Anda di halaman 1dari 21

Strategi Pembelajaran: Jigsaw Learning, Crassword Puzzle

NILAI-NILAI ISLAM DAN KEARIFAN LOKAL DARI


BERBAGAI SUKU DI INDONESIA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Studi Materi SKI di MTs-MA

Dosen Pengampu:
Zainur Rofik

Disusun Oleh:
MUHAMMAD LUTHFIL HAKIM
NIM: 201210279
MUHAMMAD SHODIQ NUR NGAINI
NIM: 201210282

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt. yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Penyusun panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah dengan judul "Nilai-Nilai Islam dan Kearifan Lokal dari
Berbagai Suku di Indonesia".

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
penyusun menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, penyusun menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan baik dari segi tata bahasa maupun substansi materinya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka penyusun menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar penyusun dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata penyusun
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penyusun maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Ponorogo, 12 November 2023

Penyusun

Kelompok 10/PAI.I

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2

C. Tujuan Pembahasan .................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Implementasi Nilai-Nilai Islam di Masyarakat .......................... 3

B. Kearifan Lokal di Berbagai Suku di Indonesia .......................... 4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 14

B. Kritik dan Saran .......................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA

RPP

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Karakter bangsa dibangun dari nilai etika inti (core ethical values)
yang bersumber dari falsafah negara dan budaya serta dari nilai-nilai agama.
Nilai yang bersumber dari negara dan budaya bangsa sangat beraneka ragama
serta menganding nilai luhur bangsa yang menjadikan bangsa ini memiliki
kearifan lokal yang dapat membangun peradaban unggul. Kearifan lokal
terdapat pada beberapa kelompok atau masyarakat adat di Indonesia yang
tertanam dengan kuat yang menjadi identitas karakter warga masyarakatnya. 1
Adapun nilai yang berasal dari nilai-nilai agama dalam hal ini yaitu
agama Islam berfungsi untuk merespon budaya yang ada pada saat itu melalui
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Hal ini menjadikan Islam sebagai
sebuah agama yang tidak anti budaya. Justu Allah Swt. menurunkan Al-
Qur’an sebagai kitab suci agama Islam melalui pendekatan budaya. Bahkan,
dalam kaidah Ushul Fiqh menjelaskan bahwa budaya, kearifan lokal, dan adat
kebiasaan suatu masyarakat bisa menjadi sumber hukum Islam yang dikenal
dengan istilah ‘urf. 2
Meskipun demikian, nilai-nilai agama dan kearifan lokal yang
terakomodir dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda namun
tetap satu jua) dapat berpotensi menjadi ancaman dengan adanya berbagai
perbedaan yang dapat memunculkan konflik, baik antar suku, agama, ras, dan
budaya. Hal tersebut dapat berakibat pudarnya identitas bangsa Indonesia
yang terkenal dengan toleran, ramah, cinta damai, menjunjung persatuan dan
kesatuan, serta persaudaraan.3
1
Muhamad Priyatna, “Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal,” Jurnal Edukasi Islami 5, no.
10 (2016): 1312.
2
Idris Mahmudi, “Islam, Budaya Gotong Royong Dan Kearifan Lokal,” Jurnal Penelitian Ipteks 2,
no. 2 (2017): 140.
3
Eliyyil Akbar, “Pendidikan Islami Dalam Nilai-Nilai Kearifan Lokal Didong,” Al-Tahrir 15, no. 1
(2015): 44.

1
Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk dilakukan pengkajian
yang lebih mendalam terkait internalisasi nilai-nilai Islam dan kearifan lokal
yang nantinya dapat mempertahankan kepercayaan melalui sifat lokal serta
mencari jalan keluar jika sewaktu-waktu terjadi konflik akibat badai
perubahan zaman. Oleh karena itu, makalah ini mengangkat judul “Nilai-
Nilai Islam dan Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia” yang
membahas seputar implementasi nilai-nilai Islam di masyarakat dan kearifan
lokal di berbagai suku di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana implementasi nilai-nilai Islam di masyarakat?
2. Bagaimana kearifan lokal di berbagai suku di Indonesia?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk menjelaskan tentang implementasi nilai-nilai Islam di masyarakat.
2. Untuk menjelaskan tentang kearifan lokal di berbagai suku di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Implementasi Nilai-Nilai Islam di Masyarakat
Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, ideal, dan menyangkut
persoalan keyakinan terhadap yang dikehendaki dan memberikan corak pada
pola pemikiran, perasaan, dan perilaku. 4 Sedangkan Islam sendiri merupakan
agama yang di dalamnya terdapat seperangkat aturan dan nilai-nilai peri
kehidupan manusia sesuai dengan fitrahnya akan membimbing manusia untuk
keluar dari kegelapan menuju cahaya terang, yaitu ridha Allah Swt.5
Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik pengertian bahwasanya
nilai-nilai Islam pada hakikatnya merupakan sekumpulan dari prinsip-prinsip
hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia dalam menjalani
kehidupan, baik sebagai seorang hamba maupun sebagai makhluk sosial.
Nilai-nilai tersebut diperlukan untuk keselamatan dan kebahagiaan di dunia
dan akhirat.6
Pengejawantahan dari beberapa nilai-nilai Islam dalam kehidupan
sehari-hari dalam lingkup masyarakat sangat beraneka ragam, antara lain:
1. Penggunaan idiom-idom atau kosa kata bahasa Arab menjadi bahasa
sehari-hari
Hal tersebut seperti pada nama-nama hari dalam penanggalan,
meliputi Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu. Selain itu,
juga terdapat pada nama-nama orang seperti Ahmad, Muhammad dan
lain-lain. Dan juga terdapat pada kata syukur, selamat, salam, kurban.
Penggunaan kosa kata bahasa Arab juga digunakan untuk nama lembaga
pemerintahan seperti Dewan Permusyawaratan Rakyat, Majlis

4
Samhi Muawan Djamal, “Pelaksanaan Nilai-Nilai Ajaran Islam Dalam Kehidupan Masyarakat Di
Desa Garuntungan Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba,” Jurnal Adabiyah 17, no. 2
(2017): 169.
5
M. Kholiluddin, Sejarah Kebudayaan Islam MTs Kelas IX (Jakarta: Kementerian Agama RI,
2020), 63.
6
Abdul Khalil Adlina, Othman Mohamad Khairi, and Saidon Mohd Kasri, “Memacu Pendidikan
Di Era Revolusi Industri 4.0: Penerapan Nilai-Nilai Islam Dan Inovasi Dalam Pengajaran Di
Institusi Pengajian Tinggi,” Islamiyyat 42, no. Khas (2020): 15.

3
Permusyawaratan Rakyat, dan Mahkamah. Selain itu juga terdapat pada
kata baku seperti rakyat, masyarakat, wilayah, dan lain-lain.
2. Penggunaan bahasa lokal untuk menggantikan istilah-istilah bahasa Arab
Penggunaan tersebut dibuktikan dengan digunakannya istilah
Gusti Kang Murbening Dumadi untuk menggantikan sebutan Allahu
Rabbul ‘Alamin, Kanjeng Nabi untuk menyebut Nabi Muhammad Saw.,
dan Kyai untuk menyebut Al-‘Alim. Semua itu dilakukan untuk
kemaslahatan masyarakat secara umum.7

B. Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia


Kearifan lokal didefinisikan sebagai cara berpikir dan bertindak
masyarakat lokal yang dipahami serta dijalankan sesuai dengan nilai
kebiasaan dan nilai leluhur masyarakat tertentu dalam interaksinya dengan
alam dan lingkungan sekitarnya dalam kurun waktu yang lama. 8 Adapun
beberapa contoh dari kearifan lokal yang ada di berbagai suku di Indonesia
antara lain sebagai berikut:
1. Kearifan Lokal di Jawa
a. Tahlilan
Istilah tahlilan berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata
hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti membaca kalimat la ilaha
illallah. Budaya ini mempunyai pemahaman sebagai sebuah
rangkaian kalimat yang dibaca mulai dari tawassul sampai doa, baik
yang dibaca secara individu maupun dipimpin oleh seorang imam.
Budaya ini bertujuan untuk berdoa, ukhuwah, syiar, pembelajaran,
dan ajakan untuk senantiasa berzikir kepada Allah.
b. Pengajian
Pengajian merupakan kegiatan penyampaian materi-materi
keagamaan yang dilakukan oleh seseorang yang dikenal dengan
muballigh. Ragam dari budaya ini sangat bervariatif karena ada
7
Kholiluddin, Sejarah Kebudayaan Islam MTs Kelas IX, 64.
8
Syarifuddin, Buku Ajar Kearifan Lokal Daerah Sumatera Selatan (Palembang: Bening Media
Publishing, 2021), 2.

4
beberapa faktor, seperti tempat, waktu, metode, peristiwa ataupun
lainnya. Wujud dari variatifnya kegiatan ini yaitu pada istilah-istilah
pengajian yang digunakan, seperti pengajian Ahad Pon, pengajian
Jum’at Wage, pengajian padang bulan, ataupun yang lain.
c. Sekaten
Sekaten adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi
Muhammad Saw. di lingkungan Keraton Yogyakarta. Dalam
perayaan ini, gamelan Sekaten diarak dari keraton ke halaman
Masjid Agung Yogyakarta dan dibunyikan siang malam sejak
seminggu sebelum tanggal 12 Rabi’ul Awal.
d. Grebek Maulud
Acara ini merupakan puncak peringatan Maulud. Pada malam
tanggal 11 Rabi’ul Awal, Sultan beserta pembesar Keraton
Yogyakarta hadir di Masjid Agung. Acara dilanjutkan dengan
pembacaan riwayat Nabi Muhammad Saw. dan ceramah keagamaan.
e. Takbiran
Kegiatan ini dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri)
dengan mengucapkan takbir bersama-sama di masjid/musholla.
Kegiatan ini juga dilakukan secara berkeliling kampung atau jalan
raya yang sering dikenal dengan istilah takbir keliling.
f. Likuran
Budaya ini diselenggarakan setiap malam tanggal 21
Ramadhan. Kegiatan ini dilakukan rutin di daerah Keraton Surakarta
dan Yogyakarta. Tujuannya yaitu untuk menyambut datangnya
malam lailatur qodar.
g. Megengan
Kegiatan ini diadakan untuk menyambut datangnya bulan
Ramadhan dengan menabuh beduk yang ada di masjid sebagai tanda
masuknya bulan Ramadhan. Kegiatan ini masih secara rutin
dilaksanakan di daerah Kudus dan Semarang.
h. Suranan

5
Kegiatan ini dilakukan pada saat masuk bulan Muharrom
atau di Jawa disebut dengan bulan Suro. Kegiatan ini berisi kegiatan
berziaroh ke makam para wali dan membagikan makanan khas
berupa bubur suro sebagai tanda syukur kepada Allah. Kegiatan ini
masih rutin dilakukan di daerah Jawa Tengah.
i. Nyadran
Nyadran adalah sebutan untuk kegiatan ziarah kubur yang
bertujuan untuk menghormati dan mendoakan para leluhur. Nyadran
juga diartikan sebagai kegiatan bersih-bersih makam leluhur.
Kegiatan Kegiatan ini masih rutin dilakukan di daerah Jawa Tengah.
j. Bakda Kupat
Kegiatan ini dikenal dengan istilah lebaran ketupat yang
dilakukan setelah seminggu pelaksanaan hari raya Idul Fitri. Ketupat
adalah jenis makanan yang dibuat dari beras dan janur (daun kelapa
yang masih muda) dan dibentuk seperti ketupat.9
k. Wiwit
Wiwit adalah budaya yang dilakukan oleh petani di Jawa
menjelang panen raya padi sebagai ucapan rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa dengan memberikan sesaji, seperti nasi, ayam
inkung, telur, dan ubo rampe lainnya.
l. Ruwatan
Ruwatan adalah tradisi yang dilakukan untuk membebaskan
para sukerta (anak yang dianggap membawa kesialan) atau berada
dalam ancaman bebaya (kesialan, bencana, atau kesulitan hidup).
Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan doa bersama, memohon
ampunan dan perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Esa.10

2. Kearifan Lokal di Madura


9
Kholiluddin, Sejarah Kebudayaan Islam MTs Kelas IX, 64.
10
Franciscus Xaverius Wartoyo, “Kearifan Lokal Budaya Jawa Dalam Perspektif Pancasila,”
Waskita: Jurnal Pendidikan Nilai Dan Pembangunan Karakter 2, no. 2 (2017): 85.

6
a. Sholawatan
Di Madura, budaya sholawatan dilaksanakan dengan cara
yang berbeda. Jika pada umumnya dilaksanakan di masjid, kegiatan
sholawatan masyarakat Madura ini diselenggarakan di rumah-rumah
secara bergantian. Misalnya, hari ini diselenggarakan di rumah Pak
Rahmad maka seminggu kemudian diadakan di rumah tetangganya.
Begitu seterusnya sampai kembali ke tuan rumah yang awal
mendapat giliran.11
b. Rokat Tase
Rokat tase didefinisikan sebagai ritual yang dipraktikkan di
pantai lokasi kapal berlabuh yang bertujuan untuk memperoleh
keselamatan dari segala malapetaka, kelancaran rezeki,
menghasilkan banyak ikan, dan sebagai ungkapan rasa syukur. Rokat
tase menjadi agenda tahunan yang dilakukan oleh warga pesisir,
khususnya para nelayan. Adapun waktunya biasanya dilaksanakan
menjelang panen. Sesaji yang disiapkan ini juga dipersembahkan
kepada empat malaikat, yaitu Jibril (penjaga bumi bagian timur),
Mikail (penjaga bumi bagian Selatan), Isrofil (penjaga bumi bagian
barat), dan Izroil (penjaga bumi bagian utara).12
c. Rokat
Di Madura, rokat dilakukan dengan maksud jika dalam suatu
keluarga hanya ada satu orang laki-laki dari lima bersaudara
(pandapa lema’) maka harus diadakan acara rokat. Acara ini
biasanya dilaksanakan dengan mengundang topeng (nangge’ topeng)
yang diiringi dengan alunan musik gamelan Madura sembari
dibacakan macapat atau mamaca.

d. Muludhen

11
Kholiluddin, Sejarah Kebudayaan Islam MTs Kelas IX, 67.
12
Faris El Amin, “Tradisi Rokat Tase’ Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Di Desa
Branta Pesisir Kabupaten Pamekasan Madura),” Al-Manhaj: Journal of Indonesian Islamic Family
Law 4, no. 2 (2022): 146.

7
Kegiatan ini dilakukan menyambut Maulid Nabi Muhammad
Saw. sebagai salah satu bentuk pengejawantahan rasa cinta umat
Islam kepada Rasul-Nya. Perayaan Maulid dilakukan dengan
membaca Barzanji, Diba’i, atau al-Burdah. Dalam hal ini, Barzanji
dan Diba’i adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang
kehidupan Muhammad Saw., mencakup silsilah keturunannya, masa
kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya
itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Rasulullah Saw.,
serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan bagi umat manusia.
Adapun Al-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada
Rasulullah Saw. yang disusun oleh al-Bushiri.13
3. Kearifan Lokal di Sunda
a. Tingkeban
Tingkeban atau upacara 7 bulanan adalah kegiatan yang
dilakukan ketika usia kandungan memasuki bulan ketujuh. Kata
tingkeban berasal dari kata tingkeb yang berarti tutup, artinya tidak
boleh dibuka sebelum waktunya tiba. Hal ini maksudnya adalah
tidak diperbolehkannya suami dan istri tidur bersama sampai empat
puluh hari pasca kelahiran bayi.14
b. Reuneuh Mundingeun
Upacara reuneuh mundingeun merupakan upacara yang
dilaksanakan apabila perempuan mengandung lebih dari 9 bulan,
bahkan 12 bulan juga belum melahirkan. Perempuan tersebut
dinamakan reuneuh mundingeun. Upacara ini dilaksanakan agar
perempuan yang sudah hamil tua itu bisa segera melahirkan.15

c. Tembuni

13
Kholiluddin, Sejarah Kebudayaan Islam MTs Kelas IX, 67.
14
Diah Nur Hadiati, “Ritual Kehamilan Dalam Proses Daur Hidup Masyarakat Sunda,” Jurnal
Tradisi Lisan Nusantara 1, no. 2 (2021): 37.
15
Muzakkir, Dukun Dan Bidan Dalam Perspektif Sosiologi (Makassar: CV Sah Media, 2018), 85.

8
Tembuni berarti plasenta bayi atau biasa disebut ari-ari yang
merupakan saudara bayi sehingga tidak boleh dibuang sembarangan
dan harus melalui ritual khusus saat mengubur atau
menghanyutkannya. Bersamaan dengan kelahiran bayi, tembuni
dibersihkan dan ditaruh ke dalam pendil atau kendi usai persalinan
agar bayi tersebut selamat dan bahagia.16
d. Gusaran
Budaya gusaran adalah kegiatan meratakan gigi perempuan
dengan alat khusus dengan tujuan untuk mempercantik anak
tersebut. Upacara ini dilaksanakan ketika anak perempuan sudah
berumur tujuh tahun. Dalam upacara ini, juga dilakukan pelubangan
telinga untuk dipasangi anting.
e. Sunatan/Khitanan
Kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan alat vital dari
najis. Bagi laki-laki, sunatan dilakukan jika sudah menginjak usia 6
tahun. Dan bagi perempuan dilaksanakan ketika masih kecil agar
tidak malu. Dalam upacara ini, diundang para tetangga, handai tolan,
serta kerabat.
f. Cucurak
Cucurak adalah kegiatan yang dilakukan dalam menyambut
bulan Ramadhan untuk menjalin silaturrahmi dan saling memaafkan
antar masyarakat serta sebagai rasa syukur kepada Tuhan yang maha
Esa. Bentuk dari kegiatan ini yaitu kaum ibu memasak makanan
yang berbeda lalu dikumpulkan di masjid dan dimakan secara
bersama-sama. 17

4. Kearifan Lokal di Melayu


16
Ica Santana, Setitik Kuas Makna Terkupas: Biografi Iwan Ridwan Pelukis Realisme (Indramayu:
CV Adanu Abimata, 2023), 14.
17
Kholiluddin, Sejarah Kebudayaan Islam MTs Kelas IX, 69.

9
a. Petang Megang dan Balimau Kasai
Petang megang dan balimau kasai adalah tradisi mandi
dengan campuran rempah atau tumbuhan tertentu dengan tujuan
membersihkan diri sebagai tanda bergembira atas datangnya bulan
Ramadhan. Perbedaan dari kedua tradisi ini terletak pada bahan yang
digunakan pada campuran mandi. Pada tradisi petang megang, air
mandi dicampur dengan bunga rampai dan minyak wangi. Dan ada
juga yang menjadikan air bunga rampai sebagai air bilasan terakhir
pada saat mandi biasa. Sedangkan pada balimau kasai yang
digunakan adalah tepung beras, kunyit, dan kencur yang biasa
disebut dengan “kasai”. Kasai diusapkan ke seluruh badan layaknya
sabun, kemudian disiram dengan air rebusan jeruk purut dan serai
wangi sebelum dibilas dengan air biasa.18
b. Tahlil Jamak atau Kenduri Ruwah
Tahlil jamak ini berupa berzikir bersama untuk para arwah
orang tua atau sesama muslim. Selain itu, juga dilaksanakan kenduri
dengan sajian menu yang diambilkan dari sumbangan sukarela
warga. Tradisi ini masih rutin dilaksanakan saat menjelang puasa di
Masjid Penyengat oleh warga Pulau Penyengat, Kota Tanjung
Pinang, Kepulauan Riau.
c. Barzanji
Barzanji adalah budaya yang dimiliki oleh masyarakat
Melayu dengan tujuan untuk menghubungkan antara masa lalu
dengan masa kini. Melalui kegiatan ini, para masyarakat melayu
dapat mengambil pelajaran dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw.
yang nantinya dapat diterapkan pada kehidupan masa kini.19

5. Kearifan Lokal di Bugis

18
Abu Hurairah and Triana Susanti, “Tradisi Sosial Keagamaan Masyarakat Pulau Bengkalis
Dalam Menyambut Serta Memeriahkan Ramadhan Dan Idul Fitri,” Matlamat Minda 2, no. 1
(2022): 4.
19
Kholiluddin, Sejarah Kebudayaan Islam MTs Kelas IX, 70.

10
a. Upacara Ammateang
Budaya ini dalam adat Bugis merupakan upacara yang
dilaksanakan masyarakat Bugis saat seseorang di dalam suatu
kampung meninggal dunia. Keluarga, kerabat dekat, ataupun kerabat
jauh, serta masyarakat sekitar lingkungan rumah orang yang
meninggal itu berbondong-bondong menjenguknya. Pelayat yang
hadir biasanya membawa sidekka (sumbangan kepada keluarga yang
ditinggalkan) berupa barang seperti sarung atau kebutuhan untuk
mengurus mayat. Selain itu, ada juga yang membawa passolo
(amplop berisi uang sebagai tanda turut berduka cita). Mayat belum
mulai diurus seperti dimandikan dan seterusnya sebelum semua
anggota keluarga terdekatnya hadir. Baru setelah semua kerabat
terdekat hadir, mayat mulai dimandikan, di mana umumnya
dilakukan oleh orang-orang tertentu yang memang biasa
memandikan mayat atau oleh anggota keluarganya sendiri. Hal ini
masih sesuai ajaran Islam dalam tata cara mengurus jenazah dalam
hal memandikan sampai menshalatkan.
b. Mabbarasanji/Barzanji/Barazanji
Budaya ini biasa dikenal dalam masyarakat Bugis sebagai
nilai lain yang mengandung estetika tinggi dan kesakralan.
Mabbarasanji mempunyai macam-macam pembagian menurut apa
yang ada dalam keseharian mereka sebagai berikut: Barazanji Bugis
‘Ada’ Pa’bukkana’; Barazanji Bugis ‘Ri Tampu’na’ Nabitta’;
Barazanji Bugis ‘Ajjajingenna’; Barazanji Bugis ‘Mappatakajenne’;
Barazanji Bugis ‘Ripasusunna’; Barazanji Bugis ‘Ritungkana’.
Barazanji Bugis ‘Dangkanna’; Barazanji Bugis ‘Mancari Suro’;
Barazanji Bugis ‘Nappasingenna Alena’; Barazanji Bugis
‘Akkesingenna’; Barazanji Bugis ‘Sifa’na Nabit’ ta’; Barazanji
Bugis ‘Pa’donganna’; serta Barazanji Bugis ‘Ri Lanti’na’.20
6. Kearifan Lokal di Minang

20
Kholiluddin, 71.

11
a. Salawat Dulang
Salawat dulang adalah cerita memuji kehidupan Nabi
Muhammad Saw. dan atau yang berhubungan dengan persoalan
agama Islam diiringi irama bunyi ketukan jari pada dulang atau
piring logam besar. Pertunjukan salawat dulang biasanya dilakukan
dalam rangka memperingati hari-hari besar agama Islam dan alek
nagari. Pertunjukan ini tidak dilakukan di kedai (lapau) atau
lapangan terbuka. Biasanya, salawat dulang hanya dipertunjukkan di
tempat yang dipandang terhormat, seperti masjid atau surau.
Pertunjukan juga biasanya dimulai selepas shalat Isya’. Sifat
pertunjukan adalah bertanya jawab dan saling melontarkan salawat.
Dalam pertunjukannya, kedua tukang salawat duduk bersebelahan
dan menabuh talam secara bersamaan. Keduanya berdendang secara
bersamaan atau saling menyambung larik-lariknya.21
b. Makan Bajamba (Makan Barapak)
Makan bajamba dilaksanakan ketika adanya pelaksanaan
acara adat seperti alek perkawinan, upacara pengangkatan pangulu
(ninik mamak), upacara hari besar agama dan acara adat lainnya. Di
dalam upacara adat tersebut makan bajamba dilakukan dengan cara
duduk bersama-sama yang biasanya dilakukan oleh tiga orang
sampai lima orang dengan duduk melingkari talam besar yang telah
disediakan dalam tempat tertentu atau talam besar.22
c. Mandi Balimau
Budaya ini dimaksudkan untuk membersihkan hati dan tubuh
manusia dalam rangka mempersiapkan diri dalam untuk
melaksanakan ibadah puasa. Masyarakat Minangkabau pada zaman
dahulu mewujudkan kebersihan hati dan jiwa dengan mengguyur
seluruh anggota tubuh atau keramas disertai ritual mandi.23

21
Kholiluddin, 72.
22
Tim Penyusun, Peraturan Adat Nagari Magek (Magek: Kerapatan Adat Negeri Magek, 2015),
89.
23
Kholiluddin, Sejarah Kebudayaan Islam MTs Kelas IX, 72.

12
BAB III

PENUTUP

13
A. Kesimpulan
Nilai-nilai Islam pada hakikatnya merupakan sekumpulan dari prinsip-
prinsip hidup, ajaran-ajaran tentang bagaimana seharusnya manusia dalam
menjalani kehidupan, baik sebagai seorang hamba maupun sebagai makhluk
sosial. Penerapan dari nilai-nilai ini dapat berupa penggunaan kosa kata
bahasa Arab dalam bahasa sehari-hari dan juga sebaliknya yaitu
menggunakan bahasa sehari-hari untuk menggantikan kosa kata bahasa Arab.
Adapun nilai-nilai Islam ini juga termanifestasikan dalam beberapa
kebudayaan yang ada. Misalnya di Jawa terdapat tahlilan, pengajian, sekaten.
grebek maulud, takbiran, likuran, megengan, suranan, nyadran, bakda kupat,
dan ruwatan. Adapun budaya di Madura itu seperti sholawatan, rokat tase,
rokat, dan muludhen. Sedangkan budaya yang ada di Sunda terdapat
tingkeban, reuneuh mundingeun. tembuni, gusaran, khitanan, dan cucurak.
Adapun budaya yang ada di Melayu yaitu petang megang, balimau kasai,
tahlil jamak atau kenduri ruwah, dan barzanji. Adapun budaya yang ada di
Bugis ada upacara ammateang dan mabbarasanji. Sedangkan budaya yang
ada di Minang yaitu salawat dulang, makan bajamba, dan mandi balimau.

B. Kritik dan Saran


Nilai-nilai kearifan lokal menjadi suatu hal yang sangat penting untuk
dikaji, karena kearifan lokal dapat menjadi sumber hukum Islam dan juga
menjadi identitas suatu bangsa. Akan tetapi, kearifan lokal yang dikaji rata-
rata hanya masih mengkaji pada suku-suku tertentu yang cenderung
merupakan suku yang besar. Hal ini menjadikan nilai-nilai Islam dan kearifan
lokal pada suku yang kecil itu menjadi terabaikan. Hal ini apabila dibiarkan
lama-lama akan menjadikan kearifan lokal di suku yang kecil itu akan
musnah karena tidak ada yang mengetahuinya.
Oleh karena itu, akan lebih baik dilakukan pengembangan pengkajian
terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada suku-suku yang lain. Hal ini
akan berdampak baik karena akan menjadi khazanah keilmuan dari para

14
siswa akan semakin banyak mengenai keanekaraman atau kearifan lokal yang
ada di Indonesia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adlina, Abdul Khalil, Othman Mohamad Khairi, and Saidon Mohd Kasri.
“Memacu Pendidikan Di Era Revolusi Industri 4.0: Penerapan Nilai-Nilai
Islam Dan Inovasi Dalam Pengajaran Di Institusi Pengajian Tinggi.”
Islamiyyat 42, no. Khas (2020): 13–20.
Akbar, Eliyyil. “Pendidikan Islami Dalam Nilai-Nilai Kearifan Lokal Didong.”
Al-Tahrir 15, no. 1 (2015): 43–65.
Amin, Faris El. “Tradisi Rokat Tase’ Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus
Di Desa Branta Pesisir Kabupaten Pamekasan Madura).” Al-Manhaj:
Journal of Indonesian Islamic Family Law 4, no. 2 (2022): 143–58.
Djamal, Samhi Muawan. “Pelaksanaan Nilai-Nilai Ajaran Islam Dalam
Kehidupan Masyarakat Di Desa Garuntungan Kecamatan Kindang
Kabupaten Bulukumba.” Jurnal Adabiyah 17, no. 2 (2017): 161–79.
Hurairah, Abu, and Triana Susanti. “Tradisi Sosial Keagamaan Masyarakat Pulau
Bengkalis Dalam Menyambut Serta Memeriahkan Ramadhan Dan Idul
Fitri.” Matlamat Minda 2, no. 1 (2022): 1–8.
Kholiluddin, M. Sejarah Kebudayaan Islam MTs Kelas IX. Jakarta: Kementerian
Agama RI, 2020.
Mahmudi, Idris. “Islam, Budaya Gotong Royong Dan Kearifan Lokal.” Jurnal
Penelitian Ipteks 2, no. 2 (2017): 138–47.
Muzakkir. Dukun Dan Bidan Dalam Perspektif Sosiologi. Makassar: CV Sah
Media, 2018.
Nur Hadiati, Diah. “Ritual Kehamilan Dalam Proses Daur Hidup Masyarakat
Sunda.” Jurnal Tradisi Lisan Nusantara 1, no. 2 (2021): 31–44.
Penyusun, Tim. Peraturan Adat Nagari Magek. Magek: Kerapatan Adat Negeri
Magek, 2015.
Priyatna, Muhamad. “Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal.” Jurnal
Edukasi Islami 5, no. 10 (2016): 1311–36.
Santana, Ica. Setitik Kuas Makna Terkupas: Biografi Iwan Ridwan Pelukis
Realisme. Indramayu: CV Adanu Abimata, 2023.
Syarifuddin. Buku Ajar Kearifan Lokal Daerah Sumatera Selatan. Palembang:
Bening Media Publishing, 2021.
Wartoyo, Franciscus Xaverius. “Kearifan Lokal Budaya Jawa Dalam Perspektif
Pancasila.” Waskita: Jurnal Pendidikan Nilai Dan Pembangunan Karakter 2,
no. 2 (2017): 83–88.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Sekolah : MTs Miftahussalam Kelas/Semester : VIII/Genap
P1
Mata Pelajaran : SKI Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
Materi : Nilai-Nilai Islam dan Kearifan Lokal dari Berbagai Suku di Indonesia
Kompetensi Dasar : 3.4; 4.4

Alat dan Media Pembelajaran


Alat : Laptop, LCD/Proyektor
Sumber Buku Ajar SKI Kelas VIII
Media Pembelajaran Gambar, Powerpoint, :
: Belajar Guru dan Siswa
Lembar Penilaian

TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengkesplorasi,asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu:
1. Memahami materi tentang nilai-nilai Islam dan kearifan lokal di berbagai suku di Indonesia dengan baik.
2. Menyimpulkan materi tentang nilai-nilai Islam dan kearifan lokal di berbagai suku di Indonesia dengan baik.
PENDAHULUAN
 Guru mengawali proses pembelajaran dengan berdo'a bagi kemanfaatan dan keberkahan ilmu yang dipelajari serta
mendoakan kepada guru, dan guru-gurunya hingga Nabi Muhammad Saw. sebagai sumber ajaran Islam yang
dipelajari; (Religius)
 Mengkondisikan suasana belajar yang menyenangkan (mengecek kehadiran peserta didik) (Disiplin)
 Menyiapkan fisik dan psikis peserta didik dalam mengawali kegiatan pembelajaran
KEGIATAN INTI
Kegiatan Literasi Peserta didik diberi motivasi dan panduan untuk melihat, mengamati, membaca dan
menuliskannya kembali. Mereka diberi tayangan dan bahan bacaan terkait materi Nilai-
Nilai Islam Dan Kearifan Lokal Dari Berbagai Suku Di Indonesia
Critical Thinking Guru memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin hal yang belum
dipahami, dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik.
Pertanyaan ini harus tetap berkaitan dengan materi Nilai-Nilai Islam Dan Kearifan Lokal
Dari Berbagai Suku Di Indonesia
Collaboration Peserta didik dibentuk dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan, mengumpulkan
informasi, , dan saling bertukar informasi mengenai Nilai-Nilai Islam Dan Kearifan
Lokal Dari Berbagai Suku Di Indonesia
Communication Peserta didik mempresentasikan hasil kerja kelompok atau individu secara klasikal,
mengemukakan pendapat atas presentasi yang dilakukan kemudian ditanggapi kembali
oleh kelompok atau individu yang mempresentasikan.
Creativity Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait
Menjelaskan isi teks yang didengar yang berkaitan: Nilai-Nilai Islam Dan Kearifan
Lokal Dari Berbagai Suku Di Indonesia
PENUTUP
 Guru dan Peserta didik membuat rangkuman/simpulan pelajaran.tentang poin-poin pentIng yang muncul dalam
kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan.
 Guru mengakhiri proses pembelajaran dengan mengajak mensyukuri atas keberhasilan pross pembelajaran dan
berdo'a bersama-sama.
PENILAIAN
Penilaian terhadap materi ini dapat dilakukan sesuai kebutuhan guru yaitu dari pengamatan sikap, tes pengetahuan dan
presentasi unjuk kerja atau hasil karya/projek dengan rubrik penilaian.
Ponorogo, 15 Juli 2022
Mengetahui,
Kepala MTs Mifathussalam Guru Mata Pelajaran

(Dra. Husnul Munawaroh) (Parwoto, S. Pd. I)

Anda mungkin juga menyukai