Anda di halaman 1dari 57

PESAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM SHOLAWAT KARYA

ULAMA NUSANTARA

PROPOSAL TESIS

Dosen Pembimbing:
Dr. H. Kholid Murtadlo, S.E., M.E.

Disusun oleh:
Ulil Izzah
NIM. 201886130016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MULTIKULTURAL


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS YUDHARTA PASURUAN
2020

1
DAFTAR ISI

Halaman Cover ..................................................................................................1

Daftar Isi............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .....................................................................4

B. Fokus Penelitian.................................................................................14

C. Tujuan Penelitian ...............................................................................14

D. Manfaat Penelitian .............................................................................15

E. Definisi Istilah ...................................................................................15

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu ..........................................................................17

B. Kajian Teori .......................................................................................20

1. Pendidikan Multikultural ...............................................................20

a. Pengertian Pendidikan...............................................................20

b. Multikulturalisme .....................................................................22

c. Pendidikan Multikultural ..........................................................26

2. Sholawat Karya Ulama Nusantara .................................................29

a. Pengertian Sholawat..................................................................29

b. Keutamaan Sholawat ................................................................31

c. Teks Sholawat Karya Ulama Nusantara ....................................35

C. Kerangka Konseptual .........................................................................38

BAB III METODE PENELITIAN KEPUSTAKAAN

2
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian .........................................................40

B. Setting Penelitian ...............................................................................43

C. Sumber Data ......................................................................................44

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ..........................................45

E. Teknik Analisis Data..........................................................................47

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................48

LAMPIRAN-LAMPIRAN

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam penyebaran Islam di tanah Jawa, para walisongo menggunakan

pendekatan berdasarkan tasawuf yaitu mistik Islam. Dengan cara perlahan dan

bertahap, proses islamisasi ini berlangsung dengan tanpa menghilangkan secara

penuh budaya masyarakat Jawa. Islam dapat diterima dengan baik karena

mengedepankan toleransi dan persamaan derajat, sedangkan agama hindu yang

sebelumnya dianut oleh masyarakat Jawa justru sangat menekankan dalam hal

derajat sehingga pendekatan baru yang dibawa oleh walisongo ini menjadi sangat

menarik bagi masyarakat Jawa.1

Upaya Islamisasi Indonesia dengan cara akulturasi ini dapat dilihat dari

berbagai bukti-bukti sejarah, misalnya masjid Demak, ranggon atau atap yang

berlapis yang digunakan pada masjid tersebut diambil dari salah satu konsep dari

agama pra Islam (Hindu-Buddha) yang terdiri dari sembilan susun. Lalu Sunan

Kalijogo memotongnya menjadi tiga susun, yang mana ini melambangkan tentang

tiga tahap keberagamaan seorang muslim, yaitu iman, Islam dan Ihsan. Yang

penting untuk diperhatikan pula bahwa banyak simbol-simbol dan juga

kebudayaan yang populer di Indonesia juga menyerap konsep-konsep Islam

sehingga Islam menjadi sumber kebudayaan di Indonesia yang sangat penting. 2

1
Donny Khoirul Aziz, “Akulturasi Islam dan Budaya Jawa”, Fikrah, Vol. 1, No. 2 (2013), 263.
2
Limyah al-Amri, “Akulturasi Islam dalam Budaya Lokal”, Kuriositas, Vol. 11, No. 2 (2017), 200.

4
Proses Islamisasi Indonesia dilakukan dengan cara mengakomodasi

kebudayaan masyarakat setempat. Strategi tersebut menjadikan kontekstualisasi

doktrin Islam dalam sejarah dan peradaban Indonesia menjadi lebih diterima. Pada

proses selanjutnya, para penyebar mengembangkan strategi dakwah yang lebih

kontekstual dan lebih membumi sebagaimana yang dirintis oleh Walisongo.

Mengembangkan ajaran dengan melembagakan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin.

Dalam proses tersebut, proses Islamisasi dilakukan dengan cara dialog

berkelanjutan sehingga menjadi proses yang bergantung pada dinamika konteks

sehingga hasilnya menjadi beragam. 3

Proses Islamisasi yang lebih mengarah pada akulturasi ini tentunya lebih

bisa diterima dan perlahan menjadi pribumisasi Islam seperti yang dikemukakan

oleh Gus Dur pada era 1980-an.4 Kehadiran Islam dalam suatu masyarakat yang

memiliki budaya tersendiri ini menjadikan suatu dimensi baru, yaitu gabungan

antara Islam dan budaya lokal yang mengalami akulturasi sehingga pelaksanaan

atau amaliyah-amaliyahnya menjadi sangat beragam. Meski begitu, Al-Qur`an dan

Sunnah tetaplah menjadi tolok ukur utama sebagai sumber penentuan hukumnya. 5

Keragaman budaya dalam konteks keseharian tidak hanya seputar SARA

(suku, agama, ras, dan antar golongan) melainkan juga meliputi hal-hal yang

sifatnya berlapis-lapis seperti dalam lingkup antar pribadi, keluarga, kelompok,


3
Abdul Latif Bustami dan Tim Sejarawan Tebuireng, Resolusi Jihad; Perjuangan Ulama: dari
Menegakkan Agama Hingga Negara, (Jombang: PustakaTebuireng, 2015), 6-8.
4
Mudhofir Abdullah, “Pribumisasi Islam dalam Konteks Budaya Jawa dan Integrasi Bangsa”, Indo-
Islamika, Vol. 4, No. 1 (2014), 68.
5
Deden Sumpena, “Islam dan Budaya Lokal: Kajian terhadap Interelasi Islam dan Budaya Sunda”,
Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies, Vol. 6, No. 1 (2012), 101-102.

5
negara, regional, dan mondial. Bahkan keberagaman ini mencakup pada hal-hal

yang tak terbatas, mulai dari latar belakang pendidikan, kemampuan ekonomi,

jenis kelamin, daya nalar, profesi, hobi, gaya hidup, selera, akses informasi, dan

seterusnya. Hal ini dikarenakan bahwa keberagaman merupakan keniscayaan

hidup di mana pun dan kapan pun, sehingga konsekuensinya adalah keberagaman

harus diterima sebagai anugerah hidup yang justru memperindah kehidupan. 6

Keadaan Indonesia yang multikultur menjadi sangat bergantung pada

pembawaannya, hal ini dapat dijadikan sebagai suatu kekayaan dan kekuatan

bangsa namun juga bisa dibawa ke arah pemecah belah dan pemicu konflik di

masyarakat. Percekcokan akibat keberagaman ini disulut oleh keegoisan sehingga

akan terjadi gesekan-gesekan konflik etnis, budaya, agama, sosial, politik dan

ekonomi. 7 Konflik yang bernuansa SARA akhir-akhir ini mulai bermunculan di

beberapa daerah di Indonesia. Kebanyakan kasus ini dipicu oleh beberapa oknum

tertentu yang memiliki sikap intoleran yang kemudian dibawa pada kelompoknya

yang lebih luas.8 Oleh karena itu penting adanya untuk dirumuskan pendidikan

yang mengedepankan basis penanaman nilai-nilai kebersamaan, toleran dan

mampu menyesuaikan diri dalam berbagai perbedaan. Dengan pendidikan ini

6
Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme; Paradigma Baru Pendidikan Islam di Indonesia,
(Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2011), 145.
7
Gina Lestari, “Bhinneka Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia di Tengah Kehidupan Sara”.
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 28, No. 1 (2015), 33.
8
Ibid..., 34.

6
diharapkan adanya kelenturan mental bangsa dalam menghadapi benturan konflik

sosial. 9

Keberagaman merupakan suatu keniscayaan yang harus direnungi dan

diyakini. Kesadaran bangsa Indonesia yaitu umat beragama menjadi kunci utama

dalam keberlangsungan menjalankan agamanya masing-masing. Keberagaman

diartikan sebagai hubungan antar perbedaan menjadi suatu ikatan yang beradab

sehingga menjadi sebuah keniscayaan. Kehidupan beragama di masyarakat juga

banyak memunculkan berbagai persoalan yang bersumber dari ketidak seimbangan

pengetahuan agama termasuk juga budaya, yang mana agama seringkali dijadikan

kambing hitam sebagai pemicu kebencian. Padahal, sejatinya masing-masing

agama mengajarkan kebaikan dan kemanusiaan terutama Islam. 10

Sebelumnya telah disebutkan mengenai proses Islamisasi dengan cara

penggabungan dimensi budaya dan agama. Islam dapat beradaptasi dengan budaya

setempat, sehingga memudahkan untuk dapat masuk ke lapisan bahkan yang

paling bawah.11 Kebudayaan secara sederhana merupakan pedoman praktikal yang

mengintegrasikan keseluruhan gagasan, perilaku, dan hasil kelakuan manusia yang

diperoleh melalui proses belajar dalam berinteraksi dengan lingkungan untuk

pemenuhan kebutuannya. Kebudayaan terdiri atas sistem kepercayaan terhadap

9
Iis Arifudin, “Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah”, Insania: Jurnal
Pemikiran Alternatif Pendidikan, Vol. 12, No. 2 (2007), 2.
10
M. Syaiful Rahman, “Islam dan Pluralisme”, Fikrah, Vol. 2, No. 1 (2014), 404.
11
Muhammad Harfin Zuhdi, “Dakwah dan Dialektika Akulturasi Budaya”, Religia, Vol. 15, No. 1
(2012), 47.

7
kekuatan adikodrati, kesenian, sistem mata pencaharian, sistem peralatan hidup,

sistem organisasi sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan bahasa. 12

Akulturasi budaya seperti yang diungkapkan oleh Quraish Shihab (Islam

subtantif) bahwasanya proses penggabungan ini memiliki 3 pola, yaitu menolak

budaya setempat, merevisi budaya setempat, dan menyetujui budaya setempat. Hal

ini dilakukan oleh para founding father Islam di Indonesia terutama Jawa yaitu

Walisongo yang dimaksudkan untuk memperkaya dan mengislamkan budaya

tersebut. Oleh karena itu, konsep ini melahirkan istilah Islam Nusantara yang

mana menurut Moqsith Ghozali yaitu, Islam Nusantara datang ke Indonesia bukan

untuk mengubah doktrin dan dasar utama Islam, melainkan bagaimana

melabuhkan Islam dalam budaya masyarakat Indonesia yang beragam sehingga

meniadakan upaya sinkretisme yang memadukan antara Islam dengan “agama

Jawa” yang diwujudkan dalam dakwah moderat yang telah dilakukan oleh para

pendahulu yaitu walisongo.13

Islam sebagai agama dakwah selalu mendorong umatnya untuk selalu

aktif melakukan kegiatan dakwah bahkan hal ini sudah menjadi bagian integral

dalam Islam. Berhasil atau tidaknya dakwah tersebut sangat erat dengan

bagaimana cara penyampaiannya. Dalam menyiarkan agama Islam, walisongo

tidak lantas berpidato atau ceramah di depan umum seperti halnya yang berlaku

dalam masa sekarang. Penyebaran agama Islam dilakukan dalam halaqoh-halaqoh

12
Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme…, 46.
13
Khabibi Muhammad Luthfi, “Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya Lokal”, Shahih, Vol. 1, No.
1 (2016), 7.

8
yang terbatas (limited) dan bahkan dilakukan secara rahasia, face to face dan

kemudian dilanjutkan dari mulut ke mulut. Setelah pengikutnya menjadi lebih

banyak, kemudian diadakan tabligh-tabligh yang diadakan dalam rumah-rumah

perguruan, yang dinamakan madrasah atau pondok.14

Bentuk dakwah yang dilakukan oleh para ulama dalam menyebarkan

agama Islam sangatlah beragam. Walisongo lebih memilih untuk berdakwah

dengan cara modifikasi budaya setempat agar lebih dapat diterima berbagai

kalangan. Bahkan hingga kini, tradisi tersebut masih dilakukan oleh berbagai

Ulama seperti halnya yang sering kita jumpai dalam majlis-majlis ta’lim yang ada

di masyarakat dengan berbagai model. Dalam hal ini salah satu bentuk dari

dakwah Islam yang ingin dibahas yaitu tentang sholawat, yang mana sholawat juga

merupakan salah satu media dalam menyebarkan agama Islam yang sangat

relevan, karena sholawat terkesan lebih mudah untuk dilafalkan dan diingat,

apalagi jika dilantunkan dengan berbagai nada.

Sholawat merupakan salah satu dari amaliyah yang dimiliki oleh umat

Islam sebagai manifestasi memuliakan Nabi Muhammad sebagai rasul yang diutus

untuk membawa risalah agama. Di kalangan umat Islam, shalawat memiliki makna

simbolistik yakni penghormatan atau pengagungan terhadap Nabi Muhammad

Saw. Selain itu, shalawat bisa dimaknai sebagai suatu amalan ibadah. Tidak hanya

14
Fahrur Razi, “NU dan Kontinuitas Dakwah Kultural”, Jurnal Komunikasi Islam, Vol. 1, No. 2
(2011), 164.

9
itu saja, shalawat pun dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk mengetahui

kecintaan keimanan kita kepada Nabi Muhammad Saw. 15

Imam al-Qadhi Iyadh al-Yahshubi dalam bukunya, Jalaluddin berkata

“Ketahuilah, bahwa barangsiapa yang mencintai sesuatu, maka dia akan

mengutamakannya dan berusaha meneladaninya. Kalau tidak demikian maka

berarti dia tidak dianggap benar dalam kecintaannya dan hanya mengaku-aku

(tanpa bukti nyata). Orang yang benar dalam (pengakuan) mencintai Rasulullah

Saw. adalah jika terlihat tanda (bukti) kecintaan tersebut pada dirinya. Tanda

(bukti) cinta kepada Rasulullah Saw. yang utama adalah sunnahnya, mengikuti

semua ucapan dan perbuatannya, melaksanakan segala perintah dan menjauhi

larangannya, serta menghiasi diri dengan akhlak yang beliau contohkan dalam

keadaan susah atau pun senang dan lapang ataupun sempit. 16

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa Nabi Muhammad merupakan

utusan Allah dan manusia terbaik serta kekasih yang paling dicintai Allah. Beliau

adalah makhluk yang dihiasi dengan keindahan baik jasmani dan rohani serta

sebagai perwujudan insan kamil. Hal ini terlihat dari firman Allah dalam Surah Al-

Ahzab ayat 56:

‫يما‬ َِ ‫اِصلُّو‬ َّ َ ‫صلُّو َن‬


ً ‫ِو َسلي ُمِواِتَ ْسل‬
َ ‫اِعلَْيه‬ َِ ‫ِآمنُو‬
َِ ‫ين‬
َ ‫َّبِِۚ ََيِأَيُّ َهاِالذ‬
‫ِعلَىِالن ي‬ َ ُ‫ِوَم ََلئ َكتَهُِي‬
َ َ‫َِّاَّلل‬
َّ ‫إِن‬

15
Fahruroji dan Yunus Choirul Azhar, “Perspektif Shalawat di dalam Al-Qur`an dan Al-Hadits serta
Implikasinya di dalam Penafsiran dan Penetapan Hukum (Analisis Semantik tentang Shalawat kepada
Nabi Muhammad Saw)”, Jurnal Pendidikan BASIS; Bahasa Arab dan Studi Islam, Vol. I, No. 1
(2017), 32.
16
Mohammad Mufid, Agar di Surga Bersama Nabi (Hidup Bahagia di Dunia dan di Surga), (Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2015), 10.

10
“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi.

Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan

ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”

Berdasarkan dari ayat di atas, menurut Ibnu Abbas RA yang dikutip oleh Syekh

Yusuf bin Ismail an-Nabhani dalam kitab Afdhalus Shalawat bahwa shalawat

Allah atas Rasulullah adalah rahmat, sedangkan shalawat malaikat atas Rasulullah

adalah istighfar.17

Shalawat secara khusus merujuk pada keberkahan yang dimohonkan

kaum muslimin atas Nabi Muhammad Saw. Shalawat merupakan lafadz jamak

dari kata shalat yang artinya do’a, rahmat Allah, memberi berkah, dan ibadah.

Kalau shalawat itu dilakukan oleh hamba kepada Allah, maka maksudnya hamba

itu beribadah atau do’a memohon kepada-Nya. Tetapi sebaliknya jika Allah

membalas shalawat hamba-Nya, maka Allah memberi berkah dan mencurahkan

rahmat-Nya kepada hamba. 18

Sholawat ini selain dapat menjadi amaliyah utama dalam beribadah

kepada Allah serta memuliakan Nabi Muhammad juga sering digunakan sebagai

media dakwah dalam menggencarkan aksi multikulturalisme. Dikarenakan melihat

dari keadaan Indonesia yang saat ini seringkali diuji oleh berbagai isu yang rawan

akan konflik SARA, perbedaan kepentingan dan aksi kekerasan atas nama agama,

17
Ahmad Farhan Holidi dan Miftahus Surur, “Memasyarakatkan Sholawat Nariyah di Bumi
Nusantara”, Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Hadits, Vol. 2, No. 1 (2019), 49-50.
18
Mambaul Ngadhimah, Shalawat Gembrungan Mutiara Budaya Jawa-Islam, (Ponorogo: STAIN
Ponorogo Press, 2010), 35.

11
dan ini memicu fanatisme kelompok tertentu yang rentan akan konflik sosial ini

sehingga mengancam semangat kebersamaan, kekeluargaan, persatuan dan

kesatuan bangsa. Selain itu juga memudarnya rasa cinta tanah air karena

gencarnya aksi Islam radikal dan transasional semakin meneguhkan agar dakwah

Islam yang lebih moderat kembali dimunculkan. 19

Pemahaman multikultural yang semakin meluas bahkan jika dikaitkan

dengan Islam dan Indonesia memunculkan berbagai gagasan dan pemahaman

baru. Para Ulama di Nusantara pun seperti telah mengetahui hal itu sejak lama dan

bahkan hingga saat ini. Terdapat beberapa karangan sholawat yang konten/isinya

dibuat oleh Ulama Nusantara bukan hanya sebagai sarana untuk menyebarkan

agama Islam tetapi bahkan untuk menyebarkan semangat nasionalisme. Seperti

contoh sholawat Asnawiyyah yang dikarang oleh KHR. Asnawi pada tahun 1925.

Yang mana sebagaian syairnya yaitu

ِ ِ‫اِر َاَيِأ ََما ْن‬


َ ‫أمانِأمانِأمانِأمانِ *ِبنْ ُدنْسَي‬
yang berarti “aman aman aman aman, Indonesia raya aman”. Jelaslah bahwa syair

yang dimaksud adalah untuk mendoakan Indonesia agar tetap aman dari berbagai

macam mara bahaya. Selain bermakna doa, hal ini juga menyiratkan tentang

semangat nasionalisme dan cinta tanah air. Sehingga pesan yang terkandung di

Machfud Syaefudin, “Gerakan Dakwah Cinta Tanah Air Indonesia (Strategi dan Metode Dakwah
19

KH. Habib Luthfi Pekalongan)”, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 37, No. 2 (2017), 216.

12
dalamnya bukan hanya untuk bersholawat dan meminta syafa’at kepada Nabi

Muhammad, tapi juga menyiratkan salah satu pesan pendidikan multikultural. 20

Ada pula sholawat karangan KH. Marzuki Mustamar yang berjudul

Sholawat Indonesia. Sholawat ini berisikan harapan-harapan akan negara

Indonesia karena melihat dari situasi Indonesia yang dinamis dengan berbagai isu-

isu politik serta paham-paham yang mencoba memecah belah persatuan umat

sehingga sholawat ini hadir sebagai salah satu doa untuk kebaikan negara

Indonesia dan juga doa pemersatu umat.21

Kedua sholawat tersebut diciptakan oleh ulama Indonesia yang notabene

merupakan pribumi Indonesia. Hal ini akibat pengaruh dari hasil akulturasi dan

Islamisasi budaya sehingga agama menjadi dasar utama dalam melakukan banyak

hal apalagi dalam memandang sikap cinta tanah air yang diwujudkan dalam

berbagai bentuk. Berdasarkan hal ini peneliti beranggapan bahwa penting untuk

mengkaji secara mendalam pesan-pesan pendidikan multikultural yang terkandung

dalam sholawat karya ulama Nusantara sehingga dapat menambahkan wawasan

secara mendalam tentang nasionalisme juga aspek-aspek yang lain dalam

pendidikan multikultural. Penelitian ini diharapkan mampu mengungkap secara

jelas pesan pendidikan multikultural yang terkandung dalam sholawat karya

Ulama Nusantara.

20
Sholawat Asnawiyyah, https://www.nu.or.id/post/read/70291/mempopulerkan-shalawat-kebangsaan-
khr-asnawi diakses pada tanggal 11 Maret 2020 pukul 13.35 WIB
21
Sholawat Indonesia, https://pwnujatim.or.id/susun-lirik-shalawat-indonesia-kh-marzuki-mustamar-
nyatakan-cinta-pada-negeri/ diakses pada tanggal 11 Maret 2020 pukul 13.44 WIB

13
B. Fokus Penelitian

1. Bagaimana Nilai Pendidikan Multikultural yang terkandung dalam Shalawat?

2. Bagaimana Perkembangan Shalawat karya Ulama Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus kajian tersebut, tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Mengetahui Nilai Pendidikan Multikultural yang terkandung dalam Shalawat.

2. Mengetahui Perkembangan Shalawat karya Ulama Nusantara di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini diantaranya:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dan

wawasan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan serta

diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan

pendidikan Islam yang berkebangsaan dan nasionalis-multikultur.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dimaksudkan dapat memberikan kontribusi

dalam menjaga kultur bangsa dalam basis Islam rahmatan lil ‘alamin. Sebagai

salah satu bentuk menjaga pluralisme bangsa Indonesia yang tetap relevan

dengan nilai-nilai kebudayaannya.

E. Definisi Istilah

1. Pendidikan

14
Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar, terencana

dan sistematis. Suatu proses pembelajaran yang dilakukan bukan hanya dengan

transformasi pengetahuan saja, melainkan juga untuk meningkatkan rasa sosial

dan spiritual serta menciptakan dan mengembangkan berbagai keterampilan

peserta didik.

2. Multikultural

Multikultural adalah keragaman atau kemajemukan suatu culture. Yang

mana maksud dari culture adalah bukan hanya mencakup budaya, melainkan

juga suku, ras, agama dan lain-lain.

3. Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural merupakan suatu proses transformasi

pengetahuan dengan berlandaskan pada indikator yang berhubungan dengan

lintas kultur, agama, budaya dan lain-lain seperti halnya demokrasi,

nasionalisme, transparansi dan juga toleransi.

4. Shalawat

Shalawat adalah salah satu karya sastra Islam yang mengandung esensi

kecintaan pada Nabi Muhammad, baik berbentuk syair ataupun berbentuk

prosa.

5. Nusantara

Nusantara yaitu istilah lain dari negara Indonesia, yaitu beberapa pulau-

pulau yang terbentang di antara dua benua dan dua samudera.

15
BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu menguraikan letak perbedaan kajian yang diteliti

dengan peneliti-peneliti sebelumnya. Untuk menghindari adanya pengulangan

kajian terhadap hal-hal yang sama. Adapun penelitian terdahulu yang relevan

dengan penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. Zainal Ilmi, Pesan Komunikasi Politik Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam

Gerakan Demokrasi di Indonesia dan Pengaruhnya terhadap Kalangan

Nahdliyin di Samarinda. Tesis Pascasarjana Program Studi Ilmu Komunikasi

Universitas Hasanuddin Makassar, 2005.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pesan komunikasi politik

Gus Dur dalam gerakan demokrasi di Indonesia dan pengaruhnya terhadap

kalangan nahdliyin Samarinda. Metode yang digunakan adalah diskriptif

kualitatif dan kuantitatif. Populasi dan sampel dengan penggunaan quesioner

sebagai instrumen utama adalah 317 responden dari kalangan Nahdliyin

Samarinda, terdiri dari 218 responden dari warga pesantren dan 99 responden

lainnya dari anggota Nahdliyin di Samarinda. Hasil analisa ditemukan bahwa:

(1) Pesan komunikasi politik Gus Dur dikelompokkan dalam empat kategori

yaitu pesan kemanusiaan, pesan keadilan dalam pluralitas masyarakat, pesan

kebudayaan dalam pluralitas masyarakat, dan pesan progrevitas pemikiran ke-

Islam-an. (2) Sikap Nahdliyin Samarinda dalam menerima pesan komunikasi

16
Gus Dur sangat baik karena disampaikan dengan nuansa keagamaan. (3) Hasil

analisis pengaruh pesan komunikasi politik Gus Dur terhadap perilaku kalangan

Nahdliyin Samarinda menghasilkan variabel pesan komunikasi yang bersifat

kemanusiaan (X1) berpengaruh positif terhadap perilaku kalangan Nahdliyin

Samarinda (Y) sebesar ( 0,5158), variabel pesan komunikasi yang bersifat

keadilan dalam pluralitas masyarakat (X2) berpengaruh positif terhadap

perilaku kalangan Nahdliyin Samarinda (Y) sebesar ( 0,4993), variabel pesan

komunikasi yang bersifat kebudayaan dalam pluralitas masyarakat (X3)

berpengaruh positif terhadap perilaku kalangan Nahdliyin Samarinda (Y)

sebesar ( 0,4157), dan variabel pesan komunikasi yang bersifat progresivitas

pemikiran ke-Islam-an (X4) berpengaruh positif terhadap perilaku kalangan

Nahdliyin Samarinda (Y) sebesar ( 0,4157). Dengan demikian variabel pesan

politik Gus Dur yang bersifat kemanusiaan paling berpengaruh terhadap

perilaku kalangan Nahdliyin Kota Samarinda.

2. Devi Arie Shandy, Representasi Makna Pesan Dakwah dalam Lirik Lagu

Tomat (Tobat Maksiat) pada Album Ingat Shalawat Karya Wali Band. Jom

FISIP Universitas Riau, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan makna pesan dakwah

Islam melaui lagu oleh band Wali berjudul Tomat (Tobat Maksiat) melalui

makna denotasi, konotasi dari lirik lagu. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu analisis semiotika Roland Barthes dengan asumsi bahwa

17
denotasi dan konotasi yang paling kuat adalah pada akhir lirik lagu. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa lirik lagu Tomat (tobat maksiat) disajikan

makna propagasi pesan yang terkait pesan propaganda dengan nilai-nilai bentuk

aqidah untuk mengingat kematian, menasihati sesama, memohon pengampunan

untuk semua dosa, dan mempersiapkan segala yang dibutuhkan di akhirat.

3. Eko Setiawan, Nilai-nilai Religius dalam Syair Burdah. Jurnal Program

Pascasarjana Sosiologi Universitas Brawijaya Malang, 2015.

Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui nilai yang terkandung

dalam syair burdah. Berikut juga dicantumkan biografi pengarang dan sejarah

mengenai penyusunan syair ini. Mengenai metode yang dipakai yaitu

menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu menjelaskan dan

mendeskripsikan mengenai makna dan pesan dari bahasa yang terkandung

dalam sholawat burdah. Hasil penelitiannya yaitu bahwasanya sholawat burdah

merupakan bentuk pengejawantahan dari rasa cinta seorang muslim terhadap

Nabi Muhammad SAW. Sholawat burdah berbentuk syair puji-pujian, yang

bukan hanya berisikan tentang ungkapan rasa cinta melainkan juga pesan

moral, nilai-nilai spiritual, dan semangat perjuangan. Pengarang syair ini adalah

Abu Abdillah Syarafudin Abi Abdillah Muhammad bin Khammad ad-Dalashi

ash Shanja Asy-Syadzili Al-Bushiri yang kemudian dikenal dengan nama Imam

Bushiri. Sholawat ini dinamai oleh Imam Bushiri dengan nama burdah karena

setelah ia menyelesaikan sholawat ini ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah

dan menyelimutinya dengan baju jubah milik Rasulullah. Saat itu beliau dalam

18
keadaan lumpuh, dan ketika bangun beliau langsung sembuh dari

kelumpuhannya. Amanat yang terkandung dalam sholawat ini yaitu

mengajarkan agar manusia tidak tenggelam dalam rasa cinta, tidak menuruti

hawa nafsu, serta tidak berbuat maksiat, beriman kepada Allah serta berpegang

teguh pada agama, mencintai Rasulullah, mencontoh perilakunya, mengajarkan

agar manusia berjihad di jalan Allah, mengajarkan agar manusia tidak berputus

asa dan memperbanyak membaca sholawat kepada Nabi Muhammad.

B. Kajian Teori

1. Pendidikan Multikultural

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat akrab bagi kita,

bahkan tanpa sadar setiap hari hal itu dilakukan. Menurut Darmaningtyas,

pendidikan yaitu usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau

kemajuan yang baik. Pendidikan harus dilakukan secara sadar dan sistematis.

Oleh karena itu, semua usaha yang berkaitan dengan penanaman

pengetahuan hanya dianggap sebagai pendidikan apabila dilakukan secara

sadar dan sistematis. 22 Sementara menurut Bapak pendidikan Indonesia, Ki

Hajar Dewantara, pendidikan merupakan usaha orang tua bagi anak-anaknya

dengan maksud untuk mendukung kemajuan hidupnya, yaitu dalam arti

22
Ngainun Naim dan Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural; Konsep dan Aplikasi. (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2010), 30.

19
memperbaiki tumbuhnya kekuatan ruhani dan jasmani yang ada pada anak-

anak. 23

Menurut Prof. Lodge (Philosophy of Education), pendidikan

memiliki 2 arti, yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pendidikan

dalam arti sempit yaitu pendidikan tidak berlangsung selama seumur hidup,

dan dilaksanakan di mana pun ada lingkungan hidup melainkan di tempat

tertentu yang telah ditentukan dan direkayasa untuk berlangsungnya

pendidikan. Sedangkan secara arti luas, pendidikan berarti suatu usaha yang

dilakukan dan berlangsung setiap ruang kehidupan manusia dan dalam

seluruh sektor pembangunan. Pendidikan ini dapat berupa pengalaman

belajar yang terentang dari bentuk-bentuk yang terjadi dengan sendirinya. 24

Menurut Redja Mudyaharjo, juga menyebutkan tentang definisi

pendidikan dalam dua arti. Pengertian pendidikan dalam arti luas hampir

sama dengan pendapat Prof. Lodge, yaitu segala pengalaman belajar yang

berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Pendidikan

diartikan sebagai segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan

individu. Sedangkan pendidikan dalam arti sempit menurut Redja yaitu

pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga formal,

pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja yang

23
Ibid..., 31.
24
Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan; Asas dan Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2014), 31.

20
diserahkan kepadanya dalam kesadaran penuh agar mempunyai kemampuan

yang sempurna. 25

Pendidikan merupakan aktivitas pembaharuan dan perkembangan

pemikiran melalui serangkaian pembelajaran yang sudah dirancang.

Seseorang yang terpelajar diharuskan untuk mendalami berbagai

pengetahuan yang mana hal ini berguna bagi keberlangsungan

kehidupannya. Namun, menjadi orang yang berpendidikan tidak hanya dapat

memahami suatu ilmu pengetahuan melainkan juga dapat mengaplikasikan

apa yang sudah dipelajarinya sehingga bermanfaat bagi orang lain. Oleh

karena itu dengan pendidikan akan menentukan bagaimana pola kehidupan

seseorang. 26

Ki Hajar Dewantara merumuskan pendidikan sesuai dengan

perannya serta melihat pada kondisi sosiologis masyarakat Indonesia pada

waktu beliau menjadi Menteri Pendidikan Republik Indonesia dan juga

sebagai tokoh pendidikan nasional pada waktu itu yaitu pendidikan yang

berdasarkan garis hidup dan bangsanya ditujukan pada peri kehidupan

sehingga dapat mengangkat derajat negara dan rakyatnya dan dapat bekerja

bersama-sama untuk kemuliaan manusia seluruh dunia. 27

Dalam Undang-Undang No 20 tahun 2003 menjelaskan tentang

definisi pendidikan yaitu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

25
Ibid..., 37.
26
Najeemah Md. Yusof, Konsep Pendidikan, (Kuala Lumpur: PTS Professional, 2007), 1-4.
27
Anselmus JE Toenlioe, Teori dan Filsafat Pendidikan, (Malang: Gunung Samudera, 2016), 8.

21
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. 28

Dalam hal ini penulis menyimpulkan bahwa konsep pendidikan

yang dimaksud adalah usaha secara sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar yang kondusif sehingga peserta didik dapat mengembangkan

secara aktif segala potensinya.

b. Multikulturalisme

Multikulturalisme berasal dari dua kata; multi (banyak/beragam)

dan cultural (budaya/kebudayaan) yang secara etimologi berarti keragaman

budaya. Budaya yang mesti dipahami adalah bukan budaya dalam arti

sempit, melainkan harus dipahami sebagai semua dialektika manusia

terhadap kehidupannya. Dialektika ini akan melahirkan banyak wajah seperti

sejarah, pemikiran, budaya verbal, bahasa dan lain-lain. Multikulturalisme

adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatkan derajat manusia

dan kemanusiaannya. Berbagai konsep yang relevan dengan

multikulturalisme antara lain demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai

budaya dan etos, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa

keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan budaya, dominan privat dan

28
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 No 1, Undang-Undang RI No 20 tahun 2003

22
publik, HAM, hak budaya komuniti, dan konsep-konsep lainnya yang

relevan. 29

Menurut Will Kymlicka, multikultural/multibudaya adalah suatu

pengakuan, penghargaan dan keadilan terhadap etnik minoritas baik yang

menyangkut hak-hak universal yang melekat pada hak-hak individu maupun

komunitasnya yang bersifat kolektif dalam mengekspresikan

kebudayaannya.30 Bikhu Parekh dalam menjelaskan makna konsep

multikulturalisme yaitu mengandung 3 komponen, yakni pertama, konsep ini

terkait dengan kebudayaan; kedua, konsep ini merujuk pada pluralitas

kebudayaan; dan ketiga, konsep ini mengandung cara tertentu untuk

merespons pluralitas itu.31

Multikulturalisme adalah pandangan dunia yang kemudian dapat

diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan

tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, pluralitas dan multikultural

yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Yang kemudian menurut

Azyumardi Azra multikultural diartikan sebagai pandangan dunia yang

kemudian diwujudkan dalam “politics of recognition”. Lawrence Blum

mengungkapkan bahwa multikulturalisme mencakup akan suatu

29
Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme..., 144.
30
Rustam Ibrahim, “Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip dan Relevansinya dengan Tujuan
Pendidikan Islam”, Addin, Vol. 7, No. 1 (2013), 134.
31
Ahmad Fedyani Syaifuddin, “Membumikan Multikulturalisme di Indonesia”, Etnovisi: Jurnal
Antropologi Sosial Budaya, Vol. 2, No. 1 (2006), 6.

23
pemahaman, penghargaan, dan penilaian atas budaya seseorang serta

penghormatan dan keingintahuan tentang budaya orang lain. 32

Sedangkan menurut HAR. Tilaar, multikultural itu mengandung dua

pengertian yang kompleks yaitu “multi” yang berarti plural, “kultural” yang

berarti pengertian kultur/budaya. Jadi multikultural merupakan budaya yang

plural atau berjenis-jenis yang bukan hanya beragam melainkan juga

mengandung pengakuan akan implikasi-implikasi politik, sosial, dan

ekonomi. Multikultural secara sederhana dapat diartikan sebagai pengakuan

atas pluralisme budaya yang mana hal ini bukan merupakan sesuatu yang

sifatnya “given” tetapi suatu proses internalisasi nilai-nilai dalam suatu

komunitas. 33

Menurut Paul Suparna, multikulturalisme adalah kesediaan

menerima kelompok lain secara sama sebagai bentuk kesatuan dengan sikap

saling menghargai nilai, menerima bentuk budaya, etnik dan berbagai aspek

lainnya mekipun terdapat kecenderungan dalam diri seseorang untuk

mengharapkan orang lain agar sama dengan dirinya. Oleh karena itu sikap

kesediaan ini diletakkan dalam standar untuk saling menghargai dan

menghormati agar terhindar dari berbagai konflik dan pertengkaran. 34

32
Siti Julaiha, “Internalisasi Multikulturalisme dalam Pendidikan Islam”, Dinamika Ilmu, Vol. 14, No.
1 (2014), 111.
33
Ainul Khalim, “Pendidikan Islam dan Multikultural”, dalam ejournal.kopertais4.or.id diakses pada
tanggal 27 Februari 2020 pukul 15.32 WIB
34
Ida Zahara Adibah, “Pendidikan Multikultral sebagai Wahana Pembentukan Karakter”, Jurnal
Madaniyah, Vol 4, No. 2 (2014), 178.

24
Multikulturalisme merupakan istilah yang digunakan untuk

menjelaskan pandangan seseorang tentang keragaman kehidupan di dunia

atau kebijakan yang menekankan tentang adanya penerimaan terhadap

perbedaan dan berbagai kebudayaan. 35 Pada akhirnya multikulturalisme

merupakan konsep akhir untuk membangun kekuatan sebuah bangsa yang

terdiri dari berbagai latar belakang yang berbeda-beda. Namun dalam

konteks Indonesia, multikulturalisme terbentuk karena kondisi sosio-kultral

yang begitu beragam dan luas. Sehingga terbentuklah suatu ikatan yang

tanpa diplokamirkan secara resmi dan menjadi sebuah keyakinan seperti

yang biasa dikenal yaitu “Bhinneka tunggal ika”. 36

Dalam hal ini peneliti lebih dominan pada teori yang disampaikan

oleh HAR. Tilaar bahwasanya multikultural merupakan pengakuan atas

pluralisme budaya sehingga mengandung pada implikasi-implikasi dalam

berbagai aspek.

c. Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural memang terkesan merupakan hal yang

baru. Bahkan hingga saat ini masih banyak pakar pendidikan yang masih

memperdebatkan apa itu pendidikan multikultural. Menurut pendapat

Anderson dan Cusher, pendidikan multikultural adalah pendidikan

35
Muhandis Azzuhri, “Konsep Multikultralisme dan Pluralisme dalam Pendidikan Agama (Upaya
Menguniversalkan Pendidikan Agama dalam Ranah Keindonesiaan)”, Forum Tarbiyah, Vol. 10, No. 1
(2012), 15.
36
Ibid..., 16.

25
mengenai keragaman kebudayaan. Sedangkan menurut James Banks,

pendidikan multikultural didefinisikan sebagai pendidikan untuk people

of color. Artinya pendidikan dimaksudkan untuk mengeksplorasi

perbedaan yang mana hal itu merupakan sebuah keniscayaan. Sejalan

dengan pemikiran tersebut, Muhaemin el Ma’hady berpendapat bahwa

pendidikan multikultural merupakan pendidikan tentang keragaman

kebudayaan dalam merespons perubahan demografis dan kultural

lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan secara global. 37

Menurut Ainurrafiq Dawam, pendidikan multikutural adalah

proses pengembangan seluruh potensi manusia yang menghargai

pluralitas dan heterogenitasnya sebagai konsekuensi keragaman budaya,

etnis, suku, dan aliran (agama). 38 Menurut Hilda Hernandez, pendidikan

kultural didefinisikan sebagai perspekstif yang mengakui realitas politik,

sosial dan ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam

pertemuan manusia yang kompleks dan beragam secara kultur serta

merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas,

agama, status sosial, ekonomi dan pengecualian-pengecualian dalam

proses pendidikan. 39

Berbeda dengan pandangan Zakiyyudin Baidhawi, pendidikan

multikultural merupakan suatu cara untuk mengajarkan keragaman

37
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), 175-176.
38
Naim, Pendidikan Multikultural: Konsep..., 50.
39
Mahfud, Pendidikan Multikultural..., 176.

26
(teaching diversity).40 Hal ini senada dengan definisi yang dituturkan oleh

Ainul Yaqin bahwasanya pendidikan multikultural adalah sebuah strategi

pembelajaran yang aplikatif dalam semua mata pelajaran dengan

menggunakan aspek perbedaan-perbedaan kultural. 41 Sedangkan menurut

Andre Ata Ujan, pendidikan multikultural adalah proses pengembangan

seluruh potensi manusia yang menghargai pluralitas dan heterogenitasnya

sebagai konsekuensi keberagaman.42 Leistyna mengatakan bahwa

pendidikan multikultural merupakan kebijakan dan praktik pendidikan

yang berusaha untuk menegaskan pluralisme budaya, perbedaan gender,

kemampuan, kelas sosial, ras, seksualitas, dan sebagainya. 43

Paulo Freire menyebutkan konsepnya mengenai pendidikan yang

sejalan dengan apa yang disebutkan oleh Hilda Hernandez yaitu

pendidikan merupkan suatu “menara gading” yang berusaha menjauhi

realitas sosial dan budaya. Pendidikan seharusnya dapat menciptakan

suatu tatanan masyarakat baru yang lebih terdidik, bukan sebuah

masyarakat yang mengagungkan status sosial dan kedudukan yang

merupakan akibat dari kekayaan dan kemakmuran yang dimilikinya. 44

40
Ibrahim, “Pendidikan Multikultural: Pengertian..., 137
41
M. Ainul Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan
Keadilan, (Yogyakarta: Pilar Media, 2005), 25.
42
Hasan Baharun dan Robiatul Awwaliyah, “Pendidikan Multikultural dalam Menanggulangi Narasi
Islamisme di Indonesia”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. 5, No. 2 (2017), 230.
43
Murniati Agustian, Pendidikan Multikultural, (Jakarta: Universitas Katolik Indonesia, 2019), 9.
44
Mahfud, Pendidikan Multikultural..., 176-177.

27
Berbeda dengan yang diungkapkan oleh Hilliard, bahwa

pendidikan merupakan respons terhadap apa yang terjadi dalam realitas

perkembangan keragaman populasi yang ada di sekolah. Begitu pula

pendidikan multikultural adalah sebuah pengembangan kurikulum dan

aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, dan

prestasi.45

Pendidikan multikultural diartikan sebagai upaya perubahan

perilaku manusia melalui pengajaran yang menekankan akan

keberagaman budaya. Proses tersebut ditujukan untuk membentuk

perilaku manusia yang dapat sadar akan keberbedaan sehingga dapat

menghilangkan perilaku negatif yang bermula dari keberbedaan

tersebut.46 Suyata mengatakan bahwa pendidikan multikultural dapat

dicapai dalam sekolah apabila sekolah dibangun tidak berdasarkan

budaya elit sehingga strategi ini lebih menekankan pada mayoritas rakyat

yang plural. Hal ini akan sangat menguntungkan dalam hal mobilitas

pendidikan, dukungan dan keikutsertaan masyarakat secara luas.

Dikarenakan bahwa tujuan utama pendidikan multikultural dapat

merubah seluruh lingkungan atau suasana pendidikan dan dapat

45
Ibid..., 177.
46
Muhammad Mustaqim, “Konsep Pendidikan Multikultural dalam Islam”, Jurnal Ad-Din, Vol. 4, No.
2 (2012), 292.

28
meningkatkan perhatian terhadap kelompok yang lebih luas untuk

mendapatkan kesetaraan pendidikan.47

Pendidikan multikultural dirumuskan sebagai wujud kesadaran

mengenai keberagaman budaya, hak asasi manusia dan penghilangan

prasangka untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan sejahtera.

Pendidikan multikultural juga merupakan strategi yang utama dalam

pengembangan kesadaran seseorang sebagai kebanggaan terhadap

bangsanya sendiri. Dalam pendidikan multikultural, kita dapat

memberikan kesempatan kepada setiap individu dengan berbagai latar

belakang untuk mendapatkan pendidikan yang setara.48

Oleh karena itu dalam hal ini peneliti menyimpulkan

bahwasanya pendidikan multikultural merupakan suatu proses

pembelajaran siswa untuk mengembangkan potensinya dalam mengakui

serta dapat menyikapi perbedaan dan keragaman budayanya.

2. Sholawat Karya Ulama Nusantara

a. Pengertian Sholawat

Secara bahasa sholawat berarti doa, syafa’at dan berkat. Sedangkan

menurut istilah, sholawat merupakan suatu doa kepada Allah untuk Nabi

47
Ruslan Ibrahim, “Pendidikan Multikultural: Upaya Meminimalisir Konflik dalam Era Pluralitas
Agama “, El Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 1 (2008), 121.
48
Akhmad Hidayatullah Al Arifin, “Implementasi Pendidikan Multikultural dalam Praksis Pendidikan
di Indonesia”, Jurnal Pembangunan Pendidikan: Fondasi dan Aplikasi, Vol. 1, No. 1, 74.

29
Muhammad SAW. beserta keluarga dan sahabatnya. 49 Sholawat dapat

dipahami sebagai doa kita kepada Allah SWT. Secara harfiah juga dapat

diartikan sebagai doa kita kepada Allah agar mendapatkan belas kasihan dan

keagungan. Ucapan shalawat yang seringkali diucapkan seringkali juga

ditambahkan salam kepada Nabi Muhammad, yang mana maksudnya adalah

agar Allah menambah kehormatan baginya untuk mendapatkan derajat yang

sangat tinggi. 50 Sholawat dimaksudkan sebagai permohonan rahmat kepada

Allah dan juga diniatkan untuk mewujudkan segala tujuan dan hajat.51

َ ُ‫صلَّى – ي‬
Sholawat berdasarkan derivasinya berasal dari kata ( ‫صلِّي‬ َ )

yang mana sholawat merupakan bentuk jamak dari kata ‫ صالة‬yaitu ‫صلواة‬yang

memiliki arti secara bahasa yaitu ampunan dan rahmat. Sedangkan menurut

istilah, arti dari sholawat itu didasarkan pada Al-Qur’an Surat al-Ahzab ayat

56 yaitu

ِ ‫يما‬ َ ‫اِصِلُّو‬ َّ َ ‫صلُّو َن‬


ً ‫ِو َسلي ُمواِتَ ْسل‬
َ ‫اِعَِلْيه‬ َ ‫ِآمِنُو‬
َ ‫ين‬َ ‫َِيِأَيُّ َهاِالذ‬
َ ‫َّب‬
‫ِعلَىِالن ي‬ َ ُ‫ِوَم ََلئ َكتَهُِي‬
َ َ‫َِّاَّلل‬
َّ ‫إن‬

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk

Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi

dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”.

49
Arti Selawat, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/selawat diakses pada tanggal 10 Maret 2020 pukul
10.44 WIB
50
Tujuan Sholawat, https://islam.nu.or.id/post/read/96490/ini-tujuan-shalawat-dan-salam-untuk-nabi-
muhammad-saw diakses pada tanggal 8 Maret 2020 pukul 06.06 WIB
51
Muhammad Nawawi, Kasyifah as Saja, (Kediri: Pondok Pesantren Pethuk, t.t.), 4.

30
Pada ayat tersebut menyiratkan makna sholawat yang berarti:52

ِ ‫ِِبركِعليهِوأحسنِعليهِالثَّناء‬،‫دعاِلهِوحفَّهِبربكته‬

)Mendoakan pada Nabi Muhammad serta mengharapkan barokahnya

dengan kata-kata yang baik dan disertai pujian-pujian).

Ayat tersebut memberikan kesan bahwa Allah yaitu dzat yang Maha

Agung serta malaikat yang merupakan makhluk yang suci begitu mencintai

dan mengagumi Nabi Muhammad sehingga mereka yakni Allah bersama

dengan malaikat terus-menerus bersholawat kepada Nabi Muhammad yang

mana maksudnya adalah Allah melimpahkan rahmat dan anugerah,

sedangkan malaikat memohon untuk mempertinggi derajat dan memintakan

maghfirah (ampunan) atas Nabi Muhammad. Pada ayat ini menyiratkan

perintah kepada seluruh manusia untuk mengagungkan Nabi Muhammad

dan menghargai seluruh jasa-jasanya. Kata (‫صلُّوا‬


َ ) dalam ayat tersebut

terambil dari kata (‫ص َالة‬


َ ) yang memberikan makna menyebut-nyebut yang

baik serta ucapan-ucapan yang mengandung kebajikan, dan tentu saja yang

dimaksud adalah doa dan curahan rahmat.53

Sholawat diartikan sebagai pengakuan terhadap kerasulan Nabi

Muhammad serta memohon syafa’at (pertolongan) pada hari kiamat dan

52
Ahmad Mukhtas Abdul Hamid Umar, Mu’jam al-Lughoh al-‘Arobiyyah al- Ma’ashirah, (Maktabah
Shamela, 2008), Juz 2, 1316.
53
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Tangerang: PT. Lentera Hati, 2016), 526-528.

31
upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah. 54 Oleh karena itu dapat

dipahami bahwa sholawat merupakan salah satu upaya seorang muslim

dalam mendekatkan diri kepada Allah dan juga mengagungkan Nabi

Muhammad SAW. sehingga buah dari apa yang dilakukannya adalah

mendapatkan pahala dan syafa’at di hari kiamat nanti.

b. Keutamaan Sholawat

Telah banyak kita ketahui bahwa bersholawat merupakan salah satu

ibadah ghoiru mahdlah (bukan murni) yang memiliki banyak sekali

kemanfaatan. Sebelumnya telah disebutkan bahwa sholawat adalah upaya

untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga dalam upaya itu akan

membuahkan banyak sekali keutamaan. Diantaranya yaitu: 55

1) Menaati perintah Allah SWT. sebagai bukti cinta kepada Nabi

Muhammad SAW.

Sholawat merupakan doa yang ditujukan kepada Allah untuk

mendekatkan diri kepada-Nya dan sebagai gambaran kecintaan kepada

Nabi Muhammad. Sehingga bersholawat merupakan suatu bukti

kecintaan yang besar dan ini menjadikan seseorang akan dikumpulkan

54
Suhaidi Ghazali dan Shabri Shaleh Anwar, Sholawat Populer: Esensi Sholawat bagi Ummat Nabi
Muhammad SAW, (Riau: Qudwah Press, 2017), 7.
55
Abdullah Assegaf dan Indriya R. Dani, Mukjizat Sholawat, (Jakarta: Qultum Media, 2009), 26-27.

32
bersama orang yang dicintainya di hari kiamat nanti. Hal ini selaras

dengan hadits Nabi yaitu:56

ِ‫ب‬
َِّ ‫َح‬
َ ‫ِم ْنِأ‬
َِ ‫ِال ْرِءُِ َم َع‬:
ِ ‫ال‬ َ َ‫ِو َسلَّ َمِأَنَّهُِق‬
َ ‫ِصلَّىِهللاُِعَلَيْه‬
َ ‫َّب‬
‫ِعَنِالن ي‬:‫ِاَّلل‬
َّ ‫ِعبْد‬
َ ‫عَ ْن‬
َ

“Diceritakan dari Abdillah, Rasulullah SAW bersabda: seseorang

akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya”. (HR.

Bukhari).

2) Keselarasan Allah SWT. dalam bersholawat atas Rasulullah SAW.

Meskipun sholawatnya berbeda, sholawat yang kita lafalkan

mengandung muatan doa dan permohonan, sedangkan sholawat Allah

atas nabi Muhammad mengandung atas pujian dan pengagungan.

Sehingga dari sholawat tersebut, kita akan ikut mendapatkan rahmat dan

juga ampunan.

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Wasid Mansyur

dalam cerita yang disampaikan oleh Syaikh Muhammad Nawawi al-

Bantani dalam salah satu kitabnya bahwa terdapat seorang sufi yang

memiliki tetangga seorang pemuda yang begitu nakal dan selalu

menghabiskan waktunya dengan meminum minuman keras.

Akhirnya sang sufi tersebut menyarankan untuk bertaubat, namun

seorang nakal tersebut tidak mau dan tetap melanjutkan kenakalannya.

56
Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah al-Bukhari al-Ja’fiy, Shahih al-Bukhari, (Maktabah Shamela,
1422), Juz 8, 39.

33
Hingga suatu hari sang pemabuk meninggal, lalu hadir dalam mimpi sang

sufi. Dalam mimpi tersebut sang pemabuk terlihat sangat berbahagia

bahkan ditempatkan pada tempat yang mulia dan membuat sang sufi

terheran.

Lalu sang sufi tersebut bertanya kepada sang pemabuk itu, amalan

apa yang telah dilakukan akhirnya dapat mengantarkan pada tempat yang

mulia tersebut. Lalu sang pemabuk menjawab bahwa yang

menjadikannya mulia adalah karena berkah dari sholawat karena ia

pernah mendengar bahwa barangsiapa yang bersholawat dengan keras

maka ia masuk surga.57

3) Keselarasan atas malaikat-Nya dalam bersholawat

Shalawat dari Allah berarti memberi rahmat bagi Rasul-Nya,

sedangkan dari malaikat berarti memohon ampun baginya. Sebagaimana

disebutkan dalam hadits yaitu:58

ٍ
ِ"ِ:‫ال‬
َ ‫ِفَ َق‬،‫ِو ْجهه‬
َ ‫ِواِلْب ْش ُرِيَُرىِِف‬
َ ‫اتِيَ ْوم‬ َ ‫ِو َِسلَّ َم‬
َ ‫ِجاءَِ َذ‬ َ ‫ِعلَْيه‬ ِ َّ‫صِل‬
َ ُ‫ىِهللا‬ َ ِ‫ِاَّلل‬
َِّ ‫ول‬ َ ‫َِّر ُس‬
َ ‫ِأَن‬،‫ِع ْن ِأَبيه‬،
َ ‫ِاَّللِبْنِأَِبِطَْل َح َة‬
َّ ‫ِعْبد‬
َ ‫َع ْن‬

ِ‫ِعلَْيه‬
َ ‫ت‬ُ ‫ِصلَّْي‬
َ ‫ك ِإََّل‬
َ ‫َح ٌدِمِ ْنِأ َُّمت‬
َ ‫كِأ‬
َ ‫ِعلَْي‬
َ ‫صلي َي‬
َ ُ‫يك ََِيِ ُُمَ َّم ُدِأَ ِْنََِلِي‬ َ ‫ِفَ َق‬،‫ِو َسلَّ َم‬
َِ ِ‫ِأ ََماِيُِْرض‬:‫ال‬ َ ُ‫ِصِلَّىِهللا‬
َ ‫ِعَلْيه‬ َ ‫يل‬
ُ ‫ِجاءَِنِج ْرب‬
َ ُ‫إنَّه‬

"ِ‫ِعِلَْيهِِ َع ْشًِرا‬
َ ‫ت‬ُ ‫ِسلَّ ْم‬
َ ‫كِإََّل‬
َ ‫َح ٌدِم ْنِأ َُّمت‬
َ ‫كِأ‬
َ ‫ِعلَْي‬
َ ‫ِوََلِيُ َسلي َم‬،‫ا‬
َ ‫َع ْشًر‬

57
Keutamaan Sholawat, https://www.nu.or.id/post/read/98982/dahsyatnya-shalawat-hingga-jaminan-
masuk-surga diakses pada tanggal 11 Maret 2020 pukul 15.33 WIB
58
Abu Abdi ar-Rahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali al Khurasaniy an-Nasa’iy, as-Sunan as-Sughro li
an-Nasa’iy, (Maktabah Shamela, 1986), Juz 3, 50.

34
Artinya: “Diceritakan dari Abdillah bin Abi Tholhah dari ayahnya,

bahwasanya suatu hari Rasulullah SAW. datang dan terlihat membawa

kabar gembira dari wajahnya, beliau bersabda: Datang kepadaku

(Muhammad) malaikat Jibril, kemudian dia berkata: Apabila engkau

ridha wahai Muhammad bahwasanya tidak ada seorangpun yang

bersholawat kepadamu satu kali kecuali aku bersholawat kepadanya

sepuluh kali, dan tidak ada seorang pun yang mengucapkan salam

kepadamu satu kali kecuali aku mengucapkan salam kepadanya sepuluh

kali.” (HR. An-Nasa’i).

4) Seseorang yang bersholawat memperoleh 10 sholawat dari Allah

Berdasarkan dari hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim

yaitu:59

‫ِصلَّىِهللاِعَلَيْهِعَِ ْشًرا‬ َِ ‫ِصلَّىِعَِلَ َّي‬


َِ ً‫ِواح َدة‬ َ َ‫ِو َسلَّ َمِِق‬
َ ‫ِ َم ْن‬:‫ال‬ َ ‫ِصلَّىِهللاُِعَلَيْه‬
َ ‫ولِهللا‬
َ ‫َِّر ُس‬
َ ‫ِأَن‬،َ‫ِهَريْ َرة‬
ُ ‫عَ ْنِأَِب‬

Artinya: “Diceritakan dari sahabat Abi Hurairah, bahwasanya Rasulullah

bersabda: Barangsiapa yang bersholawat kepadaku satu kali, maka Allah

akan bersholawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim).

5) Derajatnya diangkat 10 derajat oleh Allah

Hal ini berdasarkan dari hadits Nabi Muhammad SAW: 60

59
Muslim bin al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qusyairiy an-Naisaburiy, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihya`
at-Turats al-‘Arabiy, t.t.), Juz 1, 306.
60
Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’d Syamsu ad-Din Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah, Jala`ul
Afham, (Kuwait: Dar al-‘Urubah, 1987), Juz 1, 65.

35
ِ‫َنهَِسعه‬
َ ‫يدِبنِأِبِم ْرَِيِ َعنِأنسِأ‬
َ ‫اقِحدثِنِبر‬
َ ‫اِحيىيِبنِآدمِحدثنَاِيُونُسِبنِأِبِإ ْس َح‬
َ َ‫يمِحدثن‬
َ ‫َحدثنَاِإ ْس َحاقِبنِإبْ َراه‬

ِ‫حطِعنهُِهبَاِعشر‬
َ ‫اتِو‬
َ ‫ِعشرِصلو‬
َ ‫ةِصلىِهللاِعلَْيه‬
َ ‫ةِواح َد‬
َ ‫ِص ََل‬
َ ‫لي‬
‫سلمِمنِصلىِع ي‬
َ ‫ِو‬
َ ‫ولِهللاِصلىِهللاِعلَْيه‬
َ ‫ال َِر ُس‬
َ َ‫يَ ُقولِق‬

ِ‫اِعشرِد َر َجات‬
َ َ‫سيئاتِوَرفعهِهب‬
َ

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dari Yahya

bin Adam dari Anas bin Malik bahwasanya beliau (Yahya) mendengar

beliau (Anas) mengatakan: Nabi bersabda: Barangsiapa yang bersholawat

kepadaku maka Allah bersholawat kepadanya sepuluh kali, menghapus

darinya sepuluh keburukan dan mengangkatnya sepuluh derajat.” (HR.

Ahmad).

Sebenarnya masih banyak sekali keutamaan sholawat yang lainnya,

namun beberapa keutamaan di atas sudah dapat mewakili betapa sholawat

memiliki keutamaan yang sangat besar.

c. Teks Sholawat Karya Ulama Nusantara

Beberapa sholawat yang akan peneliti bahas dalam tesis ini yaitu

merupakan sebagaian dari banyaknya sholawat yang merupakan karya dari

ulama Indonesia dan juga banyak mengandung pesan-pesan pendidikan

multikultural. Diantaranya yaitu:

1) Sholawat Syaikhona Kholil

Sholawat ini merupakan sholawat yang diciptakan oleh

Syaikhona Kholil dari Bangkalan Madura. Sholawat ini disampaikan oleh

36
KH. Ahmad Barizi bin Muhammad Fathullah dari Lan-Bulan, Sampang,

Madura dalam kitabnya yaitu Ithaaful Khullan (‫)اتحاف الخالن‬. Disebutkan

dalam kitab tersebut bahwa diharapkan dari pembacaan sholawat ini

dapat mengharapkan kemanfaatannya, menghasilkan futuh (terbukanya

hati untuk dapat mudah menerima ilmu) serta dikumpulkan bersama

dengan hamba-hamba Allah yang sholih baik di dunia maupun di akhirat.

Mengenai pembacaan kitabnya yaitu dinisbatkan pada Syaikhona

al-‘Allamah al-Quthbi ar-Robbaaniy wa al-‘Aarif as-Shomadaaniy

Sayyidi asy-Syaikh Muhammad Kholil bin ‘Abdu al-Lathif al-

Bangkalaniy, dan dibaca setiap selesai sholat fardlu sebanyak 7 kali.

2) Sholawat Asnawiyyah

Sholawat asnawiyyah merupakan sholawat yang dikarang oleh

KHR. Asnawi dari Kudus, Jawa Tengah pada tahun 1925. 61 Sholawat ini

biasanya dilantunkan dalam berbagai acara sholawat-sholawat yang

seringkali diadakan di Indonesia. Salah satu isi dari sholawat ini yaitu

tentang nilai cinta bangsa dan doa abadi kedamaian Indonesia. Hal ini

disampaikan dalam acara “Satu Abad Madrasah Qudsiyyah” yang

dilaksanakan pada tanggal 03 Juli 2016 di Pondok Pesantren Qudsiyyah,

Kudus Jawa Tengah.

61
Sholawat Asnawiyyah, https://www.nu.or.id/post/read/55472/shalawat-asnawiyah-diusulkan-jadi-
shalawat-nahdliyah-nasional diakses pada tanggal 17 Maret 2020 pukul 16.11 WIB

37
Sosok Kyai Asnawi dikenal sebagai pejuang kemerdekaan serta

garda depan penjaga ahlu as-sunnah wa al-jama’ah. dalam menciptakan

sholawat ini, Kyai Asnawi sangat memahami betul bahwa Indonesia

membutuhkan kekuatan Islam dengan model damai sehingga sholawat ini

diciptakan. 62

3) Sholawat Badar

Hampir semua warga NU dan juga masyarakat Nusantara pasti

mengenal sholawat ini. sholawat ini seringkali dijadikan mars utama

dalam berbagai majlis taklim dengan pelantunan nada yang beragam.

Hampir di setiap kegiatan yang dilakukan oleh NU, sholawat ini selalu

dikumandangkan. Sholawat Badar menjadi ikon utama dalam setiap

kegiatan yang dilaksanakan oleh NU. Bahkan sholawat ini sudah

diaransemen dengan berbagai genre musik.

Sholawat Badar dikarang oleh KH. M. Ali Manshur sekitar

tahun 1960-an. Hal ini disampaikan oleh Gus Dur dalam Muktamar NU

ke-30 di Lirboyo pada tahun 1999. Beliau menyebutkan hal tersebut

dikarenakan kekhawatiran beliau akan sholawat ini akan dilupakan siapa

pengarang aslinya. 63

4) Sholawat An-Nahdliyyah

62
Sholawat Asnawiyyah, https://www.nu.or.id/post/read/70291/mempopulerkan-shalawat-kebangsaan-
khr-asnawi diakses pada tanggal 17 Maret 2020 pukul 15.02 WIB
63
Sholawat Badar, https://www.nu.or.id/post/read/102182/gus-dur-kiai-ali-manshur-dan-
shalawat-badar diakses pada tanggal 17 Maret 2020 pukul 15.48 WIB

38
Sholawat An-Nahdliyyah diciptakan oleh KH. Hasan Abdul

Wafie dari Jember yang mana beliau ini merupakan salah satu pendidik di

Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo Jawa Timur. Beliau

juga aktif dalam kepengurusan NU di wilayah tersebut. Sholawat ini

beliau ciptakan karena sebagai bentuk rasa cinta beliau yang sangat besar

terhadap NU. Menurut penuturan salah satu dari putri beliau yaitu Hj.

Ja’faroh wafie bahwasanya sholawat ini diciptakan pada saat beliau masih

semasa SD atau sekitar tahun 1970-an.

5) Sholawat Indonesia

Sholawat Indonesia diciptakan oleh KH. Marzuki Muztamar

pada tahun 2019. Sholawat ini berisi tentang pengharapan besar KH.

Marzuki Mustamar untuk Indonesia, karena melihat konflik tentang isu

SARA bahkan hingga berujung pada perpecahan beberapa kelompok.

Situasi Indonesia yang berubah karena berbagai isu konflik pemecah

belah bangsa menjadikan sholawat ini sebagai doa pemersatu bangsa.

C. Kerangka Konseptual

Dalam hal ini peneliti akan menganalisis secara mendalam pesan yang

terdapat dalam sholawat karya ulama nusantara. Peneliti percaya bahwa setiap

sholawat yang diciptakan oleh para ulama nusantara itu tidak semata-mata hanya

diperuntukkan bagi kepentingan akhirat saja melainkan juga ditujukan untuk

39
kehidupan duniawi. Bahkan apabila ditelaah lebih luas, sholawat tersebut

mengandung beberapa pesan tentang pendidikan multikultural.

Pertama-tama akan dianalisis mengenai teks kalimat sholawat tersebut

dari sisi semantik/gramatikal arabnya yaitu nahwu shorof dan juga sisi linguistik

kebahasaannya yaitu mengenai makna-makna yang terkandung dalam kata-kata

dan susunan kalimatnya. Setelah itu dikaitkan dengan indikator pendidikan

multikultural yang telah ditetapkan dalam konsep sehingga akan ditemukan suatu

hubungan antara pendidikan multikultural dan juga sholawat karya ulama

nusantara.

Hubungan antara keduanya akan menciptakan suatu neo-konsep,

bahwasanya sholawat yang selama ini ada bukan hanya tentang pengagungan dan

juga penghormatan terhadap Nabi Muhammad, melainkan juga sebagai sarana

dakwah yang berkaitan dengan nilai pendidikan multikultural seperti halnya

nasionalisme, demokrasi, dan juga toleransi. Dalam prakteknya, beberapa sholawat

yang banyak beredar di Indonesia yang mana itu merupakan karya asli dari

pribumi Indonesia, disisipi dengan beberapa ide dan makna yang berkaitan dengan

nilai-nilai pendidikan multikultural bahkan secara frontal menyebutkan dalam lirik

sholawatnya.

40
BAB III

METODE PENELITIAN KEPUSTAKAAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dalam hal ini peneliti akan menggunakan metode penelitian library

research (penelitian kepustakaan) yang mana menurut Muhadjir, studi pustaka

mencakup empat hal: 64

1. Sebagai telaah teoretik suatu disiplin ilmu yang perlu adanya kelanjutan uji

empirik sehingga akan diperoleh kebenaran empirik

2. Berupaya mempelajari teori linguistik atau studi kebahasaan atau juga studi

perkembangan bahasa, yang biasanya disebut dengan sosiolinguistik dan

psycholinguistics.

3. Studi pustaka yang seluruh isi substansinya memerlukan olahan filosofi atau

teoretik dan terkait pada values.

4. Studi karya sastra.

Studi pustaka yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang ketiga

yaitu studi pustaka yang seluruh substansinya memerlukan adanya analisis teoretik

dan dikaitkan pada values (nilai-nilai) dengan menggunakan metode deskriptif.

Lebih lanjut menurut Donald Ary, bahwasanya penelitian deskriptif adalah metode

penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala saat

penelitian dilakukan. Penelitian ini diarahkan untuk menetapkan sifat suatu situasi

pada waktu penyelidikan tersebut dilakukan. Dalam penelitian ini tidak ada

64
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), 297.

41
perlakuan yang diberikan atau dikendalikan sebagaimana terdapat dalam penelitian

eksperimen dan tidak ada pula pengujian hipotesis. 65

Menurut beberapa pandangan, terdapat 15 jenis penelitian deskriptif,

yaitu metode survei, metode deskriptif berkesinambungan, studi kasus, penelitian

komparatif, penelitian analisis kerja dan aktivitas, studi waktu dan gerak, analisis

tingkah laku, analisis kuantitatif, studi operasional, kajian korelasi, kajian

pengembangan, kajian kecenderungan atau arah gerak, metode bandingan, studi

tindak lanjut dan analisis dokumenter.66

Sedangkan dalam hal ini peneliti akan menggunakan penelitian deskriptif

dengan metode studi kasus, yaitu penelitian tentang status subjek penelitian yang

berkenaan dengan fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas yang mana

dalam hal ini peneliti akan menelaah tentang sholawat-sholawat karya ulama

nusantara dan dikaitkan dengan pesan-pesan pendidikan multikultural yang

terdapat dalam sholawat tersebut.67

Disamping menggunakan metode, penelitian ini juga menggunakan

beberapa pendekatan yaitu:

1. Pendekatan deduktif

Pendekatan secara deduktif dilakukan dengan cara menjadikan teori sebagai

alat, ukuran dan bahkan instrumen utama dalam penelitian. Sehingga secara

tidak langsung peneliti akan menggunakan teori sebagai acuan dalam

65
Andi Prastowo, Memahami Metode-metode Penelitian, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), 203.
66
Ibid..., 207.
67
Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2014), 45.

42
penelitiannya. Selanjutnya, pembahasan mengenai teori ini diterima,

mendukung dan memperkuat, meragukan dan mengkritik, merevisi atau bahkan

membantah dan menolak.

2. Pendekatan induktif

Pendekatan dengan cara induktif merupakan kebalikan dari deduktif.

Pendekatan ini memandang bahwa data yang digunakan sebagai pijakan awal

dalam melakukan penelitian, bahkan terkadang dalam format induktif tidak

mengenal teori sama sekali. 68

3. Pendekatan interpretatif

Pendekatan ini merupakan sebuah sistem sosial yang memaknai perilaku secara

detail dalam observasi langsung. Interpretif melihat fakta sebagai sesuatu yang

unik dan memiliki konteks dan makna yang khusus sebagai esensi dalam

memahami makna sosial, juga melihat fakta sebagai hal yang cair melekat pada

sistem makna. Pendekatan interpretif juga memandang realitas sosial adalah

sesuatu yang dinamis, berproses dan penuh makna subjektif. 69

4. Pendekatan relasional

Suatu pendekatan yang mana terdapat pengandaian adanya hubungan dan

kesinambungan antara pemikiran seseorang dengan kondisi sosial, budaya,

politik dan berbagai perkembangan gagasan yang ada, yang menjadi latar

belakang kehidupan suatu tokoh. Menurut Bakker dan Zubair, pendekatan ini

68
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2015), 26.
69
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan: Kajian Filosofis, Teoritis dan Aplikatif, (Malang:
Literasi Nusantara, 2019), 43.

43
disebut dengan pendekatan kesinambungan historis. Kesinambungan adalah

suatu pendekatan dengan melihat perkembangan pikiran tokoh yang

bersangkutan, baik berhubungan dengan lingkungan historis dan pengaruh-

pengaruh yang dialaminya, maupun dalam perjalanan hidupnya sendiri. Sebagai

latar belakang eksternal diselidiki keadaan khusus zaman yang dialami tokoh

dengan segi sosial, ekonomi, budaya, sastra, filsafat. Bagi latar belakang

internal dipriksa riwayat hidup tokoh, pendidikan, pengaruh yang diterimanya,

relasi dengan filosof sezamannya, dan segala macam pengalaman-pengalaman

yang membentuk pandangannya. Begitu juga diperhatikan perkembangan

intern, tahap-tahap dalam pikirannya, dan perubahan dalam minat akan arah

filsafatnya, lebih luas dari itu konteks pikiran tokoh zaman dahulu itu

diterjemahkan ke dalam terminologi dan pemahaman yang sesuai dengan cara

berpikir aktual sekarang.

B. Setting Penelitian

Dalam melakukan pengumpulan data pada penelitian ini, sebelumnya

diperlukan untuk menentukan tempat atau lokasi yang tepat dalam melakukan

penggalian sumber data. Pada penelitian kepustakaan, lokasi atau setting penelitian

jauh lebih luas dibandingkan penelitian lapangan bahkan tidak mengenal batas

ruang. Menurut Mustika Zed bahwasanya metode penelitian kepustakaan memiliki

4 ciri utama, yaitu pertama, peneliti berhadapan langsung dengan teks atau data

angka dan bukan dengan pengetahuan langsung dari lapangan atau saksi mata

44
berupa kejadian, orang atau benda-benda lainnya; kedua, data pustaka bersifat siap

pakai, maksudnya yaitu peneliti tidak pergi kemana-mana kecuali hanya

berhadapan langsung dengan bahan sumber yang sudah tersedia di perpustakaan;

ketiga, data pustaka pada umumnya adalah sumber sekunder dalam arti bahwa

peneliti memperoleh dari tangan kedua dan bukan data orisinil dari tangan pertama

di lapangan; keempat, bahwa kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan

waktu.70

Berdasarkan dari ciri-ciri penelitian yang telah disebutkan sebelumnya,

penelitian ini dilakukan di perpustakaan Universitas Yudharta Pasuruan sebagai

sarana untuk melakukan penelitian kepustakaan. Selain itu data juga ditemukan di

toko-toko buku, internet dan juga perpustakaan digital seperti Maktabah syamilah.

C. Sumber Data

Mengenai sumber data yang akan digunakan, dalam teknik library

research yaitu penyelidikan kepustakaan dilakukan dengan membaca buku-buku

primer dan sekunder yang ada kaitannya dengan obyek kajian ini baik langsung

maupun tidak langsung.

Adapun buku-buku yang dijadikan sebagai data primer dalam penelitian

ini adalah buku-buku atau artikel yang berkaitan dengan biografi pengarang

sholawat-sholawat karya ulama nusantara, yaitu KHR. Asnawi Kudus, KH.

70
Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), 4-5.

45
Marzuki Mustamar, Syaikh Kholil Bangkalan, KH. M. Ali Manshur, KH. Hasan

Abdul Wafie berikut.

Sedangkan data sekunder atau sumber sekunder yang digunakan adalah

sumber informasi yang tidak secara langsung mempunyai wewenang dan tanggung

jawab terhadap informasi padanya. Sumber ini diperoleh dari buku, artikel,

dokumen, rekaman dan gambar yang menyinggung tentang beberapa Ulama

Nusantara dan juga karya sholawatnya.

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Mengenai teknik pengumpulan data, dalam hal ini peneliti akan

melakukan identifikasi wacana dari buku-buku, makalah atau artikel, majalah,

jurnal, web (internet), ataupun informasi lainnya yang berhubungan dengan judul

penulisan untuk mencari hal-hal yang berkaitan dengan sholawat karya Ulama

Nusantara berikut dengan biografi dan juga profil mengenai pengarangnya. Maka

langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan data-data yang ada baik melalui buku-buku, jurnal, artikel, web

(internet).

2. Menganalisa data tersebut sehingga peneliti dapat menyimpulkan tentang

masalah yang dikaji dalam penelitian ini.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dua

instrumen, yaitu:

46
1. Pengumpulan data dalam bentuk verbal simbolik, yaitu dengan cara

mengumpulkan naskah-naskah yang belum dianalisis, yang mana dapat berupa

alat rekam seperti fotocopy dan lain sebagainya.

2. Kartu data, yang berfungsi sebagai catatan hasil data yang telah didapat agar

lebih memudahkan peneliti untuk mengklarifikasi data yang telah didapatkan.

Selain itu juga dapat menjadi solusi ketika instrumen pertama sulit untuk

dioperasionalkan.

Data-data yang sudah ditemukan kemudian dibaca oleh peneliti, karena

pada penelitian kepustakaan, sudah menjadi tugas utama peneliti untuk mengetahui

dan mengerti makna yang ada pada sumber tersebut. Oleh karena itu, dalam hal ini

terdapat beberapa tahap dalam membaca data yang diperoleh, yaitu:

1. Membaca pada tingkat simbolik. Peneliti tidak akan mungkin membaca seluruh

sumber data dari pertama hingga akhir karena itu akan menyita waktu serta

mengurangi efisiensi waktu yang diperlukan dalam penelitian. Tahap ini

dilakukan dengan membaca beberapa hal yang penting dalam buku-

buku/sumber data dengan menangkap synopsis buku, rangkuman baba tau

subbab bahkan hingga rangkaian yang terkecil dari buku. Hal ini diperlukan

untuk mengetahui peta penelitian, hasilnya akan dicatat dalam kartu data dan

diberikan kode sesuai dengan peta dan kategori yang dilakukan.

2. Membaca pada tingkat semantik. Membaca data yang telah dikumpulkan

dengan lebih terperinci, terurai dan menangkap esensi dari data tersebut. Tiap

poin yang dibaca, dianalisis secara mendalam pada data tersebut. Peneliti harus

47
mendahulukan data yang bersifat primer, jika sudah dianggap cukup

selanjutnya mengumpulkan data yang bersofat sekunder.

Setelah membaca secara semantik dilakukan, maka hal yang dilakukan

selanjutnya adalah mencatat semua bahan atau informasi yang dianggap relevan

dengan tujuan penelitian. Kegiatan mencatat ini mencakup 3 hal, yaitu: mampu

mengidentifikasi gagasan utama dan hubungan antar gagasan dalam suatu paparan,

mampu memahami makna dibalik gagasan-gagasan, dan mampu menyajikan

gagasan-gagasan dengan menggunakan bahasa sendiri. 71

E. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan jenis dan data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka

analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content

analysis). Analisis isi merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu

komunikasi. Secara teknis, analisis isi mencakup upaya: 1) klasifikasi tanda-tanda

yang dipakai dalam komunikasi yang mana dalam hal ini adalah yang terdapat

dalam sholawat karya ulama nusantara, 2) menggunakan kriteria sebagai dasar

klasifikasi yang mana dalam penelitian ini adalah pesan-pesan pendidikan

multikultural, 3) menggunakan teknik analisis tertentu sebagai pembuat prediksi. 72

Menurut Suharsimi Arikunto, analisis isi atau analisis dokumen adalah

salah satu dari teknik analisis yang dilakukan terhadap informasi yang

didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara, tulisan, atau bentuk

71
Amir Hamzah, Metode Penelitian Kepustakaan…, 71.
72
Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif…, 68.

48
rekaman lainnya. Sedangkan menurut Krippendorff, analisis isi adalah teknik

analisis untuk membuat inferensi yang valid dan dapat diteliti ulang dari data

berdasarkan konteksnya.73 Berdasarkan data-data yang didapat, peneliti akan

mengkaitkan dengan kriteria tentang pendidikan multikultural yang ada dalam

sholawat karya ulama nusantara tersebut. Hasil analisis data ini adalah data yang

berupa generalisasi; artinya, temuannya merupakan sumbangan teoretik dan tidak

hanya deskriptif saja, yaitu penjabaran mengenai pesan pendidikan multikultural

yang ada di dalam sholawat-sholawat karya Ulama Indonesia.

73
Prastowo, Memahami Metode-metode…, 80.

49
DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Murniati. 2019. Pendidikan Multikultural. Jakarta: Universitas Katolik


Indonesia.

Ahmad Farhan Holidi dan Miftahus Surur. 2019. “Memasyarakatkan Sholawat


Nariyah di Bumi Nusantara”. Al-Bayan: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Hadits.
Vol. 2, Nomor 1. Situbondo, 49-50.

Ahmad Fedyani Syaifuddin. 2006. “Membumikan Multikulturalisme di Indonesia”,


Etnovisi: Jurnal Antropologi Sosial Budaya, Vol. 2. Nomor 1. Sumatera Utara,
6.

Ahmadi, Rulam. 2014. Pengantar Pendidikan; Asas dan Filsafat Pendidikan.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Ainul Khalim, ejournal.kopertais4.or.id “Pendidikan Islam dan Multikultural”


(Kamis, 27 Februari 2020, 15.32)

Akhmad Hidayatullah Al Arifin. 2012. “Implementasi Pendidikan Multikultural


dalam Praksis Pendidikan di Indonesia”. Jurnal Pembangunan Pendidikan:
Fondasi dan Aplikasi. Vol. 1. Nomor 1. Yogyakarta, 74.

Al-Jauziyyah, Ibnu Qoyyim. 1987. Jala`ul Afham. Kuwait: Dar al-‘Urubah.

An-Nawawi. t.t. Kasyifah as Saja. Kediri: Pondok Pesantren Pethuk.

Assegaf, Abdullah dan Indriya R. Dani. 2009. Mukjizat Sholawat. Jakarta: Qultum
Media.

Bungin, Burhan. 2015. Penelitian Kualitatif, Jakarta: Kencana.

Bustami, Abdul Latif dan Tim Sejarawan Tebuireng. 2015. Resolusi Jihad;
Perjuangan Ulama: dari Menegakkan Agama Hingga Negara. Jombang:
PustakaTebuireng.

Deden Sumpena. 2012. “Islam dan Budaya Lokal: Kajian terhadap Interelasi Islam
dan Budaya Sunda”. Ilmu Dakwah: Academic Journal for Homiletic Studies.
Vol. 6. Nomor 1. Bandung, 101-102.

Donny Khoirul Aziz. 2013. “Akulturasi Islam dan Budaya Jawa”. Fikrah, Vol. 1.
Nomor 2. Kudus, 263.

50
Fahrur Razi. 2011. “NU dan Kontinuitas Dakwah Kultural”. Jurnal Komunikasi
Islam. Vol. 1. Nomor 2. Surabaya, 164.

Fahruroji dan Yunus Choirul Azhar. 2017. “Perspektif Shalawat di dalam Al-Qur`an
dan Al-Hadits serta Implikasinya di dalam Penafsiran dan Penetapan Hukum
(Analisis Semantik tentang Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw)”. Jurnal
Pendidikan BASIS; Bahasa Arab dan Studi Islam. Vol. 1. Nomor 1. Bandung,
32.

Ghazali, Suhaidi dan Shabri Shaleh Anwar. 2017. Sholawat Populer: Esensi
Sholawat bagi Ummat Nabi Muhammad SAW. Riau: Qudwah Press.

Gina Lestari. 2015. “Bhinneka Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia di


Tengah Kehidupan Sara”. Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Vol. 28. Nomor 1. Malang, 33.

Hamzah, Amir. 2019. Metode Penelitian Kepustakaan: Kajian Filosofis, Teoritis dan
Aplikatif. Malang: Literasi Nusantara.

Hasan Baharun dan Robiatul Awwaliyah. 2017. “Pendidikan Multikultural dalam


Menanggulangi Narasi Islamisme di Indonesia”. Jurnal Pendidikan Agama
Islam. Vol. 5. Nomor 2. Yogyakarta, 230.

Ida Zahara Adibah. 2014. “Pendidikan Multikultral sebagai Wahana Pembentukan


Karakter”. Jurnal Madaniyah. Vol 4. Nomor 2. Malang, 178.

Iis Arifudin. 2007. “Urgensi Implementasi Pendidikan Multikultural di Sekolah”.


Insania: Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan. Vol. 12, Nomor 2.
Purwokerto, 2.

Khabibi Muhammad Luthfi. 2016. “Islam Nusantara: Relasi Islam dan Budaya
Lokal”. Shahih. Vol. 1. Nomor 1. Surakarta, 7.

Limyah al-Amri. 2017. “Akulturasi Islam dalam Budaya Lokal”. Kuriositas. Vol. 11.
Nomor 2. Parepare, 200.

M. Syaiful Rahman. 2014. “Islam dan Pluralisme”. Fikrah. Vol. 2. Nomor 1. Kudus,
404.

Machfud Syaefudin. 2017. “Gerakan Dakwah Cinta Tanah Air Indonesia (Strategi
dan Metode Dakwah KH. Habib Luthfi Pekalongan)”. Jurnal Ilmu Dakwah.
Vol. 37, Nomor 2. Semarang, 216.

Mahfud, Choirul. 2013. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

51
Maksum, Ali. 2011. Pluralisme dan Multikulturalisme; Paradigma Baru Pendidikan
Islam di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media Publishing.

Maktabah Syamilah, Shamela, Ver. 3.9. “Manfaat Sholawat”, Al-Bukhari. 1422.


Shahih al-Bukhari. Maktabah Shamela.

Maktabah Syamilah, Shamela, Ver. 3.9. “Manfaat Sholawat”, An-Nasa’iy. 1986. as-
Sunan as-Sughro li an-Nasa’iy. Maktabah Shamela.

Maktabah Syamilah, Shamela, Ver. 3.9. “Manfaat Sholawat”, Umar, Ahmad Mukhtas
Abdul Hamid. 2008. Mu’jam al-Lughoh al-‘Arobiyyah al- Ma’ashirah.
Maktabah Shamela.

Mudhofir Abdullah. 2014. “Pribumisasi Islam dalam Konteks Budaya Jawa dan
Integrasi Bangsa”. Indo-Islamika. Vol. 4, Nomor. Jakarta, 71.

Mufid, Mohammad. 2015. Agar di Surga Bersama Nabi (Hidup Bahagia di Dunia
dan di Surga). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Muhadjir, Noeng. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Muhammad Harfin Zuhdi. 2012. “Dakwah dan Dialektika Akulturasi Budaya”.


Religi. Vol. 15. Nomor 1. Pekalongan, 47.

Muhammad Mustaqim. 2012. “Konsep Pendidikan Multikultural dalam Islam”.


Jurnal Ad-Din. Vol. 4. Nomor 2. Kudus, 292.

Muhandis Azzuhri. 2012. “Konsep Multikultralisme dan Pluralisme dalam


Pendidikan Agama (Upaya Menguniversalkan Pendidikan Agama dalam Ranah
Keindonesiaan)”. Forum Tarbiyah. Vol. 10. Nomor 1. Pekalongan, 15.

Muslim. t.t. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabiy.

Naim, Ngainun dan Achmad Sauqi. 2010. Pendidikan Multikultural; Konsep dan
Aplikasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nazir. 2014. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.

Ngadhimah, Mambaul. 2010. Shalawat Gembrungan Mutiara Budaya Jawa-Islam,


Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.

Prastowo, Andi. 2016. Memahami Metode-metode Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz


Media.

52
Ruslan Ibrahim. 2008. “Pendidikan Multikultural: Upaya Meminimalisir Konflik
dalam Era Pluralitas Agama “. El Tarbawi: Jurnal Pendidikan Islam. Vol. 1,
Nomor 1. Yogyakarta, 121.

Rustam Ibrahim. 2013. “Pendidikan Multikultural: Pengertian, Prinsip dan


Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam”. Addin. Vol. 7. Nomor 1.
Kudus, 134.

Shihab, M. Quraish. 2016. Tafsir Al-Mishbah. Tangerang: PT. Lentera Hati.

Siti Julaiha. 2014. “Internalisasi Multikulturalisme dalam Pendidikan Islam”,


Dinamika Ilmu. Vol. 14. Nomor 1. Samarinda, 111.

Toenlioe, Anselmus JE. 2016. Teori dan Filsafat Pendidikan. Malang: Gunung
Samudera.

Yaqin, M. Ainul. 2005. Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding


untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.

Yusof, Najeemah Md. 2007. Konsep Pendidikan. Kuala Lumpur: PTS Professional.

Zed, Mustika. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor


Indonesia.

Alhafiz K, https://islam.nu.or.id/post/read/96490/ini-tujuan-shalawat-dan-salam-
untuk-nabi-muhammad-saw “Tujuan sholawat kepada Nabi” (Minggu, 8 Maret
2020, 06.06)

Ibnu Nawawi, https://www.nu.or.id/post/read/98982/dahsyatnya-shalawat-hingga-


jaminan-masuk-surga “Manfaat Shalawat” (Rabu, 11 Maret 2020, 15.33)

Kemdikbud, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/selawat “Arti Selawat” (Selasa, 10


Maret 2020, 10.44)

M. Rikza Chamami, https://www.nu.or.id/post/read/70291/mempopulerkan-shalawat-


kebangsaan-khr-asnawi “Sholawat Asnawiyyah dan Pengarangnya” (Rabu, 11
Maret 2020,13.35)

M. Rikza Chamami, https://www.nu.or.id/post/read/70291/mempopulerkan-shalawat-


kebangsaan-khr-asnawi “Sholawat Asnawiyyah” (Selasa, 17 Maret 2020,
15.02)

53
Muhammad Yordanis Salam, https://pwnujatim.or.id/susun-lirik-shalawat-indonesia-
kh-marzuki-mustamar-nyatakan-cinta-pada-negeri/ “Sholawat Indonesia dan
Pengarangnya” Rabu, 11 Maret 2020, 13.44)

Qomarul Adib dan Mahbib, https://www.nu.or.id/post/read/55472/shalawat-


asnawiyah-diusulkan-jadi-shalawat-nahdliyah-nasional “Sholawat Asnawiiyah”
(Selasa, 17 Maret 2020, 16.11)

Syarif Abdurrahman, https://www.nu.or.id/post/read/102182/gus-dur-kiai-ali-


manshur-dan-shalawat-badar “ Sholawat Badar” (Selasa, 17 Maret 2020, 15.48)

54
‫‪LAMPIRAN-LAMPIRAN‬‬

‫‪A. Teks Sholawat Karya Ulama Nusantara‬‬

‫‪1. Sholawat Syaikhona Kholil Bangkalan‬‬

‫اطنا َوتَحْ ش َُرنَا بِّ ِّعبَادِّكَ‬ ‫ص َالة تَجْ عَلُنَا بِّ َها ِّم ْن أ َ ْه ِّل ال ِّع ْل ِّم َ‬
‫ظا ِّهرا َوبَ ِّ‬ ‫علَى َ‬
‫سيِّ ِّدنَا ُم َح َّم ٍد َ‬ ‫أَلل ُه َّم َ‬
‫ص ِّل َ‬

‫س ِّل ْم‬
‫صحْ بِّه َو َ‬ ‫صا ِّل ِّحيْنَ فِّي د ُ ْنيَانَا وأ ُ ْخ َرانَا َو َ‬
‫على آ ِّله َو َ‬ ‫ال َّ‬

‫‪2. Sholawat Asnawiyyah‬‬

‫علَى َّ‬
‫الرسُ ْو * ِّل ُمـ َح َّم ٍد ِّس ِّر العُ َال‬ ‫ص ِّل َ‬
‫ب َ‬
‫يَا َر ِّ‬

‫س ِّليْــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ *نَ الغُ ِّر َختْما أ َ َّو ََل‬


‫َواأل َ ْنبِّيَا َوالـ ُم ْر َ‬

‫ب ن َِّو ْر قَ ْلبَنَـــــــــــــــــــــــــــــــــا *بِّنُ ْو ِّر قُ ْرأ َ ٍن َج َال‬


‫يَا َر ِّ‬

‫َ‬
‫ـــــــــــــــــــــــال‬‫َوا ْفتَحْ لَــنَــــــــــــــــــا بِّدَ ْر ٍس أ َ ْو *قِّ َرا َءةٍ ت ُ َرتـ َّ‬

‫ار ُز ْق بِّفَ ْه ِّم األ َ ْنبِّيَـــــــــــــــا *لَنَا َوأ َ َّ‬


‫ي َم ْن ت ََال‬ ‫َو ْ‬

‫ت ِّب ِّه ِّإيْـــ َمانَـــنـَـــــــــــــــــــــــا *د ُ ْنيَا َوأ ُ ْخ َرى َك ِّ‬


‫ام َال‬ ‫ث َ ِّب ْ‬

‫أمان أمان أمان أمان * ِّبا ْند ُ ْن ِّس َيا َرا َيا أ َ َم ْ‬
‫ان‬

‫ب َربَّ ال َعالـ َ ِّميْن‬


‫أمين أمين أمين أمين * َيا َر ِّ‬

‫سا ِّئ ِّليْن‬


‫ْب ال َّ‬
‫ـجي َ‬
‫أمين أمين أمين أمين * َو َيا ُم ِّ‬

‫‪3. Sholawat Badar‬‬

‫عـلَى يـس َح ِّبيْـ ِّ‬


‫ب هللاِّ‬ ‫سـال َ ُم هللاِّ َ‬ ‫عـلَى طـهَ َرسُ ْـو ِّل هللاِّ ‪َ #‬‬
‫صـال َة ُ هللاِّ َ‬ ‫صـال َة ُ هللاِّ َ‬
‫سـال َ ُم هللاِّ َ‬ ‫َ‬

‫هللا ‪َ #‬و كُــ ِّل ُم َجـا ِّهـ ٍد ِّلِلِّ ِّبا َ ْهـ ِّل ْالبَـدْ ِّر يـَا اَللُ‬
‫ّللا َو ِّب ْالـ َهادِّى َرسُ ْـو ِّل ِّ‬
‫س ْـلنَا ِّبـ ِّبـس ِّْـم ِّ‬
‫ت ََو َ‬

‫‪55‬‬
‫ت َوالنِّـ ْقـ َمةَ ‪َ #‬و ِّم ْن ه ٍَـم َو ِّم ْن غُـ َّمـ ٍة ِّبا َ ْهـ ِّل ْالبَـد ِّْر يـَا اَللُ‬
‫سـ ِّل ِّـم اَْل ُمـَّة ِّمـنَ اَْلفـَا ِّ‬
‫اِّل ِّهـى َ‬

‫ـف ِّبا َ ْهـ ِّل ْالبَـدْ ِّر يـَا اَللُ‬


‫ص ِّرف ‪َ #‬مـ َكائـدَ الْ ِّعـدَا َو ْالطُ ْ‬
‫ـم ْي َع ا َ ِّذ يـ َّ ٍة َوا ْ‬ ‫اِّل ِّهى ن َِّجـنَا َوا ْكـش ْ‬
‫ِّـف َج ِّ‬

‫ـاصيْـنَ َو ْال َع ْ‬
‫طـبَا ‪َ #‬و كُـ ِّل بـ َ ِّلـيَّـ ٍة َو َوبـَا ِّبا َ ْهـ ِّل ْالبَـدْ ِّر يـَا اَلل‬ ‫ـر َبا ِّمنَ ْال َع ِّ‬
‫ـس ْالـكُ َ‬
‫اِّل ِّهـى نَـ ِّف ِّ‬

‫ـت ِّبا َ ْهـ ِّل ْالبَـدْ ِّر يـَا اَللُ‬


‫صلَ ْ‬ ‫ت َو َكــ ْم ِّم ْن ِّذلَّـ ٍة فَ َ‬
‫صلَ ْ‬
‫ت ‪َ #‬و َكـ ْم ِّم ْن نِّ ْعمـ َ ٍة َو َ‬ ‫صلَ ْ‬
‫فَ َكــ ْم ِّم ْن َرحْ َم ٍة َح َ‬

‫ِّاالـ ِّوذْ ِّر ِّبا َ ْهـ ِّل ْال َبـدْ ِّر يـَا اَللُ‬
‫عافَـيـْتَ ذ ْ‬ ‫ـم ِّر َو َكـ ْم ا َ ْو َليْـتَ ذَ ْ‬
‫االفَـ ْق ِّـر‪َ #‬و َكـ ْم َ‬ ‫َو َكـ ْم ا َ ْغـنَيْتَ ذَ ْالعُ ْ‬

‫ب ِّبا َ ْهـ ِّل ْال َبـدْ ِّر يـَا ا َ ُ‬


‫لل‬ ‫ـج مِّنَ ْال َبالَ ال َّ‬
‫ص ْعـ ِّ‬ ‫ب ‪ #‬فَا ْن ِّ‬
‫ض َم ْع َرحْ ِّ‬ ‫علَى ْالقَ ْـلـ ِّ‬
‫ب َج ِّمـ ْي ُع اَْلَ ْر ِّ‬ ‫لَـقَدْ َ‬
‫ضاقَ ْ‬
‫ت َ‬

‫ِّى ِّبا َ ْهـ ِّل ْال َبـدْ ِّر يـَا اَللُ‬


‫ـع ِّمنْ َحـةَ اَْلَيـْد ْ‬ ‫ق َو ُجـ ِّل ْالخَـي ِّْر َوال َّ‬
‫سـ ْع ِّد ‪ #‬فَ َو ِّس ْ‬ ‫الر ْفـ ِّ‬ ‫ا َت َيـْنَا َ‬
‫طـا ِّلـ ِّبى ِّ‬

‫اال ِّع ِّـز َو ْال َهـيـْ َب ْة ِّبا َ ْهـ ِّل ْال َبـدْ ِّر يـَا ا َ ُ‬
‫لل‬ ‫الطيْبـ َ ْة ‪ #‬اَيـَا ذَ ْ‬ ‫فَـالَ ت َْردُدْ َمـ َع ْالخَـيـْ َب ْة َب ِّل اجْ َع ْلـنَا َ‬
‫علَى َّ‬

‫ت ِّبا َ ْهـ ِّل ْال َبـدْ ِّر يـَا ا َ ُ‬


‫لل‬ ‫َو ا ِّْن ت َْردُدْ فَـ َم ْن نَأْتـ ِّ ْ‬
‫ى ِّبـنَيـْ ِّل َج ِّميـْ ِّع َحا َجا ِّتى ‪ #‬اَيـَا َجـا ِّلى ْال ُمـ ِّلـمـَّا ِّ‬

‫عـنَّا بِّا َ ْهـ ِّل ْالبَـدْ ِّر يـَا اَللُ‬


‫سـا َءةٍ َ‬ ‫ب ِّمنَّا ‪َ #‬و دَ ْف ِّ‬
‫ـع َم َ‬ ‫اِّل ِّهـى ا ْغ ِّف ِّـر َوا َ ْك ِّر ْمنَـا بِّـنَيـْ ِّل مـ َ َ‬
‫طا ِّل ٍ‬

‫ى بِّا َ ْهـ ِّل ْالبَـدْ ِّر يـَا اَللُ‬ ‫ع ْ‬


‫طـفٍ ‪َ #‬و َكـ ْم ِّم ْن كُ ْ‬
‫ـربـ َ ٍة ت َنـْ ِّف ْ‬ ‫ض ٍل َوذ ُ ْو َ‬ ‫اِّل ِّهـى اَنـْتَ ذ ُ ْو لُ ْ‬
‫طـفٍ َوذ ُ ْو فَـ ْ‬

‫ــــر بِّا َ ْهـ ِّل ْالبَـدْ ِّر يـَا اَللُ‬


‫سـادَةٍ غُ ِّ‬
‫ص ِّـر ‪َ #‬وا ِّل َ‬ ‫عـلَى النـَّبِّ ِّى ْالبَ ِّـر بـِّالَ َ‬
‫عـ ٍد َوَلَ َحـ ْ‬ ‫ص ِّل َ‬
‫َو َ‬

‫‪4. Sholawat An- Nahdliyyah‬‬

‫اء َو اِّع َْال ِّء ِّدي ِّْن‬


‫الج َهاد ِّ ِِّلحْ يَ ِّ‬ ‫ب َو تُنَ ِّشطُ َو ت ُ َح ِّم ُ‬
‫س بِّ َها ِّ‬ ‫ص َالة ت ُ َر ِّغ ُ‬ ‫علَي َ‬
‫سيِّ ِّدنَا ُم َح َّم ٍد َ‬ ‫اللَّ ُه َّم َ‬
‫ص ِّل َ‬

‫س ِّل ْم هللا ُ هللاُ‬ ‫علَي ا َ ِّل ِّه َو َ‬


‫صحْ بِّ ِّه َو َ‬ ‫ض ِّة العُلَ َم ِّ‬
‫اء َو َ‬ ‫علَي َ‬
‫ط ِّر ْيقَ ِّة َج ْم ِّعيَّ ِّة نَ ْه َ‬ ‫شعَائِّ ِّر ِّه َ‬
‫ار َ‬ ‫اِلس َْالم َوا ْ‬
‫ِّظ َه ِّ‬ ‫ِّ‬

‫ض ِّة العُلَ َم ِّ‬


‫اء ِّ ِِّلع َْال ِّء َك ِّل َم ِّة هللاِّ‬ ‫ص ْر ا َ ْه َل َج ْم ِّعيَّة َج ْم ِّعيَّة نَ ْه َ‬ ‫هللاُ هللاُ ثَبِّ ْ‬
‫ت َوا ْن ُ‬

‫‪5. Sholawat Indonesia‬‬

‫علَى َ‬
‫طاهَ َرسُ ْو ِّل هللاِّ‬ ‫علَى َ‬
‫طاهَ َ‬ ‫سالَ ُم هللا ِّ ‪َ #‬‬
‫صالَة ُ هللاِّ َ‬
‫صالَة ُ هللاِّ َ‬
‫َ‬

‫‪56‬‬
‫علَى يس َح ِّب ْي ِّ‬
‫ب هللاِّ‬ ‫علَى يس َ‬
‫سالَ ُم هللاِّ ‪َ #‬‬
‫صالَة ُ هللاِّ َ‬
‫صالَة ُ هللاِّ َ‬
‫َ‬

‫شفَّ ْعنَا ِّلد ُ ْنيَانَا ‪َ #‬و ِّد ْينِّنَا َكذَا أَيْضا ِّأل ُ ْخ َرانَا‬
‫شفَّ ْعنَا ت َ َ‬
‫تَ َ‬

‫ب ْال َعالَ ِّميْنَ‬ ‫س ْلنَا ‪ِّ #‬ب ِّه ِّ‬


‫لل َر ِّ‬ ‫س ْلنَا ت ََو َّ‬
‫س ْلنَا ت ََو َّ‬
‫ت ََو َّ‬

‫س ِّل ْم ِّبالَدَنَا ‪ #‬اِّ ْند ُْونِّ ْي ِّسيَا َكذَا ِّل ْل ُم ْس ِّل ِّميْنَ‬
‫س ِّل ْمنَا ِّب ِّه َ‬
‫َو َ‬

‫ت ث ُ َّم مِّنَ ْال َبالَ ِّء ‪َ #‬و ُم َّن َ‬


‫علَ ْي ِّه ْم ِّم ْنكَ ِّباآل َمانُ‬ ‫ِّمنَ ْ ۤ‬
‫األفَا ِّ‬

‫ح َو ْاألَجْ َ‬
‫س ِّام‬ ‫ار ْك ُه ْم فِّي ُّ‬
‫الر ْو ِّ‬ ‫َو ُخفَّ ُه ْم ِّب ْاأل َ ْم ِّن َوال َّ‬
‫سالَ ِّم ‪َ #‬و َب ِّ‬

‫الر ِّعيَّ ِّة‬ ‫لر ِّئي ِّْس ْال َجاكُ ْو ِّو ْ‬


‫ي َو َّ‬ ‫عا َي ِّة ‪ِّ #‬ل َّ‬ ‫الرحْ َم ِّة ْال َع ِّمي ِّْم َو ِّ‬
‫الر َ‬ ‫َو َّ‬

‫اء َواأل َ َمانَة‬


‫الوفَ ِّ‬
‫ق َو َ‬ ‫َوأَيَّدَهُم َج ِّميعا ِّبال َمعُونَة ‪َ #‬و ِّ‬
‫الصد ِّ‬

‫اء‬ ‫س ۤا ِّء ‪ِّ #‬م ْن أَتْ َباعِّ نَ ْه َ‬


‫ض ِّة ْالعُلَ َم ِّ‬ ‫الن َ‬ ‫ِّل َك ۤافَّ ِّة ِّ‬
‫الر َجا ِّل َو ِّ‬

‫َكذَا َج ِّم ْي ُع أ َتْبَاعِّ ْال َج ْم ِّعيَّ ِّة ‪ْ #‬القَائِّ ِّميْنَ َحقًّا بِّالت َّ ْر ِّبيَّ ِّة‬

‫ص ِّليَّة َكذَا ْال ُم َح َّم ِّديَّةْ‬ ‫َودَع َْوةِّ ْاأل ُ َّم ِّة ْ ِّ‬
‫اِل ْسالَ ِّميَّة ‪ #‬ا َ ْل َو ْ‬

‫أ َ ْه ُل َجاوة سُ َم ْ‬
‫ط َرا َو ْالبَاب َُوا ‪َ #‬كا ِّلي َْم ْنت َان َوبَا ِّل ْ‬
‫ي َوسُ ْو ْمبَ َاوا‬

‫ي َمالُ ْوكُو َو َماد ُ ْورا ‪ #‬تَحْتَ بِّ َال ِّد إِّ ْند ُْونِّ ْي ِّس َيا َرا َيا‬
‫سُ ْو ََل ۤو ِّس ْ‬

‫ارى ْال ِّه ْند ُ َو ِّ‬


‫الصنِّيَّة‬ ‫ص َ‬‫اِلس َْال ِّم َو ْالب ُْو ِّذيَة ‪َ #‬والنَّ َ‬
‫أ َ ْه ُل ِّدي ِّْن ْ ِّ‬

‫س َال ِّم ‪ِّ #‬م ْن أَجْ ِّل ِّح ْف ِّظ ِّوحْ دَةِّ ْالبِّ َال ِّد‬
‫يَ ِّع ْيشُ ْونَ بِّ ْاأل َ ْم ِّن َوال َّ‬

‫صحْ بِّ ِّه ْال ِّك َر ِّام‬ ‫علَ ْي ِّه َم ْع َ‬


‫سالَ ِّم ‪َ #‬وا ِّل ِّه َو َ‬ ‫صالَة ُ هللاِّ َ‬
‫َ‬

‫علَى طُ ْو ِل الَّ َيا ِلي َو ْاْلَي َِّام‬ ‫َو َح ْم ُد هللاِ شُ ْك ًرا ِللنَّ ْع َم ِ‬
‫اء ‪َ #‬‬

‫‪57‬‬

Anda mungkin juga menyukai