“Adat Minangkabau”
Disusun Oleh :
Kelompok 8
Seksi : 18 BKT 09
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Pengembangan Muatan Lokal dengan judul “ Adat Minangkabau” ini. Shalawat
beriring salam tak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah menerangi semua umat di muka bumi ini dengan cahaya kebenaran.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah ikut
membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa
dalam makalah ini masih terdapat berbagai kekurangan dan kesalahan, baik dari
segi isi maupun dari segi bahasa. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat konstruktif untuk penyempurnaan makalah ini. Kami
berharap agar makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang……………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………….. 2
C. Tujuan Makalah………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Adat Minangkabau…………………………………………3
4
B. Dasar Filsafat Adat Minangkabau………………………………………
C. Tingkatan Adat Minangkabau…………………………………………7
D. Sifat Adat Minangkabau.................................................................... 16
20
DAFTAR PUSTAKA………..…….…………...…………………………………
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman,
hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai adat dan budaya.
Budaya dan adat merupakan hal penting karena merupakan jati diri suatu
individu atau kelompok yang merupakan warisan tradisi yang perlu
dilestarikan. Masyarakat memiliki indentitas nilai-nilai budayanya masing
masing. Suku bangsa Minangkabau (orang Minang), merupakan salah satu
suku bangsa yang membentuk bangsa Indonesia mempunyai pandangan
hidup sendiri yang berbeda dengan pandangan hidup suku-suku bangsa
lainnya. Pandangan hidup orang Minang tertuang dalam ketentuan adat,
yang disebut dengan adat Minangkabau. Dapat diakatakan bahwa Adat
Minang adalah merupakan falsafah kehidupan yang menjadi budaya atau
kebudayaan Minang. Ia merupakan suatu aturan atau tata cara kehidupan
masyarakat Minang yang disusun berdasarkan musyawarah dan mufakat
dan diturunkan secara turun temurun secara alamiah.
Pengertian adat dalam kehidupan sehari-hari orang Minang
memberikan makna sebagai Sawah diagiah bapamatang, ladang diagiah
bamintalak, Nak babedo tapuang jo sadah, Nak babikeh minyak jo aia,
Nak balain kundua jo labu. Ungkapan petatah petitih ini merupakan kaidah
sosial yang mengatur tata nilai dan struktur masyarakat, yang
membedakan secara tajam antara manusia yang berbudaya dengan
binatang dalam tingkah laku dan perbuatannya. Sebagai masyarakat yang
hidup dalam keanekaragaman budaya dan adat, masyarakat hendaknya
memahami mengenai makna budaya, adat dan nilai budaya tersebut oleh
karena itu pada makalah ini penulis akan membahas mengenai adat
Minangkabau.
1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat
ditarik rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimanakah pengertian adat Minangkabau?
2. Bagaimanakah dasar filsafat adat Minangkabau?
3. Bagaimanakah tingkatan adat Minangkabau?
4. Bagaimanakah sifat adat Minangkabau?
C. Tujuan.
Merujuk pada rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, maka
tujuan makalah ini disusun untuk mendeskripsikan:
1. Pengertian adat Minangkabau
2. Dasar filsafat adat Minangkabau
3. Tingkatan adat Minangkabau
4. Sifat adat Minangkabau
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
istilah dengan pengetian yang sangat berbeda berbeda. Pertama,
kebudayaan adalah sesuatu yang berhubungan dengan hal-hal yang
bersifat abstrak dan intelektual. Kedua, kebudayaan dalam arti bendawi
mengandung pengertian dasar dan pragmatis. Artinya, kebudayaan materi
adalah sebuah bentuk kebudayaan yang diciptakan oleh masyarakat yang
dapat dilihat maupun diraba karena berwujud berupa benda fisik. Benda-
benda itu bisa berupa peralatan rumah tangga seperti sendok, panci,
mangkok, piring, dan gelas.
Kebudayaan nonmaterial (immaterial culture) adalah ciptaan abstrak
yang diwariskan dari generasi ke generasi. Adat yang diturunkan secara
turun-temurun oleh nenek moyang termasuk dalam bentuk kebudayaan ini
seperti, benda-benda seni pendukung tradisi termasuk di dalamnya. Oleh
karena memiliki fungsi, maka ia memiliki makna dan nilai tertentu di
tengah masyarakat. Di Minangkabau, kebudayaan nonmaterial meliputi
sastra lisan (carito kaba, petatah-petitih, pantun, dan mantra), tulisan
(pertunjukan randai, teks tambo, cerita malin kundang, siti nurbaya, dan
buku peraturan adat), lagu daerah, koreografi, dan instrumen musik
(saluang, sarunai, bansi, sampelong, talempong, gandang tambua, gandang
tasa dan gandang katindiak).
Dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa adat
minangkabau adalah falsafah kehidupan yang menjadi budaya atau
kebudayaan masyarakat Minangkabau mengenai aturan atau tata cara
kehidupan masyarakat yang disusun berdasarkan musyawarah dan
mufakat dan diturunkan secara alamlah.
B. Dasar Filsafat Adat Minangkabau
Dalam adat Minangkabau terdapat beberapa ketentuan yang
memberikan ciri khas kepada adat Minang sebagai falsafah dan pandangan
hidup. Ketentuan itu adalah fatwa-fatwa adat Minang berdasarkan
ketentuan alam nyata. Dengan demikian maka adat Minangkabau itupun
dengan sendirinya mempunyai dasar falsafah yang nyata pula3
Pertumbuhan dan perkembangan adat Minang semenjak dahulu kala
secara garis besarnya terbagi atas dua priode; yaitu priode sebelum Islam
4
datang dan priode setelah Islam datang. Sebelum Islam dianut oleh
masyarakat Minang, tata nilai kehidupan masyarakat Minang umumnya
dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dan Buda Sebelum tahun 914 Masehi
di Minangkabau terdapat kebudayaan Hindu, dan sebagai bukti sejarah,
ditemukannya Candi Muara Takus. Namun kebudayaan Hindu ini tidak
mempunyai bekas dalam kebudayaan Minang dan ketentuan adatnya
hanya didasarkan pada kaidah-kaidah alam yang diformulasikan oleh
pikiran manusia sesuai dengan keinginannya, sehingga bisa terjadi prilaku
atau perbuatan tidak terpuji tetapi dibenarkan oleh adat.
Ketentuan-ketentuan ini digambarkan dalam berbagai bentuk dan
corak yang merupakan pernyataan langsung dari ketentuan-ketentuan itu
berupa petatah petitih, pantun, gurindam dsb. Umumnya mengandung
anjuran dan aturan dalam bertingkah laku berdasarkan ketentuan alam
secara langsung dengan perumpamaan. Inilah yang dimaksud oleh petatah
petitih adat yang berbunyi "Panakiak pisau sirauik, ambiak galah batang
lintabuang, silodang ambiak kanyiru. Nan satitik jadikan lauik, nan
sakapa jadikan gunuang, alam takambang jadi guru"
Jadi sebelum agama Islam masuk ke Minangkabau, nenek moyang
orang Minang telah menjadikan sunnatullah yang terdapat dalam alam ini
sebagai dasar adat Minangkabau. Apa yang terjadi di alam dijadikan
sebagai guru atau i'tibar bagi kehidupan Alam yang terkembang di
hadapan kita sebagai makhluk Allah adalah flora, fauna dan benda alam
lainnya. Pada alam ini berlaku hukum alam (sunnatullah) Berdasarkan
hukum alam ini dibuatlah ketentuan adat berupa petatah petitih, misalnya :
api panas dan membakar, air membasahi dan menyuburkan, kayu
berpokok, berdahan, berdaun, berbunga dan berbuah, lautan berombak,
gunung berkabut, ayam berkokok, kambing mengembek, harimau
mengaum dsb Jadi pada dasarnya pada priode ini adat Minang telah
mendasarkan ajarannya kepada sunnatullah (hukum alam) sebagai guru
dan i'tibar. Pada taraf ini adat hanya bersendikan alur dan patut. Setelah
Islam datang ke Minangkabau Sampai dengan masa pemerintahan
Adityawarman (1347-1376), kerajaan Pagaruyung (Minangkabau) masih
5
menganut agama Budha. Barulah pada masa anaknya Ananggawarman
yang bergelar Raja Alif, Minangkabau telah menjadi Islam.6 Secara
berangsur-angsur tatanilai kehidupan masyarakat Minang berubah dan
dipengaruhi oleh ajaran Islam. Semenjak itu ada yang rumusannya tidak
lagi didasarkan pada musyawarah dan mufakat, akan tetapi berdasarkan
ketetapan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-nya.
Namun yang harus difahamni adalah bahwa ketika Islam datang ke
Minangkabau bukan tidak terjadi konflik antara adat dan Islam, akan tetapi
konflik itu akhirnya menyatu menjadi integrasi antara adat dan Islam
Tahapan-tahapan yang dilalui sampai mengambil bentuk integrasi itu
adalah sbb : Tahap pertama adalah tahap adat basandi alua jo patuik dan
syarak basandi dalil. Dalam tahap ini adat dan syarak jalan sendiri-sendiri
dalam batas-batas yang tidak saling mempengaruhi. Masyarakat Minang
mengamalkan agamanya dalam bidang akidah dan ibadah, sedangkan
bidang sosial mereka memberlakukan adat8 Tahap kedua adalah adat
basandi syarak dan syarak basandi adat. Dalam tahap ini salah satunya
menuntut hak mereka kepada pihak lain sehingga keduanya sama-sama
dibutuhkan tanpa ada yang tergeser. Pada tahap ini terjadi adat dan syarak
saling membutuhkan dan tidak bisa dipisahkan. Hubungan kekerabatan di
Minang mulai diperluas melalui sistim bako anak pisang. Tahap ketiga
adalah tahap adat basandi syarak dan syarak basandi Kitabullah, syarak
mangato adat mamakai. Pada tahap ini antara adat dan syarak telah
terintegrasi. Ini berawal dari kesepakatan yang dibuat di Bukit Marapalam.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat penulis simpulkan tiga bentuk
derajat falsafah adat Minangkabau.
1. Bentuk yang berdasarkan agama, yang merupakan derajat tertinggi
karena didasarkan pada firman Allah dan Sunnah Rasul-Nya.
2. Bentuk yang berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan terdapat dalam
alam nyata yang dinyatakan dalam bentuk hukum alam atau
sunnatullah.
3. Corak dan derajat terendah adalah timbul dari buah fikiran manusia,
seperti filosuf.
6
Jadi dasar falsafah adat Minangkabau itu bertumpu pada ketetapan
ketetapan Allah dan Rasulnya, yang tertuang dalam Al-Quran dan Sunnah
RasulNya, termasuk yang dapat dicermati dari ayat-ayat Kauniah yang
berupa Sunnatullah (hukum alam). Sedangkan pemikiran para filosof
Minang sendiri menempati posisi yang paling rendah dari dasar falsafat
adat Minang tersebut.
C. Tingkatan Adat Minangkabau
Dari proses pertumbuhan dan perkembangannya adat Minang sampai
dewasa ini, seperti yang telah disinggung di atas terdapat empat jenis adat,
yaitu:
1. Adat Istiadat
Yang dimaksud dengan adat istiadat adalah adat kebiasaan dalam
satu nagari atau satu golongan masyarakat, yang berupa kesukaan dari
rnasyarakat atau golongan tersebut, seperti bunyi-bunyian, permainan
dan olahraga. Contohnya adalah permainan anak nagari, pacu jawi di
daerah luhak nan tuo (Kabupaten Tanah Datar), Pacu jawi adalah
perlombaan olahraga tradisional di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra
Barat, Indonesia. Dalam acara ini, sepasang sapi berlari di lintasan
sawah berlumpur dengan panjang sekitar 60–250 meter, sementara
seorang joki berdiri di belakangnya dengan memegang kedua sapi.
Terdapat nilai kerjasama yang tercermin dalam pacu jawi dimana
masyarakat dan panitia bekerjasama agar acara pacu jawi dapat
berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dalam kerja sama
masyarakat dan panitia untuk mempersiapkan lokasi untuk pacuan
jawi tersebut. Disini masyarakat dan panitia menyiapkan tenda dan
mencari air untuk mengaliri sawah yang akan dipakai untuk pacuan
jawi, kerjasama antar pemilik jawi dan pemilik jawi lainnya serta
seorang joki dalam memasang Tajak kepada Jawi tersebut, kerjasama
antar penonton dapat juga kita lihat untuk saling menjaga keamanan
dan kenyamanan saat menonton Pacuan Jawi.
Contoh adat istiadat selanjutnya yaitu pacu itiak di luhak nan
bunsu (Kabupaten 50 Kota). Pacu itiak adalah permainan yang
7
memperlombakan kemampuan itik terbang lurus di atas udara dan
mendarat pada tempat ditentukan. Permainan tradisional ini, terdapat
di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat.
Kisah pacu itiak ini berawal ketika salah satu dari peternak itik
menghalau itik pulang ke kandang dan salah satu dari itiknya ada yang
terbang. Itik yang terbang ini menjadi hiburan tersendiri bagi
pengembalanya, sehingga muncul ide untuk diadakannya tradisi
lomba pacu itiak. Dimana uniknya perlombaan pacu itiak ini tidak
dilakukan di sawah melainkan dilakukan di jalan raya.
Pepatah menyatakan:
Nan baraso bamakan
Nan barupo baliek
Nan babunyi badanga
2. Adat Nan Teradat
1) Sepakat Kaum
Setelah sang penghulu terdahulu dikebumikan, beberapa hari
setelah itu orang sekaum melakukan acara musyawarah untuk
menunjuk penggati penghulu yang telah wafat, hingga ditemukan
kata mufakat untuk calon pengganti tersebut.
2) Mufakat Sapasukuan
Setelah calon dari kaum tersebut ditentukan dalam acara
sebelumnya, diundanglah niniak mamak dan bundo kanduang
8
untuk melakukan musyawarah terkait calon pengganti yang
diajukan oleh kaum yang bersangkutan. Musyawarah tersebut
dilakukan untuk mencapai kata mufakat dan dilakukan dengan
pertimbangan dan pembahasan yang sangat ketat dan menyeluruh.
3) Mufakat Limo Pasukuan (yang ada di kanagarian aia tabik)
Setelah kegiatan kedua mencapai kata mufakat, kegiatan
selanjutnya yaitu para niniak mamak yang ada di seluruh
kanagarian aia tabik yang terdiri dari suku bodi, suku piliang, suku
spanjang, suku bendang dan suku pitopang, diundang ke kantuor
kanagarian adat aia tabik dengan maksud acara yaitu
menyampaikan bahwasanya telah ada pengganti penghulu yang
telah wafat dan telah ada kesepakatan terhadap calon yang akan
diangkat.
4) Acara hiburan
Dilakukan selama 7 hari 7 malam dengan rangkaian kegiatan yaitu
diadakannya saluang, randai, permainan kecapi, rabab dan lain-lain
5) Penyembelihan Kerbau
Penyembelihan kerbau diadakan sehari sebelum acara puncak. Pada
rangkaian kegiatan ini dihadiri oleh raja-raja yang ada di
kanagarian tempat diadakannya batagak penghulu.
6) Malewakan Gala
Malewakan gala adalah acara puncak pada rangkaian batagak
penghulu, yang dihadiri oleh walikota, bupati, gubernur, raja
pagaruyuang, dan raja-raja yang ada di luhak 50.
Contoh adat nan teradat yang kedua adalah pada adat pernikahan,
meskipun prosesi alek di minang sama. Namun ada hal (kebiasaan)
berbeda pada pelaksanaan tergantung daerah tersebut. Misalnya, pada
daerah Pandai Sikek, Kain tenun (songket) dijadikan Tando, daerah
lain menggunakan benda lain saat proses batimbang tando. Contoh
lainnya adat perkawinan antara daerah payakumbuh dan daerah
pariaman. Adat perkawinan di dua wilayah ini berbeda satu sama
lainnya. Di daerah Payakumbuh misalnya dalam adat pernikahan laki-
9
laki harus membelikan perlengkapan kamar pengantin wanita atau
yang disebut ‘Adaik Sasuduik’. Lain lagi di daerah Pariaman dimana
pihak calon pengantin perempuan yang datang kepada pihak laki-laki
untuk meminta dia menjadi pengantin pria dan membayar sejumlah
uang atau emas yang disebut ‘uang japuik’ Adat nan teradat ini tidak
sama bagi setiap nagari di Minangkabau ini, tapi masing-masing
nagari mempunyai adat nan teradat sendiri, yang menyengkut dengan
undang-undang pokok adat seluruh nagari di Minangkabau adalah
sama. Prosesi Perkawinan di Kanagarian Luhak 50 adalah sebagai
berikut:
1) Maminang
Silaturahmi yang dilakukan oleh pihak laki-laki ke pihak
perempuan, dengan tujuan untuk meminang sang calon perempuan
hingga membicarakan hal yang berkaitan dengan kegiatan baralek
2) Kawin Niniak Mamak
Pertemuan niniak mamak laki-laki dan niniak mamak perempuan di
ruah pihak perempuan, dengan maksud membicarakan bahwasanya
anak gadis dari suku mereka telah dipinang oleh anak laki-laki dari
suku sang laki-laki tersebut.
3) Mambali sasuduik
Kegiatan mambali sasuduik ini dilakukan oleh pihak perempuan
dengan uang yang diberikan oleh pihak laki-laki
4) Nikah
Pernikahan dilakukan di kediaman perempuan
5) Malam Bainai
Malam Bainai merupakan malam terakhir bagi calon “anak daro”
sebagai seorang gadis lajang, maka dapat dikatakan bahwa malam
bainai merupakan sebuah pesta lajang dalam versi minangkabau
6) Baralek
Prosesi basandiang antara marapulai dan anak daro di pelaminan
yang dipasang di dalam rumah pengantin perempuan dengan
memakai pakaian adat minangkabau.
10
7) Maantaan Bareh
Pada sore hari acara baralek pihak laki-laki yang terdiri dari niniak
mamak dan bundo kanduang seta anak kemenakan maantaan
perlengkapan dapur ke rumah perempuan yang terdiri dari :
a. Bareh
b. Ayam sapasang (untuk dikembangkan biakan )
c. Kelapa (terbagi menjadi dua versi yaitu 2 buah kelapa yang
telah bertunas dan 2 buah kelapa yang telah di bukak kulitnya).
Kelapa yang telah bertunas diberikan dengan maksud untuk
ditanam di rumah pihak perempuan karena setelah menikah laki-
laki yang harus tinggal di rumah perempuan. Sementara kelapa
yang telah di bukak kulitnya diberikan dengan tujuan agar dapat
dipakai oleh pihak perempuan untuk dijadikan bahan makanan
setelah acara baralek.
d. Nasi saparuyuak
8) Maantaan Sumando
Setelah acara maantaan bareh dilakukan oleh pihak laki-laki,
marapulai dan anak daro di arak dengan talempong dengan
didampingi oleh niniak mamak dan bundo kanduang ke rumah laki-
laki. Setalah kegiatan tersebut anak daro yang didampingi oleh
niniak mamak dan bundo kanduang kembali ke rumah perempuan
dengan diiringi oleh talempong
9) Manjapuik Sumando
Pada malam hari, niniak mamak dan bundo kanduang dari pihak
perempuan menjemput sumando dengan membawa makanan,
berupa :
a. Gulai ayam tungga
b. Lopek abuih
c. Pisang rajo
d. Nasi
e. 1 stell pakaian adat untuk laki-laki (pakaian sapatagak)
f. Carano yang berisi siriah, pinang, gambia, sodah, dan rokok)
11
10) Penyerahan Sumando
Niniak mamak laki-laki menghantarkan sumando ke rumah
perempuan bersamaan dengan niniak mamak perempuan yang
menjemput sumando tadi. Prosesi kegiatan mengantarkan
sumandoi tersebut sekaligus menyerahkan sumando ke pihak
padusi)
12
c) Turun mandi adalah upacara yang dilaksanakan untuk
mensyukuri nikmat atas bayi yang baru lahir. Sementara itu
tujuan dari turun mandi adalah memperkenalkan kepada
masyarakat bahwa telah lahir keturunan dari sebuah suku atau
keluarga tertentu.
13
Katurnanggungan yang dicontoh dari adat nan sabana adat dan
dilukiskan peraturan itu dalan pepatah. Contoh adat nan diadatkan
adalah prosesi pengangkatan penghulu, prosesi pernikahan, dan lain-
lain.
Contoh:
a. Dalam bermufakat
Bulek aiah kapambuluah
Bulek kato kamufakat
Saciok bak ayam
Sadanciang bak basi
Bulek baru digolongkan
Pipiah baru dilayangkan
b. Kehidupan dalam masyarakat
Barek sano dipikua
Ringan samo dijinjidng
Nan elok bahimbauan
Sakik disilau
Mati dijanguak
c. Memimpin masyarakat
Kamanakan barago ka mamak
Mamak barajo kapenghulu
Penghulu barajo kamufakat
Mufakat barajo kanan bana
Bana badiri sandirinyo
Nan dimakan alua jo patuik
4. Adat Nan Sabana Adat
Yang dimaksud dengan adat nan sabana adat ialah suatu peraturan
yang seharusnya menurut syarak ( agama) , menurut alur dan patut,
menurut perikemanusiaan, adil dan beradab. Sebelum agana Islam
masuk ke Minangkabau ini, adat nan sabana adat adalah suatu aturan
dalam masayarakat Minangkabau yang dicontoh dan dipelajari oleh
14
nenek moyang, Datuk Perpatiah Nan Sabatang dan Datuk
Katumanggungan, dari kenyataan alam yang disebut dalam pepatah :
Panakiek pisau sarawik
Ambiak galah batang lintabuang
Silodang ambiak kaniru
Nan satitiek jadikan lawik
Nan sakapa jadikan gunuang
Alam takambang jadikan guru
Contoh adat nan sabana adat ini adalah mahar pernikahan. Di
dalam islam aturan mahar sudah ditentukan bahwa diberikan oleh
laki-laki. Dalam adat pernikahan di Minangkabau juga hal itu berlaku,
tidak dirubah. Meskipun misalnya ada adat ‘bajapuik’ di Pariaman
dimana pihak perempuan membayar sejumlah uang kepada laki-laki,
namun mahar tetap dibayar oleh laki-laki.
15
masyarakat Minangkabau. Patokan-patokan yang telah mereka buat itu
kemudian terlestarikan dalam bentuk Tambo Adat Minangkabau. Tambo
adalah teks yang menjelaskan penghadapan Minangkabau dengan
dinamika sejarahnya, bagaimana perubahan bisa diterangkan dan
bagaimana pula realitas sekitar harus difahami. Dengan demikian Tambo
bukan saja merupakan pertanggungan jawab kultural, tetapi juga landasan
tradisi. Tambo memberikan patokanpatokan rasionalitas tentang hal-hal
yang menguntungkan, dan landasan normatif tentang hal-hal yang
menyenangkan. Dengan kata lain Tambo dapat dilihat sebagai
Weltanschaung dan sekaligus ethos Minangkabau berdasarkan ketentuan
dan sifat alam yang berkembang, dihimpun dalam bentuk petatah petitih
Minang, dan sifatnya tetap dan tidak berubah dan sesuai sepanjang masa.
Sedangkan adat jenis ke 4 ialah aturan atau ketentuan kehidupan yang
terjadi menurut sifatnya berdasarkan ketentuan alam ciptaan Tuhan dan
juga berdasarkan ketetapan ayat-ayat Al-Quran dan Sunnah Rasul-Nya.
Oleh karena itu adat ini juga bersifat kekal. Hal ini terungkap dalam
ungkapan :
Bamain api tabaka
Bamain aia basah
Bulek aia dek pambuluh
Bulek kato dek mufakat
Dari penjelasan di atas tampak bahwa ketentuan adat yang disusun
dari ketentuan alam, baik sifat atau hukumnya yang bersifat logik dan
benar, tidak bisa dibantah kebenarannya. Kebenaran yang tidak bisa
dibantah inilah yang terdapat pada adat jenis 3 dan 4, yang disebut dalam
petatah petitih : Adat nan indak lakang dek paneh, indak lapuk dek hujan,
dibasuh bahabih aia, dikikih bahabih basi, dianjak tak layua, dibubuik tak
mati.
D. Sifat Adat Minangkabau
Sifat adat Minang, sebagai akibat logis dari jenis adat di atas maka
dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu yang lestari dan yang berubah
selagi orang Minang taat memeluk agama Islam dan beriman serta
16
bertaqwa kepada Allah swt, maka nilai-nilai yang terkandung di dalam
ketentuan adat nan sabana adat akan lestari sepanjang masa. Seseorang
yang mengaku orang Minang akan/harus mematuhi ketentuan-ketentuan
agamanya yang dipakaikan dalam adat tersebut. Demikian juga struktur
masyarakat Minang yang tersusun menurut garis ibu dimana pewarisan
sako dan pusako yang telah dimantapkan oleh nenek moyang mereka
Dt.Perpatiah nan Sabatang dan Dt.Ketumanggungan, akan tetap menurut
garis ibu. Seseorang hanya berhak mewarisi sako (penghulu adat) kalau lai
tumbuh dibukunyo, artinya yang bersangkutan jelas silsilah atau ranjinya
menurut keturunan garis ibu yang ikatannya adalah batali darah, yang
dikenal dengan ungkapan :
Biriak biriak turun kasasak
Tibo disasak makan-makan
Dari niniak turun ka mamak
Dari mamak turun ka kamanakan.
Begitu juga pewarisan pusako (harta pusaka) pada dasarnya tetap
melalui garis keturunan ibu. Kedua contoh ketentuan adat tadi tidak akan
mengalami perubahan, dan bersifat sangat prinsip dalam struktur
masyarakat dan adat Minang. Tentu saja tidak seluruh jenis adat bersifat
tetap, nan tak lakang dek paneh dan tak lapuk dek hujan. Jenis adat nan
teradat dan adat istiadat dapat saja berubah sesuai dengan keadaan
lingkungan dan kemajuan zaman. Ketentuan ini diungkapkan dalam
petatah petitih :
Sakali aia gadang
Sakali tapian baranjak
Walaupun barubah disitu situ juo
Sakali gadang batuka
Sakali peraturan barubah
Namun adat baitu juo.
Jadi pada umumnya adat Minang itu bersifat terbuka hal ini sejalan
dengan ungkapan yang diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
Dimano bumi dipijak, disitu langik dijunjuang
17
Dimano ranting dipatah, disinan aia disauk
Masuk kandang kambiang mangembek
Masuk kandang kabau malanguah.
Tibo di rantau induak samang dan dunsanak cari dahulu
Dengan demikian ketika kita hendak mencoba memahami adat
Minang, yang perlu untuk kita ketahui adalah nan ampek (yang empat)
Yang dimaksud dengan yang empat itu adalah, bahwa patokan-patokan
hidup itu didasarkan pada ungkapan-ungkapan yang disederhanakan dalam
bentuk pasangan-pasangan aturan itu didasarkan atas empat patokan.
Nan ampek itu ialah :
1. Asal suku di Minangkabau adalah ampek; Bodi, Caniago, Koto dan
Pilang.
2. Mula-mula adat diciptakan oleh nenek moyang kita adalah; adat
bajanjang naik batanggo turun,adat babarih babalabeh, adat baukua jo
bajangko, adat batiru bataladan.
3. Jalan yang harus dilalui dalam hidup ini ada empat; jalan mandata,
jalan mandaki, jalan melereng dan jalan manurun
4. Ajaran adat ada empat; raso, pareso, malu dan sopan.
5. Dasar nagari ada empat; taratak, dusun, koto dan nagari.
6. Kato-kato ada empat; kato pusako, kato mufakat, kato kamudian dan
kato dulu.
7. Hukum ada empat; hukum ilmu, hukum kurenah, hukum sumpah dan
hukum perdamaian.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
19
Daftar Rujukan
20