Disusun oleh :
NIS :0075928035
PRAKATA
Puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah swt., atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari berbagai pihak yang telah
berkontribusi dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis sangat berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah berikutnya.
DAFTAR
ISI
Halaman
SAMPUL HALAMAN..........................................................................i
PRAKATA.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................iii
I. PENDAHULUAN...........................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................9
1.3 Tujuan Makalah................................................................................10
1.4 Manfaat Makalah..............................................................................11
III. PENUTUP......................................................................................38
3.1 Simpulan dan saran...........................................................................38
3.2 Simpulan dan saran...........................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................41
LAMPIRAN
Adat dan Budaya Minangkabau 1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setiap nagari atau wilayah dihuni oleh beberapa kaum atau suku
yang dimana dalam setiap kaum atau suku dipimpin oleh seorang kepala
suku yang di sebut Datuak. Kepla suku yang menjabat dipilih secara
demokratis oleh kaum atau sukunya masing – masing, laki – laki dan
perempuan, untuk masa seumur hidup. Sistem sosialnya ialah fraterniti,
yang artinya semua orang bersaudara yang diikat oleh hubungan darah dan
perkawinan
Penelitian ini akan mengkaji lebih dalam tentang salah satu proses
upacara sebelum pernikahan di Nagari Tiakar, yaitu acara lamaran yang
menggunakan tradisi pasambahan (ba’alua) pada acara tersebut. Lamaran
(Maminang) adalah proses Maminang yang dilakukan pihak laki-laki
kepada pihak perempuan. Acara ini merupakan proses awal dalam upacara
sebelum melakukan pernikahan di Nagari Tiakar. Hal ini terjadi karena
sistem kekerabatan Minangkabau yang menganut Matrilineal. Peneliti
akan mengungkap makna dari tradisi pasambahan (ba’alua) dalam acara
lamaran di Kanagarian Tiakar.
dan laki-laki tidak bisa melakukan ba’alua dan diminta oleh niniak mamak
lainnya untuk datang lagi untuk melakukan lamaran dengan membawa
seorang niniak mamak yang tau dengan adat.
Tujuan dari penelitian tentang kegiatan batimbang tando pada persiapan upacara
pernikahan adat Minangkabau di Kota Padang Panjang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
(Tradisi ba’alua)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Masyarakat Minangkabau
Asal usul suku Minangkabau
Kata Minangkabau mengandung banyak pengertian. Minangkabau
dipahamkan sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan
masyarakatnya menganut budaya Minangkabau. Kawasan budaya
Minangkabau mempunyai daerah yang luas. Batasan untuk kawasan
budaya tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi. Berarti kawasan
budaya Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif Sumatera
Barat.
Minangkabau dipahamkan pula sebagai sebuah nama dari sebuah
suku bangsa, suku Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa
sendiri dan penduduk sendiri.
Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu,
Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung. Sering disebut juga
kerajaan Pagaruyung, yang mempunyai masa pemerintahan yang cukup
lama, dan bahkan telah mengirim utusan-utusannya sampai ke negeri
Adat dan Budaya Minangkabau 13
Minangkabaumenurutsejarah
Banyak ahli telah meniliti dan menulis tentang sejarah Minangkabau,
dengan pendapat, analisa dan pandangan yang berbeda. Tetapi pada
umumnya mereka membagi beberapa periode kesejarahan; Minangkabau
zaman sebelum Masehi, zaman Minangkabau Timur dan zaman kerajaan
Pagaruyung. Seperti yang ditulis MD Mansur dkk dalam Sejarah
Minangkabau, bahwa zaman sejarah Minangkabau pada zaman sebelum
Masehi dan pada zaman Minangkabau Timur hanya dua persen saja yang
Adat dan Budaya Minangkabau 15
Marawa ini terdiri dari dua macam perpaduan warna: Pertama, perpaduan
empat warna yaitu; hitam, kuning, merah dan putih, disebut Marawa
Kebesaran Adat Minangkabau. Kedua, tiga warna yaitu; hitam, kuning dan
merah, disebut Marawa Kebesaran Alam Minangkabau.
Hitam : Melambangkan tahan tapo serta mempunyai akal dan budi dengan
kebesaran Luhak Limopuluah. Kalau acara di wilayah adat Luhak
Limopuluah, maka marawanya berwarna hitam sebelah luar Catatan : warna
daerah Limopuluah Koto adalah biru.
Senjata Tradisional
Senjata tradisional Sumatera Barat adalah Keris dan Kurambiak atau Kerambit.
Keris biasanya dipakai oleh kaum laki-laki dan diletakkan di sebelah depan, dan
umumnya dipakai oleh para penghulu terutama dalam setiap acara resmi ada
terutama dalam acara malewa gala atau pengukuhan gelar, selain itu juga biasa
dipakai oleh para mempelai pria dalam acara majlis perkawinan yang masyarakat
setempat menyebutnya baralek. Sedangkan kerambit merupakan senjata tajam kecil
yang bentuknya melengkung seperti kuku harimau, karena memang terinspirasi dari
kuku binatang buas tersebut. Senjata ini dipakai oleh para pendekar silat
Minang dalam pertarungan jarak pendek, terutama yang menggunakan jurus silat
harimau. Berbagai jenis senjata lainnya juga pernah digunakan seperti tombak,
pedang panjang, panah, sumpit dan sebagainya.
2.2 Masyarakat
Masyarakat Minangkabau atau Minang adalah kelompok etnikNusantara
yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut
kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara
Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh,
dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Budayanya sangat kuat diwarnai ajaran
agama Islam. Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan Adat
basandi syara', syara' basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum
bersendikan Al-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.
Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang perniagaan, sebagai
profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua
Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir
separuh jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang
perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta,
Adat dan Budaya Minangkabau 20
pula. Untuk itu digunakan suatu varian Bahasa Minang tertentu, yang
mempunyai format baku.
Format bahasa pasambahan ini penuh dengan kata-kata klasik, pepatah-
petitih dan dapat pula dihiasi pula dengan pantun-pantun. Bahasa pasambahan
ini dapat berbeda dalam variasi dan penggunaan kata-katanya. Namun secara
umum dapat dikatakan ada suatu format yang standar bagi seluruh
Minangkabau.
Terkait dengan pasambahan, adat Minang menuntut bahwa dalam setiap
pembicaraan, pihak-pihak yang berbicara ditentukan kedudukannya secara
formal, misalanya sebagai tuan rumah, sebagai tamu, sebagai pemohon, atau
sebagai yang menerima permohonan.
2). Sirih dan pinang
Sirih dan pinang adalah lambang formalitas dalam interaski masyarakat
Minangkabau. Setiap acara penting dimulai dengan menghadirkan sirih dan
kelengkapannya seperti buah pinang, gambir, kapur dari kulit kerang. Biasanya
ditaruh diatas carano yang diedarkan kepada hadirin. Siriah dan pinang dalam
situasi tertentu diganti dengan menawarkan rokok.
Makna sirih adalah secara simbolik, sebagai pemberian kecil antara
pihak-pihak yang akan mengadakan suatu pembicaran. Suatu pemberian dapat
juga berupa barang berharga, meskipun nilai simbolik suatu pemberian tetap
lebih utama daripada nilai intrinsiknya. Dalam pepatah adat disebutkan, siriah
nan diateh, ameh nan dibawah. Dengan sirih suatu acara sudah menjadi acara
adat meskipun tidak atau belum disertai dengan pasambahankato. Sirih dan
pinang juga mempunyai makna pemberitahuan, adat yang lahiriah, baik
pemberitahuan yang ditujukan pada orang tertentu atau pada khalayak ramai.
3). Baso-basi
Satu lagi unsur adat Minang yang penting dan paling meluas penerapannya
adalah baso-basi: bahkan anak-anak harus menjaga baso-basi. Tuntuan menjaga
baso-basi mengharuskan setiap invidu agar berhubungan dengan orang lain, harus
selalu menjaga dan memelihara kontak dengan orang disekitarnya secara terus-
menerus. Seseorang orang Minang tidak boleh menyendiri.
Adat dan Budaya Minangkabau 22
akar atau penyebab masalah itu sendiri. Dalam seni berkata-kata seseorang
diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa
menggunakan senjata dan kontak fisik.
b. Rumah adat
Rumah adat suku Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang, yang
biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku
tersebut secara turun temurun. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat
persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya
berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan
atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong dan
dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng.
Namun hanya kaum perempuan dan suaminya, beserta anak-anak yang
jadi penghuni rumah gadang. Sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah
beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah,
biasanya tidur di surau. Surau biasanya dibangun tidak jauh dari komplek rumah
gadang tersebut, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai
tempat tinggal lelaki dewasa namun belum menikah.
c. Perkawinan
Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa
penting dalam siklus kehidupan. Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau,
biasa disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan.
Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput
pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah
maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari
pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang
biasa dilakukan di Mesjid, sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan.
Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu atau tuan kadi,
mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama
kecilnya. Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru
tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau
sidi di kawasan pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah,
pemberian gelar ini tidak berlaku.
Abstrak
Kemudian makna dari simbol – simbol sacara verbal atau non verbal
dapat dikaji dengan etnografi komunikasi yang melihat bagaimana makna
– makna sosial yang digunakan serta memandang sebagai perilaku yang
lahir dari keterampilan yakni bahasa, komunikasi, dan budaya. Suatu
kebudayaan terutama di Indonesia sendiri memiliki aktivitas komunikasi
yang berda – beda khususnya dalam kegiatan batimbang tando dalam
persiapan upacara pernikahan adat Minangkabau. Oleh karena itu, untuk
melihat aktivitas komunikasi yang terdapat di dalam budaya tersebut kita
memerlukan suatu konteks komunikasi yang di dalamnya ada beberapa
unit diskrit dari aktivitas komunikasi tersebut yaitu dengan mengetahui
situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif.
ABSTRAK
Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan
peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.
Faktor utama yang menentukan dinamika masyarakat Minangkabau adalah
terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari, kaum-keluarga, dan individu
untuk mendapatkan status dan prestise. Oleh karenanya setiap kepala kaum akan
berlomba-lomba meningkatkan prestise kaum-keluarganya dengan mencari
kekayaan (berdagang) serta menyekolahkan anggota kaum ke tingkat yang paling
tinggi.
Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah
pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak
manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba
Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai
dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi
Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi
Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang
mendomisili kawasan tersebut.
· Kerajaan
Dalam laporan de Stuers kepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan bahwa
di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan
terpusat dibawah seorang raja. Tetapi yang ada adalah nagari-nagari kecil yang
mirip dengan pemerintahan polis-polis pada masa Yunani kuno. Namun dari
beberapa prasasti yang ditemukan pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta dari
tambo yang ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam
suatu sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau Sumatra
dan bahkan sampai semenanjung Malaya. Beberapa kerajaaan yang ada di wilayah
Minangkabau antara lain Kerajaan Dharmasraya, Kerajaan Pagaruyung, dan
Kerajaan Inderapura.
· Faktor Ekonomi
Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan
bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil pertanian dan
perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup dapat menghidupi keluarga, maka
kini hasil sumber daya alam yang menjadi penghasilan utama mereka itu tak cukup
lagi memberi hasil untuk memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan
beberapa keluarga. Selain itu adalah tumbuhnya kesempatan baru dengan dibukanya
daerah perkebunan dan pertambangan. Faktor-faktor inilah yang kemudian
mendorong orang Minang pergi merantau mengadu nasib di negeri orang.
· Faktor Perang
Beberapa peperangan juga menimbulkan gelombang perpindahan masyarakat
Minangkabau terutama dari daerah konflik, setelah perang Padri, muncul
pemberontakan di Batipuh menentang tanam paksa Belanda, disusul pemberontakan
Siti Manggopoh dan pemberontakan komunis tahun 1926-1927. Setelah
kemerdekaan muncul PRRI yang juga menyebabkan timbulnya eksodus besar-
besaran masyarakat Minangkabau ke daerah lain.
Daftar tokoh Minangkabau: Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Sjahrir, Fahmi
Idris
Dipakai atau dipasang ketika acara nasional atau acara daerah serta acara
keagamaan, seperti; Peringatan 17 Agustus dan hari nasional lainnya, peringatan
Adat dan Budaya Minangkabau 37
hari besar Islam ( Idul fitri, Idul Adha, Isra’ Mi’raj, Maulid nabi, 1 Muharram
dan lainn sebagainya )
Marawa juga merupakan lambang atau pencerminan wilayah Adat Luhak Nan
Tigo.
· Warna merah melambangkan Luhak Agam (airnyo karuah, ikannya lia dan
buminya hangat)
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pada hasil penelitian yang ada pada bab sebelumnya, telah
dibahas mengenai unit-unit yang menjelaskan Aktivitas Komunikasi
dalam Kegiatan Batimbang Tando pada Prosesi Upacara Pernikahan Adat
Minangkabau, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/ACER/Downloads/UNIKOM_Zikra
%20Nurhafiza_41815159_BAB%20I.pdf
http://scholar.unand.ac.id/50675/2/BAB%20I.pdf
https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/1934/13/Unikom_Zikra
%20Nurhafiza_Artikel.pdf
http://scholar.unand.ac.id/50675/1/Cover%20dan%20Abstrak.pdf
https://www.academia.edu/29323309/Makalah_minangkabau?
show_app_store_popup=true
https://harianhaluan.id/haluan-nagari/hh-25592/menelisik-adat-budaya-ba-
alua-di-nagari-pangkalan-kabupaten-limapuluh-kota/