adat
yang telah diwariskan leluhur secara turun temurun. Mulder memandang
bahwa ini dapat saja terjadi karena adanya keserasian dalam tradisi
keagamaan sehingga terserap dalam tradisi yang sudah mapan. Sekaligus
menolak adanya sinkretisasi dalam ajaran agama. Melainkan ajaran agama
yang datang dalam status asing menemukan lahannya dalam budaya lokal.

C. Pengaruh Islam Terhadap Modal SosialOrang Minangkabau di


Perantauan

Dalam pandangan orang Minangkabau, Islam tidak hanya sebagai


referensi perilaku sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Islam juga
merupakan salah satu identitas etnis. Dalam perspektif antropologis, antara
agama dengan orang Minangkabau merupakan suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Kedua unsur tersebut saling menentukan dan keanggotaan
seseorang dalam komunitas sangat ditentukan oleh kelekatan identitas
tersebut.8 Artinya, jika ada seseorang tidak lagi memeluk agama Islam, maka
ia tidak dapat lagi disebut sebagai orang Minangkabau. Konsekuensinya
keanggotaan sebagai bagian kelompok etnis Minangkabau telah tiada.

Kelekatan masyarakat Minangkabau dan Islam yang melahirkan sikap


fanatisme itu juga terlihat dari kedekatan mereka terhadap pemimpin informal

8 Darwis, R,Tranformasi Nilai-nilai Tradisi Kekeluargaan


Masyarakat Minangkabau dalam Pendidikan
Kewiraswastaan, cet. II, Bandung: Pustaka Aulia Press. Hal.39

7
yang dikenal dengan sebutan Buya(orang-orang terpilih). Status Buya, apalagi
yang sudah dikenal kualitas keulamaannya, mempunyai kharisma yang tinggi
di hadapan mereka, melebihi posisi pemimpin formal sekalipun. Karena
kedekatan dengan Buya, terutama bagi mereka yang pernah di didik di
Surauitulah yang banyak mempunyai jiwa wiraswasta (enterpreunership) di
perantauan. Hal ini bisa terjadi karena pendidikan Surau secara nyata mampu
mendidik manusia untuk lebih mandiri.

Dengan demikian, bagi orang MinangkabauIslam memiliki landasan


yang kuat untuk membangun masyarakat yang committedterhadap modal
sosial. Islam juga memiliki komitmen terhadap kontrak sosial dan norma yang
telah disepakati bersama; sebagaimana diketahui bahwa bangunan masyarakat
muslim ciri dasarnya adalah ta’awun (tolong menolong), takaful (saling
menanggung), dan tadhomun (memiliki solidaritas).

Ajaran Islam yang koheren dengan modal sosial itu terdokumentasikan


dengan baik. Dalam perspektif sejarah,ditemukan bagaimana masyarakat
Madinah dididik untuk membangun dan menjunjung tinggi nilai-nilai
masyarakatyang ideal yang kerap disebut dengan masyarakat madani atau
civil society; masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban.
Masyarakat yang memiliki tatanan sosial yang baik, berazas pada prinsip
moral yang menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban individu
dengan hak dan kewajiban sosial yang pada gilirannya terbentuk sebuah good
governanceyang tunduk pada sistem dan perundang-undangan yang akuntabel
dan transparan.

Dari penelitian dan pengamatan yang penulis lakukan terhadap


perantau Minangkabau yang terdapat di beberapa kota besar Indonesia seperti
Jakarta, Medan, dan Yogyakarta, dijumpaibahwa optimalisasi ajaran Islam
yang dituliskandiatas telah mewarnai kapital sosial mereka. Ini terlihat ketika
organisasi-organisasi kelompok etnis Minangkabau di perantauan tidak lagi
menafsirkan ajaran Islam hanya sebatas ibadah rutinitas biasa, tetapi sudah
sampai kepada gerakan-gerakan sosial yang produktif untuk membangun
kehidupan masyarakat yang ideal berdasarkan ajaran Islam.

Pelaksanaan berbagai aktivitas ini mencakupberbagai


aspek sosial kehidupan. Dalam bidang agama, organisasi ini rutin
mengadakan aktivitas-aktivitas, seperti; pengajian, perayaan hari besar Islam,

8
halal bi halal, dan majelis taklim. Pelaksanaan aktivitas-aktivitas keagamaan
ini, sangat terkait dengan upaya untuk mempertahankan identitas keislaman
etnis Minangkabau di tengah tengah kemajemukan daerah perantauan.
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya bahwa etnis Minangkabau
sangat terikat dengan agama Islam. 9 Selain itu, aktivitas-aktivitas ini
merupakan salah satu kesempatan bagi etnis Minangkabau untuk saling
bertemu dan saling mengenal. Dengan demikian hubungan silaturahmi di
antara mereka akan semakin dekat dan kuat.
Sebagai sebuah organisasi sosial,aktivitas-aktivitas yang
dilaksanakan juga mencakup kepada aspek sosial yang produktif dalam
kehidupan bermasyarakat di perantauan. Berbagai permasalahan yang
dihadapi etnis Minangkabau di perantauan diakomodir dan kemudian
dicarikan jalan keluarsecara bersama sama melalui musyawarah. Selain itu,
organisasi perantauan ini juga melaksanakan aktivitas-aktivitas sosiallainnya
seperti mengkoordinir pengumpulan sumbangan untuk diberikan kepada
anggota-anggota yang sedang kesusahan, pengumpulan zakat fitrahpada bulan
puasa, dan memberikankepada masyarakat Minangkabau yang membutuhkan
dan memang pantas untuk menerimanya.
Sebagai interpretasi hubungan batin terhadap kampung
halaman yang sudah lama ditinggal, para perantau yang tergabung dalam
organisasi sosial keminangkabauan ini tetap mempedulikan keadaan dan
perkembangan kampung halaman. Hal ini mereka ekspresikan dengan
mengkoordinir pengumpulan dana dan mengirimkannya ke daerah-daerah
kampung halaman yang membutuhkan. Lebih lanjut, biasanya dana ini
digunakan untuk membantu daerah yang terkena bencana alam, seperti gempa
bumi, banjir, tanah longsor, banjir bandang, dan lain-lain.
Pengorganisasian berbagai aktivitas olehorganisasi sosial
keminangkabauan ini, pada dasarnya tidak lain adalah sebagai media
keterikatan antar etnis Minangkabau. Lewat aktivitas-aktivitas yang
dilaksanakan oleh organisasi ini, orang Minangkabau yang ada di daerah
perantauan bisa saling bertemu, saling mengenal, bahkan tidak jarang di
antara mereka yang kemudian menemukan kerabatnya lewat berbagai
aktivitas itu. Pada akhirnya tujuan yang diharapkan dari pelaksanaan berbagai
aktivitas ini adalah untuk menyatukan dan merekatkan hubungan silaturahmi

9
Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia,Jakarta. Hal.41

9
antar sesama orang Minangkabau.

Terkait dengan hal ini, keterikatan etnis Minangkabau dalam


organisasi-organisasi perantauan itu pada akhirnya membentuk sebuah
jaringan sosial keminangkabauan. Jaringan tersebut diwujudkan dalam dua
bidang, yaitu ekonomi dan hukum.

a. Bidang Ekonomi

Meski tinggal di perantauan, orang Minangkabau tetap


menunjukkan sifat komunalnya.Hal ini diekspresikan dengan tolong-
menolongyang terjadi di antara mereka. Tolong menolong inibukan hanya di
kehidupan sosial tetapi juga diaspek kehidupan lainnya, salah satunya di
bidangekonomi.
Dalam bidang ekonomi, salah satumasalah yang cukup
menonjol adalah masalah pengangguran. Untuk mengatasi masalah
pengangguran, salah satu cara yang ditempuh oleh organisasi-organisasi
perantauan itu adalah mengupayakan untuk mencari peluang menembus
berbagai instansi pemerintahan dan perusahaan swasta untuk mencari
informasi berkaitan dengan kesempatan kerja. Dalam hal ini, organisasi
keminangkabauan ini bekerjasama dengan para pengusaha, mpejabat
pemerintah dan para pedagang Minangkabau yang telah sukses. Organisasi ini
kemudian menginformasikan peluang tersebut kepada anggotanya yang belum
bekerja atau masih menganggur.

Langkah selanjutnya yang dilakukanorganisasi ini di bidang


ekonomi adalah dengan mendirikan berbagai koperasi. Koperasi ini
diharapkan akan membantu dalam mengembangkan dan meningkatkan
perekonomian orang Minangkabau di daerah perantauan. Berkaitan dengan
tujuan itu kemudian organisasi-organisasi keminangkabauan ini
mengupayakan untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang
diprioritaskan untuk orang Minangkabau.

Seperti diketahui, orang Minangkabau kalangan menengah ke


bawah yang tinggal di perantauan pada umumnya menekuni pekerjaan di
sektor informal dengan membuka berbagai usaha kecil dan menengah (UKM),
seperti; penjaja kaki lima, usaha konveksi (jahit), percetakan dan lain
10
sebagainya. Secara tidak langsung upaya ini adalah untuk mengurangi jumlah
pengangguran dan juga meningkatkan kualitas perekonomian.

Kendati prioritas utama Bank PerkreditanRakyat ini adalah untuk


orang Minangkabau di perantauan, namun dalam perkembangannya, BPR ini
tidak hanya dimanfaatkan oleh orang Minangkabau saja. Banyak masyarakat
dari etnis-etnis lain yang juga memanfaatkan jasa perkreditan yang disediakan
oleh BPRtersebut.Saat ini, BPR-BPR ini telah berkembang dengan pesat dan
telah bisa disejajarkan dengan bank-bank lain yang ada di daerah-daerah
sebagaimana yang telah disebutkan diatas. Nasabahnya sebagian besar adalah
orang Minangkabau yang tersebar di berbagai daerah di Perantauan itu.

b. Bidang Hukum
Pada bidang hukum, organisasi perantauan orang
Minangkabau seperti BM3 di Medan, IKM di Jakartadan IKBMY di
Yogyakarta telah membentuksebuah Lembaga Bantuan Hukum
(LBH).Lembaga hukum ini beranggotakan para pengacara yang berasal dari
etnis Minangkabau. Sejak berdirinya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ini
sudah sering membantu mengatasi permasalahan hukum yang dihadapi oleh
orang Minangkabauyang ada di perantauan. Dalam setiap kasus yang dihadapi,
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ini mengupayakan untuk tidak memungut
bayaran dalam bentuk apapun dari kliennya yang tidak lain adalah orang
Minangkabau juga. Ini merupakan salah satu bentuk keterikatan
keminangkabauan mereka.

Lebih lanjut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ini lebih mengarahkan


usahanya dalam membela kepentingan orang Minangkabau di perantauan.
Kasus-kasus yang mereka tangani antara lain, sengketa tanah, kasus
penggusuran bangunan, penggusuran pedagang kaki lima, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa pertumbuhan lembaga ekonomi
dan lembaga hukum yang dilakukan oleh organisasi-organisasi perantauan ini
adalah untuk membela kepentingan orang Minangkabau itu sendiri. Hal ini
juga merupakan bukti keterikatan dan kepedulian mereka sebagai sesama
orang Minangkabau.

Dimensi modal sosial yang dimiliki itutidak hanya merupakan


instrumen yang bisa meng-generate kapital sosial–sebagaimana dinyatakan

11
Fukuyama. Melainkan juga mencerminkan adanya trust diantara jaringan
kelompok dan anggota-anggotanya. Jaringan kelompok memberikan jaminan
sosial kepada anggotanya sebagai timbal balik atas loyalitas kepercayaan
anggota kepada kelompok. Kebijakan jaringan organisasi kelompok di bidang
ekonomi dan hukum ini bisa dipandang sebagai instrumen dan sekaligus
parameter modal sosial yang ideal dan progesif.

Hal ini menunjukkan bahwa modal sosial semestinya memiliki


kontribusi penting dalam menopang pembangunan komunitas. Pendekatan
dalam meningkatkan kesejahteraan dan memerangi kemiskinan dalam sebuah
komunitas tidak hanya dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi saja,
melainkan juga melalui penguatan modal sosial. Skema-skema perlindungan
sosial, seperti asuransi sosial, bantuan sosial (social assistance), dan social
safety bisa dijadikan pendekatan dalam mengentaskan ketimpangan di antara
anggota komunitas. Model-model jaminan sosial berbasis masyarakat yang
berazaskan Islam ini bisa menjadi pilihan terbaik dan patut ditumbuh
kembangkan dimasa yang akan datang.

12
BAB 3

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Islam memiliki landasan yang kuat terhadap kontrak sosial dan


norma yang telah disepakati ummatnya. Islam juga mampu memberikan
panduan nilai bagi seluruh diskursus kehidupan manusia – baik yang
bersifat sosial-budaya, politik, maupun ekonomi. Orang Minangkabau di
perantauan berusaha mengoptimalkan wujud nyata dari ajaran Islam
tersebut. Sehingga Islam sangat berpengaruh dan mewarnai modal sosial
mereka.Hal ini terlihat ketika organisasi organisasi kelompok etnis
Minangkabau yang terbentuk di perantauan tidak hanya menafsirkan
ajaran Islam sebatas ibadah rutinitas biasa, tetapi Islam ikut serta dalam
dialektika kapital sosial organisasi,sehingga mengarahkan kegiatan
mereka kepada gerakan gerakan sosial yang produktif dan positif untuk
membangun kehidupan masyarakat yang ideal.

B. Pertanyaan dan Jawaban Dari Audien

1)Reny Dakwatin Nasri (0036) Apa saja kontribusi modal sosial


orang Minangkabau yang didasarkan pada keislaman terhadap
keberhasilan mereka dalam beradaptasi dan berintegrasi dalam masyarakat
perantauan?

Jwb:Orang Minangkabau memiliki sejumlah kontribusi modal


sosial yang didasarkan pada keislaman yang memainkan peran penting
dalam keberhasilan mereka dalam beradaptas

dan berintegrasi dalam masyarakat perantauan. Berikut adalah beberapa


kontribusi modal sosial tersebut: Gotong Royong: Gotong royong adalah
salah satu prinsip penting dalam budaya Minangkabau yang juga
didasarkan pada ajaran agama Islam. Konsep ini mendorong solidaritas,
kerjasama, dan saling membantu antara anggota masyarakat. Ketika orang
Minangkabau pergi merantau, mereka membawa nilai-nilai gotong royong

13
ini dengan mereka. Mereka cenderung membentuk komunitas yang saling
mendukung dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Modal
sosial ini membantu mereka beradaptasi dengan lebih baik dalam
lingkungan baru dan memperkuat jaringan sosial mereka. Kebersamaan
dalam Agama: Keislaman yang kuat merupakan ciri khas orang
Minangkabau. Agama Islam memberikan landasan moral dan spiritual
yang penting dalam kehidupan mereka. Ketika berada di masyarakat
perantauan, orang Minangkabau sering membentuk kelompok-kelompok
keagamaan seperti majelis taklim, pengajian, atau lembaga sosial
keagamaan lainnya. Ini tidak hanya membantu mereka menjaga identitas
agama dan budaya mereka, tetapi juga membantu dalam berintegrasi
dengan komunitas Muslim setempat. Jaringan Sosial yang Kuat: Orang
Minangkabau memiliki jaringan sosial yang kuat, baik dalam komunitas
lokal maupun di luar daerah asal mereka. Mereka sering membentuk
perkumpulan atau organisasi yang didasarkan pada kesukuan atau asal
daerah yang sama. Jaringan ini memberikan dukungan sosial, ekonomi,
dan politik bagi mereka yang merantau. Mereka saling membantu dalam
mencari pekerjaan, perumahan, pendidikan, atau masalah lain yang
mungkin timbul. Jaringan sosial ini memainkan peran penting dalam
membantu orang Minangkabau beradaptasi dengan lingkungan baru dan
mencapai kesuksesan dalam masyarakat perantauan.Pendidikan dan
Keterampilan: Orang Minangkabau sangat menghargai pendidikan dan
keterampilan. Mereka berinvestasi dalam pendidikan anak-anak mereka
dan sering mendorong mereka untuk mendapatkan pendidikan tinggi.
Pendidikan yang baik memberikan modal sosial yang kuat bagi orang
Minangkabau untuk berintegrasi dalam masyarakat perantauan. Mereka
juga terkenal dengan keterampilan bisnis dan profesionalisme yang tinggi.
Keterampilan ini membantu mereka meraih kesuksesan ekonomi dan
mendapatkan tempat di masyarakat perantauan. Secara keseluruhan,
kontribusi modal sosial orang Minangkabau yang didasarkan pada
keislaman seperti gotong royong, kebersamaan dalam agama, jaringan
sosial yang kuat, dan pendidikan/keterampilan, sangat penting dalam
membantu mereka beradaptasi dan berintegrasi dalam masyarakat
perantau

2)yuli sartika (0053) Bagaimana kebudayaan adat Minangkabau


berubah setelah adopsi agama Islam?

14
Jwb:Sistem Kekerabatan: Sistem kekerabatan Minangkabau yang
terkenal adalah sistem matrilineal, di mana garis keturunan dan warisan
dihitung melalui jalur ibu. Namun, setelah adopsi agama Islam, pengaruh
patriarki mulai terlihat dalam sistem kekerabatan. Nilai-nilai Islam yang
menekankan peran kepemimpinan laki-laki dalam keluarga dan
masyarakat menyebabkan beberapa perubahan dalam struktur dan peran
keluarga.

Pernikahan: Sebelum adopsi Islam, Minangkabau dikenal dengan praktik


perkawinan merantau (perantauan), di mana perempuan tinggal di rumah
orang tuanya sementara laki-laki merantau untuk bekerja atau menuntut
ilmu. Namun, setelah adopsi Islam, pola perkawinan mulai mengikuti
tradisi Islam yang lebih umum. Monogami menjadi praktek yang
dianjurkan, dan poligami menjadi lebih jarang terjadi. Nilai-nilai agama
Islam juga mempengaruhi persyaratan dan proses pernikahan. Upacara
Adat: Agama Islam membawa perubahan dalam praktik upacara adat
Minangkabau. Beberapa upacara adat yang bertentangan dengan ajaran
Islam dapat mengalami penyesuaian atau modifikasi. Misalnya, adat
Tabuik (festival tahunan yang melibatkan pawai dan tradisi Islam) telah
berubah menjadi lebih sesuai dengan keyakinan Islam. Hukum dan Sistem
Hukum Adat: Sistem hukum adat Minangkabau, yang dikenal sebagai
"Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" (Adat bersendikan
Syarak, Syarak bersendikan Kitabullah), mengalami perubahan setelah
adopsi Islam. Hukum Islam mulai diterapkan secara lebih luas dalam
kehidupan sehari-hari dan sistem hukum adat Minangkabau berintegrasi
dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Meskipun adopsi agama Islam
membawa perubahan dalam kebudayaan adat Minangkabau, tetapi aspek-
aspek penting dari kebudayaan Minangkabau masih terjaga. Nilai-nilai
seperti gotong royong, kekeluargaan, dan adat istiadat yang kuat tetap
menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Minangkabau. Agama
Islam mengisi kebudayaan adat Minangkabau dengan nilai-nilai agama
dan moral baru, sementara tetap mempertahankan identitas budaya yang
khas

3)Zahwa Islami Dofita (0040) Didalam makalah tertulis


“penerimaan islam sebagai ajaran, tidak menghilang kan wajah lokal yang
15
diwariskan turun temurun, bisakah pemakalah menjelaskan lebih rinci lagi
tentang wajah lokal yang dimaksud pada poin tersebut?

Jwb:Tentu! "Wajah lokal" yang dimaksud merujuk pada aspek-


aspek budaya dan tradisi lokal yang masih terjaga dan diwariskan secara
turun-temurun meskipun adanya adopsi agama Islam. Meskipun
Minangkabau mengadopsi agama Islam, mereka tetap mempertahankan
ciri khas budaya dan tradisi lokal mereka. Berikut adalah beberapa contoh
wajah lokal yang masih terlihat dalam kebudayaan Minangkabau setelah
adopsi agama Islam: Adat dan Upacara: Meskipun beberapa upacara adat
Minangkabau telah mengalami penyesuaian dengan nilai-nilai agama
Islam, banyak upacara adat tradisional yang masih dipraktikkan. Misalnya,
perkawinan adat Minangkabau, dengan seluruh rangkaian upacara dan
tradisi yang unik, masih dijalankan. Upacara-upacara seperti turun mandi,
naik mandi, dan adat basandiang masih berlangsung dengan kuat dan
menjadi bagian dari identitas budaya Minangkabau. Seni dan Budaya:
Seni dan budaya Minangkabau juga memiliki wajah lokal yang khas.
Misalnya, tarian-tarian tradisional seperti tari Piring, tari Pucuak Rabuang,
dan tari Indang masih dilestarikan dan ditampilkan dalam berbagai
kesempatan. Seni musik tradisional seperti Saluang, Rabab Pasisia, dan
Talempong juga menjadi bagian penting dari identitas budaya
Minangkabau. Bahasa dan Sastra: Bahasa Minangkabau (bahasa daerah
Minang) tetap menjadi bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-
hari dan merupakan bagian integral dari identitas budaya Minangkabau.
Sastra Minangkabau yang kaya, termasuk cerita rakyat, puisi, dan pantun,
juga menjadi bagian penting dari warisan budaya lokal mereka. Arsitektur
Tradisional: Bangunan tradisional Minangkabau, seperti rumah gadang,
masih ada dan dipertahankan sebagai warisan budaya. Rumah gadang
memiliki desain unik dengan atap berbentuk tanduk kerbau yang menjadi
simbol kekayaan dan kekuasaan. Arsitektur tradisional ini terus menjadi
identitas visual yang kuat bagi masyarakat Minangkabau. Wajah lokal
yang terus dipertahankan dalam budaya Minangkabau menunjukkan
bahwa penerimaan agama Islam tidak menghilangkan identitas budaya
lokal mereka, tetapi lebih merupakan integrasi dan penyesuaian nilai-nilai
agama dengan budaya lokal yang ada. Hal ini memungkinkan orang
Minangkabau untuk menjaga akar budaya mereka sambil tetap menganut
keyakinan agama yang dianut.

16
4)Tridara Rizkia (0064) bisakah pemakalah menjelaskan lebih
mendalam lagi tentang jika seseorang tidak memeluk agama islam maka
juga tidak dalam etnis minangkabau lagi, pada pembahasan makalah
sebelumnya orang yg selain agama islam juga ada dalam etnis
minangkabau

Jwb:Seseorang tidak kehilangan identitas etnis Minangkabau


hanya karena tidak memeluk agama Islam. Etnisitas seseorang didasarkan
pada asal-usul keluarga, budaya, bahasa, dan sejarah mereka, bukan hanya
agama yang dianut. Agama Islam memainkan peran penting dalam budaya
Minangkabau dan sebagian besar orang Minangkabau menganut agama
Islam, tetapi ada juga individu-individu dalam komunitas Minangkabau
yang menganut agama lain atau tidak beragama sama sekali. Dalam
konteks Minangkabau, identitas etnis lebih berkaitan dengan warisan
budaya dan bahasa, seperti menggunakan bahasa Minangkabau,
menjalankan adat dan tradisi Minangkabau, serta memiliki ikatan
kekeluargaan dan sejarah yang terkait dengan komunitas Minangkabau.
Agama Islam telah menjadi bagian penting dari identitas Minangkabau,
tetapi itu tidak berarti seseorang yang menganut agama lain atau tidak
sudah tidak lagi dianggap sebagai bagian dari etnis Minangkabau. Dalam
masyarakat Minangkabau, pluralisme agama juga dihormati dan diakui.
Orang Minangkabau dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan
individu-individu dari latar belakang agama yang berbeda. Kekuatan
identitas etnis Minangkabau terletak dalam kesamaan budaya, adat, bahasa,
dan sejarah bersama, bukan hanya dalam aspek agama. Jadi, penting untuk
memahami bahwa agama bukan satu-satunya faktor yang menentukan
identitas etnis Minangkabau. Identitas etnis yang kuat dan beragam dapat
tetap dipertahankan dalam kerangka pluralisme agama.

5)Muslimah permata (0037) di materi kan dijelaskan bahwa yg


non islam itu tdk dpt dikatakan sebagai masyarakat minangkabau
bukankah itu suatu ketidakadilan? , dan dikarenakan islam di
minangkabau itu mayoritas dan fanatisme apakah kemungkinan
masyarakat non islam di minangkabau mendapat diskriminasi?

Jwb:Penting untuk mencatat bahwa seseorang yang tidak


memeluk agama Islam tetap dapat menjadi bagian dari komunitas
Minangkabau dan memiliki hak yang sama dalam masyarakat. Prinsip-
17
prinsip pluralisme, toleransi, dan kesetaraan adalah nilai-nilai fundamental
yang harus ditegakkan dalam masyarakat yang inklusif. Diskriminasi
terhadap individu berdasarkan agama atau keyakinan adalah pelanggaran
hak asasi manusia.

Adapun mengenai fanatisme agama, penting untuk diingat bahwa


fanatisme dan diskriminasi tidak dapat dipertahankan dalam kerangka
nilai-nilai Islam yang sejati. Agama Islam menekankan pentingnya
persaudaraan, keadilan, dan penghormatan terhadap hak-hak individu.
Oleh karena itu, tindakan diskriminasi terhadap masyarakat non-Islam di
Minangkabau atau di mana pun merupakan pelanggaran terhadap prinsip-
prinsip Islam itu sendiri. Namun, seperti dalam masyarakat mana pun,
terdapat kemungkinan adanya kasus-kasus diskriminasi yang terjadi di
tingkat individu atau kelompok tertentu. Namun, penting untuk
menggarisbawahi bahwa hal ini tidak mencerminkan sikap atau
pandangan seluruh masyarakat Minangkabau. Banyak individu dan
kelompok di Minangkabau yang memegang nilai-nilai inklusif dan saling
pengertian, serta mampu menjalin hubungan yang harmonis di antara
anggota masyarakat yang berbeda agama. Kesetaraan, penghargaan
terhadap perbedaan, dan penolakan terhadap diskriminasi harus menjadi
prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Minangkabau,
sejalan dengan nilai-nilai agama Islam yang sejati.

6)Anggun suri 0068 Bagaimana Islam mempengaruhi toleransi


dan kerukunan antar-etnis di kalangan orang Minang Kabau di perantauan?

Jwb:Islam memiliki pengaruh signifikan dalam mempromosikan


toleransi dan kerukunan antar-etnis di kalangan orang Minangkabau di
perantauan. Berikut adalah beberapa cara di mana Islam mempengaruhi
hal tersebut: Prinsip Persaudaraan Islam: Agama Islam mendorong
persaudaraan universal antara umat Muslim. Konsep ukhuwah Islamiyah,
yaitu persaudaraan Islam, menekankan pentingnya saling mencintai,
menghormati, dan mendukung sesama Muslim tanpa memandang suku,
ras, atau latar belakang etnis. Ini mempromosikan kerukunan antar-etnis
dan memperkuat hubungan sosial di antara orang Minangkabau di
perantauan.

18
Ajaran Keadilan dan Kebijaksanaan: Islam menekankan nilai-
nilai keadilan, kesetaraan, dan kebijaksanaan. Pemahaman ini mendorong
orang Minangkabau untuk memperlakukan semua orang dengan adil,
tanpa memandang asal usul etnis mereka. Islam mengajarkan pentingnya
menghormati hak-hak individu dan mempromosikan persamaan dalam
masyarakat, yang membantu menciptakan lingkungan yang toleran di
antara berbagai kelompok etnis. Pendekatan Islami terhadap Perbedaan:
Islam mengajarkan bahwa perbedaan dalam etnis, bahasa, dan budaya
adalah kehendak Allah yang harus dihormati. Agama Islam mengajarkan
pentingnya memahami dan menghormati perbedaan sebagai bagian dari
kekayaan dan keindahan ciptaan Allah. Hal ini mendorong orang
Minangkabau di perantauan untuk menerima dan menghargai keragaman
etnis serta menjalin hubungan harmonis dengan orang-orang dari berbagai
latar belakang etnis.

Pendidikan Agama dan Nilai-nilai Islam: Pendidikan agama Islam


memberikan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai toleransi,
kerukunan, dan saling menghormati. Melalui pengajaran agama Islam,
orang Minangkabau di perantauan diberikan kesadaran tentan

pentingnya hidup rukun dengan sesama, menghormati perbedaan, dan


menolak prasangka atau diskriminasi. Praktik Ibadah Bersama: Kegiatan
ibadah, seperti shalat berjamaah, puasa, dan perayaan hari raya Islam,
menjadi momen yang menggalang persatuan dan kesatuan di antara umat
Muslim. Ketika orang Minangkabau di perantauan berkumpul untuk
melaksanakan ibadah-ibadah ini, mereka memiliki kesempatan untuk
saling berinteraksi, berbagi pengalaman, dan memperkuat ikatan
persaudaraan dan kerukunan di antara mereka. Melalui ajaran, nilai-nilai,
dan praktik agama Islam, orang Minangkabau di perantauan didorong
untuk membangun kerukunan antar-etnis dan menjaga toleransi di dalam
masyarakat. Meskipun tantangan dan perbedaan dapat muncul, Islam
berperan dalam mempromosikan persatuan, persaudaraan, dan kerjasama
ant

19
C. Saran

Pertama-tama, penting untuk diingat bahwa Islam telah menjadi


bagian dari masyarakat Minangkabau selama beberapa abad. Oleh karena
itu, agama ini telah memainkan peran penting dalam membentuk budaya
dan tradisi orang Minangkabau. Namun, ada beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk memperkuat posisi Islam dalam sosial masyarakat
Minangkabau:

Membangun Kesadaran Agama: Pemerintah dan lembaga


agama dapat membangun kesadaran agama melalui berbagai program,
seperti pelatihan keagamaan, seminar, dan bimbingan rohani. Dalam hal
ini, kegiatan yang menekankan pada nilai-nilai Islam dan cara
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu
memperkuat posisi Islam dalam masyarakat Minangkabau.

Menjaga Nilai Tradisional: Penting untuk menjaga nilai-nilai


tradisional Minangkabau yang selaras dengan Islam, seperti gotong
royong, silaturahmi, dan adat istiadat yang baik. Masyarakat juga harus
diberi kesempatan untuk mempelajari dan menghargai adat istiadat ini
sehingga mereka dapat memperkuat hubungan mereka dengan Islam.

Mendukung Pendidikan Islam: Pendidikan Islam sangat penting


dalam membentuk sikap dan perilaku umat Islam. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan Islam, seperti madrasah dan pesantren, harus
didukung dan dikembangkan di wilayah Minangkabau.

Membuka Lapangan Kerja: Salah satu faktor penting dalam


memperkuat posisi Islam dalam sosial masyarakat adalah dengan
memberikan kesempatan kerja yang adil dan merata kepada umat Islam.
Dalam hal ini, pemerintah dan swasta dapat memperkuat program yang
memberikan pelatihan kerja dan bantuan keuangan untuk membantu umat
Islam memperoleh pekerjaan yang layak.

Mengembangkan Kesejahteraan Sosial: Penting untuk


memperkuat program kesejahteraan sosial di wilayah Minangkabau,
seperti program bantuan sosial, perawatan kesehatan, dan fasilitas publik.
Dalam hal ini, penting untuk memperhatikan kelompok masyarakat yang

20
lebih rentan, seperti anak-anak, wanita, dan lansia, serta memperkuat
program yang membantu mereka mengatasi kesulitan hidup mereka.

Memperkuat Toleransi dan Persaudaraan: Salah satu hal yang


sangat penting dalam memperkuat posisi Islam dalam sosial masyarakat
adalah dengan memperkuat toleransi dan persaudaraan antarumat
beragama. Dalam hal ini, penting untuk memperkuat dialog antaragama
dan program kerjasama antarumat beragama untuk memperkuat kesatuan
dan persatuan umat Islam dan masyarakat Minangkabau secara
keseluruhan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Lingkungan Adat


Minangkabau. Jakarta: Gunung Agung, 1982.

Koentjaraningrat, Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia,Jakarta: Djambatan, 2004.

Rante, Y. Pengaruh Budaya Etnis dan Perilaku Kewirausahaan Terhadap Kinerja


Usaha Mikro Kecil Agribisnis di Provinsi Papua. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan 12(2): 133-141. (2010).

Fauzan, Pengaruh Religiusitas terhadap Etika Berbisnis (Studi pada RM. Padang di
Kota Malang). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan 15(1): 53-64. 2011.

Darwis, R,Tranformasi Nilai-nilai Tradisi Kekeluargaan Masyarakat Minangkabau


dalam Pendidikan Kewiraswastaan, cet. II, Bandung: Pustaka Aulia Press,
2004

Anda mungkin juga menyukai