Puji syukur kita hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaiakan
makalah ini. Adapun judul dalam makalah ini adalah “Hadits Sebagai Sumber
Ajaran Agama Islam”.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang
penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Tidak lupa kami hanturkan banyak terima kasih kepada dosen
pembimbing Bapak Muhammad Jazuli, S.Sos.I, M.Pd.I. yang telah memberikan
arahan dan petunjuk, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dalam waktunya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia
untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia
dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam,
petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai
pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan
Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut)
seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an.
Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi
tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang
dapat dimengerti di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis
terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.
1.3 Tujuan
a.mengetahui sumber hadits dalam keedudukan hukum
b. mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis
c. mengetahui fungsi hadis terhadap Al Qur’an
1
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum Islam,
dapat dilihat dalam beberapa dalil seperti dibawah ini :
Al-Qur’an
Banyak ayat Al – Qur’an yang menerangkan mempercayai dan menerima
segala sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untuk
dijadikan pedoman hidup.2 Diantaranya adalah : Ali Imran yang artinya “Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang mukmin seperti keadaan kamu
sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik
(mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal
yang gaib, akan tetapi, Allah akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara
1 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail Media Group, 2007), hal.
30
2
Rasul-Rasulnya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan
jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar.”
Dalam surat An-Nisa ayat 136 Allah SWT Berfirman, yang artinya sebagai
berikut “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta Kitab
yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah, Malaikat-
Malaikat-Nya, Rasul-Rasulnya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu
telah sesat sejauh-jauhnya”.
Dalam surat Ali Imran diatas, Allah memisahkan antara orang-orang
mukmin dengan orang-orang yang munafik. Dia juga akan memperbaiki keadaan
orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itu, orang
mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.
Pada surat An-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali Imran
ayat 179, Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya
(Muhammad SAW), Alqur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian
pada akhir ayat, Allah SWT Mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-
Nya.3
Selain memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasulullah SAW,
Allah juga menyerukan agar umat-Nya menaati segala bentuk perundang-
undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan,
Tuntutan taat dan patuh kepada Rasulullah SAW.
Dalil Hadist
Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hal. 30
3
Artinya :
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat
selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu
kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.” (H.R Hakim)
Hadist tersebut diatas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh
kepada hadist atau menjadikan hadist, sebagai pegangan dan pedoman hidup
adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.4
Umat Islam telah sepakat menjadikan Hadist sebagai salah satu dasar
hukum dalam amal perbuatan karena sesuai dengan yang dikehendakinya oleh
Allah. Penerimaan hadist sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an,
karena keduanya sama-sama merupakan sumber hukum Islam.
Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan
mengamalkan segala ketentuan yang terkandung didalam hadist telah dilakukan
sejak masa Rasulullah, sepeninggal beliau, masa Khulafaur Ar-Rasyidin hingga
masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya. Banyak di antara
mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandunganya, tetapi
menyebarluaskanya kepada generasi-generasi selanjutnya.
Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama
Islam sekaligus merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja
perbedaan antara keduanya terletak pada sisi lafaz dan makna. dimana lafaz dan
makna al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah Swt
4
dan lafaznya dari Rasulullah Saw, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai
sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan
yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya
mentaati Al-Qur’an. 5
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain:
Al-Qur’an
ليا أ لي لهلها ال لهذيلن آ للمهنوا أ لهطيهعوا الل لله لوأ لهطيهعوا ال لرهسولل لوهأوهلي ال يأ ليمهر همن يك هيم لفهإين تللنالز ي
عتهيم هفي لشييءء لفهر لهدوهه هإللى الل لهه
(59) لوال لرهسوهل هإين ك هن يتهيم تهيؤهمهنولن هبالل لهه لوال يي ليوهم ال يآ لهخهر لذلهلك لخي يرر لوأ ليحلسهن تلأ يهويللا
Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadith, (Ponorogo: STAIN Press, 2010), hal. 29
6
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal. 40
5
Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr :7)
Allah Swt telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala apa
yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw, Allah berfirman:
عهظيلما عل للملك لما ل ليم تلك هين تليعل لهم لولكالن لفيضهل الل لهه ل
عل لي يلك ل لوأ لن يلزلل الل لهه ل
عل لي يلك ال يهكلتا ل
ب لوال يهحك يلملة لو ل
Artinya : “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah
kepadamu (Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum
kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. An-Nisa> :
113)\
Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan mengatakan:
“Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan juga Sunnah (Hadis). Aku
teelah mendengar ahli ilmu al-Qur’an mengatakan; Hikmah adalah Sunnah
Rasulullah saw. Karena al-Qur’an disebutkan dan dibarengi dengan kata
Hikmah. Allah swt. Menyebutkan anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya
dengan mengajari mereka al-Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu
a’lam- ditafsiri maksud Hikmah disini kecuali Sunnah Rasulullah saw”.
Hadits Nabi
6
itu memliki kedudukan yang sama seperti al-Qur’an dari segi keadaannya sebagai
sumber untuk menetapkan hukum-hukum. Diantara hadis-hadis tersebut:
جن للة هإ للا لمين أ للبى لقاهلوا ليا لرهسولل الل لهه لولمين ي لأ يلبى لقالل لمين أ للطا ل
عهني لدلخلل ال ي ل
جن للة لولمين ك ه لهل أ ه لمهتي ي ليدهخهلولن ال ي ل
علصاهني لفلقيد أ للبى ل
Artinya : “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan
tidak mau”. Para Sahabat kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak
mau memasukinya itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “orang yang
mentaatiku akan masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar
ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.6
ل
ت هفيك هيم أيملري يهن ل لين تلهض لهلوا لما تللم لسك يتهيم هبههلما هكلتا ل
ب الل لهه لوهسن للة ن لهب هي لهه تللرك ي ه
Artinya : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian
tidak akan sesat untuk (selamanya) selama kalian berpegangteguh kepada
keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”
Faisal Saleh, Mutiara Ilmu Atsar, (Jakarta: Akbar Media, 2008), hal. 109
7
حلدلثا ه
ت عل لي يلها هبالن للواهجهذ لوهإ لياك هيم لوهم ي
ع لهضوا ل خل للفاهء ال يلميههدهلييلن ال لراهشهديلن تللم لس ه
كوا هبلها لو ل عل لي يك هيم هبهسن لهتي لوهسن لهة ال ي ه ل
عرة لوك ه لل هبيد ل
عءة لضللال لرة حلدث لءة هبيد لال يأ ههموهر لفهإ لن ك ه لل هم ي
Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah
para khalifah ra>syidah yang telah mendapatkan hidayah,
berpegangteguhlah kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut) dengan
gigi grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru,
krena segala bentuk yang bersifat baru adalah bid’ah dan semua bentuk
bid’ah adalah sesat”.
Ijma’ (Kesepakatan)
8
Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil
dan mengikuti apa yang terdapat (warid ) dalam Sunnaah berupa hukum, adab,
dan tidak seorang dari mereka (Taabi’in) berani memenentang Sunnah yang
shahih.
Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah
menyepakati akan kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang di-
nuqil dari Sunnah dan barang siapa yang menentang hal tersebut dianatara
mereka, makka mereka telah menentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta
mengikuti jalan selain jalan orang mu’min.
Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya,
dan berpegang teguh dengannya karena taat kepada Allah swt dan mengikuti
Rasulullah saw.
Muhammad Ahmad, Ulumul Hadis,(Bandung: Pustaka Setia, 2004), hal. 1009 Mohammad Nor
Ichwan, Studi Ilmu...............hal 45
9
Penjelasan yang dimaksud di atas kemudian oleh para ulama di perinci ke
pelbagai bentuk penjelasan. Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi
penjelasan hadis terhadap al-Qur’an sebagai berikut;
1. Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat.
Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang
telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya
memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan
Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:
)لفهإلذا لرأ لييـتههم ال يههل للل لفهصيوهميوا لوهإلذا لرأ لييـتههميوهه لفأ ليفهطهريوا )رواه مسلم
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat
(ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:
“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia
berpuasa” (QS. Al-Baqoroh : 185)
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan
istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-
hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an. 8
2. Bayan at-Tafsir
10
a. Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat,
global)
11
arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang dimaksud men-takhsis yang ‘am ialah
membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian
tertentu. Mengingat fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat
apabila mukhasis-nya dengan hadith ahad. Menurut Syafi’i dan Ahmad bin
Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsish oleh hadith ahad yang menunjukkan
kepada sesuatu yang khash, sedang menurut ulama Hanafiah sebalikanya.
Sebagai contoh:
ليرث القتل من المقتول شيأ
“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)
Hadith tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’ ayat
44 berikut:
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan...”
3. Bayan al-Nasakh
Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat
tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap
sebagian hukum Al-Qur’an dan ada yang juga yang menolaknya.9
Kata nasakh secara bahasa
berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan),
dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak
yang melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan
pendapat dalam menta’rifnya. Menurut ulama mutaqoddimin, bahwa
terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum
(ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak
bisa diamalkan lagi, dan syar’i (pembuat sayari’at) menurunkan ayat tersebut
tidak diberlakukan untuk selama-lamanya (temporal).
12
Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadith terhadap
al-Qur’an juga berbeda pendapat dalam macam hadith yang dapat dipakai untuk
me-nasakh-nya. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok.
Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadith,
meskipun dengan hadith Ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para
ulama mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian para pengikut Zahiriyah.
Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadith tersebut harus
mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.
Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith masyhur,
tanpa harus dengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang diantaranya oleh
ulama Hanafiyah.
13
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadits tampil untuk
menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S. Al-Nahl[16]: 44.
Artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan.”
Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-
hadisnya.
Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan Hadis telah dibuktikan
oleh hal hal berikut antara lain ;
- Al Qur’an karim
- Hadis Nabi
- Ijma’ (Kesepakatan)
Oleh karena itu, fungsi hadits Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-
Qur’an itu bermacam-macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi
hadis terhadap Al Qur’an
- Bayan At-taqrir
- Bayan At-tafsir
- Bayan At-tasyri
- Bayan Al-nasakh
14
DAFTAR PUSTAKA
Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail Media
Group
14