Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM ADAT

HUKUM ADAT MINANGKABAU


Dosen :

Endang Prastini, S.Pd MH.

Disusun Oleh :

 CHUSNUL VERA ANGGIA


 DERA PURNAMA
 FEBIE DWI YUSNITA
 FHISCA FIOLITA
 INES MUFIDA
 RIZKI HAIKAL

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PAMULANG 2019


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang maha pengasih dan maha penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat,hidayah dan inayah kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu , kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk masyarakat dan
dapat memberikan inspirasi terhadap pembaca.

Tangerang, 10 September 2019

penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 1


B. RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 2
C. TUJUAN ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 3

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adat Minangkabau adalah peraturan dan undang-undang atau hukum adat yang
berlaku dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau, terutama yang bertempat
tinggal di Ranah Minang atau Sumatera Barat. Dalam batas tertentu, Adat
Minangkabau juga dipakai dan berlaku bagi masyarakat Minang yang berada di
perantauan di luar wilayah Minangkabau. Adat adalah landasan bagi kekuasaan para
Raja dan Penghulu, dan dipakai dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Semua
peraturan hukum dan perundang-undangan disebut Adat, dan landasannya adalah
tradisi yang diwarisi secara turun-temurun serta syariat Islam yang sudah dianut oleh
masyarakat Minangkabau. Seorang Raja atau Penghulu memegang kekuasaan karena
keturunan, dan kekuasaan itu menjadi sah karena didukung oleh para ulama yang
memegang otoritas agama dalam masyarakat. Dari ide ini muncul adagium Adat
basandi syarak; Syarak basandi Kitabullah. Sesudah kedatangan kolonialis Eropa,
wilayah hukum Adat dibatasi hanya pada pengaturan jabatan Penghulu, kekuasaan
atas Tanah Ulayat, peraturan waris, perkawinan, dan adat istiadat saja. Kekuasaan
hukum, keamanan dan teritorial diambil alih oleh pemerintah kolonial. Keadaan ini
berlanjut sampai pada zaman kemerdekaan. Setelah berlakunya Undang-undang
Otonomi Daerah tahun 1999 dan gerakan Kembali ka Nagari, Adat Minang mendapat
tempat yang lebih baik dan dimasukkan sebagai salah satu dasar pemerintahan Nagari,
Pemerintahan Daerah Kabupaten, dan Pemerintahan Daerah Provinsi, sesudah UUD
1945.

1
2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Sejarah adat minangkabau?
2. Bagaimanakah kebudayaan dan juga hukum adat yang berlaku di
minangkabau?
3. Tradisi pernikahan di minangkabau.

C. Tujuan
1. Mengetahui Sejarah adat minangkabau.
2. Mengulas tentang kebudayaan dan juga hukum adat yang berlaku di
minangkabau.
Mengetahui dan membahas tradisi pernikahan di minangkabau.
BAB II

PEMBAHASAN

Unsur-unsur kebudayaan Minangkabau;

Bahasa

Bahasa Minangkabau atau dalam bahasa asal,

Baso Minang adalah sebuah bahasa Austronesia yang digunakan oleh kaum
Minangkabau di Sumatra Barat,di barat Riau,Negeri Sembilan (Malaysia), dan juga
oleh penduduk yang telah merantau ke daerah-daerah lain diIndonesia. Terdapat
beberapa kontroversi mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa
Melayu.Hal ini disebabkan kemiripan dalam tata bahasa mereka. Ada pendapat yang
mengatakan bahasa Minangkabau sebenarnya adalah dialek lain dari bahasa
Melayu,sedangkan pendapat lain mengatakan bahasa Minangkabau adalah sebuah
bahasa dan bukan sebuah dialek.Secara garis besar, daerah pemakaian bahasa
Minangkabau dibedakan dalam dua daerah besar, yaitu daerah /a/ dan daerah /o/.

Berikut adalah contoh dialek bahasa Minangkabau:


Bahasa Melayu Dialek /a/ Dialek /o/
Penat Panek Ponek
Apa A Ano
Mana Ma Mano
Lepas Lapeh Lopeh

Sistem Pencarian

Sebagian besar masyarakat Minangkabau hidup dari bercocok tanam. Di


daerah yang subur dengan cukup air tersedia,kebanyakan orang mengusahakan sawah,
sedangkan pada daerah subur yang tinggi banyak orang menanam sayur mayur untuk
perdagangan.Pada daerah yang kurang subur,penduduknya hidup dari tanaman-
tanaman seperti pisang, ubi kayu, dan sebagainya.Pada daerah pesisir mereka bisa
menanam kelapa. Disamping hidup dari pertanian,penduduk yang tinggal di pinggir
laut atau danau juga dapat hidup dari hasil tangkapan ikanAda berbagai hal yang
menyebabkan banyak orang Minangkabau kemudian meninggalkansektor pertanian.

3
4

Ada yang disebabkan karena tanah mereka memberikan hasil yang kurangatau
karena kesadaran bahwa dengan pertanian mereka tidak dapat menjadi kaya. Orang-
orang sejenis ini biasanya beralih ke sektor perdagangan dan merantau dengan
harapanmereka akan kembali sebagai orang yang dewasa dan bertanggung jawab.
Kehidupanperdagangan di Minangkabau kebanyakan dikuasai oleh penduduk
Minangkabau sendiri.Selain itu ada juga masyarakat yang hidup dari kerajinan tangan.
Seperti kerajinan perakbakar dari Koto Gadang, sebuah desa dekat Bukittinggi dan
pembuatan kain songket dariSilukang, sebuah desa dekat Sawah Lunto.

Sistem Religi

Hampir seluruh masyarakat Minangkabau menganut agama Islam, walaupun sebagian


besardari mereka hanya menganut agama sebagai simbolis tanpa melakukan ibadah
dankewajibannya. Boleh dikatakan mereka tidak mengenal unsur-unsur kepercayaan
lain selainyang diajarkan oleh agama Islam. Walaupun demikian masih banyak juga
orang yangpercaya akan hal-hal yang tidak diajarkan oleh Islam, seperti hantu-hantu
dan kekuatangaib.Selain itu, banyak orang menganggap bahwa sistem matrilineal
yang dianut masyarakatMinangkabau bertentangan dengan aturan Islam yang
menekankan sistem patrilineal.Padahal sesungguhnya terdapat banyak kesamaan
antara faham Islam dengan fahamMinangkabau.Berikut ini merupakan contoh dari
beberapa kesamaan faham Islam dan Minangkabau:

Faham Islam: Menimba ilmu adalah wajib

Faham Minangkabau : Anak-anak lelaki harus meninggalkan rumah mereka


untuktinggal dan belajar di surau (langgar, masjid)

Islam: Mengembara adalah kewajiban untuk mempelajari tamadun-tamadunyang


kekal dan binasa untuk meningkatkan iman kepada Allah

Faham Minangkabau: Para remaja harus merantau (meninggalkan kampunghalaman)


untuk menimba ilmu dan bertemu dengan orang dari berbagai tempatuntuk mencapai
kebijaksanaan, dan untuk mencari penghidupan yang lebih baik.Falsafah merantau
juga berarti melatih orang Minangkabau untuk hidup mandiri,kerana ketika seorang
pemuda Minangkabau berniat merantau meninggalkankampungnya, dia hanya
membawa bekal seadanya.

Faham Islam :Tidak ada wanita yang boleh dipaksa untuk menikah dengan lelakiyang
tidak dia cintai

Faham Minangkabau : Wanita yang menentukan dengan siapa yang ia ingin menikah

Faham Islam : Ibu berhak dihormati 3 kali lebih tinggi daripada bapak
5

Faham Minangkabau :Bundo Kanduang adalah pemimpin/pengambil keputusan di


Rumah Gadang.

Ciri-ciri Islam begitu mendalam dalam adat Minangkabau sehingga mereka yang
tidak mengamalkan Islam dianggap telah keluar dari masyarakat Minang.

Kesenian

Berikut ini adalah kesenian tradisonal Minangkabau:

Randai,teater rakyat yang meliputi pencak silat, musik, tarian dan drama

Saluang Jo Dendang,serunai bambu dan nyanyian

Talempong,musik bunyi gong

Tari Piring,gerakan tarian menyerupai gerakan para petani semasa bercocok tanam

Tari Payung,menceritakan kehidupan muda-mudi Minang yang selalu riang gembira

Tari Indang

Pidato Adat,juga dikenali sebagai

Sambah Manyambah(sembah-menyembah),upacara berpidato, dilakukan di setiap


upacara-upacara adat, seperti rangkaian acarapernikahan (baralek), upacara
pengangkatan pangulu(penghulu), dan lain-lain

Pencak Silat,tarian yang gerakannya adalah gerakan silat tradisional Minangkabau

Makna dari tradisi pernikahan

Dalam tiap masyarakat dengan susunan kekerabatan bagaimanapun, perkawinan


memerlukan penyesuaian dalam banyak hal. Perkawinan menimbulkan hubungan
baru tidak saja antara pribadi yang bersangkutan, antara marapulai dan anak dara
tetapi juga antara kedua keluarga. Latar belakang antara kedua keluarga bisa sangat
berbeda baik asal-usul, kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial, tatakrama, bahasa
dan lain sebagainya. Karena itu syarat utama yang harus dipenuhi dalam perkawinan,
kesediaan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing pihak.
Pengenalan dan pendekatan untuk dapat mengenal watak masing-masing pribadi dan
keluarganya penting sekali untuk memperoleh keserasian atau keharmonisan dalam
pergaulan antara keluarga kelak kemudian.

Perkawinan juga menuntut suatu tanggungjawab, antaranya menyangkut nafkah lahir


dan batin, jaminan hidup dan tanggungjawab pendidikan anak-anak yang akan
6

dilahirkan. Berpilin duanya antara adat dan agama Islam di Minangkabau membawa
konsekwensi sendiri. Baik ketentuan adat, maupun ketentuan agama dalam mengatur
hidup dan kehidupan masyarakat Minang, tidak dapat diabaikan khususnya dalam
pelaksanaan perkawinan. Kedua aturan itu harus dipelajari dan dilaksanakan dengan
cara serasi, seiring dan sejalan. Pelanggaran apalagi pendobrakan terhadap salah satu
ketentuan adat maupun ketentuan agama Islam dalam masalah perkawinan, akan
membawa konsekwensi yang pahit sepanjang hayat dan bahkan berkelanjutan dengan
keturunan.

Hukuman yang dijatuhkan masyarakat adat dan agama, walau tak pernah
diundangkan sangat berat dan kadangkala jauh lebih berat dari pada hukuman yang
dijatuhkan Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negara. Hukuman itu tidak kentara
dalam bentuk pengucilan dan pengasingan dari pergaulan masyarakat Minang. Karena
itu dalam perkawinan orang Minang selalu berusaha memenuhi semua syarat
perkawinan yang lazim di Minangkabau. Syarat-syarat itu menurut Fiony Sukmasari
dalam bukunya Perkawinan Adat Minangkabau adalah sebagai berikut : Kedua calon
mempelai harus beragama Islam.

* Kedua calon mempelai tidak sedarah atau tidak berasal dari suku yang sama, kecuali
pesukuan itu berasal dari nagari atau luhak yang lain.

* Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang tua dan
keluarga kedua belah pihak.

* Calon suami (marapulai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan untuk dapat
menjamin kehidupan keluarganya.

Perkawinan yang dilakukan tanpa memenuhi semua syarat diatas dianggap


perkawinan sumbang, atau perkawinan yang tidak memenuhi syarat menurut adat
Minang. Selain dari itu masih ada tatakrama dan upacara adat dan ketentuan agama
Islam yang harus dipenuhi seperti tatakrama jopuik manjopuik, pinang meminang,
batuka tando, akad nikah, baralek gadang, jalang manjalang dan sebagainya.
Tatakrama dan upacara adat perkawinan inipun tak mungkin diremehkan karena
semua orang Minang menganggap bahwa “Perkawinan itu sesuatu yang agung”, yang
kini diyakini hanya “sekali” seumur hidup. (Sumber : Adat Minangkabau, Pola &
Tujuan Hidup Orang Minang)

Adapun tata cara adat perkawinan di mingkabau, antara lain :

MARESEK

Maresek merupakan penjajakan pertama sebagai permulaan dari rangkaian tata-cara


pelaksanaan pernikahan. Sesuai dengan sistem kekerabatan di Minangkabau yaitu
7

matrilineal, pihak keluarga wanita mendatangi pihak keluarga pria. Lazimnya pihak
keluarga yang datang membawa buah tangan berupa kue atau buah-buahan. Pada
awalnya beberapa wanita yang berpengalaman diutus untuk mencari tahu apakah
pemuda yang dituju berminat untuk menikah dan cocok dengan si gadis. Prosesi bisa
berlangsung beberapa kali perundingan sampai tercapai sebuah kesepakatan dari
kedua belah pihak keluarga.

MAMINANG/BATIMBANG TANDO (BERTUKAR TANDA)

Keluarga calon mempelai wanita mendatangi keluarga calon mempelai pria untuk
meminang. Bila pinangan diterima, maka akan berlanjut ke proses bertukar tanda
sebagai simbol pengikat perjanjian dan tidak dapat diputuskan secara sepihak. Acara
ini melibatkan orangtua, ninik mamak dan para sesepuh dari kedua belah pihak.
Rombongan keluarga calon mempelai wanita datang membawa sirih pinang lengkap
disusun dalam carano atau kampia (tas yang terbuat dari daun pandan) yang
disuguhkan untuk dicicipi keluarga pihak pria. Selain itu juga membawa antaran kue-
kue dan buah-buahan. Menyuguhkan sirih di awal pertemuan mengandung makna dan
harapan. Bila ada kekurangan atau kejanggalan tidak akan menjadi gunjingan, serta
hal-hal yang manis dalam pertemuan akan melekat dan diingat selamanya. Kemudian
dilanjutkan dengan acara batimbang tando/batuka tando (bertukar tanda). Benda-
benda yang dipertukarkan biasanya benda-benda pusaka seperti keris, kain adat, atau
benda lain yang bernilai sejarah bagi keluarga. Selanjutnya berembuk soal tata cara
penjemputan calon mempelai pria.

MAHANTA SIRIAH/MINTA IZIN

Calon mempelai pria mengabarkan dan mohon doa restu tentang rencana pernikahan
kepada mamak-mamak-nya, saudara-saudara ayahnya, kakak-kakaknya yang telah
berkeluarga dan para sesepuh yang dihormati. Hal yang sama dilakukan oleh calon
mempelai wanita, diwakili oleh kerabat wanita yang sudah berkeluarga dengan cara
mengantar sirih.

Calon mempelai pria membawa selapah yang berisi daun nipah dan tembakau
(sekarang digantikan dengan rokok). Sementara bagi keluarga calon mempelai wanita,
untuk ritual ini mereka akan menyertakan sirih lengkap. Ritual ini ditujukan untuk
memberitahukan dan mohon doa untuk rencana pernikahannya. Biasanya keluarga
yang didatangi akan memberikan bantuan untuk ikut memikul beban dan biaya
pernikahan sesuai kemampuan.
8

BABAKO-BABAKI

Pihak keluarga dari ayah calon mempelai wanita (disebut bako) ingin memperlihatkan
kasih sayangnya dengan ikut memikul biaya sesuai kemampuan. Acara ini biasanya
berlangsung beberapa hari sebelum acara akad nikah. Mereka datang membawa
berbagai macam antaran. Perlengkapan yang disertakan biasanya berupa sirih lengkap
(sebagai kepala adat), nasi kuning singgang ayam (makanan adat), barang-barang
yang diperlukan calon mempelai wanita (seperangkat busana, perhiasan emas, lauk-
pauk baik yang sudah dimasak maupun yang masih mentah, kue-kue dan sebagainya).
Sesuai tradisi, calon mempelai wanita dijemput untuk dibawa ke rumah keluarga
ayahnya. Kemudian para tetua memberi nasihat. Keesokan harinya, calon mempelai
wanita diarak kembali ke rumahnya diiringi keluarga pihak ayah dengan membawa
berbagai macam barang bantuan tadi.

MALAM BAINAI

Bainai berarti melekatkan tumbukan halus daun pacar merah atau daun inai ke kuku-
kuku calon pengantin wanita. Lazimnya berlangsung malam hari sebelum akad nikah.
Tradisi ini sebagai ungkapan kasih sayang dan doa restu dari para sesepuh keluarga
mempelai wanita. Perlengkapan lain yang digunakan antara lain air yang berisi
keharuman tujuh macam kembang, daun iani tumbuk, payung kuning, kain jajakan
kuning, kain simpai, dan kursi untuk calon mempelai. Calon mempelai wanita dengan
baju tokah dan bersunting rendah dibawa keluar dari kamar diapit kawan sebayanya.
Acara mandi-mandi secara simbolik dengan memercikkan air harum tujuh jenis
kembang oleh para sesepuh dan kedua orang tua. Selanjutnya, kuku-kuku calon
mempelai wanita diberi inai.

6.MANJAPUIK MARAPULAI

Ini adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan
menurut adat Minangkabau. Calon pengantin pria dijemput dan dibawa ke rumah
calon pengantin wanita untuk melangsungkan akad nikah. Prosesi ini juga dibarengi
pemberian gelar pusaka kepada calon mempelai pria sebagai tanda sudah dewasa.
Lazimnya pihak keluarga calon pengantin wanita harus membawa sirih lengkap dalam
cerana yang menandakan kehadiran mereka yang penuh tata krama (beradat), pakaian
pengantin pria lengkap, nasi kuning singgang ayam, lauk-pauk, kue-kue serta buah-
buahan. Untuk daerah pesisir Sumatra Barat biasanya juga menyertakan payung
kuning, tombak, pedang serta uang jemputan atau uang hilang. Rombongan utusan
dari keluarga calon mempelai wanita menjemput calon mempelai pria sambil
membawa perlengkapan.
9

Setelah prosesi sambah-mayambah dan mengutarakan maksud kedatangan, barang-


barang diserahkan. Calon pengantin pria beserta rombongan diarak menuju kediaman
calon mempelai wanita.

PENYAMBUTAN DI RUMAH ANAK DARO

Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai pria di rumah calon mempelai wanita
lazimnya merupakan momen meriah dan besar. Diiringi bunyi musik tradisional khas
Minang yakni talempong dan gandang tabuk, serta barisan Gelombang Adat timbal
balik yang terdiri dari pemuda-pemuda berpakaian silat, serta disambut para dara
berpakaian adat yang menyuguhkan sirih. Sirih dalam carano adat lengkap, payung
kuning keemasan, beras kuning, kain jajakan putih merupakan perlengkapan yang
biasanya digunakan. Keluarga mempelai wanita memayungi calon mempelai pria
disambut dengan tari Gelombang Adat Timbal Balik. Berikutnya, barisan dara
menyambut rombongan dengan persembahan sirih lengkap. Para sesepuh wanita
menaburi calon pengantin pria dengan beras kuning. Sebelum memasuki pintu rumah,
kaki calon mempelai pria diperciki air sebagai lambang mensucikan, lalu berjalan
menapaki kain putih menuju ke tempat berlangsungnya akad.

TRADISI USAI AKAD NIKAH

Ada lima acara adat Minang yang lazim dilaksanakan setelah akad nikah :

Mamulangkan Tando

Setelah resmi sebagai suami istri, maka tanda yang diberikan sebagai ikatan janji
sewaktu lamaran dikembalikan oleh kedua belah pihak.

Malewakan Gala Marapulai

Mengumumkan gelar untuk pengantin pria. Gelar ini sebagai tanda kehormatan dan
kedewasaan yang disandang mempelai pria. Lazimnya diumumkan langsung oleh
ninik mamak kaumnya.

Balantuang Kaniang atau Mengadu Kening

Pasangan mempelai dipimpin oleh para sesepuh wanita menyentuhkan kening mereka
satu sama lain. Kedua mempelai didudukkan saling berhadapan dan wajah keduanya
dipisahkan dengan sebuah kipas, lalu kipas diturunkan secara perlahan. Setelah itu
kening pengantin akan saling bersentuhan.

Mangaruak Nasi Kuniang


10

Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerjasama antara suami isri harus selalu saling
menahan diri dan melengkapi. Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut
mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning.

Bamain Coki

Coki adalah permaian tradisional Ranah Minang. Yakni semacam permainan catur
yang dilakukan oleh dua orang, papan permainan menyerupai halma. Permainan ini
bermakna agar kedua mempelai bisa saling meluluhkan kekakuan dan egonya masing-
masing agar tercipta kemesraan.
BAB 3

PENUTUP

Kesimpulan

Budaya Minangkabau adalah budaya yang unik dan mengandung nilai-nilai


kebudayaanyang tinggi. Persebaran masyarakat Minangkabau di Indonesia pun cukup
banyak. Selaindikenal sebagai seorang pedagang, orang Minangkabau juga terkenal
sebagai penganutagama Islam yang baik. Cukup banyak orang Minangkabau yang
berhasil menjadi seorangtokoh kebanggaan bangsa.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://bachremifananda.wordpress.com/2013/10/15/adat-perkawinan-minangkabau/

https://www.scribd.com/doc/122742492/Unsur-Unsur-Kebudayaan-Suku-
Minangkabau

https://id.wikipedia.org/wiki/Adat_Minangkabau

12

Anda mungkin juga menyukai