Anda di halaman 1dari 44

Adat dan Budaya Minangkabau i

ADAT dan BUDAYA TRADISIONAL MINANGKABAU


(Makalah)

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Awal Semester Genap

Disusun oleh :

Nama : Abiyyu Afif Athallah

NIS :0075928035

SEKOLAH MENENGAH ATAS


SMA KEBANGSAAN LAMPUNG SELATAN
TAHUN PELAJARAN 2022/202
Adat dan Budaya Minangkabau i

PRAKATA

Puji syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah swt., atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa penulis
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari berbagai pihak yang telah
berkontribusi dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis sangat berharap
semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah berikutnya.

Padang ,08 – 14 Januari 2023

Abiyyu Afif Athallah


Adat dan Budaya Minangkabau iii

DAFTAR
ISI

Halaman

SAMPUL HALAMAN..........................................................................i
PRAKATA.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................iii

I. PENDAHULUAN...........................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................9
1.3 Tujuan Makalah................................................................................10
1.4 Manfaat Makalah..............................................................................11

II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................12


2.1 Teori dan pembahasan........................................................................12
2. 2Teori dan pembahasan......................................................................24
2.3 Teori dan pembahasan.......................................................................32

III. PENUTUP......................................................................................38
3.1 Simpulan dan saran...........................................................................38
3.2 Simpulan dan saran...........................................................................39

DAFTAR PUSTAKA............................................................................41
LAMPIRAN
Adat dan Budaya Minangkabau 1

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus mengetahui berbagai


macam kebudayaan yang ada di negara kita. Indonesia terdiri dari banyak
suku dan budaya, dengan mengenal dan mengetahui hal itu, masyarakat
Indonesia akan lebih mengerti kepribadian suku lain, sehingga tidak
menimbulkan perpecahan maupun perseteruan. Pengetahuan tentang
kebudayaan itu juga akan memperkuat rasa nasionalisme kita sebagai
warga negara Indonesia yang baik.
Selain hal-hal di atas, kita juga dapat mengetahui berbagai kebudaya
di Indonesia yang mengalami akulturasi. Karena proses akulturasi yang
terjadi tampak simpang siur dan setengah-setengah. Contoh, perubahan
gaya hidup pada masyarakat Indonesia yang kebarat-baratan yang seolah-
olah sedikit demi sedikit mulai mengikis budaya dan adat ketimurannya.
Namun, masih ada beberapa masyarakat yang masih sangat kolot dan
hampir tidak mempedulikan perkembangan dan kemajuan dunia luar dan
mereka tetap menjaga kebudayaan asli mereka.
Karena latar belakang di atas kita menyusun makalah tentang salah
satu kebudayaan masyarakat Indonesia, yaitu masyarakat Minangkabau.
Makalah ini akan memberikan wawasan tentang masyarakat Minangkabau
yang memiliki keragaman suku dan budaya.

Minangkabau adalah masyarakat yang sangat menjunjung tinggi


seluruh hukum adat istiadatnya, sesuai dengan pepatah Minangkabau adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Yang artinya di mana adat
Minangkabau di dasarkan oleh syariat agama islam dan syariat tersebut
berdasarkan atas Al – Quran dan Hadist. Berbicara mengenai
Minangkabau sama artinya berbicara mengenai ajaran – ajaran Islam. Bagi
Adat dan Budaya Minangkabau 2

masyarakat Minangkabau, adat merupakan jalan kehidupan, cara berpikir,


cara berlaku, dan cara bertindak. Dari cara – cara tersebut maka terlahirlah
sebuah kebudayaan.

Setiap nagari atau wilayah dihuni oleh beberapa kaum atau suku
yang dimana dalam setiap kaum atau suku dipimpin oleh seorang kepala
suku yang di sebut Datuak. Kepla suku yang menjabat dipilih secara
demokratis oleh kaum atau sukunya masing – masing, laki – laki dan
perempuan, untuk masa seumur hidup. Sistem sosialnya ialah fraterniti,
yang artinya semua orang bersaudara yang diikat oleh hubungan darah dan
perkawinan

Di dalam masyarakat Minangkabau terdapat empat peristiwa penting


di kehidupan, yakni pada saat perkawinan, pengangkatan penghulu atau
kepala kaum, mendirikan rumah gadang, dan kematian. Empat peristiwa
ini dinilai penting karena merupakan tonggak penentuan status sosial bagi
seseorang ataupun kaum di Minangkabau.

Prosesi atau rangkaian perkawinan di dalam masyarakat Minangkabau


di sebut dengan istilah Baralek. Minangkabau mengartikan perkawinan
merupakan penentuan status seorang kemenakan menjadi dewasa, dimana
setelah menikah laki – laki minang akan menjadi sumando sekaligus
mamak (paman) bagi keluarga pihak istri. Sumando merupakan sebutan
untuk laki – laki Minang yang telah menjadi menantu dari pihak keluarga
istrinya. Sedangkan perempuan minang akan menjadi mande bagi
keluarganya sendiri. Mande merupakan istilah panggilan untuk seorang
ibu.

Puti Reno Raudha Thaib dalam bukunya yang berjudul Palaminan


Minangkabau menuliskan bahwa perkawinan bagi individu Minangkabau
merupakan peresmian seorang laki – laki atau perempuan dari suatu kaum
memasuki dunia dewasa. Perkawinan menjadi sebuah peresmian atau
terjadinya hubungan timbal balik yang seimbang antara dua kaum yang
dihubungkan dalam tali atau ikatan perkawinan tersebut. Karena begitu
pentingnya makna sebuah perkawinan pada suku Minangkabau, maka
baralek menjadi upacara penggabungan antara dua kaum yang berbeda
dengan masing – masing kebesaran, kehormatan, harga diri, dan
kekayaan.

Perkawinan merupakan masa yang awal bagi dua insan untuk


membentuk sebuah keluarga, pola perkawinan dalam adat Minangkabau
yang menganut sistem matrilineal bersifat eksogami (kawin di luar suku),
Adat dan Budaya Minangkabau 3

bahwa perkawinan dilakukan antara anggota suku yang berbeda. Dalam


adat Minangkabau tidak dibenarkan untuk melakukan perkawinan antara
dua orang yang mempunyai suku yang sama. Hal ini untuk menghindari
perseteruan antar suku dan menjaga keselamatan hubungan sosial agar
tidak rusaknya sistem tatanan pewarisan serta sistem kekerabatan
matrilineal tetap dilestarikan dan dipertahankan.

Ada tiga jenis perkawinan dalam adat Minangkabau, yang pertama


ialah perkawinan ideal yaitu perkawinan sakampuang, sanagari dan antar
keluarga dekat seperti perkawinan anak dengan keponakan yang di sebut
pulang ka bako, perkawinan ini akan mempererat hubungan kekeluargaan
yang merupakan wujud dari ungkapan anak dipangku kemenakan
dibimbiang. Kedua, perkawinan pantang yang apabila dilaksanakan akan
mendapatkan sanksi sesuai hukum adat, sebab perkawinan ini dapat
merusak tatanan adat, seperti perkawinan yang setali darah menurut sistem
matrilineal, sekaum dan sesuku meskipun tidak meiliki hubungan
kekerabatan. Ketiga, perkawinan sumbang yakni perkawinan yang dapat
merusak kerukunan sosial dan harga diri seperti perkawinan dengan
mantan kaum kerabat, sahabat dan tetangga dekat, mempermadu
perempuan yang sekerabat, sepergaulan, perkawinan dengan orang yang
sudah tunangan dan perkawinan dengan anak tiri saudara kandung.
Perkawinan ini tidak dilarang oleh adat Minangkabau, namun pada
umumnya dipandang sebagai perbuatan yang tidak bermoral dan tidak
beradat.

Dalam adat Minangkabau perkawinan merupakan urusan kaum


kerabat atau urusan bersama dari kedua kaum, karena mengandung
hikmah pertemuan dan menghubungkan dua kelompok kaum atau suku
menjadi satu. Seperti pepatah adat Minangkabau kawin dengan ninik
mamak, nikah dengan si perempuan yang artinya kawin dengan karib
kerabat antara kedua belah pihak dan menikah dengan seorang perempuan
yang berasal dari suatu kaum atau suku yang berbeda.

Proses dalam upacara adat pernikahan Minangkabau memiliki proses


yang cukup panjang dan amat kaya dengan simbol – simbol yang
mengandung makna. Berlangsung kurang lebih selama tiga hingga tujuh
hari, Baralek memiliki beberapa langkah tradisi adat yang harus di jalani
hingga perkawinan tersebut dianggap sah.

Berdasarkan garis keturunan yang dianut oleh masyarakat


Minangkabau yaitu matrilineal, artinya, dimana kedudukan perempuan
merupakan yang pertama, utama, dan mulia. Jadi, dalam masyarakat
Adat dan Budaya Minangkabau 4

Minangkabau perempuan adalah orang yang diutamakan, yang dimuliakan


seperti metafora limpapeh rumah nan gadang, pemegang kunci harta
pusaka, sebagai payung panji menuju surga, pergi sebagai tempat pamit,
datang sebagai tempat bercerita, dan sumarak anjung nan tinggi yang
berarti permata dari rumah gadang dan pondasi yang menguatkan rumah
gadang sehingga menjadi kuat dan kokoh, yang disebut dengan Bundo
Kanduang.

Seorang anak menurut ketentuan adat merupakan anak dari ibunya


bukan anak dari ayahnya. Laki – laki yang sudah menikah maka ia tinggal
di rumah istrinya, jika terjadi perceraian maka yang keluar dari rumah
adalah yang laki – laki dan anak tetap tinggal di rumah bersama ibunya.
Dalam adat Minangkabau perempuan dan laki – laki memiliki kedudukan
yang sama, namun perempuan menduduki tempat yang tinggi dan
istimewa.

Orang Minangkabau menyebut alamnya dengan sebutan Alam


Minangkabau karena alam bagi masyarakat Minangkabau adalah
segalanya, tidak hanya tempat untuk lahir dan meninggal, tempat hidup
dan berkembang, tapi juga sebagai guru, sebagaimana pepatah Alam
takambang jadi guru yang artinya alam yang terbentang menjadi guru bagi
orang Minangkabau. Oleh karena itu kehidupan dan ajaran adatnya
mengambil ungkapan bentuk dan sifat dari alam
.
Konsep masyarakat Minangkabau sama dengan ajaran agama islam
yakni bahwa Tuhan menciptakan manusia berpasangan seperti air dan api,
laki – laki dan perempuan yang sangat berbeda namun saling
membutuhkan dan melengkapi satu sama lain, yang akan menjadi
penyeimbang antara yang satu dengan yang lainnya, tanpa ada yang satu
maka yang lain juga tidak bisa hidup. Maka dalam pernikahan adat
Minangkabau keluarga dari pihak perempuan yang mendatangi pihak
keluarga laki – laki, kegiatan ini di namakan dengan batimbang tando
yang dimana di dalamnya terdapat proses yang panjang mulai dari
mamikek, maituang hari, batuka tando dan makan bajamba. Jika kegiatan
batimbang tando ini diterima oleh pihak keluarga laki – laki maka akan
berlanjut pada proses yang selanjutnya, dimana proses pernikahan adat
Minangkabau secara umum yakni maresek, batimbang tando, mahanta
siriah dan manjapuik marapulai.
Dalam setiap kebudayaan memiliki cara yang berbeda – beda dalam
upacara adatnya, upacara adat tentunya sangat berkaitan erat dengan
komunikasi. Komunikasi merupakan penghubung antara satu dengan yang
Adat dan Budaya Minangkabau 5

lainnya, dengan komunikasi kita dapat berinteraksi, bertukar pendapat dan


mendapatkan pengetahuan mengenai suatu hal.

Kegiatan batimbang tando pada persiapan upacara pernikahan adat


Minangkabau merupakan salah satu aspek tertentu dalam kebudayaan.
Maka komunikasi lintas budaya secara tradisional yaitu membandingkan
fenomena komunikasi dalam budaya – budaya yang berbeda, tentang
bagaimana budaya itu berpengaruh terhadap aktivitas komunikasi dalam
makna yang verbal maupun non verbal berdasarkan budaya yang
bersangkutan.

Dimana pada saat ini kebudayaan merupakan hal yang hampir


dianggap kuno dan memudar sedikit demi sedikit. Banyak masyarakat
yang mulai mengubah bahkan meninggalkan kebudayaan karena
masuknya budaya campuran yang mengikis kebudayaan yang dianut oleh
masyarakat tersebut. Termasuk pada generasi milenial pada saat ini, yang
lebih mengdepankan fashion dibandingkan dengan kebudayaan yang
mereka miliki, banyak remaja yang mengikuti budaya barat sehingga
meninggalkan bagaimana kebudayaan mereka yang sebenarnya. Hal ini
tentunya membuat kebudayaan semakin pudar dan lama – kelamaan akan
hilang.

Oleh karena itu, budaya yang hakikatnya merupakan sebuah identitas


bagi suatu bangsa harus dijaga dan dilestarikan seperti upacara adat
pernikahan Minangkabau, oleh karena itu upacara ini sangat erat
kaitannya dengan studi etnografi komunikasi yang sekaligus melihat dari
tiga bahasan yaitu Bahasa, perilaku, dan kebudayaan. Etnografi
komunikasi mengulas mengenai peranan bahasa dalam perilaku
komunikatif suatu masyarakat dengan melihat bagaimana bahasa yang
digunakan dalam masyarakat yang berbeda – beda kebudayaannya. Dalam
etnografi komunikasi tidak hanya membahas hubungan antara Bahasa dan
komunikasinya atau bahasa dan kebudayaannya saja, melainkan
membahas secara menyeluruh apa yang sedang terjadi secara rinci. Seperti
yang dikatakan oleh Engkus Kuswarno dalam bukunya Etnografi
Komunikasi :

“Etnografi komunikasi memfokuskan kajiannya pada perilaku –


perilaku komunikasi tidak hanya akan menyorot fonologi dan
gramatika bahasa, melainkan struktur sosial yang mempengaruhi
bahasa dan kebudayaan dalam kosakata bahasa. Etnografi
komunikasi menggabungkan antropologi,linguistik, komunikasi
dan sosiologi dalam satu frame yang sama, sehingga deskripsi
Adat dan Budaya Minangkabau 6

etnografi komunikasi sedikit banyak justru memberikan sumbangan


pemahaman bagi ilmu lain.” (Kuswarno, 2008:16)

Kegiatan batimbang tando dalam persiapan upacara pernikahan adat


Minangkabau dilihat dari perilaku dan konteks sosiokultural yang dilihat
dari peristiwa upacara pernikahan itu berlangsung. Hal ini dapat di kaitkan
dengan etnografi komunikasi dimana etnografi komunikasi melihat
perilaku komunikasi dalam konteks sosiokultural. Mencoba menemukan
hubungan antara bahasa, komunikasi, dan konteks kebudayaan dimana
peristiwa komunikasi itu berlangsung. (Kuswarno, 2011:42)

Dalam penelitian kegiatan batimbang tando pada persiapan upacara


pernikahan adat Minangkabau ini penelitian dilihat dari peristiwa yang
terjadi pada saat kegiatan batimbang tando berlangsung dan fokus pada
peristiwa maka dapat dikaitkan pada aktivitas komunikasi yang
merupakan aktivitas khas yang kompleks. Aktivitas komunikasi adalah
sebuah kegiatan yang tidak bisa diabaikan dalam proses kehidupan, baik
secara antar pribadi dalam kelompok ataupun secara organisasi. Demikian
juga apakah dilakukan secara verbal bentuk komunikasi yang disampaikan
komunikator kepada komunikan ataupun nonverbal menggunakan gerak
isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak mata, penggunaan objek,
simbol - simbol, serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas
suara, gaya emosi, dan gaya berbicara. Aktivitas komunikasi yang akan
dilihat disini adalah dari sebuah budaya dalam kegiatan batimbang tando
pada persiapan upacara pernikahan adat Minangkabau.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis berniat dan ingin


mengetahui secara lengkap mengenai kegiatan batimbang tando Sebagai
Salah Satu Bentuk Komunikasi Tradisional. Peneliti menemukan tradisi
yang terkandung dalam kegiatan batimbang tando sangat menarik untuk
diteliti. batimbang tando dengan segala tradisi dan prosesi adat yang
mengandung makna dan simbol yang tak akan pernah habis untuk
dibahas.

Ruang lingkup penelitIan ini adalah masyarakat Minangkabau yang


memahami dan menjalani kegiatan batimbang tando pada perispan
pernikahan adat Minangkabau, penelitian ini dilakukan di Kota Padang
Panjang, Sumatera Barat. Hal ini dikarenakan objek penelitian merupakan
masyarakat Minangkabau yang menetap di Kota Padang Panjang dan Adat
pernikahan di Minangkabau memiliki adat istiadat yang secara turun
temurun terus diwariskan dari generasi kegenerasi selanjutnya. Pada
Adat dan Budaya Minangkabau 7

hakikatnya bahasa merupakan wahana untuk meneruskan adat istiadat dari


generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu bahasa digunakan sebagai
media komunikasi untuk mengungkap kebudayaannya. Manusia sebagai
makhluk sosial tidak pernah lepas dari interaksi sosial sehingga
komunikasi bukan hanya sekedar kepentingan saja, akan tetapi sudah
menjadi kebutuhan bagi setiap manusia. Masyarakat Minangkabau juga
memiliki berbagai jenis komunikasi. Ada empat hal yang merupakan dasar
bagi masyarakat Minangkabau dalam berkomunikasi terhadap semua
orang, yang dikenal dengan istilah kato nan ampek atau jalan nan ampek
(kata yang empat/jalan yang empat) yaitu “kato mandaki” yang artinya
perkataan yang digunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua
dari kita yaitu dengan bahasa yang sopan santun dan menghormatinya.
“Kato manurun” untuk berbicara kepada orang yang lebih muda/kecil dari
kita dengan bahasa kasih sayang. “kato mandata” untuk berbicara dengan
teman sebaya dengan bahasa yang menghargainya dan “kato malereng”
yang merupakan kata sindiran dan kata kiasan yang digunakan kepada
seluruh elemen masyarakat (Sayuti, 2005 : 17).

Kata kiasan adalah bahasa perumpamaan yang digunakan untuk


memberi rasa keindahan bagi pendengarnya. Masyarakat Minang sering
menggunakan bahasa kiasan dalam acara formal maupun dalam
pembicaraan sehari-hari sesuai dengan pepatah Minang yang
menyatakan : “manusia tahan kias, kerbau tahan pukul” yang artinya
manusia dengan bahasa kiasan saja sudah mengerti maksud dan tujuan
dari si pembicara (komunikator), dan menunjukan bahwa kiasan
merupakan bahasa yang disukai dan menjadi salah satu keunikan dan ciri
khas masyarakat Minangkabau (Oktavianus, 2012 : 1).

Setiap pertemuan adat di alam Minangkabau selalu melaksanakan


Alur Panitahan, yakni pidato adat yang diucapkan sewaktu duduk bersama
untuk musyawarah menyetujui suatu maksud (Jamin, 2006 : 3). Dalam
panitahan (percakapan adat) tersebut, terdapat bahasa kiasan yang
digunakan oleh mamak baik dari pihak perempuan maupun pihak laki-laki
untuk menyampaikan maksud dan tujuannya dalam hal meminang,
bertukar tanda, menjemput marapulai dan juga mengantarkan marapulai
ke rumah anak daro.

Salah satu jenis sastra lisan yang menggunakan komunikasi


sebagaian. Pasambahan (ba’alua) dalam acara lamaran merupakan sebuah
dialog yang terjadi antara pihak marapulai dengan pihak anak daro.
Pasambahan tersebut mengandung makna yang dalam, dan disampaikan
dalam ungkapan yang khas syarat dengan pepatah-petitiah,mamangan,
Adat dan Budaya Minangkabau 8

pantun, dan pituah orang tua-tua. Karena di minangkabau kato salalu


baumpamo, rundiang nan banyak bakiasan (kata selalu memakai
perumpamaan, rundingan banyak mengandung kiasaan) (Dt. Rajo
Penghulu, dalam Zurnia, 2001:3).

Berdasarkan pengamatan peneliti selaku anak nagari, masyarkat


Minangkabau di Kanagarian Tiakar tidak memahami dan mengetahui
makna yang tersirat dalam kata pasambahan. Bukan hanya anak-anak dan
remaja saja yang tidak dapat memahami makna kata pasambahan
(ba’alua) tetapi, orang dewasa juga tidak memahami makna kata-kata
pasambahan(ba’alua) yang diucapkan oleh niniak mamak atau penguhulu
pada acara lamaran di minangkabau, hal ini disebabkan karena bahasa
yang terdapat dalam ba’alua sulit dipahami dan sulit untuk dimegerti oleh
mayarakat.

Penelitian ini akan mengkaji lebih dalam tentang salah satu proses
upacara sebelum pernikahan di Nagari Tiakar, yaitu acara lamaran yang
menggunakan tradisi pasambahan (ba’alua) pada acara tersebut. Lamaran
(Maminang) adalah proses Maminang yang dilakukan pihak laki-laki
kepada pihak perempuan. Acara ini merupakan proses awal dalam upacara
sebelum melakukan pernikahan di Nagari Tiakar. Hal ini terjadi karena
sistem kekerabatan Minangkabau yang menganut Matrilineal. Peneliti
akan mengungkap makna dari tradisi pasambahan (ba’alua) dalam acara
lamaran di Kanagarian Tiakar.

Pasambahan (ba’alua) pada acara lamaran yang terdapat di Kenagarian


Tiakar Kecamatan Payakumbuh Timur merupakan salah satu kebudayaan
yang dimiliki oleh suku bangsa masyarakat Minangkabau. Menurut
penuturan masyarakat sekitar pasambahan acara lamaran sejak dahulu
telah menjadi tradisi dalam upacara sebelum melakukan pernikahan (alek
nagari) dan disampaikan secara turun temurun. Maminang merupakan hari
perjodohan yang dipimpin oleh mamak atau seorang yang dipercaya untuk
berbicara atau ba’alua yang mahir dalam berbasa-basi dan fasih dalam
berkata-kata kerumah calon gadis yang dituju.

Selaku anak nagari di Kanagarian Tiakar, peneliti mengetahui


beberapa permasalahan yang membuat tradisi ba’alua ini penting di
Kanagarian Tiakar diantaranya, tradisi ba’alua ini bisa membuat acara
lamaran menjadi lama karena terjadinya sebuah perdebatan oleh niniak
mamak dari pihak perempuan dan pihak laki-laki. Namun tidak hanya itu,
ba’alua juga bisa menyebabkan acara lamaran tersebut dibatalkan atau
ditunda, hal ini terjadi karena salah seorang niniak mamak dari perempuan
Adat dan Budaya Minangkabau 9

dan laki-laki tidak bisa melakukan ba’alua dan diminta oleh niniak mamak
lainnya untuk datang lagi untuk melakukan lamaran dengan membawa
seorang niniak mamak yang tau dengan adat.

Berdasarkan dari fenomena yang ada tersebut, peneliti menjadi tertarik


dengan tradisi ba’alua yang merupakan salah satu dari sekian banyak
tradisi di minangkabau dan peneliti ingin masyarakat di Kanagarian
Tiakar juga mengetahui makna yang terdapat pada tradisi ba’alua. Namun,
walaupun tradisi ba’alua menjadi salah satu rangkaian acara lamaran yang
telah dilakukan dari turun temurun, masih banyak masyarakat tidak
mengetahui pentingnya tradisi ba’alua. Sehingga tradisi ba’alua pada saat
ini mendapatkan tanggapan sumbang dari beberapak kelompok
masyarakat dan tradisi ba’alua pada saat ini hanya sebagai simbolik dalam
acara lamaran di Kanagarian Tiakar. Padahal pada tradisi ba’alua terdapat
makna yang tersirat didalamnya yang harus diketahui oleh masyarakat dan
harus di ajarkan kepada generasi muda saat ini.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk


mengangkat topik penelitian mengenai: “Komunikasi Budaya Dalam
Tradisi ba’alua Niniak Mamak Minangkabau ( Studi Makna Pesan Saat
Acara Lamaran di Kanagarian Tiakar Payakumbuh Timur Kota
Payakumbuh)”

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah keadaan massyarakat Minangkabau?


2. Bagaimanakan adat, istiadat dan budaya masyarakat Minangkabau?
3. Bagaimanakah sosial kemasyarakatan yang ada di Minangkabau?

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah


sebagai berikut:

1.2.1 Pertanyaan Makro


Adat dan Budaya Minangkabau 10

Bagaimana aktivitas komunikasi dalam kegiatan batimbang tando


pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau di Kota Padang
Panjang?

1.2.2 Pertanyaan Mikro


1. Bagaimana Situasi Komunikatif dalam kegiatan batimbang tando
pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau di Kota Padang
Panjang?

2. Bagaimana Peristiwa Komunikatif dalam kegiatan batimbang


tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau di Kota
Padang Panjang?

3. Bagaimana Tindakan Komunikatif dalam kegiatan batimbang


tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau di Kota
Padang Panjang?

1.2.3 Pertanyaan Makro (Tradisi ba’alua)


1. Bagaimana proses komunikasi budaya tradisi ba’alua pada acara
lamaran yang terjadi di Kanagarian Tiakar?
2. Bagaimana makna tradisi ba’alua pada acara lamaran yang
terjadi di Kanagarian Tiakar?

1.3 Tujuan Makalah

Untuk mengetahui keadaan masyarakat Minangkabau, adat-istiadat dan


budaya masyarakat Minangkabau dan sosial kemasyarakatannya

Tujuan dari penelitian tentang kegiatan batimbang tando pada persiapan upacara
pernikahan adat Minangkabau di Kota Padang Panjang dapat dirumuskan sebagai
berikut:

1. Untuk mengetahui Situasi Komunikatif dalam kegiatan batimbang


tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau di Kota Padang
Panjang.

2. Untuk mengetahui Peristiwa Komunikatif dalam kegiatan batimbang


tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau di Kota Padang
Panjang.
Adat dan Budaya Minangkabau 11

3. Untuk mengetahui Tindakan Komunikatif dalam kegiatan batimbang


tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau di Kota Padang
Panjang.

(Tradisi ba’alua)

1. Mengetahui proses tradisi ba,alua dalam acara lamaran di Kanagarian


Tiakar terjadi?

2. Mengetahui makna simbolik tradisi ba,alua pada acara


lamaran yang terjadi di Kanagarian Tiakar

1.4 Manfaat Makalah

1.4.1 Memberikan pengetahuan pada masyarakat pada umumnya dan mahasiswa


pada khususnya tentang masyarakat Minangkabau.

1.4.2 Kegunaan Teoretis

Hasil penelitian secara teoretis ini diharapkan dapat memberikan


kontribusi dan dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu, terutama
ilmu etnografi komunikasi.

1.4.3 Kegunaan Praktis

a. Kegunaan untuk Peneliti


Untuk menambah wawasan dan pengetahuan, dengan melakukann
penelitian ini peneliti dapat mengetahui aktivitas komunikasi dalam
upacara pernikahan adat Minangkabau di kota Padang Panjang.

b. Kegunaan untuk Akademis


Penelitian ini bisa dijadikan sebagai referensi belajar untuk angkatan
selanjutnya terutama prodi Ilmu Komunikasi.

c. Kegunaan untuk Masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan dapat bemanfaat bagi masyarakat yang
ingin mencari informasi dan menambah pengetahuan tentang kebudayaan
yang ada khususnya yang berkaitan dengan

1.4.4 Manfaat Secara teoritis (Tradisi ba’alua)


hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan Ilmu
Komunikasi dan diharapkan juga bisa menjadi referensi bagi penelitian
Adat dan Budaya Minangkabau 12

selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan kebudayaan miangkabau


tentang tradisi ba’alua.

2. Secara praktis (Tradisi ba’alua)


penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran,
pengetahuan, gambaran dan informasi mengenai kebudayaan
minangkabau tentang tradisi ba’alua.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pembahasan

Masyarakat Minangkabau
Asal usul suku Minangkabau
Kata Minangkabau mengandung banyak pengertian. Minangkabau
dipahamkan sebagai sebuah kawasan budaya, di mana penduduk dan
masyarakatnya menganut budaya Minangkabau. Kawasan budaya
Minangkabau mempunyai daerah yang luas. Batasan untuk kawasan
budaya tidak dibatasi oleh batasan sebuah propinsi. Berarti kawasan
budaya Minangkabau berbeda dengan kawasan administratif Sumatera
Barat.
Minangkabau dipahamkan pula sebagai sebuah nama dari sebuah
suku bangsa, suku Minangkabau. Mempunyai daerah sendiri, bahasa
sendiri dan penduduk sendiri.
Minangkabau dipahamkan juga sebagai sebuah nama kerajaan masa lalu,
Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyung. Sering disebut juga
kerajaan Pagaruyung, yang mempunyai masa pemerintahan yang cukup
lama, dan bahkan telah mengirim utusan-utusannya sampai ke negeri
Adat dan Budaya Minangkabau 13

Cina. Banyaknya pengertian yang dikandung kata Minangkabau, maka


tidak mungkin melihat Minangkabau dari satu pemahaman saja.
Membicarakan Minangkabau secara umum mendalami sebuah suku
bangsa dengan latar belakang sejarah, adat, budaya, agama, dan segala
aspek kehidupan masyarakatnya. Mengingat hal seperti itu, ada dua
sumber yang dapat dijadikan rujukan dalam mengkaji Minangkabau, yaitu
sumber dari sejarah dan sumber dari tambo. Kedua sumber ini sama
penting, walaupun di sana sini, pada keduanya ditemui kelebihan dan
kekurangan, namun dapat dapat pula melengkapi
Menelusuri sejarah tentang Minangkabau, sebagai satu cabang dari
ilmu pengetahuan, maka mesti didasarkan bukti-bukti yang jelas dan
otentik. Dapat berupa peninggalan-peninggalan masa lalu, prasasti-
prasasti, batu tagak (menhir), batu bersurat, naskah-naskah dan catatan
tertulis lainnya.Dalam hal ini, ternyata bukti sejarah lokal Minangkabau
termauk sedikit.
Banyak catatan dibuat oleh pemerintahan Hindia Belanda
(Nederlandsche Indie), tentang Minaangkabau atau Sumatera West
Kunde, yang amat memerlukan kejelian di dalam meneliti. Hal ini
disebabkan, catatan-catatan dimaksud dibuat untuk kepentingan
pemerintahan Belanda, atau keperluandagangoleh
Maatschappij KoningkliykeVOC.
Tambo atau uraian mengenai asal usul orang Minangkabau dan
menerakan hukum-hukum adatnya, termasuk sumber yang mulai langka di
wilayah Minangkabau sekarang. Sungguhpun, penelusuran tambo sulit
untuk dicarikan rujukan seperti sejarah, namun apa yang disebut dalam
tambo masih dapat dibuktikan ada dan bertemu di dalam kehidupan
masyarakat Minangkabau.
Tambo diyakini oleh orang Minangkabau sebagai peninggalan orang-
Adat dan Budaya Minangkabau 14

orang tua. Bagi orang Minangkabau, tambo dianggap sebagai sejarah


kaum. Walaupun, di dalam catatan dan penulisan sejarah sangat
diperhatikan penanggalan atau tarikh dari sebuah peristiwa, serta di mana
kejadian, bagaimana terjadinya, bila masanya, dan siapa pelakunya,
menjadikan penulisan sejarah otentik. Sementara tambo tidak terlalu
mengutamakan penanggalan, akan tetapi menilik kepada peristiwanya.
Tambo lebih bersifat sebuah kisah,sesuatuyang pernah terjadi
dan berlaku.
Tentu saja, bila kita mempelajari tambo kemudian mencoba mencari
rujukannya sebagaimana sejarah, kita akan mengalami kesulitan dan
bahkan dapat membingungkan. Sebagai contoh; dalam tambo
Minangkabau tidak ditemukan secara jelas nama Adhytiawarman, tetapi
dalam sejarah nama itu adalah nama raja Minangkabau yang pertama
berdasarkan bukti-bukti prasasti.
Dalam hal ini sebaiknya sikap kita tidak memihak, artinya kita tidak
menyalahkan tambo atau sejarah. Sejarah adalah sesuatu yang dipercaya
berdasarkan bukti-bukti yang ada, sedangkan tambo adalah sesuatu yang
diyakini berdasarkan ajaran-ajaran yang terus diturunkan kepada
anakkemenakan.

Minangkabaumenurutsejarah
Banyak ahli telah meniliti dan menulis tentang sejarah Minangkabau,
dengan pendapat, analisa dan pandangan yang berbeda. Tetapi pada
umumnya mereka membagi beberapa periode kesejarahan; Minangkabau
zaman sebelum Masehi, zaman Minangkabau Timur dan zaman kerajaan
Pagaruyung. Seperti yang ditulis MD Mansur dkk dalam Sejarah
Minangkabau, bahwa zaman sejarah Minangkabau pada zaman sebelum
Masehi dan pada zaman Minangkabau Timur hanya dua persen saja yang
Adat dan Budaya Minangkabau 15

punya nilai sejarah, selebihnya adalah mitologi, cerita-cerita yang


diyakini sebagai tambo.
Prof Slamet Mulyana dalam Kuntala, Swarnabhumi dan Sriwijaya
mengatakan bahwa kerajaanMinangkabau itu sudahadasejak abad
pertama Masehi. Kerajaan itu muncul silih berganti dengan nama yang
berbeda-beda. Pada mulanya muncul kerjaan Kuntala dengan lokasi
sekitar daerah Jambi pedalaman. Kerajaan ini hidup sampai abad ke
empat. Kerajaan ini kemudian berganti dengan kerajaan Swarnabhumi
pada abad ke lima sampai ke tujuh sebagai kelanjutan kerajaan
sebelumnya. Setelah itu berganti dengan kerajaan
Sriwijaya abadketujuhsampai 14.
Mengenai lokasi kerajaan ini belum terdapat kesamaan pendapat para
ahli. Ada yang mengatakan sekitar Palembang sekarang, tetapi ada juga
yang mengatakan antara Batang Batang Hari dan Batang Kampar. Candi
Muara Takus merupakan peninggalan kerajaan Kuntala yang kemudian
diperbaiki dan diperluas sampai masa kerajaan Sriwijaya. Setelah itu
muncul kerajaan Malayapura (kerajaan Melayu) di daerah yang bernama
Darmasyraya (daerah Sitiung dan sekitarnya sekarang). Kerajaan ini
merupakan kelanjutan dari kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini kemudian
dipindahkan oleh Adhytiawarman ke Pagaruyung. Sejak itulah kerajaan
itu dikenal dengan kerajaan Pagaruyung.
Menurut Jean Drakar dari Monash University Australia mengatakan
bahwa kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan yang besar, setaraf dengan
kerajaan Mataram dan kerajaan Melaka. Itu dibuktikannya dengan
banyaknya negeri-negeri di Nusantara ini yang meminta raja ke
Pagaruyung,seperti Deli, Siak,Negeri Sembilandannegeri-negeri lainnya.
Minangkabau menuruttambo.
Dalam bentuk lain, tambo menjelaskan pula tentang asal muasal
Adat dan Budaya Minangkabau 16

orang Minangkabau. Tambo adalah satu-satunya keterangan mengenai


sejarah Minangkabau. Bagi masyarakat Minangkabau, tambo mempunyai
arti penting, karena di dalam tambo terdapat dua hal:
(1) Tambo alam, suatu kisah yang menerangkan asal usul orang
Minangkabau semenjak raja pertamadatang sampai kepada masa
kejayaan kerajaan Pagaruyung.
(2) Tambo adat, uraian tentang hukum-hukum adat Minangkabau. Dari
sumber inilah hukum-hukum, aturan-aturan adat, dan juga berawalnya
sistem matrilineal dikembangkan.
Di dalam Tambo alam diterangkan bahwa raja pertama yang datang
ke Minangkabau bernama Suri Maharajo Dirajo. Anak bungsu dari
Iskandar Zulkarnain. Sedangkan dua saudaranya, Sultan Maharaja Alif
menjadi raja di benua Rum dan Sultan Maharajo Dipang menjadi raja di
benua Cina. Secara tersirat tambo telah menempatkan kerajaan
Minangkabau setaraf dengan kerajaan di benua Eropa dan Cina. Suri
Maharajo Dirajo datang ke Minangkabau ini, di dalam Tambo disebut
pulau paco lengkap dengan pengiring yang yang disebut;Kucing Siam,
Harimau Campo,AnjiangMualim,KambiangHutan.
Masing-masing nama itu kemudian dijadikan “lambang” dari setiap
luhak di Minangkabau. Kucing Siam untuk lambang luhak Tanah Data,
Harimau Campo untuk lambang luhak Agam dan Kambiang hutan untuk
lambang luhak Limo Puluah. Suri Maharajo Dirajo mempunya seorang
penasehat ahli yang bernama CatiBilangPandai.
Suri Maharajo Dirajo meninggalkan seorang putra bernama Sutan
Maharajo Basa yang kemudian dikenal dengan Datuk Katumanggungan
pendiri sistem kelarasan Koto Piliang. Puti Indo Jalito, isteri Suri
Maharajo Dirajo sepeninggalnya kawin dengan Cati Bilang Pandai dan
melahirkan tiga orang anak, Sutan Balun, Sutan Bakilap Alam dan Puti
Adat dan Budaya Minangkabau 17

Jamilan. Sutan Balun kemudian dikenal dengangelar DatukPerpatih Nan


Sabatang pendiri kelarasan Bodi Caniago.
Datuk Katumanggungan meneruskan pemerintahannya berpusat di
Pariangan Padang Panjang kemudian mengalihkannya ke Bungo Sitangkai
di Sungai Tarab sekarang, dan menguasai daerah sampai keBukit Batu
Patah dan terus ke Pagaruyung.
Maka urutan kerajaan di dalam Tambo Alam Minangkabau
adalah:
(1)Kerajaan Pasumaya Koto Batu,
(2)Kerajaan Pariangan Padang Panjang
(3)Kerajaan Dusun Tuo yang dibangun oleh Datuk Perpatih Nan
Sabatang
(4)Kerajaan Bungo Sitangkai
(5)Kerajaan Bukit Batu Patah dan terakhir
(6)Kerajaan Pagaruyung.
Menurut Tambo Minangkabau, kerajaan yang satu adalah
kelanjutan dari kerajaan sebelumnya. Karena itu, setelah adanya kerajaan
Pagaruyung, semuanya melebur diri menjadi
kawasan kerajaan Pagaruyung.
Kerajaan Dusun Tuo yang didirikan oleh Datuk Perpatih Nan
Sabatang, karena terjadi perselisihan paham antara Datuk
Ketumanggungan dengan Datuk Perpatih nan Sabatang, maka kerajaan itu
tidak diteruskan, sehingga hanya ada satu kerajaan saja yaitu kerajaan
Pagaruyung. Perbedaan paham antara kedua kakak beradik satu ibu ini
yang menjadikan sistem pemerintahan dan kemasyarakatan Minangkabau
dibagi atas dua kelarasan, Koto Piliang dan Bodi Caniago.
Dari uraian tambo dapat dilihat, bahwa awal dari sistem matrilineal
telah dimulai sejak awal, yaitu dari “induknya” Puti Indo Jalito. Dari Puti
Adat dan Budaya Minangkabau 18

Indo Jalito inilah yang melahirkan Datuk Ketumanggungan dan Datuk


Perpatih Nan Sabatang. Namun, apa yang diuraikan setiap tambo punya
berbagai variasi, karena setiap nagari punya tambo.
Dr. Edward Jamaris yang membuat disertasinya tentang tambo,
sangat sulit menenyukan pilihan. Untuyk keperluan itu, dia harus memilih
salah satu tambo dari 64 buah tambo yang diselidikinya.Namun pada
umumnya tambo menguraikan tentang asal usul orang Minangkabau
sampai terbentuknya kerajaan Pagaruyung

Marawa ini terdiri dari dua macam perpaduan warna: Pertama, perpaduan
empat warna yaitu; hitam, kuning, merah dan putih, disebut Marawa
Kebesaran Adat Minangkabau. Kedua, tiga warna yaitu; hitam, kuning dan
merah, disebut Marawa Kebesaran Alam Minangkabau.

bendera (merawa) 3 warna Minangkabau

Makna warna Marawa Kebesaran Alam Minangkabau (Tiga warna) untuk


Setiap warna-warna tersebut mempunyai arti sendiri tidak terkecuali tiangnya

Tiang : Melambangkan mambasuik dari bumi,

Hitam : Melambangkan tahan tapo serta mempunyai akal dan budi dengan
kebesaran Luhak Limopuluah. Kalau acara di wilayah adat Luhak
Limopuluah, maka marawanya berwarna hitam sebelah luar Catatan : warna
daerah Limopuluah Koto adalah biru.

Merah : Melambangkan keberanian punya raso jo pareso dengan kebesaran


Luhak Agam. Jika acara di wilayah Luhak Agam maka marawa berwarna
merah sebelah luar. Catatan : warna daerah Agam adalah merah ( sirah ).
Adat dan Budaya Minangkabau 19

Kuning : Melambangkan keagungan, punya undang-undang dan hukum


dengan kebesaran Luhak Tanahdata. Jika acara di wilayah Luhak Tanahdata,
maka marawanya berwarna kuning sebelah luar. Catatan : warna daerah
Tanah datar adalah kuning.

Senjata Tradisional
Senjata tradisional Sumatera Barat adalah Keris dan Kurambiak atau Kerambit.
Keris biasanya dipakai oleh kaum laki-laki dan diletakkan di sebelah depan, dan
umumnya dipakai oleh para penghulu terutama dalam setiap acara resmi ada
terutama dalam acara malewa gala atau pengukuhan gelar, selain itu juga biasa
dipakai oleh para mempelai pria dalam acara majlis perkawinan yang masyarakat
setempat menyebutnya baralek. Sedangkan kerambit merupakan senjata tajam kecil
yang bentuknya melengkung seperti kuku harimau, karena memang terinspirasi dari
kuku binatang buas tersebut. Senjata ini dipakai oleh para pendekar silat
Minang dalam pertarungan jarak pendek, terutama yang menggunakan jurus silat
harimau. Berbagai jenis senjata lainnya juga pernah digunakan seperti tombak,
pedang panjang, panah, sumpit dan sebagainya.

2.2 Masyarakat
Masyarakat Minangkabau atau Minang adalah kelompok etnikNusantara
yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut
kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara
Bengkulu, bagian barat Jambi, bagian selatan Sumatera Utara, barat daya Aceh,
dan juga Negeri Sembilan di Malaysia. Budayanya sangat kuat diwarnai ajaran
agama Islam. Prinsip adat Minangkabau tertuang singkat dalam pernyataan Adat
basandi syara', syara' basandi Kitabullah (Adat bersendikan hukum, hukum
bersendikan Al-Qur'an) yang berarti adat berlandaskan ajaran Islam.
Orang Minangkabau sangat menonjol dibidang perniagaan, sebagai
profesional dan intelektual. Mereka merupakan pewaris terhormat dari tradisi tua
Kerajaan Melayu dan Sriwijaya yang gemar berdagang dan dinamis. Hampir
separuh jumlah keseluruhan anggota suku ini berada dalam perantauan. Minang
perantauan pada umumnya bermukim di kota-kota besar, seperti Jakarta,
Adat dan Budaya Minangkabau 20

Bandung, Pekanbaru, Medan, Batam, Palembang, dan Surabaya. Di luar wilayah


Indonesia, suku Minang banyak terdapat di Malaysia dan Singapura.
2.3 Etimologi
Nama Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu
dikaitkan dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal didalam tambo.
Nama Minangkabau, yang berasal dari ucapan 'Manang kabau' (artinya menang
kerbau). Dalam catatan sejarah kerajaan Majapahit, Nagarakretagama bertarikh
1365 M, juga telah ada menyebutkan nama Minangkabwa sebagai salah satu
dari negeri Melayu yang ditaklukannya. Suku Minang merupakan bagian dari
masyarakat Deutro Melayu (Melayu Muda) yang melakukan migrasi dari
daratan China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2.500-2.000 tahun yang lalu.

2.4 Adat dan budaya


Dalam masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan
menjaga keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik
pandai, dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin.
Ketiganya saling melengkapi dan bahu membahu dalam posisi yang sama tingginya.
Dalam masyarakat Minangkabau yang demokratis dan egaliter, semua urusan
masyarakat dimusyawarahkan oleh ketiga unsur itu secara mufakat.
1). Pasambahan
Adat Minang sarat dengan formalitas dan interaksi yang dikemas
sedemikian rupa sehingga acara puncaknya tidak sah, tidak valid, jika belum
disampaikan dengan bahasa formal yang disebut pasambahan. Acara-acara adat,
mulai dari yang simple seperti mamanggia, yaitu menyampaikan undangan
untuk menghadiri suatu acara, hingga yang berat seperti pengangkatan seseorang
menjadi Pangulu, selalu dilaksanakan dengan sambah-manyambah.
Sambah-manyambah di sini tidak ada hubungannya dengan menyembah
Tuhan, dan orang Minang tidak menyembah penghulu atau orang-orang
terhormat dalam kaumnya. Melainkan yang dimaksud adalah pasambahan kato.
Artinya pihak-pihak yang berbicara atau berdialog mempersembakan kata-
katanya dengan penuh hormat, dan dijawab dengan cara yang penuh hormat
Adat dan Budaya Minangkabau 21

pula. Untuk itu digunakan suatu varian Bahasa Minang tertentu, yang
mempunyai format baku.
Format bahasa pasambahan ini penuh dengan kata-kata klasik, pepatah-
petitih dan dapat pula dihiasi pula dengan pantun-pantun. Bahasa pasambahan
ini dapat berbeda dalam variasi dan penggunaan kata-katanya. Namun secara
umum dapat dikatakan ada suatu format yang standar bagi seluruh
Minangkabau.
Terkait dengan pasambahan, adat Minang menuntut bahwa dalam setiap
pembicaraan, pihak-pihak yang berbicara ditentukan kedudukannya secara
formal, misalanya sebagai tuan rumah, sebagai tamu, sebagai pemohon, atau
sebagai yang menerima permohonan.
2). Sirih dan pinang
Sirih dan pinang adalah lambang formalitas dalam interaski masyarakat
Minangkabau. Setiap acara penting dimulai dengan menghadirkan sirih dan
kelengkapannya seperti buah pinang, gambir, kapur dari kulit kerang. Biasanya
ditaruh diatas carano yang diedarkan kepada hadirin. Siriah dan pinang dalam
situasi tertentu diganti dengan menawarkan rokok.
Makna sirih adalah secara simbolik, sebagai pemberian kecil antara
pihak-pihak yang akan mengadakan suatu pembicaran. Suatu pemberian dapat
juga berupa barang berharga, meskipun nilai simbolik suatu pemberian tetap
lebih utama daripada nilai intrinsiknya. Dalam pepatah adat disebutkan, siriah
nan diateh, ameh nan dibawah. Dengan sirih suatu acara sudah menjadi acara
adat meskipun tidak atau belum disertai dengan pasambahankato. Sirih dan
pinang juga mempunyai makna pemberitahuan, adat yang lahiriah, baik
pemberitahuan yang ditujukan pada orang tertentu atau pada khalayak ramai.
3). Baso-basi
Satu lagi unsur adat Minang yang penting dan paling meluas penerapannya
adalah baso-basi: bahkan anak-anak harus menjaga baso-basi. Tuntuan menjaga
baso-basi mengharuskan setiap invidu agar berhubungan dengan orang lain, harus
selalu menjaga dan memelihara kontak dengan orang disekitarnya secara terus-
menerus. Seseorang orang Minang tidak boleh menyendiri.
Adat dan Budaya Minangkabau 22

Baso-basi diimplementasikan dengan cara yang baku. Walaupun tidak dapat


dikatakan formal, baso-basi berfungsi menjaga forms, yaitu hubungan yang selain
harmonis juga formal antara setiap anggota masyarakat nagari, dan menjamin bahwa
setiap orang diterima dalam masyarakat itu, dan akan memenuhi tuntutan hidup
bermasyarakat sesuai dengan adat yang berlaku di nagari itu.
a. Kesenian
Suku Minangkabau memiliki berbagai macam atraksi dan kesenian, seperti
tari-tarian yang biasa ditampilkan dalam pesta adat maupun perkawinan.
· Tari pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai
ucapan selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa
yang baru saja sampai, selanjutnya
· Tari piring merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat dari para penarinya
sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing, yang diiringi
dengan lagu yang dimainkan oleh talempong dan saluang.
· Silek atau Silat Minangkabau merupakan suatu seni bela diri tradisional khas
suku ini yang sudah berkembang sejak lama.
· Tari Payung merupakan tari tradisi Minangkabau yang saat ini telah banyak
perubahan dan dikembangkan oleh senian-seniman tari terutama di Sumatra
Barat. Awalnya tari ini memiliki makna tentang kegembiraan muda mudi
(penciptaan) yang memperlihatkan bagaimana perhatian seorang laki-laki
terhadap kekasihnya. Payung menjadi icon bahwa keduanya menuju satu tujuan
yaitu membina rumah tangga yang baik. Keberagaman Tari Payung tidak
membunuh tari payung yang ada sebagai alat ungkap budaya Minangkabau.
· Randai, tarian yang bercampur dengan silek. Randai biasa diiringi dengan
nyanyian atau disebut juga dengan sijobang, dalam randai ini juga terdapat seni
peran (acting) berdasarkan skenario.
Di samping itu, Minangkabau juga menonjol dalam seni berkata-kata. Ada
tiga genre seni berkata-kata, yaitu pasambahan (persembahan), indang, dan
salawat dulang. Seni berkata-kata atau bersilat lidah, lebih mengedepankan kata
sindiran, kiasan, ibarat, alegori, metafora, dan aphorisme, contohnya Dima
tumbuah, sinan disiang – Cara memecahkan suatu masalah dengan langsung ke
Adat dan Budaya Minangkabau 23

akar atau penyebab masalah itu sendiri. Dalam seni berkata-kata seseorang
diajarkan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri, tanpa
menggunakan senjata dan kontak fisik.
b. Rumah adat
Rumah adat suku Minangkabau disebut dengan Rumah Gadang, yang
biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku
tersebut secara turun temurun. Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat
persegi panjang dan dibagi atas dua bagian muka dan belakang. Umumnya
berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti bentuk rumah panggung dengan
atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau yang biasa disebut gonjong dan
dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng.
Namun hanya kaum perempuan dan suaminya, beserta anak-anak yang
jadi penghuni rumah gadang. Sedangkan laki-laki kaum tersebut yang sudah
beristri, menetap di rumah istrinya. Jika laki-laki anggota kaum belum menikah,
biasanya tidur di surau. Surau biasanya dibangun tidak jauh dari komplek rumah
gadang tersebut, selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi sebagai
tempat tinggal lelaki dewasa namun belum menikah.
c. Perkawinan
Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa
penting dalam siklus kehidupan. Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau,
biasa disebut baralek, mempunyai beberapa tahapan yang umum dilakukan.
Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik marapulai (menjemput
pengantin pria), sampai basandiang (bersanding di pelaminan). Setelah
maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari
pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang
biasa dilakukan di Mesjid, sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan.
Pada nagari tertentu setelah ijab kabul di depan penghulu atau tuan kadi,
mempelai pria akan diberikan gelar baru sebagai panggilan penganti nama
kecilnya. Kemudian masyarakat sekitar akan memanggilnya dengan gelar baru
tersebut. Gelar panggilan tersebut biasanya bermulai dari sutan, bagindo atau
sidi di kawasan pesisir pantai. Sedangkan di kawasan luhak limo puluah,
pemberian gelar ini tidak berlaku.

2.2 Teori Pembahasan


Adat dan Budaya Minangkabau 24

Abstrak

Aktivitas komunikasi dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi


upacara pernikahan adat Minangkabau. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan studi etnografi komunikasi. Subjek dalam
penelitian ini berjumlah 5 (lima orang) dengan teknik purposive sampling.
Teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi non-
partisipan dan dokumentasi. Uji validitas data dengan ketekunan
pengamatan, kecukupan referensi, pengecekan anggota, triangulasi dan
melakukan tanya jawab dengan teman sejawat. Hasil penelitian: 1.)
Situasi Komunikatif kegiatan batimbang tando berlangsung dalam
beberapa tahap. 2.) Peristiwa komunikatif kegiatan batimbang tando
terdiri dalam beberapa komponen, yaitu genre sebagai tradisi turun
temurun, topik penghormatan kepada orang tua dan meminta restu, fungsi
dan tujuan untuk melaksanakan tradisi adat Minangkabau, setting pada
dirumah calon mempelai laki-laki, partisipan yaitu kerabat dekat, bentuk
menggunakan bahasa Minangkabau, isi pesan menghormati tradisi
Minangkabau. Urutan tindakan yaitu pasambahan, makan bajamba,
maminang, batuka tando, hari baiak bulan baiak. Kaidah interaksi adalah
aturan yang telah ditentukan, norma interpretasi adalah menghormati
tradisi yang ada. 3.) Tindakan Komunikasi kegiatan batimbang tando
menggunakan komunikasi verbal dan simbolik sebagi komunikasi
nonverbal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Kegiatan Komunikasi
dalam kegiatan batimbang tando pada persiapan upacara pernikahan adat
Minangkabau di kota Padang Panjang merupakan tradisi yang diturunkan
secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Kata Kunci: Aktivitas
Komunikasi, Etnografi Komunikasi, Pernikahan Adat Minangkabau.
Adat dan Budaya Minangkabau 25

Kajian Pustaka dan Kerangka Pemikiran

a) Tinjauan Aktivitas Komunikasi


Dalam etnografi komunikasi, untuk menemukan aktivitas komunikasi
sama maksudnya dengan melihat dan menganalisis peristiwa komunikasi
atau sebuah proses komunikasi. Adapun pengertian aktivitas komunikasi
menurut Hymes adalah “Aktivitas yang khas atau kompleks, yang di
dalamnya terdapat peristiwa-peristiwa khas komunikasi yang melibatkan
tindak - tindak komunikasi tertentu dan dalam konteks yang tertentu
pula.”(Kuswarno, 2008:42)

“Proses khas atau peristiwa komunikasi yang dibahas dalam etnografi


komunikasi adalah khas yang dapat dibedakan dengan proses komunikasi
yang dibahas pada konteks komunikasi yang lain. Karena etnografi
komunikasi memandang komunikasi sebagai proses yang sirkuler dan
dipengaruhi oleh sosiokultural lingkungan tempat komunikasi tersebut
berlangsung, sehingga proses komunikasi dalam etnografi komunikasi
melibatkan aspekaspek sosial dan kultural dari partisipan komunikasinya.”
(Kuswarno, 2008:41)

Untuk dapat menjabarkan dan menguraikan aktivitas komunikasi


menggunakan etnografi komunikasi, diperlukan pemahaman tentang unit-
unit diskrit yang ada pada aktivitas komunikasi yang dikemukakan oleh
Dell Hymes (1972), dalam (Kuswarno, 2008:41) unitunit diskrit aktivitas
komunikasi tersebut adalah:

1. Situasi komunikatif atau konteks terjadinya komunikasi. Situasi bisa


tetap sama walaupun lokasinya berubah, atau bisa berubah dalam
lokasi yang sama apabila aktivitas-aktivitas yang berbeda berlangsung
di tempat tersebut pada saat yang berbeda.

2. Peristiwa komunikatif atau keseluruhan perangkat komponen yang


utuh yang meliputi tujuan umum komunikasi, topik umum yang sama,
dan melibatkan partisipan yang secara umum menggunakan varietas
bahasa yang sama, mempertahankan tone yang sama, dan kaidah-
kaidah yang sama untuk interaksi, dalam setting yang sama. Sebuah
peristiwa komunikatif dinyatakan berkahir, ketika terjadi perubahan
partisipan, adanya periode hening, atau perubahan posisi tubuh.
Adat dan Budaya Minangkabau 26

Untuk menganalisis sebuah peristiwa komunikatif maka akan dimulai


dengan mendeskripsikan komponen-komponen yang penting, yaitu :
a) Genre, atau tipe peristiwa (misalnya, salam, cerita, ceramah,
lelucon, percakapan)
b) Topik, atau fokus referensi.
c) Tujuan atau fungsi, peristiwa secara umum dan dalam bentuk
tujuan interaksi partisipan secara individual.
d) Setting, termasuk lokasi, waktu, musim dan aspek fisik situasi
itu (misalnya, besarnya ruang, tata letak dan sebagainya).
e) Partisipan, termasuk usianya, jenis kelamin, etnik, status sosial,
atau kategori lain yang relevan, dan hubungannya satu sama lain.
f) Bentuk pesan, termasuk saluran vokal dan nonvokal dan hakikat
kode yang digunakan (misalnya, Bahasa yang mana dan varietas
yang mana).
g) Isi pesan, mencakup apa yang dikomunikasikan, termasuk level
konotatif dan refensi denotatif atau makna.
h) Urutan tindakan, urutan tindak komunikatif atau tindak tutur,
termasuk alih giliran atau fenomena percakapan.
i) Kaidah interaksi, atau properti apakah yang harus
diobservasikan.
j) Norma – norma interpretasi, termasuk pengetahuan umum,
kebiasaan kebudayaan, nilai yang dianut, tabu – tabu yang harus
dihindari, dan sebagainya

3) Tindak komunikatif yaitu fungsi interaksi tunggal seperti pernyataan,


permohonan, perintah ataupun perilaku non verbal.

Kebudayaan merupakan kebiasaan cara hidup yang berkembang


disuatu masyarakat yang dimiliki oleh sekelompok orang serta diwariskan
secara turun- temurun dari generasi-ke generasi. Sebuah budaya terbentuk
dari berbagi unsur-unsur yang rumit yakni politik, agama, bahasa, adat
istiadat, tarian, bahasa, pakaian dan bentuk bangunan. Dalam setiap
kebudayaan memiliki cara untuk berkomunikasi yang berbeda-beda, baik
dalam komunikasi verbal maupun komunikasi nonverbal. Dalam
komunikasi nonverbal maka akan terdapat simbol-simbol yang
mempunyai arti dan makna tersendiri bagi sebuah kebudayaan, dimana
dalam interaksi simbolik terjadi penyajian gerak respon dan isyarat
terhadap arti dan gerak isyarat tersebut. Orang yang berinteraksi
melnerapkan masing-masing tindakan dan isyarat kepada orang lain
berdasarkan arti yang dihasilkan dari sebuah penerapan tersebut.
Adat dan Budaya Minangkabau 27

Kemudian makna dari simbol – simbol sacara verbal atau non verbal
dapat dikaji dengan etnografi komunikasi yang melihat bagaimana makna
– makna sosial yang digunakan serta memandang sebagai perilaku yang
lahir dari keterampilan yakni bahasa, komunikasi, dan budaya. Suatu
kebudayaan terutama di Indonesia sendiri memiliki aktivitas komunikasi
yang berda – beda khususnya dalam kegiatan batimbang tando dalam
persiapan upacara pernikahan adat Minangkabau. Oleh karena itu, untuk
melihat aktivitas komunikasi yang terdapat di dalam budaya tersebut kita
memerlukan suatu konteks komunikasi yang di dalamnya ada beberapa
unit diskrit dari aktivitas komunikasi tersebut yaitu dengan mengetahui
situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, dan tindakan komunikatif.

3. Objek dan Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan


studi etnografi komunikasi dengan teknik informan menggunakan teknik
purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara
mendalam, observasi non-partisipan dan dokumentasi. Uji validitas data
dengan ketekunan pengamatan, kecukupan referensi, pengecekan anggota,
triangulasi dan melakukan tanya jawab dengan teman sejawat. Teknik
analisis data menggunakan desskripsi, analisis, dan interpretasi.

4. Hasil dan Pembahasan

Peneliti akan menjabarkan hasil observasi yang telah di dapat


dilapangan yang disesuaikan dengan judul penelitian yaitu Makna Prosesi
Upacara Pernikahan Adat Minangkabau (Studi Etnografi Komunikasi
dalam Kegiatan Batimbang Tando Sebagai Salah Satu Bentuk Komunikasi
Tradisional di Kota Padang Panjang) kemudian peneliti menganalisis dan
membahas sesuai dengan metode penelitian peneliti yaitu etnografi
komunikasi hingga menghasilkan asumsiasumsi dari data yang telah
peneliti dapatkan selama dalam proses penelitian.

Dari hasil wawancara yang sudah peneliti lakukan mengenai aktivitas


komunikasi dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara
pernikahan adat Minangkabau di Kota Padang Panjang, dengan
menggunakan sub-sub aktivitas komunikasi yang terdapat dalam kegiatan
batimbang tando yaitu situasi komunikasi, peristiwa komunikasi, dan
tindakan komunikasi, peneliti dapat menganalisis bahwa:
Adat dan Budaya Minangkabau 28

1) Situasi Komunikasi dalam Kegiatan Batimbang Tando Pada


Prosesi Upacara Pernikahan Adat Minangkabau

Situasi komunikatif dapat diartikan sebagai ukuran ruang sekaligus


penataannya. Ukuran ruang atau penataan sesuatu dalam ruangan
diperlukan agar suatu peristiwa komunikasi dapat terjadi. Karena dengan
adanya penataan dan persiapan yang bertujuan agar proses dalam kegiatan
batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau bisa
berjalan dengan lancar pada situasi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan fakta yang ada dilapangan serta hasil wawancara
mendalam dengan informan bahwa dilihat dari konteks komunikasi
kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat
Minangkabau yaitu berlangsung saat beberapa tahapan prosesi terjadi,
mulai dari persiapan hingga situasi pelaksanaan kegiatan batimbang tando.

Dari beberapa penjelasan mengenai situasi komunikasi yang diamati


melalui beberapa kegiatan dalam satu tempat yang dibahas tersebut dapat
disimpulkan bahwa tempat terjadinya konteks komunikasi dalam kegiatan
batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau
karena situasi komunikasi tidak bergantung pada fungsi utama dari sebuah
tempat, melainkan situasi komunikasi melihat dari segi saat sedang
pelaksanaan suatu aktivitas yang sedang berlangsung.

2) Peristiwa Komunikasi dalam Kegiatan Batimbang Tando


Pada Prosesi Upacara Pernikahan Adat

Untuk menganalisis peristiwa komunikatif dalam kegiatan batimbang


tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau dimulai dengan
deskripsi beberapa komponen yang perlu dibahas, yaitu genre Tradisi
masyarakat Minangkabau yang di wariskan secara turun-temurun, karena
kegiatan ini merupakan adat yang sudah menjadi tradisi dan cara hidup
masyarakat Minangkabau, topic Menghormati orang tua dan memohon
restu kepada keluarga besar, fungsi atau tujuan Untuk menjalankan syariat
dan tradisi dalam adat masyarakat Minangkabau, agar tradisi ini tidak
punah dari waktu ke waktu, setting 7 Februari 2019, sesuai dengan tradisi
adat yaitu dilakukan dirumah calon mempelai laki-laki, partisipan
Partisipan dalam kegiatan batimbang tando adalah orang tua, mamak dan
ninik-mamak serta orang yang di tuakan yang merupakan masyarakat
Minangkabau, bentuk pesan Saat prosesi batimbang tando berlangsung
dilakukan dengan bahasa Minangkabau, isi pesan Mengandung makna
konotasi menghormati orang yang lebih tua dalam setiap kegiatannya,
salah satunya pada saat makan bajamba dan urutan tindakan Pasambahan,
Adat dan Budaya Minangkabau 29

makan bajamba,maminang, batuka tando, hari baiak bulan baiak, serta


kaidah interaksi Perlengkapan dan sarana properti sebagai aturan yang
telah ditetapkan oleh tradisi masyarakat Minangkabau, seperti carano dan
tando yang digunakan, dan norma interpretasi Batimbang tando
merupakan suatu tradisi masyarakat Minangkabau yang harus dijaga dan
harus dilaksanakan.

3) Tindakan Komunikasi dalam Kegiatan Batimbang Tando


Pada Prosesi Upacara Pernikahan Adat Minangkabau

Tindakan komunikatif merupakan bentuk perintah, pernyataan,


permohonan, dan perilaku secara nonverbal, peneliti akan membahas
tentang tindakan komunikatif dalam kegiatan batimbang tando pada
prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau. Melihat unsur-unsur yang
ada pada peristiwa komunikatif, dapat dikatakan bahwa tindakan
komunikatif erat kaitannya dengan unsurunsur yang ada pada peristiwa
komunikatif.

Pada pembahasan ini, peneliti akan membahas mengenai simbol yang


ada dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat
Minangkabau yaitu simbol dari carano yang merupakan simbol yang
selalu digunakan saat adanya upacara atau kegiatan adat pada masyarakat
Minangkabau. Kemudian isi dari keseluruhan yang ada di dalam carano
yaitu sirih, gambir, kapur dan untaian pinang yang mana saat dimakan
memiliki rasa yang manis dan pahit, sama dengan kehidupan yang selalu
merasakan manis dan pahit yang harus dirasakan bersama karna kedua
keluarga dan kedua calon mempelai akan menempuh hidup ke jenjang
yang lebih serius secara bersama-sama sehingga apapun yang dirasakan
akan dilalui bersama. Selanjutnya makna dari tando sendiri yang
mempunyai artian bahwa telah diterima dan direstuinya suatu hubungan
antara dua insan yang akan melangsungkan pernikahan. Kemudian pada
bawa-bawaan yang memang secara simbolis memberikan arti ada suatu
etika dan sopan santun dalam memusyawarhakan sesuatu.

4) Aktivitas Komunikasi dalam Kegiatan Batimbang Tando


Pada Prosesi Upacara Pernikahan Adat Minangkabau

Dari ketiga unit diatas dapat dilihat aktivitas komunikasi dalam


kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat
Minangkabau, berdasarkan hasil penelitian yang peneliti amati kegiatan
batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau yang
telah dilaksanakan merupakan serangkaian aktivitas komunikasi yang
berlangsung secara berulang pada waktu yang sudah ditentukan untuk
Adat dan Budaya Minangkabau 30

melaksanakan kegiatan tersebut. Dalam kegiatan batimbang tando pada


prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau yang telah berlangsung
terdapat proses komunikasi dengan situasi tetap sama walaupun lokasi
dilaksanakannya berbeda. Tempat tersebut diawali dengan persiapan
dirumah calon mempelai perempuan yang mempersiapkan bawaan untuk
datang ke rumah calon mempelai laki-laki, selanjutnya di rumah calon
mempelai lakilaki untuk melaksanakan kegiatan pasambahan, makan
bajamba, maminang, dan batuka tando. Disini terlihat bahwa situasi
komunikasi tetap sama meskipun hanya dilakukan dirumah calon
mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan, namun situasi
komunikasinya terasa berbeda dengan rumah yang biasanya ditempati,
karena rumah tersebut digunakan untuk melaksanakan kegiatan adat
yang dimana kegiatan tersebut berjalan dengan khidmat dan sakral.

Dilihat dari berbagai peristiwa komunikasi yang terjadi dalam


kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat
Minangkabau seperti yang telah dijelaskan dalam hasil penelitian serta
dalam penjelasan di atas, peneliti dapat melihat bahwa proses rangkaian
yang ada dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara
pernikahan adat Minangkabau termasuk dalam komponen-komponen
yang terdapat pada perstiwa komunikasi. Dalam setiap tahapan pada
proses kegiatan batimbang tando yang menjadi peristiwa komunikasi
merupakan keseluruhan dari rangkaian yang menjadi inti dari tujuan
kegiatan batimbang tando dilaksanakan.
Peneliti melihat bahwa seluruh komponen yang ada pada peristiwa
komunikatif yaitu tipe peristiwa, topik peristiwa, tujuan dan fungsi
peristiwa, setting, partisipan, bentuk pesan, isi pesan, urutan tindakan
kaidah interaksi dan norma-norma interaksi merupakan tujuan utama
dari pelaksanaan kegiatan batimbang tando. Peristiwa komunikatif
dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat
Minangkabau dengan topik mengikuti tradisi masyarakat Minangkabau
yang memiliki fungsi dan tujuan mengikuti adat yang dimana
merupakan sebuah kebiasaan dari leluhur yang diturunkan secara turun-
temurun oleh masyarakat Minangkabau. Kemudian keterlibatan
keluarga yang menjadi partisipan seperti orang tua, ninik-mamak,
saudara-saudari, kerabat dari kedua calon mempelai serta masyarakat
Minangkabau. Kemudian ada bentuk pesan baik secara verbal maupun
nonverbal yang ada dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi
upacara pernikahan adat Minangkabau yang lebih menggunakan
komunikasi verbal meskipun juga banyak memiliki simbol-simbol
dengan makna nonverbal. Isi pesan yang terdapat dalam kegiatan
Adat dan Budaya Minangkabau 31

batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau


mencakup apa saja yang dikomunikasikan termasuk kedalam makna
konotasi ataupun denotasi namun dalam kegiatan batimbang tando pada
prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau banyak memuat isi
pesan yang mengandung makna konotasi seperti pada kegiatan petatah-
petitih dan makan bajamba. Selanjutnya pada urutan tindakan dalam
kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat
Minangkabau yang mana melakukan tahapan sesuai dengan urutan
yang mana yang terlebih dahulu harus dijalankan. Mulai dari saling
jawab petatah-petitih dari keluarga kedua calon mempelai, kemudian
makan bajamba, setelah itu penyampaian maksud kedatangan keluarga
calon mempelai perempuan datang untuk maminang calon mempelai
laki-laki, setelah itu langsung kepada kegiatan batuka tando yaitu
kegiatan menukarkan sebuah tanda sebagai simbol bahwa lamaran
tersebut diterima, kemudian berlanjut ke kegiatan untuk menentukan
hari dan tanggal pernikahan yang nantinya akan di musyawarahkan
dengan kedua belah pihak keluarga calon mempelai. Tahapan
selanjutnya untuk melihat aktivitas komunikasi ialah tindak
komunikatif. Tindak komunikatif merupakan fungsi interaksi tunggal,
seperti perintah, pernyataan, permohonan, ataupun perilaku nonverbal.
Dari hasil penelitian sebuah interaksi yang terjadi dalam kegiatan
batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau ialah
interaksi yang terjadi di dalam proses kegiatan batimbang tando tersebut.
Seperti bawa-bawaan yang dibawa ke rumah calon mempelai lakilaki,
kemudian makan bajamba, maminang, tuka tando, dan hari baiak bulan
baiak yang secara simbolis merupakan suatu tradisi masyarakat
Minangkabau dan menghormati orang tua. Dengan demikian, aktivitas
komunikasi dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara
pernikahan adat Minangkabau merupakan serangkaian kegiatan tradisi
kebudayaan adat Minangkabau yang diwariskan secara turun-temurun
yang berguna untuk menghormati orang tua dan melestarikan adat dan
tradisi masyarakat Minangkabau.
Adat dan Budaya Minangkabau 32

2.3 Teori Pembahasan

ABSTRAK

KOMUNIKASI BUDAYA DALAM TRADISI BA’ALUA NINIAK


MAMAK MINANGKABAU ( STUDI MAKNA PESAN SAAT
ACARA LAMARAN DI KANAGARIAN TIAKAR PAYAKUMBUH
TIMUR KOTA PAYAKUMBUH

Tradisi ba’alua atau sering disebut kata pasambahan merupakan


sebuah tradisi yang menggunakan kata kiasan. Tradisi ba’alua selalu
dilakukan oleh masyarakat minang kabau dalam setiap kegiatan yang
berhubungan dengan adat atau tradisi seperti, batagak panghulu, batagak
rumah, acara kematian, sunatan dan acara pernikahan atau acara lamaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses komunikasi
budaya yang terjadi pada tradisi ba’alua dalam acara lamaran dan
mengetahui apa makna simbolik tradisi ba’alua pada acara lamaran
dengan menggunakan teori Interaksionalisme Simbolik George H. Mead
yang membagi pemikirannya menjadi Mind, Self, and Society. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara, observasi
dan dokumentasi. Penelitian ini dilaksanakan di Kanagarian Tiakar
Payakumbuh Timur Kota Payakumbuh. Hasil penelitian menunjukan
proses komunikasi budaya pada tradisi ba’alua yang terjadi pada acara
lamaran dilakukan pada saat niniak mamak melakukan percakapan atau
berbicara saat proses acara lamaran berlansung, sedangkan makna tradisi
ba’alua berdasarkan pemikiran Mead mengenai Mind, Self and Society,
dalam acara lamaran adalah setiap niniak mamak yang melakukan alua
Adat dan Budaya Minangkabau 33

memiliki rasa sopan santun dan menghargai setiap pembicaraan yang


mereka sampaikan.

Kata Kunci: Komunikasi Budaya, Makna Komunikasi,


Interaksionalisme simbolik, Tradisi Minangkabau, Tradisi Ba’alua,
Kanagarian Tiakar, Kota Payakumbuh

2.4 Sosial kemasyarakatan


a. Persukuan
Suku merupakan basis dari organisasi sosial dan sekaligus tempat pertarungan
kekuasaan yang fundamental. Selanjutnya, setiap suku dalam tradisi Minang, diurut
dari garis keturunan yang sama dari pihak ibu, dan diyakini berasal dari satu
keturunan nenek moyang yang sama. Selain sebagai basis politik, suku juga
merupakan basis dari unit-unit ekonomi. Kekayaan ditentukan oleh kepemilikan
tanah keluarga, harta, dan sumber-sumber pemasukan lainnya yang semuanya itu
dikenal sebagai harta pusaka. Harta pusaka merupakan harta milik bersama dari
seluruh anggota kaum-keluarga. Harta pusaka tidak dapat diperjualbelikan dan tidak
dapat menjadi milik pribadi. Harta pusaka semacam dana jaminan bersama untuk
melindungi anggota kaum-keluarga dari kemiskinan. Jika ada anggota keluarga yang
mengalami kesulitan atau tertimpa musibah, maka harta pusaka dapat digadaikan.
Suku terbagi-bagi ke dalam beberapa cabang keluarga yang lebih kecil atau
disebut payuang (payung). Adapun unit yang paling kecil setelah sapayuang disebut
saparuik. Sebuah paruik (perut) biasanya tinggal pada sebuah rumah gadang secara
bersama-sama
 Nagari
Daerah Minangkabau terdiri atas banyak nagari. Nagari ini merupakan daerah
otonom dengan kekuasaan tertinggi di Minangkabau. Tidak ada kekuasaan sosial
dan politik lainnya yang dapat mencampuri adat di sebuah nagari. Nagari yang
berbeda akan mungkin sekali mempunyai tipikal adat yang berbeda. Tiap nagari
dipimpin oleh sebuah dewan yang terdiri dari pemimpin suku dari semua suku yang
ada di nagari tersebut. Dewan ini disebut dengan Kerapatan Adat Nagari (KAN).
Adat dan Budaya Minangkabau 34

Dari hasil musyawarah dan mufakat dalam dewan inilah sebuah keputusan dan
peraturan yang mengikat untuk nagari itu dihasilkan.
Faktor utama yang menentukan dinamika masyarakat Minangkabau adalah
terdapatnya kompetisi yang konstan antar nagari, kaum-keluarga, dan individu
untuk mendapatkan status dan prestise. Oleh karenanya setiap kepala kaum akan
berlomba-lomba meningkatkan prestise kaum-keluarganya dengan mencari
kekayaan (berdagang) serta menyekolahkan anggota kaum ke tingkat yang paling
tinggi.
Dalam pembentukan suatu nagari sejak dahulunya telah dikenal dalam istilah
pepatah yang ada pada masyarakat adat Minang itu sendiri yaitu Dari Taratak
manjadi Dusun, dari Dusun manjadi Koto, dari Koto manjadi Nagari, Nagari ba
Panghulu. Jadi dalam sistem administrasi pemerintahan di kawasan Minang dimulai
dari struktur terendah disebut dengan Taratak, kemudian berkembang menjadi
Dusun, kemudian berkembang menjadi Koto dan kemudian berkembang menjadi
Nagari. Biasanya setiap nagari yang dibentuk minimal telah terdiri dari 4 suku yang
mendomisili kawasan tersebut.
· Kerajaan
Dalam laporan de Stuers kepada pemerintah Hindia-Belanda, dinyatakan bahwa
di daerah pedalaman Minangkabau, tidak pernah ada suatu kekuasaan pemerintahan
terpusat dibawah seorang raja. Tetapi yang ada adalah nagari-nagari kecil yang
mirip dengan pemerintahan polis-polis pada masa Yunani kuno. Namun dari
beberapa prasasti yang ditemukan pada kawasan pedalaman Minangkabau, serta dari
tambo yang ada pada masyarakat setempat, etnis Minangkabau pernah berada dalam
suatu sistem kerajaan yang kuat dengan daerah kekuasaan meliputi pulau Sumatra
dan bahkan sampai semenanjung Malaya. Beberapa kerajaaan yang ada di wilayah
Minangkabau antara lain Kerajaan Dharmasraya, Kerajaan Pagaruyung, dan
Kerajaan Inderapura.

2.5 Minangkabau Perantauan


Minangkabau perantauan merupakan istilah untuk suku Minangkabau yang
hidup di luar provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Merantau merupakan proses
Adat dan Budaya Minangkabau 35

interaksi masyarakat Minangkabau dengan dunia luar. Kegiatan ini merupakan


sebuah petualangan pengalaman dan geografis, dengan meninggalkan kampung
halaman untuk mengadu nasib di negeri orang. Keluarga yang telah lama memiliki
tradisi merantau, biasanya mempunyai saudara di hampir semua kota utama di
Indonesia dan Malaysia. Keluarga yang paling kuat dalam mengembangkan tradisi
merantau biasanya datang dari keluarga pedagang-pengrajin dan penuntut ilmu
agama. Merantau bagi orang minang adalah budaya, tapi bukan berarti mereka lupa
untuk membangun kampung halamannya sendiri.
Para perantau biasanya telah pergi merantau sejak usia belasan tahun, baik
sebagai pedagang ataupun penuntut ilmu. Bagi sebagian besar masyarakat
Minangkabau, merantau merupakan sebuah cara yang ideal untuk mencapai
kematangan dan kesuksesan. Dengan merantau tidak hanya harta kekayaan dan ilmu
pengetahuan yang didapat, namun juga prestise dan kehormatan individu di tengah-
tengah lingkungan adat.
Dari pencarian yang diperoleh, para perantau biasanya mengirimkan sebagian
hasilnya ke kampung halaman untuk kemudian diinvestasikan dalam usaha
keluarga, yakni dengan memperluas kepemilikan sawah, memegang kendali
pengolahan lahan, atau menjemput sawah-sawah yang tergadai. Uang dari para
perantau biasanya juga dipergunakan untuk memperbaiki sarana-sarana nagari,
seperti mesjid, jalan, ataupun pematang sawah. Etos merantau orang Minangkabau
sangatlah tinggi, bahkan diperkirakan tertinggi di Indonesia.
Sebab Merantau
· Faktor Budaya
Ada banyak penjelasan terhadap fenomena ini, salah satu penyebabnya ialah
sistem kekerabatan matrilineal. Dengan sistem ini, penguasaan harta pusaka
dipegang oleh kaum perempuan sedangkan hak kaum pria dalam hal ini cukup kecil.
Selain itu, setelah masa akil baligh para pemuda tidak lagi dapat tidur di rumah
orang tuanya, karena rumah hanya diperuntukkan untuk kaum perempuan beserta
suaminya, dan anak-anak.
Para perantau yang pulang ke kampung halaman, biasanya akan menceritakan
pengalaman merantau kepada anak-anak kampung. Daya tarik kehidupan para
Adat dan Budaya Minangkabau 36

perantau inilah yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat Minangkabau


sedari kecil. Siapa pun yang tidak pernah mencoba pergi merantau, maka ia akan
selalu diperolok-olok oleh teman-temannya. Hal inilah yang menyebabkan kaum
pria Minang memilih untuk merantau. Kini wanita Minangkabau pun sudah lazim
merantau. Tidak hanya karena alasan ikut suami, tapi juga karena ingin berdagang,
meniti karier dan melanjutkan pendidikan.

· Faktor Ekonomi
Penjelasan lain adalah pertumbuhan penduduk yang tidak diiringi dengan
bertambahnya sumber daya alam yang dapat diolah. Jika dulu hasil pertanian dan
perkebunan, sumber utama tempat mereka hidup dapat menghidupi keluarga, maka
kini hasil sumber daya alam yang menjadi penghasilan utama mereka itu tak cukup
lagi memberi hasil untuk memenuhi kebutuhan bersama, karena harus dibagi dengan
beberapa keluarga. Selain itu adalah tumbuhnya kesempatan baru dengan dibukanya
daerah perkebunan dan pertambangan. Faktor-faktor inilah yang kemudian
mendorong orang Minang pergi merantau mengadu nasib di negeri orang.

· Faktor Perang
Beberapa peperangan juga menimbulkan gelombang perpindahan masyarakat
Minangkabau terutama dari daerah konflik, setelah perang Padri, muncul
pemberontakan di Batipuh menentang tanam paksa Belanda, disusul pemberontakan
Siti Manggopoh dan pemberontakan komunis tahun 1926-1927. Setelah
kemerdekaan muncul PRRI yang juga menyebabkan timbulnya eksodus besar-
besaran masyarakat Minangkabau ke daerah lain.
Daftar tokoh Minangkabau: Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Sjahrir, Fahmi
Idris

Tata cara pemakaian:

Dipakai atau dipasang ketika acara nasional atau acara daerah serta acara
keagamaan, seperti; Peringatan 17 Agustus dan hari nasional lainnya, peringatan
Adat dan Budaya Minangkabau 37

hari besar Islam ( Idul fitri, Idul Adha, Isra’ Mi’raj, Maulid nabi, 1 Muharram
dan lainn sebagainya )

Dipakai atau dipasang ketika pelantikan/pengambilan sumpah pejabat nasional


dan daerah atau menyambut kunjungan para pejabat Internasional, nasional dan
daerah sewaktu berada di sumatera barat atau ranah minang

Marawa tiga warna dipasang kiri-kanan gerbang tempat upacara pelantikan


pejabat di tempat acara tersebut sedangkan marawa yang mendampinginya
adalah marawa berwarna satu, berwarna dua yang diambil dari warna marawa
kebesaran alam Minangkabau

Marawa juga merupakan lambang atau pencerminan wilayah Adat Luhak Nan
Tigo.

· Warna kuning, melambangkan Luhak Tanahdatar ( aianyo janiah, ikannyo jinak


dan buminya dingin).

· Warna merah melambangkan Luhak Agam (airnyo karuah, ikannya lia dan
buminya hangat)

· Sedangkan warna hitam melambangkan Luhak Limopuluah Koto ( aianyo


manih, ikannyo banyak dan buminyo tawar).
Adat dan Budaya Minangkabau 38

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan dan Saran

Berdasarkan pada hasil penelitian yang ada pada bab sebelumnya, telah
dibahas mengenai unit-unit yang menjelaskan Aktivitas Komunikasi
dalam Kegiatan Batimbang Tando pada Prosesi Upacara Pernikahan Adat
Minangkabau, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Situasi Komunikasi dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi


upacara pernikahan adat Minangkabau terdapat pada sebuah lokasi yang
sama dengan 5 situasi lokasi yang diamati, melalui beberapa yang dibahas
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lokasi tersebut merupakan tempat
terjadinya konteks komunikasi dalam kegiatan batimbang tando pada
prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau. karena situasi komunikasi
tidak bergantung pada fungsi utama dari sebuah tempat, melainkan situasi
komunikasi melihat dari segi saat sedang pelaksanaan suatu aktivitas yang
sedang berlangsung.

2) Peristiwa Komunikasi dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi


upacara pernikahan adat Minangkabau yaitu seluruh komponen peristiwa
komunikatif yakni topik untuk menghormati orang tua dan memohon restu
kepada keluarga besar dengan menjalankan kegiatan batimbang tando
tersebut. Fungsi dan tujuan Fungsi dan tujuan pelaksanaan kegiatan
batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat Minangkabau
secara keseluruhan adalah untuk menjalankan syariat dan tradisi dalam
adat masyarakat Minangkabau. Selanjutnya adalah keterlibatan para
partisipan yang ada dalam kagiatan tersebut yakni orang tua, mamak,
kemudian ninik-mamak serta sanal saudara. Bentuk pesan baik itu secara
verbal maupun nonverbal, kegiatan batimbang tando banyak
menggunakan komunikasi verbal namun juga menggunakan komunikasi
nonverbal yang ada pada simbol-simbol yang mengandung makna. Isi
pesan dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan
adat Minangkabau mencakup pada apa yang dikomunikasikan yang
termasuk dalam makna konotasi maupun denotasi. Namun, dalam
kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara pernikahan adat
Minangkabau lebih banyak memiliki makna konotasi seperti pada saat
petatahpetitih adat dan makan bajamba.
Adat dan Budaya Minangkabau 39

3) Tindakan Komunikasi dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi


upacara pernikahan adat Minangkabau mencakup pada setiap tahapan dan
simbol pada proses pelaksanaan kegiatan yang mempunyai banyak makna
secara nonverbal. Dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi upacara
pernikahan adat Minangkabau yaitu simbol dari carano yang merupakan
simbol yang selalu digunakan saat adanya upacara atau kegiatan adat pada
masyarakat Minangkabau. Kemudian isi dari keseluruhan yang ada di
dalam carano yaitu sirih, gambir, kapur dan untaian pinang yang memiliki
makna tertenut hingga makna pada tando sendiri yang mempunyai artian
bahwa telah diterima dan direstuinya sebuah hubungan antara dua insan
yang akan melangsungkan pernikahan.

4) Aktivitas Komunikasi dalam kegiatan batimbang tando pada prosesi


upacara pernikahan adat Minangkabau merupakan serangkaian kegiatan
tradisi kebudayaan adat Minangkabau yang diwariskan secara turun-
temurun yang berguna untuk menghormati orang tua dan melestarikan
adat dan tradisi masyarakat Minangkabau. Melalui penelitian yang telah
dilakukan, maka peneliti diharapkan mampu memberikan saran-saran
yang dapat berguna bagi seluruh pihak yang berkaitan dengan penelitian
ini, sebagai berikut:

1) Universitas Sebaiknya universitas mengenalkan berbagai tradisi dan


kebudayaan yang ada di Indonesia, salah satunya kebudayaan adat
Minangkabau yang merupakan suatu kebudayaan yang telah menyatu
dengan Indonesia dan mempunyai kebudayaan serta tradisi yang menarik
dan beragam.

2) Penelitian Selanjutnya Untuk mahasiswa sebagai penerus generasi agar


lebih memahami tradisi dan kebudayaan dari kebudayaan lain yang berada
di Indonesia, salah satunya tradisi kebudayaan masyarakat Minangkabau,
khususnya mahasiswa yang berasal dari Minangkabau dapat ikut
membantu dalam melestarikan kebudayaan Minangkabau agar tidak
hilang oleh waktu dan terkikis oleh zaman.

3) Masyarakat Umum Bagi seluruh masyarakat hendaknya melestarikan


kebudayaan yang mereka miliki. Khususnya masyarakat yang berasal dari
Minangkabau dapat berperan aktif dalam menjaga dan melestarikan
kebudayaan Minangkabau, karena kebudayaan merupakan sebuah warisan
yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Adat dan Budaya Minangkabau 40

Masyarakat Minangkabau atau Minang adalah kelompok etnikNusantara yang


berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Orang Minangkabau sangat
menonjol dibidang perniagaan, sebagai profesional dan intelektual. Nama
Minangkabau berasal dari dua kata, minang dan kabau. Nama itu dikaitkan
dengan suatu legenda khas Minang yang dikenal didalam tambo. Dalam
masyarakat Minangkabau, ada tiga pilar yang membangun dan menjaga
keutuhan budaya serta adat istiadat. Mereka adalah alim ulama, cerdik pandai,
dan ninik mamak, yang dikenal dengan istilah Tali nan Tigo Sapilin
Adat dan Budaya Minangkabau 41

DAFTAR PUSTAKA

Acuan dari buku: Creswell, John W. 2016. Research Design, Pendekatan


Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar. Ibrahim,ABD,Syukur. 1994. Panduan Penelitian
Etnografi Komunikasi. Surabaya:Usaha Nasional
Ibrahim,ABD,Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya:
Usaha Nasional Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi
Komunikasi. Suatu Pengantar Dan Contoh Penelitiannya.
Bandung : Widya Padjajaran. Moleong Lexy J.2009.
Metodelogi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).
Bandung :PT.Remaja Rosdakarya. Nurwani. 2017.
Perempuan Minangkabau dalam Metafora Kekuasaan.
Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Josselin de Jong, P.E. de, (1960), Minangkabau and Negeri Sembilan: Socio-Political
Structure in Indonesia, Jakarta: Bhartara
Kato, Tsuyoshi (2005). Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah. PT
Balai Pustaka.
Purbatjaraka, R.M. Ngabehi, (1952), Riwajat Indonesia, I, Djakarta: Jajasan
Pembangunan.
www.posmetropadang.comBudaya Merantau Orang Minang (1) Kalaulah di Bulan
Ada Kehidupan

file:///C:/Users/ACER/Downloads/UNIKOM_Zikra
%20Nurhafiza_41815159_BAB%20I.pdf
http://scholar.unand.ac.id/50675/2/BAB%20I.pdf
https://elibrary.unikom.ac.id/id/eprint/1934/13/Unikom_Zikra
%20Nurhafiza_Artikel.pdf
http://scholar.unand.ac.id/50675/1/Cover%20dan%20Abstrak.pdf
https://www.academia.edu/29323309/Makalah_minangkabau?
show_app_store_popup=true

https://harianhaluan.id/haluan-nagari/hh-25592/menelisik-adat-budaya-ba-
alua-di-nagari-pangkalan-kabupaten-limapuluh-kota/

Anda mungkin juga menyukai